• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV. PEMBAHASAN

4.4. Evaluasi Mutu Selama Penyimpanan

Pembuatan ulang produk dilakukan terhadap formulasi terpilih dengan komposisi 50 % sari belimbing wuluh, 8 % sari jahe, 40 % larutan gula dan 2 % air. Formulasi ini dimasak di atas kompor pada suhu 700C selama menit. Produk diisikan ke dalam wadah plastik cup dalam keadaan panas (hot filling). Kemasan kemudian diseal dengan tutup plastik dengan sealer (lampiran 4).

Produk kemas selanjutnya dipasteurisasi pada dua perlakuan suhu dan waktu yang berbeda. Tujuan proses pemanasan yang dilakukan pada produk buah adalah inaktivasi mikroba pembusuk seperti kapang, khamir, bakteri asam laktat dan juga enzim yang dapat menyebabkan kerusakan selama proses dan penyimpanan. Tidak seperti produk susu, tidak ada pengaturan perlakuan yang harus dipatuhi dan kondisi yang biasa dilakukan secara komersial tidak selalu diterapkan. Perlakuan pasteurisasi juga akan meminimalkan perubahan karakteristik sensori dan nilai nutrisi (Fellows, 2000).

Pasteurisasi dilakukan pada suhu 700C selama 15 menit dan 800C selama 10 menit. Selanjutnya produk disimpan pada dua suhu yang berbeda pula yaitu suhu ruang dan suhu refrigerator.

2. Nilai pH

Nilai pH merupakan salah satu parameter yang penting untuk diukur jika dihubungkan dengan perubahan kualitas suatu produk pangan yang disimpan. Perubahan nilai pH yang signifikan dapat mengubah rasa dari suatu produk makanan. Produk dengan keasaman rendah umumnya cenderung lebih awet karena mikroba akan sulit tumbuh pada media dengan keasaman tinggi.

Pengamatan terhadap nilai pH dilakukan selama delapan minggu dengan interval pengukuran dua minggu sekali. Hasil pengamatan menunjukkan fluktuasi perubahan nilai pH. Secara keseluruhan grafik linear pH memperlihatkan bahwa nilai pH semakin menurun selama penyimpanan (Gambar 5 dan 6), yang berarti produk menjadi semakin asam. Penurunan pH yang dialami produk dapat dikatakan cukup ekstrim. Nilai pH pada awal penyimpanan berada pada kisaran 2.52 dan 2.57, sedangkan pada akhir penyimpanan (minggu delapan) berada pada kisaran 1.9 hingga 1.6. Hasil pengukuran selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 11.

Gambar 5. Nilai pH produk pasteurisasi 700C

Penurunan nilai pH disebabkan oleh terbentuknya asam pada produk yang dihasilkan oleh aktivitas mikroba. Mikroba yang sering dikaitkan dengan kerusakan minuman sari buah adalah khamir, bakteri asam laktat, beberapa bakteri tidak tahan asam, dan beberapa jenis kapang. Namun penyebab kerusakan utama biasanya adalah khamir (Davenport, 1998). Selain itu juga dapat disebabkan oleh adanya kandungan pati atau gula dalam bahan. Menurut Banks dan Greenwood (1975) yang dikutip oleh Sugani (1981), molekul pati cenderung menarik partikel bermuatan negatif. Sifat pati ini dimiliki juga oleh gula karena sifat tersebut terutama disebabkan oleh gugus-gugus hidroksilnya. Penarikan ion OH- kesekitar molekul gula akan mengakibatkan konsentrasi efektif ion H+ ke dalam larutan meningkat sehingga pH akan turun.

0 0.5 1 1.5 2 2.5 3 0 2 4 6 8

Waktu simpan (minggu)

pH

suhu ruang suhu refri

Gambar 6. Nilai pH produk pasteurisasi 800C

Analisa keragaman (ANOVA) menunjukkan adanya perbedaan nyata pH produk yang disimpan pada suhu ruang maupun suhu refrigerator setiap minggunya selama penyimpanan (Tabel 7 dan 8). Analisis ini dipertegas dengan uji lanjut Duncan (Lampiran 12).

