• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Program Keluarga Berencana

Menurut WHO (1970), Keluarga Berencana adalah program yang bertujuan membantu pasangan suami istri untuk: (1) mendapatkan objektif-objektif tertentu, (2) menghindari kelahiran yang tidak diinginkan, (3) mendapatkan kelahiran yang memang diinginkan, (4) mengatur interval diantara kehamilan, (5) mengontrol waktu saat kelahiran dalam hubungan dengan umur suami isteri, (6) menentukan jumlah anak dalam keluarga (Hartanto, 2002).

Moechtar (1998) mengatakan Keluarga Berencana adalah suatu usaha menjarangkan atau merencanakan jumlah anak dan jarak kehamilan dengan memakai kontrasepsi.

Dari dua pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa keluarga berencana adalah usaha-usaha yang dilakukan baik oleh pemerintah maupun individu untuk mengatur jarak kelahirannya dengan menggunakan alat dan metode kontrasepsi.

2.1.1. Pengertian Keluarga Berencana

Secara umum tujuan dari keluarga berencana adalah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat yang merupakan juga tujuan nasional pada umumnya (Soetjiningsih, 1995).

Hartanto (2002) mengatakan bahwa tujuan dari keluarga berenana adalah untuk menyelamatkan ibu dan akan akibat melahirkan pada usia muda, jarak kelahiran yang terlalu dekat dan melahirkan pada usia tua.

Saifudin (2003) mengatakan tujuan umum KB yaitu mewujudkan keluarga yang sehat dan sejahtera dalam upaya untuk menjarangkan kelahiran dan membatasi jumlah anak dua orang saja. Upaya ini dapat menyehatkan kondisi sosial ekonomi keluarga. Sedangkan tujuan khusus KB adalah meningkatkan kesadaran masyarakat untuk keluarga dalam menggunakan alat kontrasepsi sehingga angka kelahiran bayi dan angka kematian ibu menurun.

Dalam usaha untuk meningkatkan kesejahteraan bangsa, pemerintah telah dan sedang melakukan pembangunan di segala bidang, termasuk usaha-usaha untuk mengatasi masalah kependudukan. Berbagai masalah kependudukan tersebut meliputi antara lain pertumbuhan penduduk yang tinggi, penyebaran penduduk yang tidak merata, penduduk usia muda yang besar, dan kualitas sumber daya manusia yang masih relatif rendah.

Untuk mengatasi salah satu masalah kependudukan tersebut, pemerintah sejak Pelita I telah melakukan usaha mendasar melalui program KB (KB), yang kemudian sejak Pelita V berkembang menjadi gerakan KB Nasional. Gerakan KB adalah gerakan masyarakat yang menghimpun dan mengajak segenap potensi masyarakat untuk berpartisipasi aktif dalam melembagakan dan membudayakan. Norma Keluarga Kecil yang Bahagia dan Sejahtera (NKKBS) dalam rangka meningkatkan mutu sumber daya manusia Indonesia (BKKBN, 1994).

Sesuai dengan program BKKBN (1994), pada dasarnya tujuan Gerakan KB Nasional mencakup 2 (dua) hal yaitu:

a. Tujuan kuantitatif yaitu menurunkan dan mengendalikan pertumbuhan penduduk. b. Tujuan kualitatif yaitu menciptakan atau mewujudkan Norma Keluarga Kecil

yang Bahagia dan Sejahtera (NKKBS).

Tujuan Gerakan KB ini dapat dirincikan sebagai berikut:

a. Menurunkan tingkat kelahiran dengan mengikutsertakan seluruh lapisan masyarakat dan potensi yang ada.

b. Meningkatkan jumlah peserta program KB dan tercapainya pemerataan serta kualitas peserta program KB yang menggunakan alat kontrasepsi efektif dan mantap dengan pelayanan bermutu.

c. Mengembangkan usaha-usaha untuk membantu meningkatkan kesejahteraan ibu dan anak, memperpanjang harapan hidup, menurunkan tingkat kematian bayi dan anak balita serta memperkecil kematian ibu karena resiko kehamilan dan persalinan.

d. Meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap masalah kependudukan yang menjurus ke arah penerimaan, penghayatan dan pengamalan Norma Keluarga Kecil yang Bahagia dan Sejahtera sebagai cara hidup yang layak dan bertanggungjawab.

e. Meningkatkan peranan dan tanggung jawab wanita, pria dan generasi muda dalam pelaksanaan upaya-upaya penanggulangan masalah kependudukan.

f. Mencapai kemantapan, kesadaran dan peran serta keluarga dan masyarakat dalam pelaksanaan gerakan KB Nasional sehingga lebih mampu menigkatkan kemandiriannya di wilayah masing-masing.

g. Mengembangkan usaha-usaha peningkatan mutu sumber daya manusia untuk meningkatkan taraf hidup, kecerdasan dan kesejahteraan keluarga dan masyarakat dalam mempercepat kelembagaan nilai-nilai keluarga kecil.

h. Memeratakan penggarapan gerakan KB ke seluruh wilayah tanah air dan lapisan masyarakat perkotaan, pedesaan, transmigrasi, kumuh, miskin dan daerah pantai. i. Meningkatkan jumlah dan mutu tenaga dan atau pengelola gerakan KB yang

mampu memberikan pelayanan program KB yang dapat menjangkau seluruh lapisan masyarakat diseluruh pelosok tanah air dengan kualitas yang tinggi dan kenyamanan yang memenuhi harapan.

Sesuai dengan tujuan program KB (BKKBN, 1999), yang menjadi sasaran KB, adalah:

a. Pasangan Usia Subur (PUS), yaitu pasangan suami istri yang hidup bersama dalam satu rumah atau tidak, dimana istri berumur antara 15-49 tahun.

b. Yang tidak termasuk pasangan usia subur, yaitu semua anggota masyarakat selain dari pasangan usia subur, pemudi-pemudi yang belum menikah, pasangan di atas usia 45 tahun, orang tua dan tokoh masyarakat.

c. Sasaran Institusional, yaitu organisasi-organisasi dan lembaga masyarakat baik pemerintah manpun swasta.

d. Wilayah yang kurang pencapaian target KBnya.

2.1.3. Norma Keluarga Kecil Bahagia dan Sejahtera

Apabila laju pertumbuhan penduduk tidak dapat dikendalikan pada batas tertentu dan tidak diimbangi pertumbuhan ekonomi yang memadai maka akan terjadi penurunan kualitas hidup manusia. Menurut Siregar (2003), konsekuensi pertumbuhan penduduk yang melebihi pertumbuhan ekonomi antara lain:

a. Bertambahnya beban hidup keluarga, masyarakat dan bangsa.

b. Penyediaan fasilitas ekonomi harus lebih besar untuk dapat hidup dengan layak. c. Bertambahnya angkatan kerja.

d. Tuntutan perluasan lapangan pekerjaan.

Dengan alasan tersebut maka program KB di Indonesia harus dilaksanakan secara intensif untuk menanamkan fertilitas dan membudayakan Norma Keluarga Kecil Bahagia dan Sejahtera (NKKBS).

Pelembagaan dan pembudayaan Norma Keluarga Kecil Bahagia dan Sejahtera di masyarakat memberikan norma yaitu:

1. Norma jumlah anak yang sebaiknya dimiliki 2 (dua) anak. 2. Norma jenis kelamin anak, laki-laki atau perempuan sama saja.

3. Norma saat yang tepat seorang wanita untuk melahirkan, umur 20-30 tahun. 4. Norma pemakaian alat kontrasepsi untuk mencegah kehamilan.

5. Norma usia yang tepat untuk menikah, untuk wanita, 20 tahun. 6. Norma menyusui anaknya sampai umur 2 tahun (BKKBN, 1999).

Perkembangan dan pembudayaan Norma Keluarga Kecil Bahagia dan Sejahtera memerlukan strategi yang tepat dengan memperhatikan tipologi budaya dan karakteristik masyarakat sasaran.

