• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II : DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN

Bagan 1 Faktor Determinan Pemilih

Faktor Determinan Pemilih

Kondisi awal 1. Sosial budaya pemilih 2. Nilai tradisional Pemilih 3. Level pendidikan 4. Ekonomi pemilih 5. Dll Media masa

1. Data, informasi dan berita media masa 2. Ulasan ahli 3. Permasalahan terkini 4. Perkembangan dan trend situasi Partai politik/kontestan 1. Performance record dan reputasi 2. Marketing politik 3. Program kerja

F.2.2. Pola Pengelompokan Pemilih

Meskipun tampak relatif, pola pengelompokkan pemilih mencerminkan kecenderungan saling terkait dan mempengaruhi. Lingkup pengelompokkan atau segmentasi itu dapat didasarkan pada : 36

36

Agung Wibawanto,dkk. Memenangkan Hati dan Pikiran Rakyat. Yogyakarta : Pembaruan 2005, hlm. 24-26.

Pemilih

Ideologi Policy-problem-solving

1. Lingkup agama (keluarga)

Diantara beberapa jenis pengelompokan sosial lainnya, lingkup agama merupakan salah satu faktor pembentukan perilaku memilih. Setiap orang yang mengaku beragama akan mengidentifikasi dirinya sebagai bagian dari kelompok agamanya dan pilihan politiknya biasanya disejalankan dengan agama yang dianutnya. Misalnya pemilih yang beragama Islam akan memiliki kecenderungan memilih kontestan beragama Islam juga. 2. Lingkup gender

Lingkup gender mengidentifikasikan bahwa perbedaan jenis kelamin antara perempuan dan laki-laki turut mempengaruhi perbedaan perilaku politik yang dilakukan.

3. Lingkup kelas sosial

Individu yang berasal dari kelas sosial yang berbeda biasanya memiliki perilaku yang berbeda, hal ini disebabkan karena faktor ekonomi dan pendidikan.

4. Lingkup geografi

Lingkup geografi berkaitan dengan pengelompokan pemilih berdasarkan aspek geografi atau lingkungan.

5. Lingkup usia

Lingkup usia pada dasarnya mampu mengelompokkan individu. Dimana usia seringkali mempengaruhi pilihan atau tindakan yang diambil oleh seseorang dalam menjatuhkan pilihannya terhadap calon-calon kandidat yang ikut dalam pemilihan. Ruang lingkup usia yang berdasarkan pada individu juga dapat menjadi faktor penentu dalam rasionalisasi pemilih.

6. Lingkup demografi

Lingkup demografi mengelompokkan masyarakat terkait dinamika kependudukan meliputi ukuran, struktur, dan distribusi penduduk.

7. Lingkup psikografis

Lingkup psikografis dapat diartikan sebagai segmentasi pemilih berdasarkan gaya hidup yaitu bagaimana pola hidup seseorang yang diekspresikan dalam aktivitas, minat, dan opininya.

8. Lingkup perilaku

Lingkup perilaku adalah tindakan atau aktivitas manusia itu sendiri sebagai respon terhadap sesuatu yang terjadi. Perilaku seseorang dapat mempengaruhi perilaku individu lainnya.

F.3. Pengertian Perempuan

Para femenisme berpendapat bahwa ‘Wanita’ dalam kosakata jawa berarti “Wani ditoto=berani ditata (oleh laki-laki). Sedangkan berkaitan dengan istilah perempuan, dalam prasasti Gundasulli ditemukan bahwa Ia berasal dari serapan kata ‘Parpuanta’ yang artinta ‘dipertuan atau dihormati’ (empu = gelar kehormatan yang berarti tuan). Oleh karena itu, kaum feminis tidak mau menggunakan istilah wanita, tetapi lebih memilih istilah perempuan. Mereka memilih persepsi bahwa kata wanita mengandung makna yang bias patriarhki. Mereka juga berpendapat bahwa pola hidup perempuan lebih sempurna dari pada laki-laki, karena menurut pandang mereka: “perempuan = laki-laki + kemampuan melahirkan dan menyusui”, artinya: perempuan sebenarnya sama dengan laki-laki, tetapi perempuan diberikan potensi untuk mengandung, dan menyusui anak, potensi ini tidak dimiliki oleh laki-laki.37