Tabel 7. Rataan pH produk pasteurisasi 700C

Minggu Penyimpanan Suhu Ruang Penyimpanan Suhu Refrigerator

A B A B 0 2.52a 2.52a 2 2.77b +10.20% 2.70b +7.14% 4 1.95c -22.42% 1.92c -23.60% 6 1.81d -28.17% 1.84c -26.98% 8 1.64e(a)# -34.70% 1.95c(a)# -22.62% Rataan* 2.14±0.48 2.19±0.39

Keterangan : *Rataan untuk n = 5

Huruf yang menyatakan tidak berbeda nyata pada alpha 0.05

( )# = hasil uji t-Test, huruf yang sama menyatakan tidak berbeda nyata (α=0.05)

A = perubahan nilai pH setiap minggu

B = Persentase perubahan nilai pH pada minggu N terhadap minggu 0 0 0.5 1 1.5 2 2.5 3 3.5 0 2 4 6 8

Waktu simpan (minggu)

pH

suhu ruang suhu refri

Uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa pH minuman yang dipasteurisasi suhu 700C dan disimpan di suhu ruang berbeda nyata setiap minggunya (ditunjukkan dengan tidak adanya huruf yang sama). Hal ini berarti pula bahwa penambahan ion H+ yang berkontribusi pada tingkat keasaman semakin meningkat dengan semakin meningkatnya umur simpan. Untuk produk yang disimpan pada suhu refrigerator perbedaan nyata terlihat pada minggu 0 dan 2, sedangkan minggu selanjutnya nilai pH tidak berbeda nyata.

Uji t-Test dilakukan pada produk dengan kondisi penyimpanan yang berbeda untuk mengetahui pengaruh suhu penyimpanan terhadap pH produk yang dipasteurisasi suhu 700C. Uji ini dilakukan dengan membandingkan skor rata-rata pengukuran minggu kedelapan. Hal ini dikarenakan standar deviasi yang dimiliki oleh rata-rata dari delapan minggu penyimpanan terlalu besar sehingga mengurangi ketepatan pengukuran. Selain itu umur simpan yang diharapkan dimiliki oleh produk adalah delapan minggu. Hasil uji menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan nyata pH produk yang disimpan pada suhu ruang dan suhu refrigerator. Dapat disimpulkan bahwa untuk produk yang dipasteurisasi 700 C dapat disimpan pada suhu ruang maupun refrigerator karena pengaruh yang ditimbulkan terhadap perubahan pH adalah sama.

Persentase perubahan nilai pH diukur dengan dua jenis perbandingan, yaitu perbandingan angka setiap minggu dan perbandingan angka pada minggu tertentu dengan minggu ke-0. Hasil pada tabel menunjukkan bahwa secara umum penurunan pH terbesar terjadi pada produk yang disimpan pada suhu ruang. Dengan demikian untuk memperkecil kerusakan produk karena penurunan pH, produk dapat disimpan pada suhu refrigerator.

Tabel 8. Rataan pH produk pasteurisasi 800C

Minggu Penyimpanan Suhu Ruang Penyimpanan Suhu Refrigerator A B A B 0 2.57a 2.57a 2 2.62a +3.96% 2.77b +7.78% 4 1.96b -223.73% 1.96c -23.54% 6 1.81c -29.57% 1.8d -29.96% 8 1.66d(a)# -35.20% 1.87d(a)# -28.40% Rataan* 2.12±0.44 2.19±0.44

Keterangan : *Rataan untuk n = 5

Huruf yang menyatakan tidak berbeda nyata pada alpha 0.05

( )# = hasil uji t-Test, huruf yang sama menyatakan tidak berbeda nyata (α=0.05)

