• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN

E. Evaluasi

Evaluasi hasil belajar antara lain menggunakan tes untuk melakukan pengukuran hasil belajar. Tes dapat didefinisikan sebagai seperangkat pertanyaan dan atau tugas yang direncanakan untuk memperoleh informasi tentang trait, atribut pendidikan, psikologik atau hasil belajar yang setiap butir pertanyaan atau tugas tersebut mempunyai jawaban atau ketentuan yang dianggap benar. Pengukuran diartikan sebagai pemberian angka pada satus atribut atau karakterisitik tertentu yang dimiliki oleh orang, hal, atau obyek tertentu menurut aturan atau formulasi yang jelas. Penilaian adalah suatu proses untuk mengambil keputusan dengan menggunakan instrumen tes maupun non tes. Penilaian dimaksudkan untuk memberi nilai tentang kualitas hasil belajar.

23

Secara kalsik tujuan evaluasi hasil belajar adlah untuk membedakan kegagalan dan keberhasilan seorang peserta didik. (Tim PEKERTI-AA PPSP LPP, 2007: 10).

Menurut prosedur pelaksanaannya, evaluasi dapat digolongkan menjadi:

1. Tes

a. Tes tertulis: tes uraian, tes singkat, dan tes obyektif. b. Tes lisan: kelompok atau individu.

c. Tes perbuatan: kelompok atau individu. 2. Non tes

a. Observasi. b. Wawancara.

Sedangkan menurut fungsinya tes dapat dibedakan atas:

1. Tes seleksi, tes untuk menentukan apakah seseorang memenuhi untuk masuk ke program tertentu.

2. Tes diagnostis, tes yang digunakan untuk mengetahui kelemahan-kelemahan siswa sehingga berdasarkan kelemahan-kelemahan-kelemahan-kelemahan tersebut dapat dilakukan pemberian perlakuan yang tepat.

3. Tes penempatan, tes untuk mengetahui program apa yang paling cocok untuk siswa.

Dalam penelitian ini bentuk tes yang akan dipilih adalah tes tertulis dengan bentuk uraian, karena dengan tes uraian siswa mempunyai kebebasan dalam menjawab dan mengembangkan pikirannya. Dengan

24

demikian luas pengetahuan dan jenjang pengetahuan siswa akan benar-benar dapat dievaluasi.

Langkah-langkah yang perlu dilakukan dalam penyusunan evaluasi (tes) adalah sebagai berikut:

1. Menentukan tujuan mengadakan tes.

2. Mengadakan pembatasan terhadap bahan yang diteskan. 3. Merumuskan indikator hasil belajar dari setiap bahan.

4. Menderetkan semua indikator hasil belajar dalam tabel persiapan yang memuat pula aspek tingkah laku terkandung dalam indikator hasil belajar itu.

5. Menuliskan butir-butir soal, didasarkan atas indikator hasil belajar yang sudah dituliskan pada tabel indikator hasil belajar dan aspek tingkah laku yang dicakup (Suharsimi Arikunto, 1991:151-152).

Perumusan yang terperinci tentang tujuan-tujuan yang ingin dicapai dalam suatu tindakan evalusi dapat dilakukan melalui dua hal. Pertama adalah dengan mengadakan perincian tentang luas pengetahuan yang hendak diukur dan yang kedua tentang jenjang pengetahuan. Perincian tentang luas pengetahuan yang hendak diukur hendaknya berpedoman kepada ruang lingkup ilmu pengetahuan tersebut, sesuai dengan luas yang ditetapkan dalam kurikulum sekolah bersangkutan. Sedangkan perincian tentang jenjang pengetahuan yang hendak diukur dapat dilakukan dengan berpedoman kepada salah satu sistematika tentang jenjang pengetahuan. Salah satu sistematika jenjang pengetahuan yang sering dipakai adalah

25

penggolongan menurut Bloom, yang lebih dikenal dengan taksonomi Bloom.

Menurut Bloom, penggolongan jenjang pengetahuan adalah:

1. Daerah kognitif: ingatan, pemahaman, penerapan, analisis, sintesis, evaluasi.

2. Daerah psikomotorik (keterampilan). 3. Daerah afektif (sikap).

Tes yang akan dilakukan dalam penelitian ini adalah tes kognitif dan tes psikomotorik (keterampilan). Menurut Taksonomi Bloom (Sax, 1980, dalam Haryati, 2007: 22) tujuan aspek kognitif berorentasi pada kemampuan berpikir yang mencakup kemampuan intelektual yang lebih sederhana, yaitu mengingat, sampai pada kemampuan memecahkan masalah yang menuntut siswa untuk menghubungkan dan menggabungkan beberapa ide, gagasan, metode atau prosedur yang dipelajari untuk memecahkan masalah tersebut.

