TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Persalinan
2.2.1. Faktor‐Faktor Kecemasan 1 Nyeri
Hampir semua wanita mengalami/merasakan nyeri selama persalinan, tetapi respon setiap wanita terhadap nyeri persalinan berbeda‐beda. Nyeri adalah pengalaman yang berbeda yang dirasakan seseorang (Reeder dan Martin, 1997). Nyeri pada persalinan kala I adalah perasaan sakit dan tidak nyaman yang dialami ibu sejak awal mulainya persalinan sampai servik berdilatasi maksimal (10 cm). Nyeri ini disebabkan oleh proses dari dilatasi serviks, hipoksia otot uterus, ischemia korpus uteri, peregangan segmen bawah uterus dan kompresi saraf di serviks (ganglionik
servikalis). Subjektif nyeri ini dipengaruhi oleh paritas, ukuran dan posisi janin, tindakan medis, kecemasan, kelelahan, budaya dan mekanisme koping dan lingkungan (Reeder dan Martin, 1997). Nyeri mengakibatkan ketegangan (stress) karena stress dapat melepaskan katekolamin yang mengakibatkan berkurangnya aliran darah ke uterus sehingga uterus kekurangan oksigen (Iswani, 2002).
Rasa tidak nyaman selama persalinan disebabkan oleh dua hal, yaitu pada tahap pertama persalinan, kontraksi rahim yang menyebabkan ; 1). Dilatasi dan penipisan serviks. 2). Iskhemia rahim penurunan aliran darah sehingga oksigen lokal mengalami defisit akibat konstriksi arteri miometrium. Impuls rasa nyeri pada tahap pertama persalinan transmisi melalui segmen saraf spinalis T11‐T12 saraf sensori torakal bawah serta saraf simpatik lumbal atas. Saraf ini berasal dari korpus uterus dan serviks (Bobak, 2004).
Nyeri persalinan terbagi atas dua jenis yaitu : 1) Nyeri visceral, bersifat lambat, dalam dan tidak terlokalisir. Nyeri ini mendominasi selama kala I persalinan yang disebabkan oleh rasa tidak nyaman akibat kontraksi uterus dan pembukaan serviks. 2). Nyeri somatik, bersifat lebih cepat, tajam atau menusuk dan lokasinya jelas. Nyeri ini pada akhir kala I dan selama kala II merupakan akibat dari penurunan kepala janin yang menekan jaringan‐jaringan maternal (Bobak, 2004).
Nyeri melibatkan dua komponen yaitu fisiologis dan psikologis. Secara fisiologis, seorang wanita yang bereaksi terhadap nyeri disertai rasa takut dan cemas akan meningkatkan aktifitas saraf simpatis dan meningkatkan sekresi katekolamin atau epineprin dan norepineprin yang mengakibatkan perangsangan reseptor alpa dan beta. Kombinasi efek perangsang dari reseptor alpa dan beta akibat sekresi katekolamin yang berlebihan akan menimbulkan penurunan aliran darah dari dan ke plasenta sehingga membatasi suplai oksigen serta penurunan efektifitas dari kontraksi uterus yang memperlambat proses persalinan, hambatan fisik lainnya yang dapat menimbulkan rasa sakit atau nyeri adalah akibat dari persalinan yang berlangsung lama, ibu mempunyai penyakit atau penyulit saat bersalin dan pemeriksaan jalan lahir berulang‐ulang oleh tenaga medis (Kinney, 2002; Danuatmaja, 2004).
Secara psikologis pengurangan nyeri akan menurunkan tekanan yang luar biasa bagi ibu dan bayinya. Ibu mungkin akan menemukan kesulitan untuk bertinteraksi dengan bayinya setelah lahir karena ia mengalami kelelahan saat menghadapi nyeri persalinan. Peristiwa atau kesan yang tidak menyenangkan saat melahirkan dapat mempengaruhi responnya terhadap aktifitas seksual atau untuk melahirkan yang akan datang (Kinney et al, 2000).
2. Keadaan Fisik
Penyakit yang menyertai ibu dalam kehamilan adalah salah satu faktor yang menyebabkan kecemasan. Seseorang yang menderita suatu penyakit akan lebih mudah mengalami kecemasan dibandingkan dengan orang yang tidak sedang menderita sakit (Carpenito, 2001). Seorang ibu yang hamil dengan suatu penyakit yang menyertai kehamilannya maka ibu tersebut akan lebih cemas lagi karena kehamilan dan persalinan meskipun dianggap fisiologis namun tetap beresiko terjadi hal‐hal yang patologis.
