Evaluasi terhadap manajemen persediaan yang dilakukan GIA , yang
dibahas pada bab enam ini berkaitan dengan evaluasi terhadap kegiatan
manajemen persediaan adenium yang dilakukan GIA, yaitu perencanaan input,
pengadaan input, pemeliharaan persediaan, pengendalian persediaan, dan
pencatatan administrasi mengenai persediaan.
Perencanaan input adenium yang akan dianalisis adalah input bonggol. Hal
ini dikarenakan bonggol merupakan input utama adenium, selain entres. Entres
tidak dapat dianalisis lebih lanjut perencanaan dan pengadaannya dalam jumlah
kuantitas, karena keterbatasan data.
Perencanaan bonggol adenium berlandaskan perencanaan produksi
adenium, perencanaan produksi berlandaskan pada target penjualan. Sebagai salah
satu bahan evaluasi terhadap proses manajemen persediaan yang terjadi selama
satu tahun, dapat dilihat pada penjualan adenium dengan target penjualan. Target
penjualan tidak dapat diperoleh karena keterbatasan akses informasi. Namun
demikian, informasi mengenai perencanaan bonggol dapat diketahui. Perencanaan
bonggol dapat dijadikan suatu bayangan mengenai target penjualan. Kegiatan
perencanaan tidaklah selalu sama dengan kegiatan realisasi. Hal tersebut juga
terjadi pada perencanaan bonggol adenium. Data penjualan adenium, perencanaan
input bonggol, realisasi pengadaan input bonggol dapat dilihat pada Tabel 18.
Tabel 18. Penjualan Adenium, Perencanaan Bonggol , dan Realisasi
Pengadaan Bonggol Adenium
Ket Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agu Sep Okt Nov Des Jum
A
Pj 785 569 599 752 355 215 195 915 730 520 614 703 6952
Pr 0 250 750 0 0 0 0 700 0 0 0 0 1700
Re 0 50 282 0 0 0 0 689 0 0 0 0 1021
Selisih Perencanaan Bonggol dengan Penjualan Adenium terhadap Penjualan Adenium (%) - 76
Selisih Perencanaan Bonggol dengan Realisasi terhadap Perencanaan Bonggol (%) 40
B
Pj 330 71 177 111 23 40 52 343 307 94 150 167 1865
Pr 0 0 0 0 0 0 0 300 0 0 0 0 300
Re 0 0 0 0 0 0 0 215 0 0 0 0 215
Selisih Perencanaan Bonggol dengan Penjualan Adenium terhadap Penjualan Adenium (%) -84
Selisih Perencanaan Bonggol dengan Realisasi terhadap Perencanaan Bonggol (%) 28
C
Pj 3 1 0 0 0 0 0 3 0 0 1 1 9
Pr 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Re 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Selisih Perencanaan Bonggol dengan Penjualan Adenium terhadap Penjualan Adenium (%) -100
Selisih Perencanaan Bonggol dengan Realisasi terhadap Perencanaan Bonggol (%) 0
D
Pj 1 9 0 2 1 7 1 10 1 1 3 1 37
Pr 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Re 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Selisih Perencanaan Bonggol dengan Penjualan Adenium terhadap Penjualan Adenium (%) -100
Selisih Perencanaan Bonggol dengan Realisasi terhadap Perencanaan Bonggol (%) 0
E
Pj 10 5 5 0 0 5 0 6 0 0 1 1 33
Pr 0 0 3 0 0 0 0 0 0 0 0 0 3
Re 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1
Selisih Perencanaan Bonggol dengan Penjualan Adenium terhadap Penjualan Adenium (%) -99
Selisih Perencanaan Bonggol dengan Realisasi terhadap Perencanaan Bonggol (%) 66
Ket : Pj : Penjualan adenium
Pr : Perencanaan pembelian bonggol
Re : Realisasi pembelian bonggol
Berdasarkan Tabel 18, jumlah bonggol yang direncanakan untuk dipesan
selalu berada di bawah nilai penjualan (lihat kembali pada Tabel 13). Hal ini
dikarenakan sisa bonggol yang cukup banyak pada tahun akhir tahun 2008, yaitu
sebesar 13.547 bonggol A, 2.739 bonggol B, 551 bonggol C, 551 kelas D, dan 143
bonggol E. Sisa bonggol pada akhir tahun 2008 besar dikarenakan pemesanan
bonggol di tahun-tahun sebelumnya tinggi, sedangkan penjualan adenium
cenderung menurun tiap tahunnya. Oleh karena itu terjadi penumpukan persediaan
adenium.
