• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II. LANDASAN TEORI

2. Faktor-Faktor Audit Internal

Dalam perkembangannya, aktivitas audit telah bergeser bukan hanya sekedar ‘watch dog’ dalam suatu organisasi, tetapi juga kearah memberikan jasa keyakinan dan kegiatan konsultasi, di mana audit intern memberikan rekomendasi solusi atas hal-hal yang menjadi permasalahan dalam organisasi yang berpotensi menimbulkan kerugian bagi organisasi secara keseluruhan (Sudharwan, 2003).

Dalam melaksanakan aktivitasnya, walaupun audit intern berada dalam organisasi, audit intern haruslah dapat mempertahankan independensinya. Tingkat independensi audit intern sangat ditentukan oleh struktur organisasi dan objektivitas audit intern itu sendiri (IIA, 2004). Struktur organisasi yang menempatkan audit intern pada tingkat yang relatif tinggi akan memberikan lingkup audit yang luas dan keleluasaan bagi audit intern untuk memberikan pendapatnya secara objektif tanpa tekanan dari otoritas lainnya dalam organisasi. Oleh karena itu, salah satu komponen penting dari peran audit intern adalah independensi.

Untuk menjaga independensi audit intern, maka audit intern harus menghindari hal-hal yang mempengaruhi independensi. Dalam standar

Audit Pemerintahan (SAP) yang dikeluarkan oleh (BPK-RI, 2005: 20) standar umum yang kedua sebagai berikut:

Dalam semua hal yang berkaitan dengan pekerjaan audit, organisasi/ lembaga audit dan auditor pemerintahan maupun akuntan publik (ekstern), yang dapat mempengaruhi independensinya, serta harus dapat mempertahankan sikap dan penampilan yang independen.

Standar tersebut menyatakan bahwa seorang auditor maupun organisasi harus memenuhi dua macam independensi yaitu:

1) Independensi dalam sikap mental (in fact) yang berarti dalam menjalankan tugasnya, seorang auditor harus benar-benar bersikap independen dengan memelihara objektivitas pelaksanaan audit. Indpendensi ini sulit diketahui oleh masyarakat, karena mereka tidak terlihat langsung dalam pelaksanaan audit.

2) Indpendensi dalam penampilan (in appearance) yang berarti auditor dipandang independen dan bersikap objektif, sehingga masyarakat cenderung menilai independensi auditor dari penampilannya.

Pickett (2003) menyatakan bahwa hal-hal yang dapat mempengaruhi keindependensian seorang auditor seperti: (1) terlalu terlibat dalam perancangan sistem; (2) hubungan yang terlalu akrab dengan auditee; dan (3) adanya pertentangan kepentingan (conflict of interest).

b. Keahlian Profesional

Untuk dapat melaksanakan tugasnya sebagaimana yang diharapkan, maka audit internal harus terdiri dari tenaga-tenaga yang

cakap, mempunyai pengetahuan dan kemampuan teknis audit dengan standar yang tinggi, memiliki daya imajinasi serta berinisiatif, dan mampu berhubungan dengan bagian lainnya dalam sebuah organisasi.

Dalam menilai kemampuan seseorang perlu ditinjau latar belakang pendidikannya. Simanjuntak (1983: 67) menyatakan:

Pendidikan membentuk dan menambah pengetahuan seseorang untuk mengerjakan sesuatu dengan lebih baik dan tepat. Latihan membentuk dan meningkatkan keterampilan kerja. Dengan demikian, semakin tinggi tingkat pendidikan serta latihan seseorang semakin tinggi pula kemampuan kerjanya.

c. Lingkup Pekerjaan

Lingkup kerja audit internal menunjukkan luasnya pekerjaan audit internal dalam tugas audit. Dalam lingkup kerja dijelaskan tujuan dilakukannya audit, apakah untuk mengidentifikasi dan melaporkan hal-hal yang memerlukan perhatian dan perbaikan, atau untuk mengevaluasi bidang-bidang yang diaudit.

Lingkup pekerjaan seorang audit intern meliputi pemeriksaan atas: (1) keuangan (financial audit); (2) operasional (operational audit); (3) value for money (VFM) audit; (4) penugasan-penugasan khusus (special project). Pelaksanaan financial audit yang dilakukan audit intern, mempunyai tujuan yang berbeda dengan yang dilakukan oleh akuntan publik.

Tujuan akuntan publik melaksanakan financial audit adalah dalam rangka memberikan pendapat (opinion) atas kebenaran dan

kewajaran (true and fair view) laporan keuangan, sedangkan tujuan audit intern adalah untuk meyakinkan bahwa financial system dalam perusahaan telah dirancang secara memadai, dilaksanakan dan dipelihara sehingga cukup efektif untuk mencegah, atau mendeteksi dan memperbaiki kekeliruan-kekeliruan (errors) dan ketidakberesan (irregularities) atas catatan-catatan dan data keuangan yang mendasari angka-angka dalam laporan keuangan.

Tujuan utama dari operational audit yang dilaksanakan audit intern adalah untuk memeriksa lingkungan pengendalian dari fungsi-fungsi dalam organisasi, atau aspek operationalnya. Mengenai VFM audit adalah sama dengan operational audit yang meliputi seluruh area aktivitas dalam organisasi, dan bertujuan untuk memastikan efektivitas, efisiensi dan ekonomisasi dari area aktivitas dimaksud.

