• Tidak ada hasil yang ditemukan

DAFTAR LAMPIRAN

II. TINJAUAN PUSTAKA

4.5. Metode Pengolahan dan Analisis Data 1 Komponen Fisik Habitat

5.2.3. Faktor Dominan Komponen Habitat Maleo

Lokasi Bertelur

Faktor yang mempengaruhi frekuensi kehadiran maleo pada suatu habitat untuk menetaskan telurnya adalah kelerengan tempat (X2), jarak dari aktivitas

manusia (X5) dan jumlah sumber panas bumi (X14). Hal ini mengindikasikan

bahwa habitat yang landai, jauh dari aktivitas manusia serta semakin besar jumlah sumber air panas bumi pada suatu habitat maka ada kecenderungan semakin tinggi frekuensi kehadiran maleo di habitat tersebut. Keeratan hubungan antara ketiga peubah tersebut dengan frekuensi kehadiran maleo pada suatu habitat dapat diketahui dari besarnya nilai koefisien determinasi (R2) dan koefisien korelasi (r).

Persamaan regresi tersebut mempunyai nilai R2 = 0,95 (95%). Hal ini

mengindikasikan bahwa dari semua data terdapat 95% data yang memiliki keeratan hubungan dan dapat dijelaskan oleh persamaan regresi tersebut.

Model regresi ini dapat menjelaskan mengapa maleo lebih terkonsentrasi di lokasi peneluran Saluki. Saluki memiliki jumlah sumber air panas terbesar dari tiga lokasi penelitian, selain itu lokasi peneluran ini relatif jauh dari aktivitas manusia yang dapat mengganggu aktivitas bertelur maleo. Kondisi ini didukung dengan kelerengan tempat yang landai sehingga dapat memudahkan maleo dalam menggali lubang dan meletakkan telur di lubang peneluran. Kondisi yang berbeda terdapat di lokasi peneluran Kadidia dan Bora yang memiliki lebih sedikit sumber panas bumi dan relatif dekat dengan aktivitas manusia selain itu lokasi peneluran maleo di Kadidia memiliki kelerengan tempat yang relatif curam dan terjal

48 (Butchart et al.1998). Meskipun lokasi di Bora memiliki kelerengan yang relatif

datar dan landai akan tetapi maleo jarang mengunjungi lokasi ini. Diduga jumlah sumber air panas bumi adalah faktor kunci yang paling mempengaruhi maleo mendatangi suatu lokasi untuk bertelur sehingga Bora yang memiliki 1 sumber panas bumi kurang dikunjungi oleh maleo.

Model regresi ini ternyata menunjukkan bahwa variabel suhu lubang peneluran tidak signifikan dalam penentuan maleo untuk menetaskan telurnya. Suhu lubang peneluran pada lokasi bertelur maleo di dalam hutan berasal dari

sumber panas geothermal. Berdasarkan hasil pengukuran di lapangan, suhu

lubang peneluran relatif konstan dan berkisar antara 32 – 35oC sehingga dalam

dalam model regresi ini suhu lubang peneluran tidak signifikan. Hasil

pengukuran ini relatif sama dengan hasil penelitian sebelumnya yang menyebutkan bahwa suhu lubang peneluran berkisar antara 32–39oC (del Hoyoet

al. 1994) dan Gunawan (2000) menyatakan bahwa suhu tanah di lubang

pengeraman yang optimal adalah 34oC. Sumangando (2002) mendapatkan bahwa suhu yang optimal untuk menetaskan telur maleo di mesin penetasan secara ex situadalah 34oC.

Dari analisis korelasi Pearson didapatkan bahwa peubah yang paling mempengaruhi frekuensi kehadiran maleo pada suatu habitat untuk menetaskan telurnya adalah jumlah sumber air panas bumi. Nilai korelasi Pearson (r) antara frekuensi kehadiran maleo pada suatu habitat dengan jumlah sumber panas bumi yang ada pada habitat tersebut adalah sebesar 96,10%. Hal ini mengindikasikan bahwa semakin banyak sumber air panas bumi pada suatu habitat, maka ada kecenderungan semakin tinggi frekuensi kehadiran maleo pada habitat tersebut dengan tingkat korelasi lebih dari 96%.