2.1.4. Akseptor KB

Akseptor KB adalah wanita pasangan usia subur yang menggunakan salah satu alat kontrasepsi. Ada lima macam jenis kontrasepsi, yaitu:

a. Akseptor aktif

Akseptor yang ada pada saat ini menggunakan salah satu cara/alat kontrasepsi untuk menjarangkan kehamilan atau mengakhiri kesuburan.

b. Akseptor KB aktif kembali

Pasangan usia subur yang telah menggunakan selama tiga bulan atau lebih yang tidak diselingi oleh kehamilan dan kembali menggunakan cara/alat kontrasepsi baik dengan cara yang sama maupun berganti cara setelah berhenti / istirahat paling kurang tiga bulan berturut-turut dan bukan karena hamil.

c. Akseptor KB baru

Akseptor yang baru pertama kali menggunakan cara kontrasepsi, atau menjadi akseptor setelah melahirkan atau abortus.

d. Akseptor KB ideal

Akseptor aktif yang mempunyai anak tidak lebih dari 2 orang dan berumur kurang dari 45 tahun.

e. Akseptor lestari

Peserta KB yang tetap memakai cara kontrasepsi dengan benar untuk waktu lebih dari 10 tahun dan tidak pernah diselingi kelahiran (BKKBN, 1985).

2.1.6. Faktor yang berhubungan dengan Keikutsertaan PUS dalam Program KB Menurut Bertrand (1980) yang dikutip oleh Agus (2004) menyatakan ada tiga faktor yang memhubungani pemakaian kontrasepsi oleh Pasangan Usia Subur (PUS), yaitu: sosio demografi, sosio psikologi serta pemberi pelayanan KB (provider). Faktor sosio demografi terdiri dari: umur, jenis kelamin, jumlah keluarga, tingkat pendidikan, pekerjaan, penghasilan/ pendapatan. Faktor sosio psikologis terdiri dari kepercayaan terhadap nilai-nilai agama dan nilai-nilai budaya.

2.1.7. Hambatan Dalam Penerimaan Program KB

Menurut Siregar (2003), beberapa alasan dan faktor mengapa program KB belum diterima oleh seluruh masyarakat antara lain:

a. Nilai-nilai Agama

Bagi para pemeluk agama, merencanakan jumlah anak adalah menyalahi kehendak Tuhan. Kita tidak boleh mendahului kehendak Tuhan apalagi mencegah kelahiran anak dengan menggunakan alat kontrasepsi supaya tidak hamil. Langkah utama untuk mengatasi hal ini adalah menemui tokoh-tokoh atau ulama dari agama tersebut untuk menjelaskan bahwa merencanakan keluarga untuk membantu Keluarga Kecil adalah tidak bertentangan dengan Agama.

b. Nilai-nilai budaya (Adat istiadat)

Adat kebiasaan atau adat dari suatu masyarakat yang memberikan nilai anak laki-laki lebih dari anak perempuan atau sebaliknya. Hal ini akan memungkinkan satu keluarga mempunyai banyak anak. Bagaimana kalau keinginan untuk mendapatkan anak laki-laki atau perempuan tidak terpenuhi mungkin akan menceraikan istrinya dan kawin lagi agar terpenuhi keinginan memiliki anak laki-laki ataupun anak perempuan. Disini norma adat istiadat perlu diluruskan karena tidak banyak menguntungkan bahkan banyak bertentangan dengan kemanusiaan. c. Nilai-nilai Ekonomi

Anak dipandang sebagai tenaga kerja yang dapat membantu meningkatkan ekonomi keluarga sehingga mempunyai banyak anak akan banyak tambahan pendapatan yang akan diperoleh. Hal ini memang suatu kenyataan dan benar, tetapi belum diperkirakan nasib anak itu sendiri apakah anak itu memang bisa diharapkan pendidikannya dan masa depannya. Kalau hal ini dipertimbangkan, mempunyai banyak anak malah menjadi beban dan masalah.

Dokumen terkait