37

Perempuan adalah manusia, bahkan manusia yang agung. Ia adalah pendidik masyarakat, yang dari pengasuhan perempuan lahirlah laki-laki. Mula-mula lahirlah laki-laki dan perempuan yang sehat dari pengasuhan perempuan. Perempuan adalah pendidik laki-laki. Oleh karena itu, kebahagiaan dan kesengsaraan suatu negeri tergantung pada perempuan. Karena pendidikan yang benar akan mampu mencetak manusia, dengan pendidikannya yang sehat maka ia akan memakmurkan negeri. Pengasuhan perempuan merupakan jalan seluruh kebahagiaan, dan perempuan harus menjadi jalan pertama seluruh kebahagiaan.

Perempuan adalah refleksi dari terwujudnya harapan menusia, dan ia adalah pendidik kaum Hawa dan kaum Adam yang mulia. Dari pengasuhan perempuan, laki-laki mampu mencapai ketinggian spiritual. Perempuan adalah buaian pendidikan perempuan dan laki-laki yang agung.38

Di bawah pendidikan perempuan dan di bawah dekapannya, lahirlah laki-laki yang pemberani. Sesungguhnya Al-Qur’an Al-Karim mendidik manusia, dan perempuan juga mendidik manusia. Tugas perempuan adalah mendidik manusia. Seandainya bangsa dihilangkan dari perempuan yang memiliki kemampuan mendidik manusia, niscaya bangsa itu akan kalah dan menuju kehancuran serta kehinaan.

F.4. Perempuan Dalam Pandangan Islam

Dalam Islam sebagaimana halnya yang pernah di sabdahkan oleh Rasullullah Saw bahwa ilmu itu wajib bagi setiap muslim dan muslimah secara etimologis, kata-kata muslim itu mencakup laki-laki dan perempuan. Islam mempersiapkan agar perempuan dapat berperan dalam segala bidang.

Kaum perempuan Islam digambarkan sebagai perempuan yang aktif, sopan dan terpelihara akhlaknya. Bahkan dalam Al-Qur’an, figur ideal seseorang Muslimah disimbolkan sebagai pribadi yang memiliki kemandirian politik (al-istiqlal al-siyasa),

Allah Swt berfirman:

38

“Wahai Nabi! Apabila perempuan-perempuan mukmin datang kepadamu untuk mengadakan bai’at (janji setia), bahwa mereka tidak akan mempersekutukan sesuatu apa pun dengan Allah; tidak akan mencuri, tidak akan berzina, tidak akan membunuh anak-anaknya, tidak akan berbuat dusta yang mereka ada-adakan antara tangan dan kaki mereka dan tidak akan mendurhakaimu dalam urusan yang baik, maka terimalah janji setia mereka dan mohonkanlah ampunan untuk mereka kepada Allah. Sungguh, Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang.”39

Seperti figur Ratu Bulgis yang memimpin kerajaan superpower (‘arsyun ‘azhim) Allah Swt berfirman:

“Sungguh, kudapati ada seorang perempuan yang memerintah mereka, dan dia dianugerahi segala sesuatu serta memiliki singgasana yang besar.”40

Memiliki kemandirian ekonomi, (al-istiqlal al-iqtishadi) Allah Swt berfirman:

“Tidak diragukan lagi bahwa Allah mengetahui apa yang mereka rahasiakan dan apa yang mereka lahirkan. Sesungguhnya Dia tidak menyukai orang yang sombong.”41

Seperti figur-figur perempuan mengelola perternakan dalam kisah Nabi Musa di Madyan, Allah Swt berfirman:

“Dan ketika dia sampai di sumber air negeri Madyan, dia menjumpai di sana sekumpulan orang yang sedang memberi minum (ternaknya), dan dia menjumpai di belakang orang banyak itu, dua orang perempuan sedang menghambat (ternaknya). Dia (Musa) berkata, “Apakah maksudmu (dengan berbuat begitu)?” Kedua (perempuan) itu menjawab, “Kami tidak dapat memberi minum (ternak kami), sebelum penggembala-penggembala itu memulangkan (ternaknya), sedang ayah kami adalah orang tua yang telah lanjut usianya.”42

Bagi perempuan yang sudah menikah, memiliki kemandirian dalam menentukan pilihan pribadi (al-istiqlal al-syakhshi) yang diyakini kebenarannya sekalipun berhadapan dengan suami. Allah Swt berfirman:

“Dan Allah membuat perumpamaan bagi orang-orang yang beriman, istri Fir’aun, ketika dia berkata, “Ya Tuhanku, bangunkanlah untukku sebuah rumah di sisi-Mu dalam surge dan selamatkanlah aku dari Fir’aun dan perbuatannta, dan selamatkanlah aku dari kaum yang zalim.”43

39 QS. Al-Mumtahanah [60]: 12 40 QS. Al-Naml [27]: 23 41 QS. Al- Nahl [16]: 23 42 QS. Al-Qasas, [28]: 23 43 QS. Al-Tahrim, [66]: 11

Atau menentang pendapat orang banyak (public opinion) bagi perempuan belum menikah. Allah Swt berfirman:

“Dan Maryam putrid Imran yang memelihara kehormatannya, maka Kami

tiupkan ke dalam rahimnya sebagian dari roh (ciptaan) Kami ; dan dia

membenarkan kalimat-kalimat Tuhannya dan kitab-kitab-Nya; dan dia termasuk orang-orang yang taat.”44

Al-Qur’an mengizinkan kaum perempuan melakukan gerakan “oposisi” terhadap segala bentuk sistem yang bersifat tirani demi tegaknya kebenaran. Allah Swt berfirman:

“Dan orang-orang yang beriman, laki-laki dan perempuan, sebagian mereka menjadi penolong bagi sebagian yang lain. Mereka menyuruh (berbuat) yang makruf, dan mencegah dari yang mungkar, melaksanakan salat, menunaikan zakat, dan taat kepada Allah dan Rasul-Nya. Mereka akan diberi rahmat oleh

Allah. Sungguh Mahaperkasa, Mahabijaksana.”45

Perempuan dalam pandangan Islam sejajar dengan laki-laki. Islam diyakini oleh para pemeluknya sebagai rahmatan lil’alami (agama yang menebarkan rahmat bagi alam semesta). Salah satu bentuk rahmat itu adalah pengakuan terhadap keutuhan kemanusiaan perempuan yang setara dengan laki-laki. Ukuran kemuliaan seorang manusia disisi Tuhan adalah prestasi dan kualitas taqwanya, tanpa membedakan ras, etnik dan jenis kelamin.

Sebelum Islam datang, perempuan dipandang tidak memiliki kemanusiaan yang utuh dan oleh karenanya tidak berhak bersuara, berkarya dan berharta. Bahkan, ia dianggap tidak memiliki dirinya sendiri. Islam secara bertahap mengembalikan hak-hak perempuan sebagai manusia yang merdeka. Bahkan menyuarakan keyakinan, berhak mengaktualisasikan karya, dan berhak memiliki harta yang memungkinkan mereka dianggap sebagai warga masyarakat. Ini merupakan gerakan emansipatif yang tiada tara di masanya, saat saudara-saudara perempuan mereka di belahan bumi Barat terpuruk dalam kegelapan dan kehancuran yang mendalam, dimana setiap umat harus

44

QS. Al- Tahrim, [66]: 12

45

dapat mempertanggungjawabkan apa yang telah ia perbuat dalam kehidupan dan manfaat bagi orang sekitar dalam berbagai segi kehidupan.

