• Tidak ada hasil yang ditemukan

EVALUASI PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN PESISIR DI KOTA PASURUAN

Kr Bina Rescue Aulya Hidayah*, Rizqi Abdi Perdanawati, Rahmad Junaidi

Program Studi Ilmu Kelautan Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya

*Corresponding author e-mail: kr3kresna@gmail.com; 081939840204

ABSTRAK

Kota Pasuruan memiliki luas wilayah sebesar 35,29 km2. Dari luas tersebut, lahan pesisir belum diketahui luasannya. Rentannya lahan pesisir terhadap peningkatan lahan dan bencana banjir menyebabkan adanya perubahan lahan di wilayah pesisir. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perubahan luas lahan dan pola (bentuk) perubahan lahan pesisir di Kota Pasuruan. Penelitian dilakukan di wilayah pesisir Kota Pasuruan yang meliputi Kecamatan Gadingrejo, Punggungrejo dan Bugul Kidul. Analisa penelitian menggunakan analisa deskriptif dengan menggunakan data penginderaan jauh diawali dengan melakukan klasifikasi awal secara digital (klasifikasi terbimbing). Metode pengambilan sampel menggunakan metode sampling purposif. Hasi penelitian menunjukkan bahwa penggunaan lahan terluas dari tahun 2014-2017 adalah lahan tambak seluas 646.04 ha (41.69%) sedangkan lahan tersempit adalah air tawar seluas 9.03 ha (0.58%). Pola penggunaan lahan yang mengalami pengkonversian terluas yaitu lahan sawah menjadi lahan semak seluas 82.94 ha (43.98%) dan pengkonversian tersempit terjadi pada lahan terakhir yaitu air tawar (sungai) menjadi lahan tambak seluas

0.71 ha (7.86%).

Kata Kunci:Evaluasi Lahan, Wilayah Pesisir, Kota Pasuruan

PENDAHULUAN

Kota Pasuruan merupakan wilayah administrasi yang mempunyai luas wilayah sebesar 35,29 km2 dari luas Jawa Timur. Total luas wilayah Kota Pasuruan sekitar 65,85% adalah luas kawasan terbangun dan luas ruang terbuka merupakan sisa dari kawasan terbangun yaitu sebesar 34,15% dari luas wilayah administrasi (RKPD Kota Pasuruan, 2014). Secara administratif Kota Pasuruan terbagi dalam 4 kecamatan dan 34 kelurahan diantaranya Kecamatan Purworejo, Kecamatan Gadingrejo, Kecamatan Panggungrejo dan Kecamatan Bugul Kidul sejak tahun 2012 yang sebelumnya hanya memiliki 3 kecamatan dan 21 kelurahan (BPS, 2017). Pada tahun 2012 pemerintah Kota Pasuruan membentuk kecamatan baru, yaitu Kecamatan Panggungrejo.

Pembentukan kecamatan baru merupakan suatu langkah strategis yang ditempuh oleh Pemerintah Kota Pasuruan untuk meningkatkan kualitas pelaksanaan tugas-tugas pemerintah baik pelayanan, pemberdayaan dan pembangunan menuju terwujudnya suatu tatanan kehidupan masyarakat yang maju, mandiri, sejahtera, adil dan makmur (RKPD Kota Pasuruan, 2014). Pemekaran wilayah yang terjadi juga dikarenakan kepadatan penduduk yang semakin bertambah sehingga kebutuhan lahan semakin meningkat. Terbukti sesuai data BPS (2017) luas wilayah di Kota Pasuruan sekitar 50% digunakan untuk pemukiman. Sementara sisanya merupakan lahan tanah sawah yang potensial sebagai lahan pertanian dan lahan pesisir yang berpotensi sebagai usaha bidang perikanan maupun tambak garam.

Lahan pesisir Kota Pasuruan sangat rentan terhadap bencana banjir karena dilalui oleh jalur sungai

– sungai besar. Sungai besar yang tersebar di wilayah pesisir Kota Pasuruan meliputi, Sungai Wedang, Sungai Petung dan Sungai Gembong. Sungai tersebut merendam 3 kecamatan pesisir di Kota Pasuruan. Akibat dari banjir ini menyebabkan kerusakan parah pada Kecamatan Bugul Kidul, dimana daerah pemukiman penduduk yang terdapat fasilitas umum, lahan pertanian, lahan tambak, dan lainnya terendam air hingga 2-3 meter. Bencana banjir yang menjadi salah satu faktor perubahan penggunaan lahan juga menimbulkan adanya perubahan lahan di wilayah pesisir. Data penggunaan dan perubahan lahan pesisir sejak terjadinya bencana banjir sampai saat ini belum dikaji luasannya. Hal ini kurang mendapatkan perhatian dari pemerintah Kota Pasuruan karena permasalahan lahan di pesisir bukan sebagai prioritas pengembangan Kota Pasuruan.