A = perubahan nilai pH setiap minggu

B = Persentase perubahan nilai pH pada minggu N terhadap minggu 0

Uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa pH produk yang dipasteurisasi suhu 800C dan disimpan di suhu ruang tidak berbeda nyata pada minggu 0 dan 2, dan berbeda nyata pada minggu-minggu berikutnya. Untuk produk yang disimpan pada suhu refrigerator menunjukkan perbedaan nyata pH pada minggu 0, 2, 4 dan tidak berbeda nyata pada dua minggu terakhir. Hasil uji t-Test untuk dua produk yang disimpan pada suhu berbeda menunjukkan tidak ada pengaruh nyata suhu penyimpanan yang berbeda terhadap nilai pH. Dengan demikian untuk produk yang dipasteurisasi suhu 800C dapat disimpan di kedua jenis suhu penyimpanan tersebut karena perbedaan suhu penyimpanan tidak memberikan pengaruh nyata terhadap perubahan nilai pH selama penyimpanan.

Berdasarkan perlakuan suhu penyimpanan, penyimpanan pada suhu refrigerator relatif lebih kuat menahan perubahan nilai pH. Penurunannya lebih kecil jika dibandingkan dengan produk yang disimpan pada suhu ruang. Hasil perhitungan terhadap persentase penurunan nilai pH menunjukkan fakta tersebut.

3. Total Asam Teritrasi (TAT)

Pengamatan terhadap total asam tertitrasi dilakukan setiap dua minggu sekali selama delapan minggu penyimpanan. Hasil pengamatan terhadap total asam tertitrasi (TAT) menunjukkan hasil yang cukup bervariasi. Hasil linearisasi data menunjukkan nilai total asam cenderung mengalami peningkatan hingga minggu akhir penyimpanan (Gambar 7 dan 8) pada produk yang dipasteurisasi 700C dan 800C dan disimpan di kedua suhu, ruang dan refrigerator. Total asam tertitasi diukur berdasarkan netralisasi ekstrak buah dengan basa kuat. Saat netralisasi, fenol, asam askorbat, dan asam amino bereaksi pula dengan basa. Oleh karena itu total asam tertitrasi tidak menyatakan asam bebas yang sebenarnya terdapat dalam buah (Ranggana, 1977).

Gambar 7. Nilai TAT produk pasteurisasi 700C

Peningkatan yang sangat tinggi terjadi pada produk yang disimpan pada suhu ruang. Pada akhir penyimpanan nilai total asam produk yang dipasteurisasi suhu 700C sebesar 22.7150 ml NaOH / 100 g sampel, sedangkan untuk produk yang dipasteurisasi suhu 800C nilai total asam adalah sebesar 23. 1150 ml NaOH / 100 g sampel.

0 5 10 15 20 25 0 2 4 6 8

Waktu simpan (minggu)

TA

T

suhu ruang suhu refri

Gambar 8. Nilai TAT produk pasteurisasi 800C

Analisa keragaman ANOVA menunjukkan adanya perbedaan nyata nilai total asam pada produk yang dipasteurisasi 700C dan 800C yang disimpan baik pada suhu ruang dan refrigerasi berdasarkan periode waktu (Tabel 9 dan 10).

Tabel 9. Rataan nilai TAT produk pasteurisasi 700C Minggu Penyimpanan Suhu Ruang Penyimpanan Suhu Refrigerator

A B A B 0 13.59a 13.59a 2 10.75c -20.89% 10.55b -22.36% 4 10.16c -25.23% 10.28b -24.35% 6 10.75c -20.89% 18.15c +33.55% 8 22.71d(a)# +67.14% 17.24c(b)# +31.34% Rataan* 13.13±5.67

Keterangan : *Rataan untuk n = 5

Huruf yang menyatakan tidak berbeda nyata pada alpha 0.05

( )# = hasil uji t-Test, huruf yang sama menyatakan tidak berbeda nyata (α=0.05)

A = perubahan nilai TAT setiap minggu

B = Persentase perubahan nilai TAT pada minggu N terhadap minggu 0 0 5 10 15 20 25 0 2 4 6 8

Waktu simpan (minggu)

TA

T

suhu ruang suhu refri

Uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa perbedaan nilai total asam produk yang disimpan pada suhu ruang terjadi pada minggu kedua dan keempat, serta stabil (tidak berbeda) pada minggu keempat dan keenam. Perbedaan mulai muncul kembali pada minggu kedelapan penyimpanan. Untuk produk yang disimpan pada suhu refrigerator, perubahan tidak terlalu dapat didefinisikan dengan jelas karena penurunan terjadi pada antara minggu kedua dan keempat serta antara minggu keenam dan delapan.

