• Tidak ada hasil yang ditemukan

DAFTAR LAMPIRAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

7) Faktor Cuaca

Cuaca sangat mempengaruhi berlangsungnya kegiatan pada industri pembuatan tapioka. Apabila cuaca cerah, maka tapioka akan bermutu baik dan apabila cuaca

mendung atau hujan maka tapioka akan bermutu jelek bahkan jika cuaca buruk tersebut berlangsung lama maka hal itu akan mengancam keberlangsungan industri tapioka. 4.2.3. Tahap Masukan (Input Stage)

a. Matriks IFE

Berdasarkan faktor-faktor internal yang telah dianalisis, maka dilakukan pembobotan dan pemberian rating oleh pengusaha tapioka dan para pembuat kebijakan untuk membentuk matriks IFE (tabel 4). Pada matriks IFE dapat dilihat nilai sebesar 2,173 yang menandakan bahwa dalam rata-rata industri secara internal perusahaan lemah atau dengan kata lain perusahaan belum memiliki strategi yang baik dalam mengantisipasi ancaman internal yang ada.

Kekuatan utama yang dimiliki oleh industri kecil tapioka ialah iklim kerja yang baik, karena masih tingginya budaya gotong-royong dalam masyarakat desa. Sedangkan kekuatan yang lain ialah etos kerja dan disiplin yang tinggi, kontrol yang relatif mudah terhadap perusahaan, tidak adanya kesulitan dalam merekrut tenaga kerja dan kedekatan lokasi perusahaan dengan pasar. Sedangkan kelemahan utama yang dimiliki ialah tentang mutu produk dan harga yang kurang bersaing, karena faktor proses pembuatan yang kurang baik.

Tabel 4. Hasil analisis matriks IFE Faktor Strategis Internal No A. Kekuatan Bobot* (a) Rating (b) Nilai (c = a x b) 1. 2. 3. 4. 5.

Kontrol yang relatif mudah terhadap perusahaan

Etos kerja dan disiplin yang tinggi Iklim kerja yang baik

Tidak adanya kesulitan dalam merekrut tenaga kerja

Kedekatan lokasi perusahaan dengan pasar 0,066 0,081 0,081 0,061 0,051 3 2,75 3,25 2,5 2 0,198 0,223 0,264 0,152 0,101 Jumlah A 0,340 0,939 Kelemahan 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.

Sumber Daya Manusia (SDM) yang rendah.

Terbatasnya modal.

Mutu produk dan harga kurang bersaing. Sebagian lokasi industri menggunakan lahan pihak lain

Penggunaan teknologi yang masih terbatas

Pencatatan keuangan yang masih sederhana.

Kesadaran pengembalian pinjaman pada sebagian pengusaha dan masyarakat yang relatif rendah.

Rusaknya infrastruktur 0,086 0,096 0,096 0,081 0,081 0,051 0,086 0,081 2 2 1 2,25 1,5 3 2 1,75 0,173 0,193 0,096 0,183 0,122 0,152 0,172 0,142 Jumlah B 0,660 1,233

Total IFE (A+B) 1,000 2,173

* Penentuan bobot internal dilakukan oleh para ahli yang mengetahui keadaan industri tapioka Desa Karang Tengah, yaitu Kepala Desa Karang Tengah (Ahmad Sugih), Ketua Tim Desa (Suheri) dan pengusaha tapioka (Rosyidin dan Neneng).

b. Matriks EFE

Berdasarkan analisis faktor-faktor eksternal perusahaan, dilakukan pembobotan, pemberian rating dan penetapan nilai (Tabel 5). Pada tabel matriks EFE menunjukkan skor terbobot sebesar 2,321. Hal tersebut menandakan bahwa kemampuan

pengusaha untuk memanfaatkan peluang-peluang dalam mengatasi ancaman-ancaman yang dihadapi masih kurang, atau dengan kata lain industri kecil tapioka di Desa Karang Tengah belum memiliki strategi yang baik dalam mengatasi ancaman eksternal yang ada.

