• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I : PENDAHULUAN

F. Kerangka Teori

F.2 Perilaku Pemilih

F.2.1 Konfigurasi Pemilih

Perilaku pemilih merupakan sebuah studi yang memusatkan pemilih sebagai objek dari masalah yang diteliti. Berikut ini merupakan empat konfigurasi pemilih.33

1. Pemilih Rasional

Pemilih rasional adalah pemilih yang lebih mengutamakan kemampuan partai politik atau calon kontestan dalam program kerjanya. Program kerja atau flatform

partai bisa dianalisis dalam dua hal: (1) kinerja partai dimasa lampau dan tawaran program untuk menyelesaikan permasalahan nasional yang ada. Pemilih tidak hanya melihat program kerja partai yang berorientasi ke masa depan tetapi juga menganalisis apa saja yang telah dilakukan oleh partai tersebut dimasa lampau. (2) kinerja partai atau calon kontestan biasanya termanisfestasikan pada reputasi dan citra

(image) yang berkembang di masyarakat.

Pemilih rasional memiliki ciri khas yaitu tidak begitu mementingkan ikatan ideologi suatu partai politik atau calon yang diusungnya. Hal yang penting bagi

32

Asep Ridwan, Memahami Perilaku Pemilih Pada Pemilu 2004 di Indonesia, Jurnal Demokrasi dan Ham. Volume 4 No 1. Jakarta 2004, hlm. 38-39.

33

Firmanzah, Marketing Politik: Antara Pemahaman dan Realitas, Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2007, hlm. 134-138.

pemilih jenis ini adalah apa yang bisa dan telah dilakukan oleh suatu partai maupun calon yang diusungnya.

2. Pemilih Kritis

Untuk menjadi pemilih kritis, seseorang melalui dua hal yaitu: Pertama, Jenis pemilih ini menjadikan nilai ideologis sebagai pijakan untuk menentukan kepada partai politik mana mereka akan berpihak dan selanjutnya akan mengkritisi kebijakan yang akan atau yang telah dilakukan. Kedua, bisa juga terjadi sebaliknya, pemilih tertarik dulu dengan program kerja yang ditawarkan sebuah partai/kontestan baru kemudian mencoba untuk memahami nilai-nilai yang melatarbelakangi pembuatan sebuah kebijakan. Pemilih jenis ini adalah pemilih kritis artinya mereka akan selalu menganalisis kaitan antara ideologi partai dengan kebijakan yang akan dibuat.

3. Pemilih Tradisional

Jenis pemilih ini memiliki orientasi ideologi yang sangat tinggi dan tidak terlalu melihat kebijakan partai politik atau seorang kontestan sebagai suatu yang penting dalam pengambilan keputusan. Pemilih tradisional sangat mengutamakan kedekatan sosial-budayanya, nilai, asal-usul, paham, dan agama sebagai ukuran untuk memilih suatu partai politik maupun seorang kontestan. Biasanya pemilih jenis ini lebih mengutamakan figur dan kepribadian pemimpin, mitos dan nilai historis sebuah partai politik atau seorang kontestan. Salah satu karakteristik mendasar jenis pemilih ini adalah tingkat pendidikan yang rendah dan sangat konservatif dalam memegang nilai serta paham yang dianut. Pemilih jenis ini sangat mudah untuk dimobilisasi selama masa kampanye dan mereka memiliki loyalitas yang sangat tinggi.

4. Pemilih Skeptis

Pemilih jenis ini tidak memiliki orientasi ideologi yang cukup tinggi terhadap sebuah partai politik atau seorang kontestan. Pemilih ini juga tidak menjadikan sebuah kebijakan menjadi suatu hal yang penting. Kalaupun mereka berpartisipasi dalam pemilu, mereka berkeyakinan bahwa siapapun yang memenangkan pemilu, hasilnya akan sama saja dan tidak ada perubahan yang berarti yang dapat terjadi bagi daerah, masyarakat, maupun negara.

Pemilih diartikan sebagai semua pihak yang menjadi tujuan utama para kontestan untuk mereka pengaruhi dan yakinkan agar mendukung dan kemudian memberikan suaranya kepada kontestan yang bersangkutan. Pemilih dalam hal ini dapat berupa konstituen maupun masyarakat pada umumnya. Konstituen adalah kelompok masyarakat yang merasa diwakili oleh suatu ideologi tertentu yang kemudian termanifestasi dalam institusi politik seperti partai politik. Di samping itu, pemilih merupakan bagian masyarakat luas yang bisa saja tidak menjadi konsituen partai politik tertentu. Masyarakat terdiri dari beragam kelompok, terdapat kelompok masyarakat yang memang non-partisan dimana ideologi dan tujuan politik mereka tidak dikatakan kepada suatu partai politik tertentu. Mereka menunggu sampai ada suatu partai politik yang bisa menawarkan program kerja terbaik menurut mereka, sehingga partai tersebutlah yang akan mereka pilih.34