Permasalahan di pesisir mengakibatkan banyaknya pro kontra, sehingga diperlukan kajian yang sesuai dengan masalah tersebut. Berdasarkan uraian diatas maka diperlukan kajian tentang

39

evaluasi perubahan penggunan lahan pesisir di Kota Pasuruan. Evaluasi penting dilakukan untuk mengetahui perubahan lahan yang terjadi dan penilaian sumber daya pesisir sehingga dapat memanfaatkan sumber daya secara lestari. Pemanfaatan sumber daya pesisir sangat penting untuk menjaga keseimbangan alam seperti Firman Allah SWT dalam QS Al-Hijr 15:19:

ن

زو

مو َ شءكمن يفهاوَ ۢأنتبانروَ س يفهاولأ يقانمددنهاوَ لٱرَ ۢض

“Dan Kami telah menghamparkan bumi dan menjadikan padanya gunung-gunung dan Kami tumbuhkan padanya segala sesuatu menurut ukuran”. Sehingga dengan ini penulis melakukan penelitian dengan judul “Evaluasi Perubahan Penggunaan Lahan Pesisir di Kota Pasuruan”. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui luas dan pola perubahan lahan pesisir di Kota Pasuruan pada tahun 2014, 2015 dan 2017 menggunakan data citra satelit Landsat 8.

MATERI DAN METODE

Penelitian dilakukan pada daerah pesisir Kota Pasuruan yang meliputi 3 kecamatan termasuk 8 kelurahan (Gambar 1). Kecamatan yang termasuk dalam wilayah pesisir yaitu, Kecamatan Gadingrejo, Kecamatan Panggungrejo dan Kecamatan Bugul Kidul. Waktu penelitian dilakukan mulai bulan Februari–Juli 2018. Diawali dengan studi pustaka kemudian survei lapangan yang dilakukan pada bulan April 2018 dan dilanjutkan pengolahan data. Tahap–tahap dalam melakukan penelitian dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 1. Peta Lokasi Penelitian

40

Mekanisme penelitian diawali dengan membuat gambaran mengenai situasi perubahan penggunaan lahan pesisir di Kota Pasuruan pada tahun 2014-2017. Analisa yang digunakan yaitu analisa deskriptif. Analisa ini bertujuan untuk mendapatkan informasi dan membuat deskripsi mengenai situasi dan kejadian secara sistematik. Penelitian ini tidak hanya mendiskripsikan perubahan penggunaan lahan dan pola lahan dari tahun 2014-2017. Data dari perubahan penggunaan lahan akan disesuaikan dengan Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Pasuruan Tahun 2011-2031.

Data yang digunakan yaitu data primer dan data sekunder. Data primer yang dibutuhkan, yaitu berupa dokumentasi kondisi eksisting lahan Kota Pasuruan. Sedangkan data sekunder diperoleh dengan mengumpulkan literatur dari instansi- instansi terkait, seperti: Peta RBI (Rupa Bumi Indonesia), Citra satelit Kota Pasuruan tahun 2014, 2015 dan 2017, Kota Pasuruan dalam angka, RKPD (Rencana Kerja Pembangunan Daerah), dan RTRW (Rencana Tata Ruang Wilayah) Kota Pasuruan.

Perubahan penggunaan lahan menggunakan data penginderaan jauh. Diawali dengan melakukan klasifikasi awal yaitu untuk ground check awal guna merevisi hasil klasifikasi yang kemudian dapat dikoreksi dari klasifikasi awal. Metode ini biasa disebut dengan klasifikasi secara digital atau biasa disebut dengan klasifikasi terbimbing. Pada tahap ini yaitu mengklasifikasi citra menjadi beberapa kelas penggunaan lahan seperti pemukiman, sawah, tambak, lahan terbuka, semak belukar, mangrove dan perairan.

Analisa perubahan luas lahan dan pola penggunaan lahan diperoleh melalui hasil pengelolaan data peta RBI dan citra satelit Kota Pasuruan tahun 2012, 2015 dan 2017 dengan menggunakan bantuan

software ENVI 5.1 dan ArcGIS 10.3. Dalam proses pengolahan data sekunder berupa peta RBI dan citra satelit akan melalui beberapa tahap seperti: cropping, pembuatan komposit citra, pembuatan sampel area, klasifikasi terbimbing, digitasi, overlay sampai layout peta. Hasil dari layout peta yaitu peta perubahan penggunaan lahan pesisir.