Faktor yang menjadi peluang utama dalam industri ini ialah kurangnya ancaman dari produk pengganti, dikarenakan tapioka memiliki karakteristik yang khas, sehingga tidak dapat diganti dengan tepung yang menggunakan bahan baku selain ubikayu. Sedangkan faktor lain yang menjadi peluang diantaranya semakin bertambahnya jumlah penduduk, perubahan persepsi terhadap makanan alternatif pengganti nutrisi beras dan kondisi ekonomi yang stabil.

Faktor yang menjadi ancaman utama ialah faktor cuaca dan kekuatan tawar-menawar pembeli yang terlalu tinggi. Sedangkan ancaman lainnya dari faktor yang paling mengancam, berturut-turut ialah rusaknya infrastruktur, kurangnya peran serta dari pemerintah, tidak adanya kelembagaan yang mendukung industri tapioka, hambatan masuk industri relatif rendah, kurangnya sarana telekomunikasi dan informasi dan kurangnya regenerasi kepemilikan.

Tabel 5. Hasil analisis matriks EFE Faktor Strategis Eksternal No A. Peluang Bobot* (a) Rating (b) Nilai (c = a x b) 1. 2. 3. 4.

Perubahan persepsi terhadap makanan alternatif pengganti nutrisi beras. Semakin bertambahnya jumlah penduduk.

Kondisi ekonomi yang stabil

Kurangnya ancaman dari produk pengganti. 0,081 0,075 0,064 0,087 2,25 3,25 2,5 3,75 0,182 0,244 0,159 0,325

B. Total skor Peluang 0,306 0,910

Ancaman 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.

Kurangnya peran serta dari pemerintah. Hambatan masuk industri relatif rendah. Kurangnya regenerasi kepemilikan Kekuatan tawar-menawar pembeli yang tinggi

Tidak adanya kelembagaan yang mendukung industri tapioka.

Kurangnya sarana telekomunikasi dan informasi Faktor cuaca 0,116 0,069 0,081 0,116 0,110 0,087 0,116 1,5 3 3,25 1 1,75 3 1 0,376 0,173 0,243 0,116 0,192 0,195 0,116 Jumlah B 0,694 1,410

Total EFE (A+B) 1,000 2,321

* Penentuan bobot eksternal dilakukan oleh para ahli yang mengetahui keadaan industri tapioka Desa Karang Tengah, yaitu Kepala Desa Karang Tengah (Ahmad Sugih), Ketua Tim Desa (Suheri) dan pengusaha tapioka (Rosyidin dan Neneng).

c. CPM

Dalam penelitian ini digunakan CPM yang menganalisis mengenai kekuatan dan kelemahan pesaing utama industtri kecil tapioka di Desa Karang Tengah berkaitan dengan posisi strategis perusahaan. Pada matriks ini yang digunakan sebagai faktor penentu keberhasilan ialah mutu, harga, teknologi, modal, lokasi industri dan kesadaran pengembalian pinjaman. Sedangkan desa yang dipertimbangkan untuk dijadikan sebagai pesaing utama

ialah Desa Cibuluh, Kadumangu dan Ciluar. Hal ini dikarenakan desa tersebut merupakan desa yang relatif banyak memasok tapioka di pasaran Ciluar. Faktor penentu keberhasilan, bobot dan peringkat pada matriks CP diperoleh dari penilaian responden, diantarany pengusaha tapioka (Neneng, Rosyidin), kepala desa (Ahmad Sugih), dan ketua Tim Desa (Suheri).

Pada matriks CP, Desa Karang Tengah mendapatkan nilai 2,239, Desa Cibuluh mendapatkan nilai 2,830, Desa Kadumangu mendapatkan nilai 3,383 dan Desa Ciluar mendapatkan nilai 3,112. Nilai tersebut menunjukkan bahwa respon Desa Karang Tengah dalam menanggapi faktor penentu keberhasilan masih kurang, apabila dibandingkan dengan desa-desa lain yang memasok tapioka kasar.