Hasil uji t-Test untuk produk yang dipasteurisasi suhu 700C menunjukkan bahwa perlakuan perbedaan suhu penyimpanan memberikan pengaruh nyata terhadap peningkatan nilai total asam tertitrasi produk. Hasil perhitungan terhadap persentase peningkatan nilai total asam tertitrasi memperlihatkan bahwa produk yang disimpan pada suhu ruang memberikan peningkatan yang cukup tinggi jika dibandingkan dengan awal penyimpanan yaitu sebesar 67.14%.

Peningkatan nilai TAT tersebut dapat dihubungkan dengan penurunan nilai pH dimana nilai pH yang semakin asam dapat meningkatkan konsentrasi ion H+ untuk dinetralkan oleh ion OH- dari basa kuat. Dengan demikian untuk produk dengan perlakuan pasteurisasi 700C penyimpanan lebih baik dilakukan pada suhu refrigerator.

Tabel 10. Rataan nilai TAT produk pasteurisasi 800C

Minggu Penyimpanan Suhu Ruang Penyimpanan Suhu Refrigerator

A B A B 0 12.778a 12.78a 2 10.55a +17.45% 10.24a -19.87% 4 10.14a -20.65% 11.15a -12.71% 6 12.27a -3.39% 11.90a -6.84% 8 23.11b(a)# +80.86% 17.64b(b)# +18.07% Rataan* 13.24±5.67 12.72±2.91

Keterangan : *Rataan untuk n = 5

Huruf yang menyatakan tidak berbeda nyata pada alpha 0.05

( )# = hasil uji t-Test, huruf yang sama menyatakan tidak berbeda nyata (α=0.05)

A = perubahan nilai TAT setiap minggu

Uji lanjut Duncan menunjukkan perbedaan nilai total asam terjadi pada minggu terakhir penyimpanan. Hal yang sama terjadi pula pada produk yang disimpan pada suhu refrigerator. Pada minggu-minggu awal penyimpanan hingga minggunya yang keenam, nilai total asam cenderung tidak berbeda nyata. Hasil uji t-Test menunjukkan adanya pengaruh nyata perbedaan kondisi penyimpanan terhadap nilai total asam produk. Seperti perlakuan sebelumnya, terlihat bahwa persentase peningkatan tertinggi terjadi jika produk disimpan pada suhu ruang. Dengan demikian, produk yang dipasteurisasi suhu 800C lebih baik disimpan paada suhu refrigerator untuk lebih meminimalkan kerusakan akibat peningkatan total asam tertitrasi.

4. Kadar Vitamin C

Vitamin C merupakan vitamin yang bersifat tidak stabil dan mudah mengalami kerusakan. Pengukuran vitamin C sering digunakan sebagai parameter penurunan mutu produk selain hidrolisis gula, hilangnya SO2 bebas, dan oksidasi flavor (Beal, 1998). Minuman kesehatan belimbing wuluh-jahe mengandung vitamin C sebesar 18.69 mg asam askorbat / 100 g sampel. Kadar ini menurun setelah produk mengalami proses pasteurisasi menjadi 16.99 mg asam askorbat / 100 g sampel pada produk yang dipasteurisasi suhu 800C, dan tetap untuk produk yang dipasteurisasi 700C. Menurut Ottaway (1993), kerusakan vitamin C pada proses pasteurisasi bisa mencapai 25% dari jumlah awalnya.

Hasil pengamatan terhadap kadar vitamin C produk, Vitamin C cendrung menurun selama penyimpanan. Grafik linear antara kadar vitamin C dan waktu penyimpanan menunjukkan fakta tersebut.