Audit intern kerapkali diminta oleh direksi untuk melaksanakan tugas pemeriksaan secara khusus (special project), termasuk diantaranya adalah pemeriksaan kecurangan (fraud investigation) (Porter, et. al., 2003).

d. Pelaksanaan Pekerjaan Audit

Tahap awal pelaksanaan audit adalah penyusunan program audit internal. Harahap (1992: 167) mengemukakan tentang program audit sebagai berikut:

Program pemeriksaan adalah rencana yang disusun sebelum pemeriksaan dilakukan di lapangan. Program inilah yang nantinya menjadi pemandu pemeriksaan dalam melaksanakan pemeriksaan. Program pemeriksaan biasanya disusun untuk

menggambarkan langkah-langkah yang akan dilaksanakan dalam laporan keuangan.

Berdasarkan pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa program audit dapat digunakan sebagai pedoman bagi tim auditor, untuk mengecek kegiatan yang sudah dilakukan, sebagai dasar penyusunan rencana audit tahun berikutnya, dan program audit dapat menggambarkan kegiatan yang dilakukan oleh auditor serta dapat digunakan sebagai bahan untuk membuat rekomendasi hasil audit. e. Pengelolaan Bagian Audit Internal

Pimpinan audit internal harus mengelola bagian audit internal secara tepat. Seperti yang diungkapkan oleh Tugiman (2000: 79):

Pimpinan audit internal bertanggung jawab mengelola bagian audit internal secara tepat, sehingga:

1. Pekerjaan pemeriksaan memenuhi tujuan umum dan tanggung jawab yang disetujui oleh manajemen senior dan diterima oleh dewan.

2. Sumber daya bagian audit internal digunakan secara efisien dan efektif, dan

3. Pelaksanaan pekerjaan pemeriksaan dilakukan sesuai dengan standard profesi.

Tugiman (2000: 79) mengemukakan pendapatnya lebih lanjut mengenai pengelolaan bagian audit internal sebagai berikut:

1. Pimpinan audit internal harus memiliki pernyataan tentang tujuan, kewenangan dan tanggung jawab untuk bagian audit internanl.

2. Pimpinan audit internal harus menetapkan rencana bagi pelaksanaan tanggung jawab bagian audit internal.

3. Pimpinan audit internal harus membuat berbagai kebijaksanaan dan prosedur secara tertulis sebagai pedoman bagi staf pemeriksa.

4. Pimpinan audit internal harus menetapkan suatu program untuk menyeleksi dan mengembangkan sumber daya manusia pada bagian audit internal.

5. Pimpinan audit internal harus mengkoordinasikan usaha atau kegiatan audit internal dengan auditor eksternal.

6. Pimpinan audit internal harus menetapkan dan mengembangkan program pengendalian mutu untuk mengevaluasi berbagai kegiatan dari bagian audit internal.

f. Pengalaman Kerja

Selain pendidikan dan pengetahuan, audit internal juga dituntut yang berpengalaman. Seperti yang dikemukakan oleh Hariyadi (1992: 103) sebagai berikut:

Karena faktor pengalaman (langsung) memang berperan penting bagi penumbuhan sikap yang kuat terhadap suatu objek.

Dengan pengalaman kerja yang cukup, maka keterampilan audit internal dalam melaksanakan audit tidak diragukan lagi, begitu juga dalam hal memiliki pengetahuan dan kemampuan yang sesuai dengan pengalaman dalam bekerja, maka audit internal dapat menghasilkan informasi dan saran yang diharapkan oleh pemakai.

g. Jumlah Staf Audit

Untuk melaksanakan tugas audit yang begitu komplek dan menyeluruh, audit internal tidak dapat melakukannya seorang diri. Ini harus terdiri dari beberapa orang yang memiliki keahlian dibidang masing-masing pekerjaan.

Penentuan staf ini tergantung besar kecilnya perusahaan, demikian juga untuk staf audit internal. Jumlah staf audit internal juga tergantung besar kecilnya perusahaan dan luasnya ruang lingkup audit. Perusahaan besar dalam ruang lingkup yang besar tentu membutuhkan

staf audit yang lebih banyak dibandingkan dengan perusahaan kecil dan ruang lingkup yang sempit.

h. Frekuensi Audit

Untuk membantu manajemen dalam menjalankan fungsi pengendalian, maka audit internal melaksanakan audit keuangan dan audit operasional. Dalam melaksanakan audit keuangan audit internal dapat membantu manajemen dalam melaksanakan fungsi pengendalian. Akan tetapi audit internal tidak dapat memberikan opini atas kewajaran laporan keuangan yang disajikan manajemen melainkan hanya memberikan saran atau rekomendasi. Padahal opini atas kewajaran laporan keuangan sangat diperlukan oleh manajemen untuk meningkatkan kepercayaan pihak yang berkepentingan terhadap laporan keuangan. Oleh karena itu, manajemen meminta jasa audit eksternal untuk mengaudit laporan keuangannya. Frekuensi audit oleh audit eksternal akan mempengaruhi audit internal dalam menjalankan tugasnya. Semakin sering perusahaan diaudit oleh audit eksternal, maka diharapkan pekerjaan audit internal semakin baik.

i. Teknologi Audit Yang Digunakan

Teknologi audit yang dimaksud adalah audit dengan bantuan Elektronik Data Processing atau biasa disebut sebagai EDP audit atau Sistem informasi. Audit internal akan sangat mudah dalam menjalankan tugasnya dengan bantuan teknologi tersebut.

Dengan teknologi audit sistem informasi maka pekerjaan dapat diselesaikan lebih cepat, lebih akurat dan hasil yang diperoleh akan lebih baik dan berkualitas. Dengan demikian audit internal dapat menjalankan fungsi pengendaliannya dengan baik. Audit internal harus mempunyai kemampuan untuk mengoperasikan teknologi audit sistem informasi.

Dokumen terkait