Hal ini menunjukkan bahwa di TNLL maleo sangat membutuhkan sumber panas bumi untuk menetaskan telurnya. Menurut Dekker (1990), habitat burung maleo terdapat di hutan-hutan berbukit dengan semak-semak, hutan dekat pantai yang memiliki sumber panas.

Lokasi Beristirahat

Faktor yang mempengaruhi frekuensi kehadiran maleo pada suatu habitat untuk beristirahat adalah jumlah jenis pakan (X1) dan jarak dari aktivitas manusia

49 (X5). Hal ini mengindikasikan bahwa pada habitat yang memiliki jumlah jenis

pakan yang banyak dan jauh dari aktivitas manusia maka ada kecenderungan semakin tinggi frekuensi kehadiran maleo di habitat tersebut.Keeratan hubungan

antara kedua peubah tersebut dengan frekuensi kehadiran maleo pada suatu habitat terpilih dapat diketahui dari besarnya nilai koefisien determinasi (R2) dan koefisien korelasi (r). Persamaan regresi tersebut mempunyai nilai R2 = 0,91 (91%). Hal ini mengindikasikan bahwa dari semua data terdapat 91% data yang memiliki keeratan hubungan dan dapat dijelaskan oleh persamaan regresi tersebut. Dari analisis korelasi Pearson diketahui bahwa peubah yang paling mempengaruhi frekuensi kehadiran maleo pada suatu habitat untuk beristirahat adalah jumlah jenis pakan. Nilai korelasi Pearson (r) antara frekuensi kehadiran maleo pada suatu habitat dengan jumlah jenis pakan yang ada pada habitat tersebut adalah sebesar 89,60%. Hal ini mengindikasikan bahwa semakin banyak jumlah jenis pakan pada suatu habitat, maka ada kecenderungan semakin tinggi frekuensi kehadiran maleo pada habitat tersebut dengan tingkat korelasi lebih dari 89%.

Maleo cenderung memilih lokasi yang memiliki jumlah jenis pakan yang tinggi dan beraneka ragam sebagai salah satu cara untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya. Organisme yang makanannya beraneka ragam akan lebih mudah menyesuaikan diri dengan kondisi lingkungannya (Alikodra 1990). Semakin banyak jumlah jenis pakan maka semakin besar pula peluang maleo untuk memilih pakan yang berkualitas baik dan mencukupi untuk melangsungkan proses metabolisme, reproduksi dan aktivitas lainnya. Jika kondisi pakan baik dan mencukupi diduga laju reproduksi maleo akan meningkat dan lebih tahan terhadap penyakit. Pakan dapat mempengaruhi laju kelahiran dan laju kematian satwa, jika mendapatkan pakan baik satwa biasanya akan memiliki laju reproduksi yang lebih tinggi dan lebih tahan terhadap berbagai bentuk mortalitas dibandingkan dengan satwa yang mendapatkan pakan buruk. (Bailey 1984). Sehingga semakin banyak jumlah jenis pakan pada suatu habitat, maka ada kecenderungan semakin tinggi frekuensi kehadiran maleo pada habitat tersebut untuk mendapatkan pakan baik dengan jumlah cukup yang dapat menunjang kelangsungan hidup maleo.

50 Model regresi yang dihasilkan juga dapat menjelaskan mengapa maleo lebih terkonsentrasi di lokasi peneluran Saluki, selain memiliki jumlah pohon pakan yang besar Saluki relatif jauh dari aktivitas manusia yang dapat mengganggu aktivitas beristirahat maleo. Kondisi yang berbeda terdapat di lokasi Kadidia dan Bora yang memiliki lebih sedikit jumlah pohon pakan dan relatif dekat dengan aktivitas manusia. Meskipun Kadidia memiliki jumlah pohon pakan yang relatif besar, lokasi di Kadidia berdekatan dengan aktivitas manusia (± 50 m) sehingga dapat mengganggu maleo dalam aktivitas beristirahat. Maleo jarang mengunjungi lokasi Bora. Diduga rendahnya jumlah jenis pakan dan aktivitas manusia yang tinggi di tempat ini menyebabkan maleo kurang mengunjungi lokasi Bora. Hasil analisis regresi pada lokasi beristirahat ini menunjukkan bahwa di TNLL maleo lebih menyukai habitat yang memiliki pakan yang cukup untuk memenuhi kebutuhan hidupnya dan cenderung menghindari tempat-tempat yang sering dikunjungi oleh manusia.