Gambar 9. Nilai kadar vitamin C produk pasteurisasi 700C Stabilitas vitamin C dalam produk dapat dipengaruhi oleh berbagai macam faktor. Di samping sangat larut air, vitamin C mudah teroksidasi dan proses tersebut dipercepat oleh panas, sinar, alkali, enzim, oksidator serta katalis tembaga dan besi (Winarno, 1997).

Gambar 10. Nilai kadar vitamin C produk pasteurisasi 800C Analisis keragaman (ANOVA) menunjukkan adanya perbedaan nyata nilai kadar vitamin C produk pasteurisasi 700C dan 800C yang disimpan

0 5 10 15 20 0 2 4 6 8

Waktu simpan (minggu)

Ka d a r v it a m in C

suhu ruang suhu refri

Linear (suhu ruang) Linear (suhu refri)

0 5 10 15 20 0 2 4 6 8

Waktu simpan (minggu)

K a dar vi ta m in C

suhu ruang suhu refri

pada suhu ruang dan refrigerator (Tabel 11 dan 12) berdasarkan periode waktu.

Tabel 11. Rataan nilai kadar vitamin C produk pasteurisasi 700C Minggu Penyimpanan Suhu Ruang Penyimpanan Suhu Refrigerator

A B A B 0 18.69a 18.69a 2 13.59ab -37.52% 16.14a -13.64% 4 7.65bc -59.06% 13.59a -27.29% 6 10.20bc -45.42% 13.56a -27.26% 8 6.70c(a)# -63.67% 6.80b(a)# -63.62% Rataan* 11.38±4.86 13.76±4.43

Keterangan : *Rataan untuk n = 5

Huruf yang menyatakan tidak berbeda nyata pada alpha 0.05

( )# = hasil uji t-Test, huruf yang sama menyatakan tidak berbeda nyata (α=0.05) A = perubahan nilai vitamin C setiap minggu

B = Persentase perubahan nilai vitamin C pada minggu N terhadap minggu 0

Uji lanjut Duncan menunjukkan adanya perbedaan nilai kadar vitamin C pada minggu kedua dan minggu terakhir produk yang disimpan di suhu runag. Untuk produk yang disimpan pada suhu refrigerator, produk cenderung konstan hingga minggu keenam dan perubahan terjadi pada minggu kedelapan penyimpanan. Hasil uji t-Test menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan nyata nilai kadar vitamin C produk yang disimpan pada suhu ruang dan suhu refrigerator. Dengan mempertimbangkan persentase penurunan kadar vitamin C di akhir penyimpanan (dibandingkan dengan minggu ke-0), produk dapat disimpan pada suhu refrigerator untuk meminimalisasi penurunan vitamin C. Hal ini terlihat dari lebih tingginya penurunan kadar vitamin untuk produk yang disimpan pada suhu ruang.

Tabel 12. Rataan nilai kadar vitamin C produk pasteurisasi 800C Minggu Penyimpanan Suhu Ruang Penyimpanan Suhu Refrigerator

A B A B 0 16.99a 16.99a 2 15.29ab -10.01% 16.99a 0% 4 10.19bc -39.99% 11.89b -29.9%8 6 8.50c -49.97% 9.20bc -45.85% 8 5.10c(a)# -69.98% 6.80c(a)# -59.98% Rataan* 11.21±4.89 12.37±4.58

Keterangan : *Rataan untuk n = 5

Huruf yang menyatakan tidak berbeda nyata pada alpha 0.05

( )# = hasil uji t-Test, huruf yang sama menyatakan tidak berbeda nyata (α=0.05) A = perubahan nilai vitamin C setiap minggu