Selain penjelasan diatas Firmanzah juga membagi 3 kelompok yang dianggap sebagai faktor-faktor determinan pemilih yang menggunakan hak pilih dalam menentukan pasangan calon yaitu :

1. Kondisi awal yang meliputi : keadaan sosial budaya pemilih, nilai tradisional pemilih, level pendidikan, serta ekonomi pemilih. . Seperti pada awal yang merupakan tolak ukur pemilih menggunakan hak pilihnya yaitu dimulai dari kondisi awal, dalam hal ini yang akan berkaitan dengan kondisi sosial budaya yaitu bagaimana pemilih tersebut dilihat dari

34

kondisi sekitar lingkungannya seperti tingkat pendidikan, kondisi lingkungan sekitar, dan nilai-nilai dalam budaya pemilih dalam menjatuhkan pilihannya terhadap kandidat yang mencalonkan ataupun yang dicalonkan. Ekonomi juga dilihat sebagai kondisi awal pemilih dalam menentukan pilihannya karena faktor ekonomi juga merupakan salah satu alasan apa yang melaterbelakangi seorang pemilih menjatuhkan pilihannya kepada calon tersebut. Dalam terjun kelapangan peneliti harus melihat beberapa kondisi awal yang terkait dengan kuisioner yang akan dibagikan.

2. Massa yang meliputi : data, informasi dan berita dari media masa, ulasan ahli, permasalahan kini, serta perkembangan media dan trend situasi. Setelah pada kondisi awal lalu peneliti menggunakan indikator media massa dalam mengumpulkan data untuk dimasukkan kedalam kuisioner, tidak dapat ditepiskan bahwa media massa juga mengambil alih dalam memobilisasi suara pemilih, yang meliputi data, ataupun informasi yang diperoleh pemilih seputar pemilihan kepala daerah dilingkungannya, begitupun media juga terlibat dalam mobilisasi pemilih karena media juga mengulas pendapat para ahli dalam mengemukakan pendapatnya terkait dengan kondisi politik saat ini, bukan hanya itu saja media massa juga merupakan indikator dalam melihat situasi dan permasalahan yang ada di masyarakat yang di angkat kekondisi publik sehingga masyarakat juga dapat dipengaruhi oleh pemberitaan oleh media massa baik media cetak, elektronik ataupun media sosial lainnya.

3. Serta bagian terakhir yaitu partai politik/kontestan yang meliputi

performance record dan reputasi, marketing politik, serta program kerja dari kandidat yang mengikuti pemilihan calon kepala daerah. Dalam melihat kondisi untuk menentukan determinasi pemilih partai politik yang

mengusung calon juga tidak dapat terpisahkan dalam menentukan pilihan pemilih, hal tersebut terlihat dari kondisi kontestan dalam mencalonkan diri yaitu penampilannya, trek record (reputasi serta pengalamannya) dibidang politik, bagaimana proses marketing politik dalam hal ini untuk dapat memperoleh suara dan mobilisasi diperlukan merketing politik, yaitu manajemen untuk dapat memperoleh suara dari pemilih sebanyak-banyaknya serta program kerja yang dapat diterima oleh semua masyarakat tidak yang berlebihan dan yang dapat terjadi secara nyata tanpa harus ada yang berlebihan dalam penyusunan program kerja. Hal tersebut dapat mempengaruhi pemilih dalam menentukan pilihannya terlihat dari iklan, baliho, ataupun spanduk yang dipasang dimana saja sehingga masyarakat lebih mengenal calon yang ingin dipilih dalam pemilihan kepala daerah.

Ketika pemilih menilai partai atau seorang kontestan dari kaca mata policy

problem-solving maka yang terpenting bagi mereka adalah sejauh mana para

kontestan mampu menawarkan program kerja atau solusi suatu permasalahan yang ada. Sementara pemilih yang lebih mementingkan ikatan ideologi suatu partai atau seorang kontestan akan lebih menekankan pada aspek-aspek subjektifitas seperti kedekatan nilai, budaya, agama, moralitas, norma, emosi, dan psikografis. Semakin dekat kesamaan partai politik atau calon kontestan, maka pemilih akan cenderung memberikan suaranya ke partai dan kontestan tersebut.

Penjelasan bagian faktor-faktor determinan tersebut tergambar dalam bagan dibawah ini :35

35

Firmansyah, Menyoal Rasionalitas Pemilih : Antara Orientasi Ideologi dan Policy Problem-Solving dalam Usahawan No.7 tahun XXXIV Juli 2005.

Bagan 1

Faktor Determinan Pemilih

Kondisi awal 1. Sosial budaya pemilih 2. Nilai tradisional Pemilih 3. Level pendidikan 4. Ekonomi pemilih 5. Dll Media masa

1. Data, informasi dan berita media masa 2. Ulasan ahli 3. Permasalahan terkini 4. Perkembangan dan trend situasi Partai politik/kontestan 1. Performance record dan reputasi 2. Marketing politik 3. Program kerja

Dokumen terkait