F.5. Peranan Perempuan Dalam Politik

Berkaitan dalam hal berpolitik terdapat dua aliran yang berbeda mengenai posisi perempuan sebagai pemimpin dalam pandangan Islam. Pertama, aliran yang mengklim bahwa Islam tidak mengakui hak-hak politik bagi perempuan. Kedua,

aliran yang berpendapat bahwa Islam mengakui hak-hak politik perempuan, sama seperti yang diberikan kepada laki-laki. Kelompok ini menegaskan bahwa Islam menetapkan dan mengakui hak-hak politik bagi perempuan termasuk menjadi pemimipin negara.

Ada 3 alasan yang sering dikemukakan oleh aliran pertama yaitu:46

1. Tempat yang paling cocok bagi perempuan adalah rumah. Pandangan ini diperkuat hadis yang menyebutkan bahwa Allah telah menetapkan empat rumah bagi seorang perempuan: rahim ibunya, rumah orang tuanya yang menjadi tempat tinggalnya sampai dia menikah, rumah suaminya yang tidak boleh dia tinggalkan tanpa izin yang bersangkutan, dan yang terakhir adalah kuburnya. Dengan demikian, ruang publik adalah ruang yang sejak awal “ditetapkan” sebagai wilayah asing bagi perempuan. Allah Swt berfirman:

“Dan hendaklah kamu tetap di rumahmu dan janganlah kamu berhias (dan bertingkah laku) seperti orang-orang jahiliah dahulu, dan laksanakanlah salat, tunaikanlah zakat dan taatilah Allah dan Rasul-Nya. Sesungguhnya Allah bermaksud hendak menghilangkan dosa dari kamu, wahai ahlulbait dan membersihkan kamu sebersih-bersihnya.”47

46

November 2012, pukul 13.20 Wib.

47

2. Para ulama, seperti Ibnu Abbas, menegaskan bahwa masalah kepemimpinan diambil dari ayat tersebut. Secara khusus masalah ini dirujukkan pada kalimat

al-rijal qawwamuna ‘ala al-nisa’ (laki-laki adalah pemimpin bagi kaum

perempuan). Berdasarkan ayat ini, Ibnu Abbas mengatakan bahwa laki-laki memiliki kekuasaan atas perempuan. Rasyid Ridlah malah menganalogikan kekuasaan tersebut seperti kekuasaan raja terhadap rakyatnya. Allah Swt berfirman:

“Laki-laki (suami) itu pelindung bagi perempuan (istri), karena Allah telah melebihkan sebagian mereka (laki-laki) atas sebagian yang lain (perempuan), dan mereka (laki-laki) telah memberikan nafkah dari hartanya. Maka perempuan-perempuan yang saleh, adalah mereka yang taat (kepada Allah) dan menjaga diri ketika (suaminya) tidak ada, karena Allah telah menjaga (mereka). Perempuan-perempuan yang kamu khawatirkan akan nusyuz, hendaklah kamu beri nasihat kepada mereka, tinggalkanlah mereka di tempat tidur (pisah ranjang), dan (kalau perlu) pukullah mereka. Tetapi jika mereka menaatimu, maka janganlah kamu mencari-cari alasan untuk menyusahkannya. Sungguh, Allah Mahatinggi, Mahabesar.”48

3. Abu Bakrah yang mengatakan bahwa: La yaflaha qaum wallau amrahum

imra’at (Tidak akan berbahagia suatu kaum yang menyerahkan urusan mereka

kepada perempuan).49

Ayat-ayat dan hadis-hadis yang disebutkan itu, bagi aliran pertama merupakan justifikasi bahwa kepemimpinan hanya untuk kaum laki-laki dan perempuan harus mengakui kepemimpinan laki-laki. Implikasi dari pemahaman dari itu adalah perempuan tidak memiliki hak-hak politik seperti yang dimiliki oleh laki-laki.