B = Persentase perubahan nilai vitamin C pada minggu N terhadap minggu 0

Uji lanjut Duncan menunjukkan adanya perbedaan nilai kadar vitamin C pada minggu keempat dan keenam pada produk yang yang disimpan di suhu ruang. Untuk produk yang disimpan di suhu refrigerator perbedaan terjadi pada minggu antara minggu kedua dan keempat dan antara minggu keenam dan kedelapan. Hasil uji t-Test menunjukkan tidak adanya perbedaan nyata pengaruh suhu penyimpanan terhadap nilai kadar vitamin C selama penyimpanan. Perhitungan terhadap persentase penurunan kadar vitamin C memperlihatkan bahwa produk yang disimpan pada suhu ruang cenderung mengalami penurunan yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan produk yang disimpak pada suhu refrigerator. Dengan demikian produk dengan perlakuan pasteurisasi suhu 800C lebih baik disimpan pada suhu refri, walaupun hasil uji t-Test menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata.

Secara keseluruhan terlihat bahwa produk yang disimpan pada suhu refrigerator cenderung mengalami perubahan yang tidak terlalu besar pada setiap minggunya dan nilai akhir kadar vitamin C juga lebih besar daripada produk yang disimpan pada suhu ruang. Menurut Ball (1994), vitamin C cencerung lebih stabil jika disimpan pada suhu rendah. Oleh karena itu, untuk penyimpanan produk disarankan pada suhu rendah untuk meminimalisasi penurunan kadar vitamin C.

Suhu pasteurisasi yang berbeda memang berpengaruh terhadap perbedaan nilai vitamin C. Semakin tinggi suhu pasteurisasi yang diberikan maka nilai kadar vitamin C yang dikandung juga akan semakin rendah mengingat bahwa vitamin C akan tidak tahan terhadap suhu tinggi. Suhu penyimpanan juga berpengaruh terhadap penurunan viatamin C mengingat suhu rendah lebih dapat menahan laju dari sebagian besar reaksi.

Namun, penurunan kadar vitamin C yang terjadi pada produk tidak mutlak hanya dipengaruhi oleh faktor-faktor tersebut. Oksidasi oleh oksigen merupakan faktor paling penting yang berpengaruh terhadap kerusakan vitamin C. Oksidasi asam askorbat akan menghasilkan asam dehidroaskorbat yang sedikit memiliki aktivitas vitamin C. Oksidasi lebih lanjut dari asam ini akan menghasilkan 2,3-diketogulonic acid yang sama sekali tidak memiliki aktivitas vitamin C (Gregory,1996).

5. Total Padatan Terlarut (TPT)

Total padatan terlarut menunjukkan kandungan bahan-bahan yang terlarut dalam larutan.Menurut Susanto (1986) yang dikutip oleh Yusuf (2002), sebagian besar perubahan total padatan pada minuman ringan adalah gula, sehingga adanya perubahan total gula menyebabkan perubahan total padatan terlarut. Total padatan terlarut pada percobaan ini diukur dengan metode AOAC menggunakan oven.

Hasil pengukuran terhadap total padatan menunjukkan hasil yang fluktuatif untuk setiap produk. Hasil regresi terhadap hasil pengukuran menunjukkan trend yang cenderung konstan (Gambar 11 dan 12).

Gambar 11. Nilai TPT produk pasteurisasi 700C

Peningkatan cenderung terjadi pada akhir penyimpanan. Menurut Hart (1990), hidrolisis disakarida dapat terjadi pada pH asam dan membentuk monosakarida. Suasana larutan yang semakin asam akan memudahkan terjadinya proses hidrolisis sehingga nilai TPT akan semakin meningkat.

Gambar 12. Nilai TPT produk pasteurisasi 800C

Perubahan total padatan juga dipengaruhi jumlah mikroba yang terdapat pada produk. Nilai TPT yang cenderung konstan selama penyimpanan menunjukkan sedikitnya gula yang digunakan oleh mikroba dan mengindikasikan sedikitnya total mikroba pada minuman (Agustina, 2004).

0 5 10 15 20 0 2 4 6 8

Waktu simpan (minggu)

Tot a l p a dat a n t e rl ar ut

suhu ruang suhu refri

Linear (suhu ruang) Linear (suhu refri)

0 5 10 15 20 0 2 4 6 8

Waktu simpan (minggu)

To ta l pa da ta n t e rl a ru t

suhu kamar suhu refri

Hal ini ditunjukkan dengan hasil uji total mikroba yang menunjukkan jumlah pada akhir penyimpanan lebih kecil dari 3.0 × 102 koloni / ml.