Lokasi Mencari Pakan

Faktor yang mempengaruhi frekuensi kehadiran maleo pada suatu habitat untuk mencari pakan adalah jumlah jenis pakan (X1), kelerengan tempat (X2) dan

jarak dari aktivitas manusia (X5). Hasil ini mengindikasikan bahwa habitat yang

landai, jauh dari aktivitas manusia serta semakin besar jumlah jenis pakan pada suatu habitat maka ada kecenderungan semakin tinggi frekuensi kehadiran maleo di habitat tersebut. Keeratan hubungan antara ketiga peubah tersebut dengan

frekuensi kehadiran maleo pada suatu habitat dapat diketahui dari besarnya nilai koefisien determinasi (R2) dan koefisien korelasi (r). Persamaan regresi tersebut

mempunyai nilai R2 = 0,95 (95,00%). Hasil ini mengindikasikan bahwa dari

semua data terdapat 95% data yang memiliki keeratan hubungan dan dapat dijelaskan oleh persamaan regresi tersebut.

Dari analisis korelasi Pearson diketahui bahwa peubah yang paling mempengaruhi frekuensi kehadiran maleo pada suatu habitat untuk mencari pakan adalah jumlah jenis pakan. Nilai korelasi Pearson (r) antara frekuensi kehadiran maleo pada suatu habitat dengan jumlah jenis pakan yang ada pada habitat tersebut adalah sebesar 95,70%. Hal ini mengindikasikan bahwa semakin banyak

51 jumlah jenis pakan pada suatu habitat, maka ada kecenderungan semakin tinggi frekuensi kehadiran maleo pada habitat tersebut dengan tingkat korelasi lebih dari 95%.

Model regresi ini dapat menjelaskan mengapa maleo lebih terkonsentrasi di lokasi peneluran Saluki. Saluki memiliki jumlah pohon pakan terbesar dari tiga lokasi penelitian (304 individu pohon pakan), selain itu lokasi peneluran ini relatif jauh dari aktivitas manusia yang dapat mengganggu aktivitas mencari pakan maleo. Kondisi ini didukung dengan kelerengan tempat yang landai sehingga dapat memudahkan maleo dalam mencari pakan. Kondisi yang berbeda terdapat di lokasi Kadidia (259 individu pohon pakan) dan Bora (96 individu pohon pakan) yang memiliki lebih sedikit jumlah pohon pakan dan relatif dekat dengan aktivitas manusia. Meskipun Kadidia memiliki jumlah pohon pakan yang relatif besar, lokasi di Kadidia memiliki kelerengan tempat yang relatif curam dan terjal dan dekat dengan aktivitas manusia sehingga dapat menyulitkan dan mengganggu maleo dalam aktivitas mencari pakan. Bora memiliki kelerengan yang relatif datar dan landai akan tetapi maleo jarang mengunjungi lokasi ini. Diduga aktivitas manusia yang tinggi di tempat ini dapat mengganggu aktivitas mencari pakan maleo sehingga Bora kurang dikunjungi oleh maleo.

Hasil analisis regresi pada mencari pakan ini menunjukkan bahwa di TNLL maleo lebih menyukai habitat yang landai, memiliki pakan yang cukup untuk memenuhi kebutuhan hidupnya dan cenderung menghindari tempat-tempat yang

sering dikunjungi oleh manusia. Burung maleo mencari pakan di sekitar

peneluran di tepi pantai dan hutan. Hal ini dikarenakan tempat tersebut banyak terdapat jenis-jenis pohon yang menghasilkan buah dan biji yang merupakan makanan yang sangat khas bagi burung maleo (Wiriosoepartho 1979). Seperti halnya dengan jenis unggas yang lain, burung maleo membutuhkan pakan sebagai sumber zat-zat makanan untuk tumbuh dan berkembangbiak. Jenis pakan yang merupakan sumber pakan burung maleo adalah buah-buahan, biji-bijian, cacing, siput, keong, kumbang, semut dan rayap (MacKinnon 1981).