Memang ada satu hadist yang menyebutkan bahwa jangan sekali-kali

perempuan menjadi imam sholat untuk laki-laki. Akan tetapi, sejumlah pakar

melakukan tahrij terhadap hadist tersebut dan memperoleh kesimpulan bahwa status

48

QS. An-Nisa [4]: 34

49

Hadis yang diriwayatkan oleh Abu Bakrah yang amat popular dalam Kongres Umat Islam Indonesia yang dijadikan dalil pamungkas dalam menangkis pendapat yang memperbolehkan perempuan menjadi presiden.

hadist itu adalah daif karena dalam rentetan perawinya terdapat Abdullah bin Muhammad al-Adawi yang diduga oleh waqi’ telah melakukan pemalsuan hadist. Itulah sebabnya, mengapa ulama, seperti Abu Tsaur dan al-Thabari, menganggap syah imam perempuan dalam sholat. Keabsahan tersebut didasarkan pada sebuah hadist syahih riwayat Abu Daud tentang Ummu Waraqa yang meminta oleh Nabi Saw menjadi imam di rumahnya dengan muazin laki-laki dewasa.

Kuatnya kultural masyarakat mengenai perempuan, sangat berkaitan dengan wajah Islam sebagai agama yang dianut oleh mayoritas penduduk negeri ini. Ruang jalan dan peranan perempuan senantiasa terbatas akibat benturan norma agama. Dan ini paling tidak memunculkan pemahaman dan sikap bahwa perempuan memang tidak penting untuk terjun kedalam aspek yang bertentangan dengan yang ditetapkan oleh agama.

Sedangkan pandangan aliran kedua, melihat bahwa kewajiban berpolitik sebenarnya merupakan sebagian dari dakwah Islam. Islam mewajibkan seluruh kaum Muslim baik laki-laki maupun perempuan untuk berdakwah mengajak kepada yang ma’ruf dan menjauhi yang mungkar. Amar maaruf nahi mungkar ini bermaksud menyeru untuk bertakwa kepada Allah Swt dengan menerapkan seluruh hukum syariat-Nya. Allah Swt berfirman :

“Dan hendaklah ada diantara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang mungkar. Mereka itulah orang-orang yang beruntung.”50

Perlu kita ketahui, ayat ini diturunkan di Madinah yang merupakan negara Islam dan hukum-hukum yang diturunkan di Madinah bukan hanya mengatur bagaimana cara beribadah kepada Allah Swt dalam hal sholat, zakat dsb, tetapi juga yang mengatur dalam sistem kehidupan. Pada saat itu, hukum-hukum yang mengatur masyarakat seperti politik luar negeri, uqubat, sistem sosial (pergaulan), sistem ekonomi, pemerintahan dan pendidikan telah diturunkan. Oleh karena itu, agar kaum

50

Muslimin dapat menjalankan kewajibannya untuk melakukan amar ma’ruf nahi mungkar mereka harus memiliki kesadaran berpolitik. Maka, baik laki-laki maupun perempuan, mereka mempunyai hak yang sama untuk berdakwah amar ma’ruf nahi mungkar.

Dalam hal ini, menurut pendapat Alkaf Hussein bahwa Allah telah menetapkan rambu-rambu bagi perempuan dalam beraktivitas politik. Islam telah memberikan batasan dengan jelas dan tuntas mengenai aktivitas politik perempuan. Diantaranya :51

1. Hak dan kewajiban Baiat. Ummu Athiyah berkata: ”Kami berbaiat kepada Rasulullah Saw lalu beliau membacakan kepada kami agara jangan menyekutukan Allah dengan sesuatu apapun dan melarang kami untuk niyahah (meratapi mayat). Karena itulah salah seorang perempuan dari kami menarik tangannya (dari berjabat tangan), lalu ia berkata,”Seseorang telah membuatku bahagia dan aku ingin membalas jasanya.”Rasulullah tidak berkata apa-apa, lalu perempuan itu pergi kemudian kembali lagi.” (HR. Bukhari).

2. Hak memilih dan dipilih menjadi anggota majelis umat. Perlu dijelaskan, bahwa Majelis Umat adalah suatu badan negara Islam yang terdiri atas wakil-wakil rakyat yang bertugas memberikan nasihat dari umat kepada khalifah, mengajukan apa saja yang dibutuhkan rakyat dan memberikan saran bagaimana kebutuhan rakyat tersebut terpenuhi, mengoreksi dan menasehati penguasa apabila cara yang ditetapkan oleh khalifah bertentangan dengan apa yang ditetapkan Allah dan Rasul-Nya.