Hasil dari peta ini dapat mengetahui batasan pesisir, luas dari penggunaan lahan dan pola perubahan lahan. Metode pengambilan sampel pada penelitian ini menggunakan metode sampling purposive, menurut Sudjana (1992) peneliti menentukan lokasi dengan beberapa pertimbangan tertentu. Pertimbangan yang dimaksud yaitu setiap titik sampling mewakili setiap kelas dari citra yang sudah terklasifikasi terlebih dahulu. Setelah penentuan lokasi titik sampling yang

mewakili kelas dalam citra kemudian memasuki tahap cek lapangan.

HASIL DAN PEMBAHASAN Perubahan Luas Lahan

Berdasarkan analisis spasial citra satelit Landsat 8 tahun 2014-2017 serta pengamatan di lapangan, jenis penggunaan lahan di kawasan pesisir dibagi menjadi 6 kelas, yaitu: mangrove, tambak, pemukiman, sawah, semak belukar, dan perairan (sungai). Dalam menganalisa perubahan penggunaan lahan pesisir perlu mengetahui perubahan luas lahan dan pola penggunan lahan yang ada di pesisir Kota Pasuruan.

Perubahan luas penggunaan lahan pada tahun 2014, 2015 dan 2017 disajikan pada Tabel 1 dan 2, penyebarannya dapat dilihat pada Gambar 3. Setelah mengetahui penyebarannya, maka dilakukan evaluasi terhadap perubahan penggunaan lahan yang ada. Evaluasi penggunaan lahan dapat dilakukan melalui peta penggunaan lahan tahun 2014, 2015 dan 2017 yang masing-masing sudah dioverlay.

41

Gambar 3. Peta Perubahan Luas Penggunaan Lahan Pesisir Kota Pasuruan Tahun 2014-2017 Berdasarkan data Tabel 1 dapat diketahui bahwa luas lahan pada tahun 2014-2015 terdapat 6 kelas penggunaan lahan. Dari 6 kelas penggunaan lahan terdapat 2 kelas lahan yang luasannya berkurang diantaranya yaitu, semak dan sawah. Sedangkan 4 kelas lahan lainnya mengalami pertambahan luasan diataranya yaitu tambak, mangrove, pemukiman, dan air tawar. Dilihat dari keseluruhan jumlah penggunaan lahan dari tahun 2014-2015 mengalami penurunan dari 1467.22 ha menjadi 1529.85 ha. Apabila dihitung luas lahan keseluruhan menurun menjadi 62.63 ha.

Dilihat dari jumlah luasan yang mengalami peningkatan paling tinggi yaitu lahan tambak. Dimana pada tahun 2014 lahan ini memiliki luas 552.33 ha (37.64%) berubah menjadi 636.69 ha (41.62%) pada tahun 2015, lahan ini berarti mengalami peningkatan seluas 84.36 ha. Sedangkan jika dilihat dari jumlah luasan yang mengalami penurunan paling rendah yaitu lahan sawah. Dimana pada tahun 2014 lahan ini memiliki luas 273.80 ha (18.66%) berubah menjadi 256.19 ha (16.75%) pada tahun 2015, lahan ini mengalami penurunan sebesar 17.61 ha.

Tabel 1. Luas Penggunaan Lahan dan Luas Perubahan Lahan Tahun 2014-2015

No Penggunaan Lahan 2014 2015 Luas Perubahan (ha) Luas (ha) Persentase (%) Luas (ha) Persentase (%) 1 Tambak 552.33 37.64 636.69 41.62 84.36 2 Mangrove 94.46 6.44 107 6.99 12.54 3 Pemukiman 334.91 22.83 335.18 21.91 0.27 4 Sawah 273.80 18.66 256.19 16.75 -17.61 5 Semak 204.52 13.94 186.40 12.18 -18.12 6 Air Tawar 7.20 0.49 8.39 0.55 1.19 Jumlah 1467.22 100 1529.85 100 62.63

Tabel 2. Luas Penggunaan Lahan dan Luas Perubahan Lahan Tahun 2015-2017

No Penggunaan Lahan 2015 2017 Luas Perubahan (ha) Luas (ha) Persentase (%) Luas (ha) Persentase (%) 1 Tambak 636.69 41.62 646.04 41.41 9.35 2 Mangrove 107 6.99 112.17 6.93 5.17 3 Pemukiman 335.18 21.91 337.18 24.27 2.00 4 Sawah 256.19 16.75 257.05 13.89 0.86 5 Semak 186.40 12.18 188.09 12.67 1.69 6 Air Tawar 8.39 0.55 9.03 0.83 0.64 Jumlah 1529.85 100 1549.56 100 19.71

