• Tidak ada hasil yang ditemukan

DAFTAR LAMPIRAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

3. Sumber Daya Manusia

Pengusaha tapioka memiliki mutu SDM yang minim. Hal tersebut digambarkan dalam contoh pengusaha tapioka yang dijadikan responden, yaitu 100% responden merupakan lulusan Sekolah Dasar (SD). Tingkat pendidikan yang masih rendah tersebut mengakibatkan rendahnya tingkat pengetahuan tentang pengelolaan, pemasaran, pendistribusian, menetapkan daya tawar, penerapan inovasi dan sanitasi.

Arsyad dalam Hafsah (2003) menyatakan bahwa pembangunan sistem usaha agribisnis akan lebih cepat terwujud, apabila sebagian besar masyarakat terutama masyarakat pedesaan berpendidikan, menguasai ketrampilan agribisnis (hulu, tengah, hilir). Jika sumber daya yang dimiliki rendah, maka hal tersebut akan berdampak negatif terhadap tingkat akseptabilitas dalam mengadopsi teknologi yang disebarkan kepada masyarakat tani.

4. Keuangan

Permodalan yang dimiliki oleh para pengusaha tapioka seluruhnya berasal dari dana swadaya. Masyarakat masih cenderung takut untuk mengusahakan tambahan modal dari lembaga keuangan seperti bank. Selain itu, masih sedikit usaha-usaha yang dilakukan oleh pemerintah untuk merangsang kemajuan IK khususnya IK tapioka di Bogor dari sisi permodalan. Sejauh ini ada beberapa program pemerintah yang ditujukan untuk membantu industri kecil secara umum, yaitu Program Pembinaan Kecamatan (PPK) dan Pembinaan Usaha Kredit Kecil (PUKK) yang dilaksanakan oleh Pemerintah Kecamatan, Program Dana Bergulir dan Kerjasama Antara Dinas Perindustrian Kabupaten Bogor dan Bank Jabar Unit Syariah dilaksanakan oleh Pemerintah Daerah Tingkat II. PPK dilakukan oleh pemerintah desa dan pemerintah kecamatan, sasarannya ialah usaha mikro seperti warung kecil-kecilan, usaha skala rumah tangga dan obyeknya biasanya kaum ibu rumah tangga dengan sistem kelompok. Besarnya pinjaman PPK berkisar antara Rp 500.000-Rp 1.000.000 dengan bunga yang relatif tinggi (20% per tahun). Sedangkan PUKK dilaksanakan oleh Perhutani melalui Kelompok Tani Hutan (KTH) dengan sasaran masyarakat sekitar hutan, sehingga tidak semua IK mendapatkan bantuan tersebut. Besarnya

kredit PUKK antara Rp 1.000.000- Rp 3.000.000. Program Dana Bergulir ditujukan untuk IK pada umumnya di Kabupaten Bogor, besarnya bantuan sekitar 25 juta rupiah per usaha dan sudah berjalan 7 tahun, sedangkan permodalan yang diselengarakan oleh Dinas Perindustrian dan Bank Jabar Unit Syariah besarnya mencapai Rp 75.000.000 per usaha.

Belum maksimalnya koperasi yang ada di Karang Tengah telah menyebabkan kurang berkembangnya IK tapioka dari sisi modal. Tidak maksimalnya fungsi koperasi dikarenakan belum pahamnya pengurus maupun masyarakat akan arti koperasi. Apabila koperasi telah berjalan maksimal, dalam artian banyak pengusaha tapioka yang menjadi anggota dan pemahaman akan manfaat sudah kuat ditataran masyarakat diharapkan sisi permodalan dapat diatasi. Di sisi lain ada hal yang menyebabkan sulitnya industri kecil di Desa Karang Tengah mendapatkan bantuan modal, yaitu kesadaran masyarakat untuk mengembalikan dana bantuan relatif rendah dan apabila mendapatkan bantuan modal, bantuan tersebut terkadang dialokasikan untuk hal-hal yang bersifat konsumtif.