Analisis keragaman ANOVA menunjukkan adanya perbedaan nyata nilai TPT pada produk yang dipasteurisasi suhu 700C dan 800C yang, baik yang disimpan di suhu ruang maupun suhu refrigerator (Tabel 13 dan 14).

Tabel 13. Rataan nilai TPT produk pasteurisasi 700C

Minggu Penyimpanan Suhu Ruang Penyimpanan Suhu Refrigerator

A B A B 0 14.72a 14.72a 2 13.64a -7.31% 13.19a -10.36% 4 15.10a +2.58% 6.83b -58.60% 6 14.80a +0.58% 14.54a -1.22% 8 14.78a(a)# +0.44% 12.50a(a)# -15.04% Rataan* 14.61±0.56 12.35±35

Keterangan : *Rataan untuk n = 5

Huruf yang menyatakan tidak berbeda nyata pada alpha 0.05

( )# = hasil uji t-Test, huruf yang sama menyatakan tidak berbeda nyata (α=0.05)

A = perubahan nilai TPT setiap minggu

B = Persentase perubahan nilai TPT pada minggu N terhadap minggu 0

Uji lanjut Duncan menunjukkan tidak adanya perbedaan nyata nilai TPT produk yang disimpan pada suhu ruang setiap periode pengamatan. Untuk produk yang disimpan pada suhu refrigerator perbedaan terjadi pada minggu ke 4 dan tidak berbeda nyata untuk minggu-minggu selanjutnya.

Hasil uji t-Test untuk rataan masing-masing produk menunjukkan bahwa perbedaan perlakuan suhu penyimpanan yang diberikan tidak berpengaruh nyata terhadap nilai TPT produk. Perhitungan terhadap persentase peningkatan total padatan terlihat bahwa produk yang disimpan pada suhu ruang cenderung meningkat diakhir penyimpanan dibandingkan dengan produk yang disimpan pada suhu refrigerator. Maka untuk produk yang dipasteurisasi suhu 700C lebih baik disimpan pada suhu refrigerator.

Tabel 14. Rataan nilai TPT produk pasteurisasi 800C

Minggu Penyimpanan Suhu Ruang Penyimpanan Suhu Refrigerator

A B A B 0 14.72ab 14.93a 2 13.77a -6.45% 12.70ab -13.67% 4 13.67a -7.13% 10.87b -27.19% 6 14.98b +1.80% 14.13a -5.32% 8 15.00b(a)# +1.90% 13.59a(b)# -8.32% Rataan* 14.47±0.69 13.25±1.56

Keterangan : *Rataan untuk n = 5

Huruf yang menyatakan tidak berbeda nyata pada alpha 0.05

( )# = hasil uji t-Test, huruf yang sama menyatakan tidak berbeda nyata (α=0.05)

A = perubahan nilai TPT setiap minggu

B = Persentase perubahan nilai TPT pada minggu N terhadap minggu 0

Uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa nilai TPT produk yang disimpan pada suhu ruang menunjukkan beda nyata pada minggu antara 4 dan 6. Selanjutnya tidak ada beda nyata nilai TPT pada minggu 6 dan 8. Untuk produk yang disimpan pada suhu refrigerator perubahan juga cenderung terjadi antara minggu 4 dan 6, sedangkan nilai TPT tidak berbeda nyata pada minggu 6 dan 8. Hasil uji t-Test menunjukkan bahwa suhu penyimpanan yang berbeda berpengaruh nyata terhadap nilai TPT produk yang dipasteurisasi suhu 800C. Produk ini lebih baik disimpan pada suhu refri karena berdasarkan hasil perhitungan persentase peningkatan total padatan, penyimpanan pasa suhu ruang memberikan peningkatan nilai total padatan produk.