3. Riwayat Pemeriksaan Kehamilan.
Ibu hamil dapat memeriksakan kehamilannya pada dokter ahli kebidanan, dokter umum dan bidan. Tujuan pemeriksaan dan pengawasan ibu hamil adalah :
a. Mengenali dan menangani penyulit‐penyulit yang mungkin dijumpai dalam kehamilan, persalinan dan nifas.
b. Mengenali dan mengobati penyakit‐penyakit yang mungkin diderita ibu sedini mungkin.
c. Menurunkan angka morbiditas dan mortalitas ibu dan anak.
d. Memberikan nasehat‐nasehat tentang cara hidup sehari‐hari dan keluarga berencana, kehamilan, persalinan, nifas dan laktasi (Mochtar, 1998).
Dalam setiap kunjungan pemeriksaan kehamilan ke petugas kesehatan, selain pemeriksaan fisik, ibu akan mendapatkan informasi/pendidikan kesehatan tentang perawatan kehamilan yang baik, persiapan menjelang persalinan baik fisik maupun psikis, serta informasi mengenai proses persalinan yang akan dihadapi nanti. Dengan demikian ibu diharapkan dapat lebih siap dan lebih percaya diri dalam menghadapi proses persalinan. Untuk itu selama hamil hendaknya ibu memeriksakan kehamilannya secara teratur ke petugas kesehatan.
Idealnya ibu hendaknya memeriksakan kehamilannya paling tidak sekali dalam sebulan atau jika ada keluhan. Namun WHO menetapkan standar minimal kunjungan ibu hamil ke petugas kesehatan adalah 4 x selama hamil, yakni 1 x pada trismester pertama, 1 x pada trismester kedua dan 2 x pada trismester III (Saifudin, 2001).
4. Pengetahuan
Pengetahuan adalah apa yang diketahui oleh seseorang tentang suatu hal secara formal maupun non formal. Pengetahuan adalah merupakan hasil dari tahu dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui pancaindra manusia, yakni indra penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga (Notoadmodjo, 2005). Selanjutnya dikatakan
bahwa prilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih permanen dianut seseorang dibandingkan dengan prilaku yang biasa berlaku (Suharjo, 1996).
Pengetahuan yang rendah mengakibatkan seseorang mudah mengalami kecemasan. Ketidaktahuan tentang suatu hal dianggap sebagai tekanan yang dapat mengakibatkan krisi dan dapat menimbulkan kecemasan. Kecemasan dapat terjadi pada ibu dengan pengetahuan yang rendah tentang proses persalianan, hal‐hal yang akan dan harus dialami oleh ibu sebagai dampak dari kemajuan persalinan. Hal ini disebabkan karena kurangnya informasi yang diperoleh (Suwandi, 1997).
5. Dukungan Lingkungan Sosial (Dukungan suami)
Dukungan suami kepada ibu saat bersalin merupakan bagian dari dukungan sosial. Dukungan sosial secara psikologis dipandang sebagai hal yang kompleks. Wortmen dan Dunkell scheffer (dalam Abraham, 1997) mengidentifikasi beberapa jenis dukungan yang meliputi ekspresi peranan positif, termasuk menunjukkan bahwa seseorang diperlakukan dengan penghargaan yang tinggi dan ekspresi persetujuan atau pemberitahuan tentang ketepatan, keyakinan dan perasaan seseorang.
Dukungan keluarga terlebih suami saat ibu melahirkan sangat dibutuhkan seperti kehadiran keluarga /suami untuk mendampingi istri menjelang saat melahirkan atau suami menyentuh tangan istri dengan penuh perasaan sehingga
istri akan merasa lebih tenang untuk menghadapi proses persalinan, selain itu kata‐ kata yang mampu memotivasi dan memberikan keyakinan pada ibu bahwa proses persalinan yang dijalani ibu akan berlangsung dengan baik sehingga ibu tidak perlu merasa cemas, tegang atau ketakutan (Musbikin, 2005).