Berdasarkan hasil penelitian, lokasi yang sering dikunjungi maleo di TNLL untuk mencari pakan banyak ditumbuhi oleh tumbuhan yang menjadi sumber

52

Dracontomelon dao, siuri Koordersiodendron pinnatum, dan aren Arenga pinnata. Makanan burung maleo pada umumnya adalah biji-bijian dan beberapa

jenis buah-buahan di hutan. Biji atau buah yang dimakan antara lain biji kemiri

Aleurites moluccana, rao Dracontomelan mangiferum, nantu Endiandra sp.,

beringin Ficus sp, Macaranga sp. Selain itu burung maleo juga memakan

serangga kecil, seperti ulat, siput dan kepiting (Hendro 1974, Tikupadang et al.

1993, Gunawan 1994).

5.2.4. Preferensi Habitat Maleo

Tabel 18 menunjukkan bahwa berdasarkan lokasi, Saluki paling sering dikunjungi oleh maleo kemudian Kadidia dan Bora. Meskipun Bora memiliki luas paling besar (2.584,53 ha) dibandingkan dengan Saluki (1.461,08 ha) dan Kadidia (400,57 ha) Lokasi Bora kurang dikunjungi oleh maleo. Hal ini diduga terkait dengan jumlah sumber panas bumi, jarak dari aktivitas manusia dan ketersediaan pakan pada lokasi penelitian. Di Saluki jumlah sumber panas bumi tercatat paling besar yaitu sebanyak 9 buah dengan 18 jenis tumbuhan pakan dan 304 individu pohon pakan dengan jarak dari aktivitas manusia relatif jauh, di Kadidia terdapat 3 buah sumber panas bumi dengan 16 jenis tumbuhan pakan dan 259 individu pohon pakan dan di Bora hanya terdapat 1 buah sumber panas bumi dengan 2 jenis tumbuhan pakan dan 96 individu pohon pakan. Lokasi Bora dan Kadidia relatif dekat dengan aktivitas manusia sehingga dapat mengganggu aktivitas maleo di tempat tersebut.

Hal ini mengindikasikan bahwa maleo lebih menyukai lokasi yang memiliki jumlah sumber panas bumi dan jumlah tumbuhan pakan yang besar serta jauh dari aktivitas manusia. Pakan diperlukan maleo untuk memenuhi kebutuhan nutrisi dan sumber panas bumi dibutuhkan untuk membantu menetaskan telur maleo. Diduga hal ini terkait dengan perilaku bertelur dan mencari pakan maleo. Berdasarkan hasil pengamatan di lapangan pada saat akan bertelur biasanya di pagi hari sepasang maleo datang dan mulai membuat lubang bertelur secara bergantian, selanjutnya setelah menggali lubang maleo akan pergi dan mencari pakan di sekitar habitat peneluran. Setelah mencari pakan, pada siang atau sore hari maleo akan datang kembali untuk menggali lubang. Jumlah lubang biasanya lebih dari

53 satu dengan membuat lubang kamuflase untuk menghindari pemangsaan telur maleo oleh predator. Setelah bertelur maleo akan pergi untuk mencari pakan ataupun beristirahat dan biasanya tidak jauh dari habitat penelurannya.

VI. SIMPULAN DAN SARAN

6.1. Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa: 1. Kehadiran maleo pada suatu habitat sangat dipengaruhi oleh faktor fisik dan

biotik habitat itu sendiri. Faktor dominan komponen habitat yang mempengaruhi frekuensi kehadiran maleo pada suatu habitat yang disukai di TNLL adalah sumber panas bumi, jumlah jenis tumbuhan pakan, kelerengan tempat dan jarak dari aktivitas manusia.

2. Habitat yang disukai oleh maleo di TNLL adalah habitat yang secara

bersamaan memiliki sumber panas bumi yang besar, kelerengan tempat yang datar dan landai, jumlah jenis tumbuhan pakan yang besar dan jauh dari aktivitas manusia. Komponen habitat yang dapat mendukung kehadiran maleo pada suatu habitat di TNLL adalah ketinggian tempat yang berkisar antara 201-400 m dpl.

6.2. Saran

Berdasarkan hasil analisis dan pengamatan di lapangan, maka disarankan:

1. Lokasi yang disukai maleo serta daerah yang berdekatan dengan lokasi

tersebut harus dijadikan zona inti dalam pengelolaan TNLL.

2. Perlu dilakukan pengelolaan habitat dengan cara menanam pohon-pohon

pakan pada lokasi-lokasi yang tidak disukai oleh maleo tetapi memiliki sumber panas bumi yang memadai.

Dokumen terkait