6. Total Mikroba (TPC)

Total mikroba yang dikandung oleh suatu produk pangan dapat mengindikasikan tingkat keamanan dan kerusakan produk. Mikroba tidak diinginkan yang tumbuh dalam produk menunjukkan adanya kontaminasi dari luar atau ketidaksempurnaan proses pengolahan. Pertumbuhan mikroba

pada makanan dapat menyebabkan kerusakan dan kebusukan makanan (Fardiaz, 1998).

Produk minuman belimbing wuluh-jahe tidak mengalami penambahan bahan pengawet. Bahan pengawet ditambahkan untuk melindungi produk dari pertumbuhan mikroba dengan menciptakan suasana lingkungan yang tidak mendukung pertumbuhannya. Proses pasteurisasi yang dilakukan diharapkan dapat mengurangi jumlah mikroba dalam produk. Pasteurisasi adalah suatu proses pemanasan yang dapat membunuh atau memusnahkan sebagian tetapi tidak semua mikroba yang ada dalam bahan dan biasanya menggunakan suhu di bawah 1000C.

Pasteurisasi membunuh semua mikroorganisme mesofilik dan sebagian yang bersifat termofilik (Winarno, 1993). Mikroba yang tergolong tergolong mesofilik dan termofilik adalah kapang dan khamir. Mikroba utama yang menjadi masalah pada industri minuman buah adalah beberapa jenis khamir, bakteri asam laktat, beberapa bakteri yang toleran terhadap asam, dan beberapa jenis kapang (Davenport, 1998).

Hasil pengamatan selama delapan minggu penyimpanan menunjukkan peningkatan jumlah total mikroba yang tidak berarti. Hasil tersebut tidak berarti bahwa tidak ada mikroba yang tumbuh selama penyimpanan. Bakteri asam laktat dapat tumbuh pada media yang sangat asam dan untuk mendeteksi bakteri tersebut dibutuhkan media khusus. Terdapatnya pertumbuhan mikroba tersebut dimungkinkan terjadi jika dilihat dari penurunan nilai pH yang cukup tinggi selama penyimpanan yang diikuti dengan meningkatnya nilai total asam tertitrasi. Hasil pengamatan terhadap total mikroba selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 20.

7. Aktivitas Antioksidan

Pengujian aktivitas antioksidan dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode ransimat. Pada metode ini digunakan minyak kedelai murni sebagai media oksidasi karena banyak mengandung asam lemak tidak jenuh yang mudah dioksidasi.

Prinsip pengujian dalam metode ransimat yaitu, minyak kedelai dioksidasi menggunakan udara dan panas dengan suhu 1000C sehingga terbentuk produk-produk samping berupa oksidan-oksidan yang menjadi volatil dan ion-ion. Ion-ion tersebut umumnya hidroperoksida yang kemudian terdekomposisi menjadi asam format. Terbentuknya oksidan-oksidan tersebut terdeteksi oleh konduktor. Reaksi tersebut dikenal dengan autoksidasi.

Autooksidasi menurut Jadhav (1996), yaitu reaksi spontan molekul lipid dengan molekul oksigen yang menghasilkan rantai radikal bebas. Dalam autooksidasi diketahui pula bahwa masing-masing asam lemak tidak jenuh mempunyai laju teroksidasi yang berbeda-beda tergantung dari banyaknya jumlah ikatan rangkap pada asam lemaknya (Hamilton, 1989). Menurut Belitz et al. (1992), laju autooksidasi ditentukan oleh komposisi asam lemak jenuh, jumlah ikatan rangkap, keberadaan pro dan antioksidan, tekanan parsial dari oksigen, banyaknya oksigen dan kondisi penyimpanan.

Reaksi autooksidasi tersebut dalam metode ransimat dapat dideteksi oleh konduksi dengan adanya senyawa hidroperoksida, asam format, maupun lebih umum lagi pembentukan komponen-komponen organik. Oksidan dan ion tersebut agar terdeteksi oleh konduktor terlebih dahulu dialirkan ke

Dokumen terkait