Pada kala I persalinan, reaksi psikososial ibu yang akan melahirkan, antara lain adalah perasaan kecemasan, ketakutan dan meningkatnya sensitivitas nyeri. Reaksi tersebut direspons sebagai stressor psikologis dan secara patofisiologis terlepaslah hormon stress dan aktivasi dari system simpatis, selanjutnya menimbulkan refleks otonom, akibatnya terjadilah vasokonstriksi sistemik, yang akan menimbulkan berbagaigejala klinis seperti penurunan kontraksi otot rahim, kakunya otot skelet sehingga proses persalinan berlangsung lebih lama (LeDoux, 1998; Niven, 1992).
Dukungan suami pada kala 1 seperti :
1. Fase laten
a. Berlatih menghitung waktu kontraksi. Jarak antara kontraksi dihitung mulai awal sebuah kontraksi sampai awal kontraksi berikutnya. Hitunglah secara berkala dan buat catatan jika jarak antara kontraksi kurang dari 10 menit. b. Memberi ketenangan dan rasa santai pada ibu dengan ketenangan diri
relaksasi bersama‐sama atau pijatlah ibu dengan lembut dan tidak tergesa‐ gesa. Jangan memulai latihan pernafasan karena terlalu dini. c. Pertahankan rasa humor, baik bagi diri ibu maupun suami. d. Membantu ibu mengalihkan perhatian, misalnya menonton TV dan berjalan‐ jalan. e. Memberikan kenyamanan, keyakinan dan dukungan kepada ibu f. Mempertahankan stamina. Makan dan minum secara berkala g. Bantu ibu untuk menghubungi tim medis 2. Fase aktif a. Menjaga pintu ruang bersalin agar tetap tertutup, lampu tidak terlalu terang agar ibu dapat istrahat. Jika diijinkan pemasangan musik lembut dapat membantu. Lanjutkan teknik relaksasi diantara waktu kontraksi, selain itu tetap tenang.
b. Mengikuti perkembangan kontraksi.
c. Anjurkan ibu untuk menarik nafas jika kontraksi sulit.
d. Jika ibu menunjukkan tanda‐tanda hiperventilasi mintalah ibu menghembuskan nafas dikantong kertas atau pada tangan yang dikatubkan kemudian hirup kembali udara yang dihembuskan. Ulangi beberapa kali sampai ibu merasa baik. Jika tidak segera beritahu dokter atau perawat.
e. Terus memberikan kata‐kata yang meyakinkan ibu, pujian dan jangan mengkritik. f. Pijat ibu dengan teknik yang sudah dipelajari untuk membuatnya nyaman . g. Jangan menganggap tidak ada sakit meskipun ibu tidak mengeluh sedikitpun. h. Ingatkan ibu untuk rileks diantara kontraksi. i. Ingatkan ibu untuk mencoba buang air kecil.
j. Jangan tersinggung jika ibu tidak bereaksi atau malah seperti terganggu terhadap usaha yang dilakukan pendamping. k. Jika diperbolehkan tawarkan ibu minum air melalui sedotan. l. Gunakan lap basah untuk menyegarkan tubuh dan wajahnya. m. Teruskan usaha mengalihkan perhatiannya, beri semangat dan dukungan n. Usahakan perubahan posisi, jika mungkin berjalan‐jalanlah bersamanya. o. Sedapat mungkin wakilli ibu saat berhubungan dengan petugas medis. p. Jika ibu meminta obat pereda sakit sampaikan kepada perawat atau dokter 6. Pendidikan
Pendidikan adalah proses belajar, yang berarti didalam pendidikan terjadi proses perkembangan atau perubahan kearah yang lebih baik dari individu, kelompok dan masyarakat yang lebih luas. Pendidikan sejalan dengan pengetahuan dimana pengetahuan adalah hasil tahu yang terjadi setelah penginderaan terhadap
suatu objek tertentu dan pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang (Notoatmodjo, 2003)
Raystone (dalam Maria, 2005) tingkat pendidikan seseorang berpengaruh dalam memberikan respon terhadap sesuatu yang datang baik dari dalam maupun dari luar. Seseorang yang mempunyai pendidikan yang tinggi akan memberikan respon yang lebih rasional dibandingkan mereka yang berpendidikan lebih rendah atau mereka yang tidak mempunyai pendidikan. Kecemasan adalah respon yang dapat dipelajari. Dengan demikian pendidikan yang rendah menjadi faktor penunjang terjadinya kecemasan.