51

Alkaff, Husein, Kedudukan Wanita dalam pandangan Imam Khomeini, Jakarta: Penerbit PT. Lentera Basritama. 2004. hlm. 34-35.

3. Kewajiban menasehati dan mengoreksi penguasa. Nasihat tersebut bisa langsung disampaikan kepada penguasa atau melalui majelis umat atau melalui partai.

4. Kewajiban menjadi anggota partai politik. Keberadaan partai politik merupakan pemenuhan kewajiban dari Allah Swt, sebagaimana Allah berfirman dalam QS. Ali-Imran ayat 104 yang artinya: ”Hendaklah (wajib) ada segolongan umat yang menyerukan kepada kebaikan (Islam); memerintahkan kemakrufan dan mencegah kemungkaran.52

Kesetaraan (equality) dalam perspektif Islam kondisi yang dialami para wanita di Barat sangat berbeda dengan yang dihadapi oleh para Muslimah di dunia Islam. Dalam dunia Islam, para perempuan diperlakukan dan dilayani sebagai manusia, yaitu mereka (perempuan) dan lelaki adalah makhluk Allah Swt. Selain itu, dalam dunia umum, perempuan diberi kesempatan dan peluang untuk menimba ilmu dan berpolitik. Hal ini dapat kita lihat pada masa Rasulullah Saw dan Umar bin Al-Khatab Radiallahu Anhu, yang mana Nabi Saw mengajarkan Al-Quran kepada kaum perempuan dan juga menerima baiat dari dua orang perempuan pada masa Baiat Al-Aqabah II. Selain itu, pada masa Umar bin Al-Khattab Radiallahu Anhu ada seorang perempuan yang menegur Umar karena ingin menetapkan jumlah mahar perkawinan.

Mereka itulah orang-orang yang beruntung.” Partai politik ada untuk menjaga agar semua hukum-hukum Allah tetap diterapkan secara keseluruhan oleh manusia dalam kehidupannya sepanjang masa. Keberadaannya wajib bagi kaum muslimin, baik di dunia ini diterapkan sistem Islam atau tidak. Jika sistem Islam telah tegak, menjadi bagian dari parpol Islam adalah fardu kifayah, sedangkan jika belum ada, maka hukumnya menjadi wajib bagi seluruh kaum muslimin-termasuk para muslimah untuk menegakkan Syariat Islam bersama sebuah partai.

52

Akan tetapi dari semua kesetaraan yang ada, kesamaan yang paling mendesak yang perlu kita sadari adalah adanya persamaan hak dan kewajiban untuk bertakwa kepada Allah Swt, Allah Swt berfirman :

”Wahai orang-orang yang beriman! Bertakwalah kamu kepada Allah dengan sebenar-benar takwa, dan jangan sekali-kali kamu mati melainkan dalam keadaan Islam.”53

Allah Swt tidak membedakan kemuliaan seseorang berdasarkan jenis kelaminnya tetapi menjadikan ketakwaan sebagai tolok ukur atau ‘standard’ kemuliaan seseorang. Jadi, inilah persamaan yang semestinya para permpuan perjuangkan. Persamaan untuk menerapkan syariat Islam, untuk menjadi manusia yang bertakwa, serta manusia yang mulia di dunia dan akhirat. Justru, seandainya wujud perbedaan peranan dan cara mengatur urusan perempuan dalam Islam, itu bukanlah suatu masalah karena yang menentukannya adalah Sang Pencipta lelaki dan perempuan yaitu Allah Swt. Jadi, apa pun peranan yang Allah Swt berikan, pasti akan mendapatkan pahala di sisi-Nya.

54

F.6. Defenisi Konsep

Defenisi konsep adalah kata-kata yang merupakan unsur-unsur umum abstrak yang ditarik dari berbagai fenomena berbeda. Definisi konsep dalam penelitian ini adalah:

1. Perilaku Pemilih

Perilaku pemilih adalah tingkah laku individu dalam pemungutan suara pada kegiatan pemilu.