42

Berdasarkan data Tabel 2 dapat diketahui bahwa jumlah luasan penggunaan lahan dari tahun 2015-2017 mengalami kenaikan dari 1529.85 ha menjadi 1549.56 ha. Jika dihitung perubahan luasan lahan terjadi kenaikan sebesar 19.71 ha. Penggunaan lahan pada tahun 2015-2017 terdapat 6 kelas penggunaan lahan yang mengalami peningkatan. Lahan yang memiliki luas paling tinggi yaitu lahan tambak dimana pada tahun 2015 memiliki luas 636.69 ha (41.62%) berubah menjadi 646.04 ha (41.69%) pada tahun 2017, lahan ini mengalami peningkatan 9.35 ha. Sedangkan lahan yang memili luas paling rendah adalah lahan air tawar (sungai). Lahan air tawar (sungai) pada tahun 2015 memiliki luas 8.39 ha (0.55%) berubah menjadi 9.03 ha (0.58%) pada tahun 2017, lahan ini mengalami peningkatan sebesar 0.64 ha. Hasil penelitian juga menunjukkan penggunaan lahan terluas dari tahun 2014-2017 di pesisir Kota Pasuruan digunakan sebagai lahan tambak. Sedangkan penggunaan lahan paling rendah yaitu air tawar (sungai) (Gambar 4).

Gambar 4. Grafik Luas Penggunaan Lahan di Pesisir Kota Pasuruan Tahun 2014-2017

Menurut hasil klasifikasi lahan tahun 2014-2017 yang ditunjukkan Gambar 4 menunjukkan bahwa tambak merupakan penggunaan lahan terluas sedangkan lahan air tawar merupakan lahan tersempit yang terdapat di pesisir Kota Pasuruan dari tahun ke tahun. Penambahan luas lahan tambak ini dikarenakan adanya perbedaan penataan ruang wilayah di bagian utara Kota Pasuruan. Dimana perkembangan untuk lahan terbangun di Kota Pasuruan belum tersebar secara merata. Menurut Rencana Kerja Pembangunan Daerah (RKPD) Kota Pasuruan (2014), ketidakmerataan yang terjadi seperti halnya di Kecamatan Panggungrejo masih didominasi lahan terbangun. Sedangkan di Kecamatan Gadingrejo dan Bugul Kidul banyak terdapat lahan tak terbangun seperti sawah dan tambak. Hal inilah yang dapat menyebabkan terjadinya kesenjangan pembangunan antar wilayah di Kota Pasuruan.

Penambahan luas lahan tambak dan area vegetasi mangrove di wilayah pesisir Kota Pasuruan yang terlihat pada peta perubahan luas lahan 2014-2017 merupakan salah satu adanya proses sedimentasi. Hal ini sesuai dengan pernyataan masyarakat dimana setiap tahun terkena bencana banjir. Menurut pernyataan warga setempat bahwa setiap bulan gelombang besar yaitu Januari dan Agustus gelombang didaerah pantai mencapai 1-3 meter. Dimana gelombang ini dapat menghancurkan bangunan rumah dan kapal para nelayan.

Faktor-faktor yang berperan dalam menganalisis proses sedimentasi adalah faktor angin, gelombang dan arus. Faktor tersebut merupakan gejala alam yang saling berkaitan, namun selain faktor alam terdapat juga faktor manusia baik secara langsung maupun tidak langsung yang dapat mengganggu proses sedimentasi (Setiady dan Usman, 2010).

Sedimentasi yang terjadi di Kota Pasuruan diakibatkan oleh faktor alam yaitu angin, gelombang dan arus. Karena peristiwa banjir setiap tahun inilah yang mengakibatkan adanya perubahan garis pantai pesisir Kota Pasuruan. Perubahan garis pantai yang terjadi yaitu menuju ke laut sehingga dapat dikatakan bahwa pesisir Kota Pasuruan mengalami proses akresi. Dalam mengetahui perubahan luas lahan pesisir dapat dilakukan evaluasi dari adanya perubahan berdasarkan klasifikasi digital dan hasil survei lapangan. Setelah tahap cek lapangan maka dilakukan uji ketelitian antara pengolahan data pada citra (klasifikasi digital) dengan hasil survei lapangan yang berupa dokumentasi.

43