Selain itu, sistem pencatatan keuangan yang dilaksanakan oleh industri tapioka di Desa Karang Tengah masih sangat sederhana. Pencatatan yang dilakukan hanya mencakup data-data historis penjualan. Atau dengan kata lain, perusahaan tidak dapat menganalisis secara pasti tentang biaya produksi yang diperlukan untuk satu kali giling, karena perusahaan tidak membuat laporan keuangan. 5. Produk dan Harga

IK tapioka menghasilkan tapioka kasar dengan tingkatan mutu nomor 1-3, selain itu menghasilkan onggok atau ampas. Produk tapioka dari Desa Karang Tengah rataan

mutunya di bawah produk sejenis dari desa sekitar, seperti Desa Kadumangu, Cibuluh, Pasir Laja dan Ciluar. Salah satunya karena mekanisasi peralatan di Desa Karang Tengah belum secanggih di Desa Kadumangu, Cibuluh, Pasir Laja ataupun Ciluar. Hal tersebut mempengaruhi mutu tapioka pada akhirnya. Mutu tapioka menurut SNI dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Standar mutu tapioka (SNI 01-3451-1994) Mutu no Persyaratan Mutu I II III 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.

- Kadar air (% maks.)

- Kadar abu (% maks.)

- Serat & kotoran (% maks.)

- Derajat keasaman

( IN NaOH / 100 g )

- Kadar HCN (% maks.)

- Derajat putih (BAS04= 100)

- Kekentalan (oEngler) 15 0,60 0,60 < 3 ml negatif 94,5 3 - 4 15 0,60 0,60 < 3 ml negatif 92,0 2,5 - 3 15 0,60 0,69 < 3 ml negatif 92,0 < 2,5

Sumber : Direktorat Pengolahan dan Pemasaran Hasil Tanaman Pangan, 2003

Mutu berbanding lurus dengan harga, yaitu apabila mutunya baik maka harga akan semakin tinggi dan berlaku sebaliknya. Dari segi harga, rata-rata produk tapioka Desa Karang Tengah masih kalah dengan Desa Kadumangu Cibuluh, Pasir Laja maupun Ciluar. Jika pengusaha tapioka dan pihak pabrik telah bertemu untuk menentukan harga, maka kesepakatan harga melibatkan kedua belah pihak, tetapi untuk harga pembukaan dalam tawar-menawar hanya pihak pabrik yang dapat menentukan. Dalam hal ini posisi tawar para pengusaha tapioka sangat lemah terhadap pabrik, hal tersebut disebabkan tidak adanya himpunan pengusaha tapioka.

Daya simpan tapioka yang relatif singkat juga menyebabkan pengusaha tapioka tidak mempunyai pilihan

lain selain menjual tapioka pada tingkat harga berapapun. Harga tapioka sangat berfluktuatif, yaitu tergantung pada kualitas tapioka kasar yang dipasok oleh pengusaha tapioka dan jumlah pangusaha yang memasok tapioka. Apabila banyak penawaran dari pengusaha tapioka, maka harga tapioka kasar yang dipasok cenderung rendah, dan sebaliknya. Harga tapioka kasar tertinggi di tingkat pengusaha tapioka sampai saat ini berkisar Rp 400.000- Rp 420.000 /ku. Untuk saat ini harganya berkisar Rp 2.300-Rp 3.500 /kg. Sedangkan harga onggok berkisar antara Rp 800-Rp 1.000 per kilogram atau sekitar 30% dari harga tapioka kasar. Penetapan harga yang dilakukan oleh pabrik pengolahan tapioka kepada produsen pangan mempertimbangkan kondisi dan situasi pemasaran yang terjadi. Kondisi pasar dengan permintaan yang rendah dan penawaran tinggi, maka pabrik pengolahan akan memberikan harga pokok penjualan pada produknya dengan harga tambahan terendah Rp 50,- /kg. Bila permintaan tinggi sedang penawaran rendah, sehingga harga tambahan yang diberikan Rp 200,- /kg.

Dokumen terkait