Aspek kognitif terdiri dari atas enam tingkatan dengan aspek belajar yang berbeda-beda. Enam tingkat tersebut (Haryati, 2007:23-24) yaitu: 1. Tingkat pengetahuan (knowledge). Pada tahap ini menuntut siswa untuk

mampu mengingat (recall) berbagai informasi yang telah diterima sebelumnya, misalnya fakta, rumus, terminologi strategi problem solving dan lain sebagainya.

2. Tingkat pemahaman (comprehension). Pada tahap ini kategori pemahaman dihubungkan dengan kemampuan untuk menjelaskan pengetahuan, informasi yang telah diketahui dengan kata-kata sendiri.

26

Pada tahap ini siswa diharapkan menerjemahkan atau menyebutkan kembali yang telah didengar dengan kata-kata sendiri.

3. Tingkat penerapan (aplication). Penerapan merupakan kemampuan untuk menggunakan atau menerapkan informasi yang telah dipelajari ke dalam situasi yang baru, serta memecahkan berbagai masalah yang timbul dalam kehidupan sehari-hari.

4. Tingkat analisis (analysis). Analisis merupakan kemampuan mengidentifikasi, memisahkan dan membedakan komponen-komponen atau elemen suatu fakta, konsep, pendapat, asumsi, hipotesa atau kesimpulan, dan memeriksa setiap komponen tersebut untuk melihat ada atau tidaknya kontradiksi. Dalam tingkat ini siswa diharapkan meunjukkan hubungan di antara berbagai gagasan dengan cara membandingkan gagasan tersebut dengan standar, prinsip atau prosedur yang telah dipelajari.

5. Tingkat sintesis (syntesis). Sintesis merupakan kemampuan seseorang dalam mengaitkan dan menyatukan berbagai elemen dan unsur pengetahuan yang beda sehingga terbentuk pola baru yang lebih menyeluruh.

6. Tingkat evaluasi (evaluation). Evaluasi merupakan level tertinggi yang mengharapkan siswa mampu membuat penilaian dan keputusan tentang nilai suatu gagasan, metode, produk, atau benda dengan menggunakan kriteria tertentu.

27

Berdasarkan sistematika jenjang pengetahuan taksonomi Bloom di atas maka tingkat pemahaman seseorang akan suatu konsep dapat diketahui. Dengan membandingkan tingkat pemahaman siswa di awal dan di akhir proses pembelajaran akan diketahui bagaimana perubahan tingkat pemahaman siswa tersebut. Dengan demikian akan diperoleh informasi yang lebih jelas mengenai tingkat pemahaman siswa akan suatu konsep sebelum dan sesudah proses pembelajaran dan juga perubahannya.

Mager dalam Haryati 2007: 25 berpendapat bahwa mata ajar yang termasuk dalam kelompok mata ajar psikomotorik adalah mata ajar yang mencakup gerakan fisik dan keterampilan tangan.

Menurut Leighbody (1968, dalam Haryati 2007: 26) dalam melakukan penilaian hasil belajar keterampilan sebaiknya mencakup: Pertama, kemampuan siswa menggunakan alat dan sikap kerja. Kedua, kemampuan siswa menganalisis suatu pekerjaan dan menyusun urutan pekerjaan. Ketiga kecepatan siswa dalam mengerjakan tugas yang diberikan kepadanya. Keempat, kemampuan siswa dalam membaca gambar dan atau simbol. Kelima, keserasian bentuk dengan yang diharapakan dan atau ukuran yang telah ditentukan.

Dengan demikian, penilaian hasil belajar psikomotorik atau keterampilan harus mencakup persiapan, proses dan produk. Tidak jauh berbeda dengan penilaian kognitif, penilaian psikomotorik pun dimulai dengan pengukuran hasil belajar. Perbedaannya adalah pengukuran hasil belajar ranah kognitif dilakukan dengan tes tertulis, sedangkan pengukuran

28

hasil belajar ranah psikomotorik dilakukan dengan menggunakan tes unjuk kerja, lembar tugas atau lembar pengamatan.

Dokumen terkait