Tabel 6. Matriks CP

Desa Karang Tengah

Desa Cibuluh Desa

Kadumangu Desa Ciluar Faktor Penentu Keberhasilan Bobot

Peringkat Nilai Peringkat Nilai Peringkat Nilai Peringkat Nilai Mutu produk 0,191 2,25 0,430 3 0,573 4 0,764 3,25 0,621 Harga 0,213 1,75 0,373 3 0,639 3,75 0,799 3,5 0,746 Teknologi 0,128 2 0,256 3 0,384 3,25 0,416 3 0,384 Modal awal 0,170 3,25 0,553 2 0,340 3 0,510 2,75 0,468 Lokasi industri 0,128 2,25 0,288 3 0,384 3 0,384 3 0,384 Kesadaran pengembalian pinjaman 0,170 2 0,340 3 0,510 3 0,510 3 0,510 Total 1,000 2,239 2,830 3,383 3,112

4.2.4. Tahap Pencocokan (Matching Stage) 4.2.4.1. Matriks Internal-Eksternal (IE)

Matriks IE bertujuan untuk memposisikan industri ke dalam sebuah matriks yang terdiri dari 9 sel. Berdasarkan hasil analisis, diperoleh nilai IFE 2,173 dan EFE 2,321, sehingga industri berada pada sel V matriks IE. Strategi pada posisi tersebut ialah strategi hold dan

maintain, yang dapat berupa diversifikasi konsentris, diversifikasi konglomerasi atau strategi pengembangan

produk. Hal-hal yang mendukung industri untuk melaksanakan strategi tersebut diantaranya bahwa IK tapioka di Desa karang Tengah telah berjalan dengan baik walaupun belum dapat merespon ancaman internal dan eksternal dengan baik. Hal ini terlihat dari penjualan yang bersifat massal dan bekesinambungan.

Strategi diversifikasi konsentris artinya menambah produk atau jasa baru, namun terkait dengan produk lama. Ketergantungan tapioka terhadap faktor cuaca dapat diatasi dengan diproduksinya produk olahan dari ubikayu selain tapioka yang juga memiliki nilai ekonomis tinggi, misalnya keripik ubikayu. Dengan begitu diharapkan kegiatan perusahaan dapat terus berjalan dan selain itu, diharapkan produk baru memiliki fluktuasi penjualan musiman yang menyeimbangkan fluktuasi penjualan perusahaan saat ini. Strategi diversifikasi konglomerasi ialah menambah produk atau jasa baru yang tidak terkait dengan produk atau jasa yang lama. Desa Karang Tengah juga merupakan wilayah sentra produksi pisang dan kopi, maka dalam rangka penerapan strategi konglomerasi, industri tapioka harus memanfaatkan potensi tersebut. Hasil olahan dari pisang atau kopi merupakan bahan makanan yang bernilai ekonomi tinggi dan berinvestasi pada keduanya merupakan hal menarik. Strategi pengembangan produk adalah strategi yang berupaya meningkatkan penjualan dengan memperbaiki atau memodifikasi produk atau jasa yang sudah ada. Penerapan dari strategi ini ialah IK tapioka di Desa Karang Tengah harus mempelajari faktor-faktor yang mempengaruhi mutu produk agar produk yang dihasilkan dapat bersaing dengan industri sejenis dari desa lain.

