• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 5. PEMBAHASAN

5.1. Faktor Sosio Demografi

5.1.1. Hubungan Umur dengan Keikutsertaan PUS dalam Program KB

Berdasarkan tabel 4.23, terlihat bahwa pasangan usia subur di Kecamatan Nisam yang tidak aktif dalam keikutsertaan program KB tertinggi pada umur 21-35 tahun (50,8%), sedangkan pasangan usia subur yang aktif dalam keikutsertaan program KB tertinggi pada umur >35 tahun (56,5%). Berdasarkan hasil uji statistik dengan menggunakan uji chi square dapat diketahui bahwa variabel umur tidak memiliki hubungan dengan keikutsertaan PUS dalam program KB, dengan nilai p=0,056

Semakin berumur seseorang maka akan semakin timbul kesadarannya akan pentingnya untuk aktif dalam KB, karena mereka pastti telah berpikir dengan matang tentang konsekuensi jika mereka tidak berpartisipasi dalam KB. Pemahaman masyarakat terhadap peran dan fungsi program KB belum bisa diterima masyarakat Kecamatan Nisam dengan baik, hal ini mungkin disebabkan keberadaan penyuluh- penyuluh program KB belum bisa memberikan pemahaman program KB kepada masyarakat dengan baik dan benar sehingga belum bisa menyentuh hati masyarakat untuk meninggalkan pola-pola pikiran yang salah tentang arti pentingnya program KB (Berthrand, 1980).

5.1.2. Hubungan Tingkat Pendidikan dengan Keikutsertaan PUS dalam Program KB

Berdasarkan tabel 4.24, terlihat bahwa keikutsertaan responden dalam program KB berdasarkan tingkat pendidikan adalah tingkat pendidikan rendah semuanya tidak aktif, tingkat pendidikan sedang mayoritas aktif, dan tingkat pendidikan tinggi semuanya aktif. Berdasarkan hasil uji statistik dibuktikan bahwa variabel pendidikan memiliki hubungan dengan keikutsertaan PUS dalam program KB, dengan nilai p=0,000.

Pada dasarnya tingkat pendidikan seseorang akan menentukan apa yang akan dilakukannya, semakin tinggi pendidikannya maka akan semakin baik tindakannya, dan semakin rendah pendidikan maka tindakan seseorangpun akan semakin rendah. Tingkat pendidikan yang rendah inilah yang menyebabkan kurangnya pengetahuan dan keterampilan atau wawasan yang dimiliki sehingga memberikan dampak secara psikologis yaitu menyebabkan mereka merasa lebih rendah terhadap laki-laki yang tingkat pendidikannya secara umum lebih tinggi.

5.1.3. Hubungan Pekerjaan Suami dengan Keikutsertaan PUS dalam Program KB

Berdasarkan Tabel 4.25 diketahui bahwa keikutsertaan responden dalam program KB berdasarkan pekerjaan bertani mempunyai persentase yang sama antara yang aktif dan tidak aktif. Wiraswasta mayoritas tidak aktif, pegawai swasta semuanya tidak aktif, dan PNS mempunyai persentase yang sama antara yang aktif dan tidak aktif. Berdasarkan hasil uji statistik dibuktikan bahwa pekerjaan memiliki

hubungan dengan keikutsertaan PUS dalam program KB, karena diperoleh nilai p= 0,017

5.1.4. Hubungan Penghasilan dengan Keikutsertaan PUS dalam Program KB Berdasarkan tabel 4.26 diketahui bahwa keikutsertaan responden dalam program KB berdasarkan penghasilan per bulan adalah sebagai berikut responden dengan penghasilan per bulan < 1.000.000 mayoritas tidak aktif. Responden dengan penghasilan 1.000.000-1.500.000 per bulan mayoritas tidak aktif, dan responden dengan penghasilan > 1.500.000 per bulan juga mayoritas tidak aktif. Berdasarkan hasil uji statistik dibuktikan bahwa variabel penghasilan tidak ada hubungan dengan keikutsertaan PUS dalam program KB, dengan nilai p = 0,641

5.1.5. Hubungan Jumlah Keluarga PUS dengan Keikutsertaan PUS dalam Program KB

Berdasarkan Tabel 4.27 diketahui bahwa keikutsertaan responden dalam program KB berdasarkan jumlah anggota keluarga adalah sebagai berikut jumlah keluarga 5 semuanya aktif. Jumlah keluarga 6 mayoritas tidak aktif, dan jumlah keluarga 7 semuanya tidak aktif. Berdasarkan hasil uji statistik dibuktikan bahwa variabel jumlah anggota keluarga memiliki hubungan dengan keikutsertaan PUS dalam program KB, dengan nilai p=0,000

Untuk mengatasi hal ini, policy maker dalam penyuluhan perlu pendekatan khusus, untuk menemukan cara-cara penanggulangan masalah di atas. Penyuluh perlu menyampaikan kepada masyarakat bahwa tingginya angka kelahiran dapat

memberikan dampak negatif oleh karena itu suami/isteri diharapkan akan lebih berhati-hati menerima kehamilan-kehamilan berikutnya.