2. Perempuan Islam

Perempuan Islam adalah seorang individu berjenis kelamin perempuan dan memeluk agama Islam yang dapat ditandai melalui Kartu Tanda Penduduk (KTP).

53

QS. Ali-Imran :102

54

F.7. Definisi Operasional

Definisi operasional adalah penjelasan bagaimana variabel-variabel akan diukur secara empiris. Adapun yang menjadi definisi operasional pada penelitian ini ialah:

1. Perilaku Pemilih

a. Pendekatan sosiologis

Pendekatan sosiologis memiliki indikator seperti pendidikan, agama, dan pekerjaan.

b. Pendekatan psikologis

Pendekatan psikologis memiliki indikator seperti kedekatan emosional dengan kandidat dan keterlibatan dengan partai pendukung kandidat. c. Pendekatan rasional

Pendekatan rasional memiliki indikator seperti kepercayaan terhadap visi dan misi yang ditawarkan kandidat, adanya unsur materi/jabatan yang diperoleh jika memilih kandidat, dan rekam jejak dari kandidat.

2. Perempuan Islam

Indikator perempuan Islam adalah: a. Berjenis kelamin perempuan.

b. Memeluk agama Islam ditandai melalui Kartu Tanda Penduduk (KTP).

G. Metodologi Penelitian G.1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan adalah Penelitian korelasional, yaitu penelitian yang dimaksudkan untuk mengetahui hubungan antar variabel, dan dianalisa secara kuantitatif dengan menggunakan rumus statistik.55

G.2. Lokasi Penelitian

Untuk mendapatkan informasi yang mencakup masalah maka saya melakukan studi lapangan pada lokasi penelitian di Kelurahan Perintis, Kecamatan Medan Timur Kota Medan.

G.3. Populasi dan Sampel G.3.1. Populasi

Populasi penelitian adalah jumlah keseluruhan dari unit analisis yang ciri-cirinya dapat diduga dan paling sedikit mempunyai sifat yang sama. Populasi penelitian ini adalah seluruh Perempuan Islam yang terdaftar dalam Daftar Pemilih Tetap (DPT) di Kelurahan Perintis Kecamatan Medan Timur pada Pemilihan Walikota Medan 2010 di Kota Medan sebanyak 1.557 orang.

G.3.2. Sampel

Sampel adalah bagian dari populasi yang nantinya akan digunakan sebagai responden penelitian. Dalam menentukan jumlah sampel dapat digunakan rumus

Taro Yamane.56dengan presisi 10%, yakni:

55

Suharsimi Arikunto. Manajemen Penelitian. Jakarta: Rineka Cipta 2005, hlm. 326.

56

Di mana :

n : Jumlah sampel N : Jumlah populasi

d : Presisi 10% dengan derajat kepercayaan 90%

Berdasarkan rumusan di atas, maka dapat diketahui bahwa jumlah sampel dari penelitian ini dengan total perempuan Islamnya adalah :

n = 93,96 responden (94 orang responden)

Berdasarkan pendapat diatas, maka besar sampel yang diambil dalam penelitian ini adalah 94 responden.

G.4 Teknik Penarikan Sampling

Penelitian ini dalam melakukan penarikan sampel menggunakan teknik

Purposive Sampling artinya sampel yang akan dijadikan responden telah terlebih

G.5 Data dan Teknik Pengumpulan Data

Dalam penelitian ini saya menggunakan data primer dan data sekunder, yaitu ada dua jenis data yang saya peroleh untuk dapat menyempurnakan argumentasi serta teori dalam penelitian ini.

1. Data Primer

Data primer diperoleh dari penelitian ke lapangan untuk mengumpulkan data melalui:

a. Penyebaran kuisioner, yaitu alat mengumpulkan data dengan menyebarkan kuisioner yang berisi pertanyaan-pertanyaan yang harus

Dokumen terkait