Kuat Rataan Lemah

I II III

IV V

VI

VII VIII IX

Gambar 6. Hasil Matriks IE 4.2.4.2. Matriks SWOT

Pada matriks ini didapatkan strategi berdasarkan gabungan antara faktor internal (kekuatan dan kelemahan) dan faktor eksternal (peluang dan ancaman). Empat strategi utama yang disarankan yaitu strategi SO, ST, WO dan WT. Matriks SWOT dapat dilihat pada Tabel 6. Berdasarkan analisis SWOT pada industri tapioka di Desa Karang Tengah dapat dirumuskan 14 alternatif strategi, yaitu :

1. Strategi SO

a. Meningkatkan produksi perusahaan dengan memanfaatkan efektifitas dan efisiensi perusahaan.

Kontrol yang relatif mudah terhadap perusahaan, etos kerja dan disiplin yang tinggi, iklim kerja yang baik, rekrutmen tenaga kerja yang mudah dan lokasi perusahaan yang dekat dengan pasar dapat dijadikan faktor pendukung agar perusahaan dapat meningkatkan produksinya untuk memenuhi kebutuhan pangan khusunya tapioka.

4,0 3,0 2,0 1,0 3,0 2,0 1,0 Tinggi Sedang Lemah

Total nilai faktor internal = 2,173

Total nilai faktor ekster-nal = 2,321 2,0

b. Meningkatkan mutu produk dengan mempelajari faktor-faktor yang berpengaruh terhadap mutu.

Faktor mutu merupakan hal yang paling mendasar dalam industri tapioka agar permintaan yang ada dapat terpenuhi, karena mutu akan mempengaruhi harga jual produk. Dengan dekatnya lokasi industri terhadap pasar, didukung etos kerja dan disiplin yang tinggi dari para pengusaha tapioka, maka pengusaha tapioka dapat mempelajari faktor-faktor yang berpengaruh terhadap mutu tapioka dari sesama pengusaha tapioka dari desa lain. Selain itu, dengan dan selanjutnya memfokuskan perbaikan pada faktor-faktor tersebut.

2. Strategi ST

a. Mempertahankan budaya dan etos kerja karyawan perusahaan.

Iklim kerja yang baik dan etos kerja yang tinggi diantara karyawan perusahaan dapat dipertahankan dan ditingkatkan untuk meningkatkan efisiensi dan produkstivitas industri tapioka di Desa Karang Tengah, sehingga dapat meningkatkan daya saing dan hambatan masuk industri .

b. Memperhatikan anggota keluarga yang lebih muda dalam merekrut karyawan.

Dalam melakukan rekrutmen karyawan dengan segala kemudahannya, pengusaha tapioka harus mempertimbangkan anggota keluarga yang lebih muda dari segi usia, agar dalam perjalanan organisasi terdapat regenerasi dalam industri tapioka.

c. Mengembangkan produk tapioka halus.

Untuk mengatasi ancaman berupa hambatan masuk industri yang relatif rendah dan daya tawar

pembeli yang terlalu tinggi, maka dapat diatasi dengan mendirikan pabrik pengolahan tapioka halus. Dengan kekuatan industri, diantaranya kontrol yang relatif mudah terhadap perusahaan, etos kerja dan disiplin yang tinggi, iklim kerja yang baik, tidak adanya kesulitan dalam merekrut tenaga kerja diharapkan industri tapioka di Desa Karang Tengah dapat memperluas skala usaha dengan menguasai industri pengolahan tapioka halus, sehingga pasar tidak terlalu terkonsentrasi di wilayah Ciluar dan pengusaha tapioka dari Desa Karang Tengah tidak terlalu tergantung pada pabrik pengolahan di wilayah Ciluar.

d. Menciptakan diversifikasi produk olahan dari ubikayu.

Keadaan yang tidak mendukung seperti kekuatan tawar-menawar pembeli yang terlalu tinggi, tidak adanya kelembagaan dan ketergantungan pada faktor cuaca dapat diatasi industri tapioka dengan diversifikasi produk, hal tersebut didukung dengan dekatnya lokasi perusahaan dengan pasar, baik di Bogor maupun Jakarta. Hal tersebut dapat memudahkan perusahaan memasarkan produk olahan yang dimilikinya.