Selain itu mengikuti program KB tidak bisa hanya diikuti oleh pihak isteri saja karena akan bertentangan dengan pihak suami bila tidak disetujui. Sebenamya partisipasi atau keikutsertaan suami dalam KB sangat penting karena : Pertama, pria adalah partner dalam reproduksi dan seksual, sehingga sangat beralasan apabila laki-laki dan perempuan berbagi tanggung jawab dan peran secara seimbang dalam kesehatan reproduksi; Kedua, pria bertanggung jawab secara sosial dan ekonomi, sehingga keterlibatan pria dalam pengambilan keputusan untuk menentukan jumlah anak ideal dan jarak kelahiran akan memperkuat ikatan batin yang lebih kuat antara suami istri dalam kehidupan berkeluarga; Ketiga, pria secara nyata terlibat dalam ferlititas dan mereka mempunyai peran penting dalam memutuskan kontrasepsi yang akan digunakan oleh istrinya; Keempat, partisipasi pria dalam pelaksanaan program KB dan kesehatan reproduksi diharapkan mampu mengubah pandangan bahwa KB hanya hak dan tugas perempuan saja, melainkan merupakan hak bersama laki-laki dan perempuan.

5.1.6. Hubungan Nilai-nilai Agama dengan Keikutsertaan PUS dalam Program KB

Berdasarkan Tabel 4.28 diketahui bahwa seluruh responden (19 orang; 100 %) dengan nilai agama yang baik aktif dalam keikutsertaan program KB, sedangkan responden dengan nilai agama kurang baik ada 73,3% (11 orang) yang tidak aktif dalam keikutsertaan program KB dan 26,7% (4 orang) yang aktif dalam keikutsertaan

program KB. Responden dengan nilai agama tidak baik seluruhnya (48 orang; 100%) tidak aktif dalam keikutsertaan program KB. Berdasarkan hasil uji statistik dibuktikan bahwa nilai-nilai agama memiliki hubungan dengan keikutsertaan PUS dalam program KB, dengan nilai p=0,000

5.1.7. Hubungan Nilai-nilai Budaya dengan Keikutsertaan PUS dalam Program KB

Berdasarkan Tabel 4.29 diketahui bahwa seluruh responden (19 orang; 100 %) dengan nilai budaya yang baik aktif dalam keikutsertaan program KB, sedangkan responden dengan nilai agama kurang baik ada 82,6% (19 orang) yang tidak aktif dalam keikutsertaan program KB dan 17,4% (4 orang) yang aktif dalam keikutsertaan program KB. Responden dengan nilai agama tidak baik seluruhnya (40 orang; 100%) tidak aktif dalam keikutsertaan program KB. Berdasarkan hasil uji statistik dibuktikan bahwa variabel nilai-nilai budaya memiliki hubungan dengan keikutsertaan PUS dalam program KB, dengan nilai p=0,000

Dalam perkembangannya program KB juga telah diarahkan kepada pengembangan kualitas keluarga. Proses ini berawal dari pengaturan atau pengendalian kesehatan reproduksi manusia yang jika benar-benar difahami oleh suami dan isteri dapat membuka jalan bagi terwujudnya kebahagiaan bagi keluarga yang ditandai oleh ayah, suami/istri dan anak-anak yang sehat dalam suasana bahagia dan sejahtera. Oleh karena itu dalam melanjutkan program KB fokus kegiatan dan tema sentral tetap diarahkan kepada penanaman Norma Keluarga Kecil yang Bahagia dan Sejahtera (NKKBS). Yang dimaksudkan keluarga kecil ialah keluarga yang terdiri

dan suami/isteri dengan dua atau tiga anak (keluarga kecil) sesuai dengan kemampuan keluarga. Inilah keluarga ideal bagi keluarga tersebut, dan nilai ideal itu terkait pula dengan hak, kewajiban dan tanggung jawab keluarga tersebut terutama suami dan isteri. Dengan ukuran yang kecil ini upaya untuk mewujudkan kehidupan berkeluarga yang penuh kasih sayang dan kesempatan bagi anak-anak untuk tumbuh kembang secara fisik, mental dan spiritual dapat dilakukan secara optimal. Dengan demikian anak-anak akan mempunyai masa depan yang cerah seperti yang dicita-citakan dan inilah suatu upaya perwujudan keluarga berkualitas dan ideal bagi keluarga masing-masing. Namun demikian belum semua keluarga mampu menetapkan nilai dan artinya itu, dan karena itu masih perlu petunjuk apa artinya keluarga kecil itu.

Dokumen terkait