Nilai negatif pada perencanaan bonggol dengan penjualan adenium
terhadap penjualan adenium menunjukkan bahwa adanya pemakaian stok lama
yang digunakan dalam penjualan. Nilai persentase merupakan persentase
banyaknya penjualan yang didukung oleh stok lama. Dengan demikian sebanyak
76 persen dari penjualan kelas A, didukung oleh stok lama, 84 persen dari
penjualan kelas B didukung oleh stok lama, 100 persen dari penjualan kelas C dan
D didukung oleh stok lama, dan 99 persen dari penjualan kelas E didukung oleh
stok lama.
Nilai persentase yang besar, menunjukkan bahwa memang dalam
perencanaan input pada tahun 2009, GIA mengandalkan sebagian besar penjualan
dengan menggunakan stok lamanya. Stok bonggol lama dapat digunakan untuk
menghasilkan varietas adenium lainnya yang sedang tren . Karena proses produksi
untuk menghasilkan varietas adenium lainnya yang sedang tren
dengan
menggunakan proses penyambungan atau grafting, dengan mengganti entres lama
dengan entres yang sedang tren .
Nilai persentase negatif yang cukup besar pada selisih perencanaan
bonggol dengan penjualan adenium terhadap penjualan adenium
mengidentifikasikan kemungkinan biaya persediaan yang dikeluarkan perusahaan
lebih kecil dari metode EOQ. Karena dalam metode EOQ, pemesanan kuantitas
optimumnya melandaskan pada keseluruhan jumlah permintaan, tanpa
menghitung jumlah persediaan yang ada sebelumnya.
Perencanaan dan pengadaan input memiliki selisih 40 persen untuk kelas
A, 28 persen untuk kelas B, 0 persen untuk kelas C dan kelas D, serta 66 persen
untuk kelas E. Hal tersebut mengindikasikan bahwa target penjualan yang
ditetapkan perusahaan sebelumnya lebih tinggi daripada pencapaian penjualan.
Terdapat pekerjaan yang sia-sia yang dilakukan oleh supervisor produksi.
Supervisor produksi telah merencanakan sejumlah bonggol yang dibutuhkan,
namun jumlah bonggol yang diminta, dapat ditolak atau dikurangi oleh bagian
keuangan. Sebaiknya manajer keuangan saja yang merencanakan pengadaan
input. Supervisor produksi hanya menyediakan data stock opname saja kepada
manajer keuangan.
Jumlah persediaan menjadi penting sebagai informasi dalam manajemen
persediaan. Jumlah persediaan tanaman dicatat keluar masuknya baik dari dan
kedalam kebun produksi maupun dari dan kedalam showroom. Pencatatan atau
kegiatan administrasi adenium dinilai masih kurang rapih. Hal tersebut
dikarenakan belum adanya karyawan yang bekerja penuh pada administrasi keluar
masuk barang dari dan ke kebun produksi. Data-data keluar masuk barang dari
dan ke kebun produksi, ataupun kematian adenium tidak diinput setiap hari ke
dalam komputer perusahaan, sehingga informasi mengenai persediaan setiap hari
di kebun produksi relatif tidak ada, sedangkan di sisi lain informasi mengenai
persediaan setiap hari di kebun produksi dapat membantu keputusan manajemen
dalam kegiatan usaha adenium.
Kegiatan pemeliharaan, dinilai cukup baik, pemeliharaan di show room
juga dilakukan oleh bagian produksi, dan karyawan show room juga
bertanggungjawab akan pemeliharaan adenium. Selain itu pula, terdapat
punishment pengurangan bonus kepada karyawan, karena kerusakan tanaman.
Oleh karena itu, karyawan lebih bertanggungjawab kepada tanaman.
Kegiatan pengendalian persediaan perusahaan dari sisi pengendalian
perencanaan yaitu dilakukan oleh bagian keuangan, dinilai sudah cukup baik. Hal
tersebut dikarenakan bagian keuangan yang tahu jumlah penjualan tanaman hias
keseluruhan perusahaan, dan bagian keuangan juga tahu jumlah stok keseluruhan
tanaman hias, tak hanya adenium. Selain itu, kegiatan pengendalian berupa stock
opname sebulan sekali juga dinilai wajar, karena sifat adenium yang tahan lama.
Pengembangan penjualan adenium melalui paket-paket wisata ataupun melalui
harga diskon juga dinilai baik. Hal tersebut, selain dapat mengurangi
kecenderungan persediaan yang menumpuk, pendapatan perusahaan pun akan
tetap terjaga. Secara umum, persediaan adenium yang cenderung menumpuk
dinilai masih wajar. Hal tersebut dapat dilihat dari perkembangan GIA yang
menjadi tren setter adenium dari tahun 2003, dan mampu menambah unit bisnis
yang dijalankan GIA hingga saat ini.
VII ANALISIS BIAYA PERSEDIAAN MODEL IDEAL