3. Strategi WO

a. Meningkatkan penggunaan sekaligus efisiensi teknologi dalam kegiatan produksi tapioka. Salah satu penyebab kalahnya mutu produk tapioka dari Desa Karang Tengah ialah kurang dimanfaatkannya teknologi dalam proses produksi. Ketika industri tapioka dari desa lain menggunakan teknologi, maka produksi akan meningkat tetapi hal tersebut akan mengurangi fungsi IK sebagai

penyerap tenaga kerja. Tetapi disisi lain, industri tapioka dapat bersaing dengan industri sejenis di desa lain dan permintaan tapioka dapat terpenuhi. b. Merelokasi sejak dini lokasi perusahaan yang

menumpang pada lahan pihak lain.

Lokasi perusahaan yang menggunakan lahan pihak lain seminimal mungkin harus dihindari. Oleh karena itu relokasi perusahaan harus dilakukan, karena apabila terjadi relokasi secara paksa oleh pemilik lahan maka hal itu akan merugikan pengusaha tapioka itu sendiri, dan akan menimbulkan biaya untuk membangun lokasi perusahaan yang baru. Sehingga perusahaan tidak akan bersaing dengan perusahaan yang sejenis dan permintaan akan tapioka tidak dapat terpenuhi. c. Mengajukan permohonan modal tambahan

untuk peningkatan usaha baik kepada bank atau lembaga keuangan non bank.

Modal merupakan permasalahan klasik pada IK. Modal untuk peningkatan usaha dapat diperoleh melalui bank atau pihak non bank seperti koperasi. Dengan mendapatkan modal tambahan, maka industri dapat berkembang dengan baik dan semua peluang yang menandakan akan meningkatnya permintaan tapioka dapat termanfaatkan.

4. Strategi WT

a. Meningkatkan mutu SDM dengan mengikuti pelatihan yang diadakan oleh pemerintah maupun institusi pendidikan.

Lemahnya SDM merupakan faktor penyebab kurang bisa bersaingnya industri tapioka pada khususnya dan pertanian pada umumnya. Lemahnya SDM merupakan penyebab kurangnya penyerapan teknologi atau solusi yang dilakukan

pemerintah terhadap industri tapioka pada khususnya dan agribisnis pada umumnya.

b. Bekerjasama dengan pemerintah dan atau pihak institusi pendidikan untuk mengembang alat pengering tapioka basah dan pelatihan pembuatan tapioka yang bermutu baik dan efisien.

Faktor cuaca merupakan hal yang sangat menentukan keberlangsungan industri tapioka kasar. Sudah berpuluh tahun industri tapioka kasar hanya bergantung pada panas sinar matahari. Apabila cuaca panas, maka industri tapioka akan tetap berlangsung, tapi jika cuaca kurang baik atau hujan maka industri ini terancam tutup untuk sementara, padahal permintaan akan tapioka selalu ada. Oleh karena itu, sebaiknya pemerintah maupun institusi pendidikan bekerjasama untuk membuat alat pengering tapioka, sehingga industri tapioka tidak akan bergantung pada cuaca dan dapat memasok permintaan tapioka kasar setiap dibutuhkan.

c. Pembuatan kelembagaan yang dapat

melindungi para pengrajin dari kekuatan tawar-menawar pembeli yang terlalu tinggi Kekuatan tawar-menawar pembeli yang terlalu tinggi dan rendahnya SDM merupakan keadaan yang kurang menguntungkan bagi industri tapioka Desa Karang Tengah. Pembentukan kelembagaan atau usaha memperkuat fungsi koperasi dapat mengangkat daya tawar industri tapioka, selain itu juga berfungsi melindungi pengrajin dari harga yang terlalu rendah. Kelembagaan tersebut dapat berupa himpunan pengusaha tapioka atau sejenisnya.

Tabel 7. Matriks SWOT

Dokumen terkait