• Tidak ada hasil yang ditemukan

Faktor-faktor lain yang berpengaruh Faktor internal :

PENDAPATAN PENDUDUK DAN PERUBAHANNYA

4.3.3. Faktor-faktor lain yang berpengaruh Faktor internal :

ƒ Sumber pendapatan

Sumber pendapatan utama penduduk Desa Kojadoi sebagian besar masih berasal dari sumber daya laut, yakni dari usaha budi daya rumput laut. Sumber pendapatan lainnya adalah usaha pertanian, kegiatan tangkap ikan dan perdagangan. Usaha pertanian dilakukan di lahan kering (tegalan) yang berada di perbukitan Pulau Besar (Pulau Kojagete). Jenis tanaman yang ditanam adalah jagung, ubi kayu dan sayur-sayuran. Umumnya hasil dari usaha pertanian tersebut masih terbatas untuk konsumsi sendiri dan belum ada yang dijual ke tetangga. Oleh karena itu, kebutuhan sayur-sayuran bagi banyak warga yang masih harus mendatangkan atau berbelanja ke Pasar Geliting di Kewapante atau di Maumere. Kegiatan tangkap ikan hanya dilakukan beberapa nelayan yang harus dijual. Sebagian besar yang lain hanya secara kecil-kecilan dan hasil tangkapan umumnya hanya untuk konsumsi sendiri. Namun demikian kegiatan tersebut menurut konsep pendapatan juga merupakan sumber pendapatan rumah tangga, hanya langsung dikonsumsi sendiri tidak ada yang dipasarkan. Sumber pendapatan dari perdagangan dilakukan oleh beberapa rumah tangga saja. Seperti pengumpul rumput laut ada 6 rumah tangga dan usaha kios ada sekitar 5 rumah tangga. Usaha kios umumnya menjual bahan-bahan kebutuhan rumah tangga, seperti

beras, minyak goreng, gula, mie, sabun mandi/ cuci, rokok, minyak tanah dsb.

Di Desa Namangkewa sumber pendapatan utama sebagian besar adalah usaha pertanian, yaitu usaha tanaman jagung, ubi, kelapa, pisang dan sayuran. Kegiatan di laut meliputi usaha tangkap ikan dan sebagian yang lain usaha budi daya rumput laut. Di daerah penelitian ini sebetulnya rumah tangga yang menggantungkan pada kegiatan di laut cukup kecil. Berbeda dengan di Kojadoi, di sini masih banyak yang melakukan usaha penangkapan ikan di laut dalam dan usaha bagan apung dan bagan berjalan (bantuan dari PLAN). Sumber pendapatan lain adalah pembuatan minyak kelapa dan menenun kain tradisional (tenun ikat). Kegiatan ini biasanya dilakukan oleh kaum wanita dan hasilnya dijual ke pasar.

ƒ Teknologi alat tangkap/produksi & wilayah tangkap

Untuk Desa Kojadoi alat tangkap yang digunakan untuk menangkap ikan hanya alat-alat yang sederhana. Sebab bagi nelayan Kojadoi tidak mengharapkan ikan-ikan yang besar dan berharga mahal untuk dijual. Ikan hanya untuk konsumsi sendiri. Alat tangkap yang digunakan umumnya hanya pancing dan armada yang digunakan kebanyakan hanya sampan dan beberapa motor tempel. Wilayah tangkap biasanya hanya di sekitar pulau dan di laut dangkal. Untuk usaha budi daya rumput laut, bahan utama bibit rumput laut, tali (tambang) plastik, tali rapia, pelampung (dari gabus, botol plastik), pemberat, alat angkut yang digunakan sampan/ motor tempel. Usaha rumput laut dilakukan di perairan laut dangkal sekitar pulau Kojadoi.

Di Namangkewa alat tangkap yang banyak digunakan adalah pukat dan jala, sebagian yang lain pancing. Banyak nelayan di desa ini menggunakan bagan jalan. Armada yang digunakan perahu/ sampan, motor tempel dan kapal motor. Wilayah tangkap masih terbatas dilakukan di Teluk Maumere.

Untuk sebagian besar nelayan budi daya rumput laut baik di Desa Kojadoi maupun Desa Namangkewa belum menggunakan

armada yang modern (sampan atau motor tempel kecil). Alat yang digunakan untuk menyiapkan penanaman, pemeliharaan dan pemanenan juga masih cukup sederhana.

ƒ Biaya produksi

Bagi para nelayan tangkap yang menggunakan kapal motor baik di Desa Kojadoi maupun di Namangkewa dengan adanya kebijakan kenaikan BBM sangat terpukul. Kebijakan kenaikan harga BBM tahun 2004 yang lalu sudah sangat dirasakan oleh para nelayan tangkap. Kemudian disusul dengan kenaikan harga BBM bulan April 2008 makin membuat sengsara para nelayan. Harga minyak solar di Kojadoi sebelum ada kenaikan bulan April 2008 seharga Rp 5.500,00/ liter, saat ini telah mencapai Rp 6.500,00/ liter. Bagi para nelayan untuk membeli BBM merupakan pengeluaran yang paling penting dan paling besar untuk bisa melaut. Dengan kenaikan harga BBM tersebut telah berpengaruh terhadap frekuensi melaut dan lama melaut. Mereka mengurangi frekuensi dan lama melaut. Akibatnya sangat berpengaruh terhadap jumlah hasil tangkapan dan jumlah pendapatan para nelayan.

ƒ Kualitas SDM

Tingkat pendidikan masyarakat nelayan baik di Desa Kojadoi maupun Namangkewa umumnya masih rendah. Rendahnya pendidikan menyulitkan masyarakat untuk melakukan diversifikasi usaha dan penggunaan teknologi baru. Hal ini menghambat untuk meningkatkan pendapatan. Masalah etos kerja yang rendah, terlihat dari kegiatan penangkapan ikan yang cenderung subsisten, terutama di Kojadoi dan sebagian di Namangkewa. Mereka cenderung tidak ada kemauan untuk menangkap ikan lebih banyak. Mereka sudah cukup puas apabila sudah mendapatkan ikan untuk sekedar dijual di pasar desa terdekat (Desa Geliting) atau dijual di pinggir jalan raya.

Faktor eksternal :

o Pemasaran (harga dan pemasaran) dan permintaan pasar

Di Kojadoi produk utamanya adalah rumput laut, pemasaran pada umumnya hanya di lokasi sendiri. Mereka menjual ke pengumpul lokal dan ke koperasi (KSU – Koperasi Serba Usaha) di desa sendiri. Harga rumput laut ditentukan oleh pembeli/ pengumpul berdasarkan harga di tingkat pengumpul di Kota Maumere/ Surabaya. Harga rumput laut memang terus naik, harga dua tahun yang lalu hanya sekitar Rp 4 000,-/kg, saat ini telah mencapai Rp 8 000,-/kg. Pemasaran selama ini masih mudah atau prospektif. Namun jumlah produksi panen budi daya rumput laut akhir-akhir ini (12 bulan terakhir) dari Desa Kojadoi menurun, sehingga pasokan juga menurun, akhirnya harga terus naik. Permintaan pasar rumput laut terus meningkat, namun tak dapat terpenuhi.

Di Namangkewa produk yang utama untuk perikanan adalah ikan, baik ikan karang maupun ikan laut dalam. Pemasaran ikan dijual dalam bentuk ikan segar dan ikan kering, umumnya cukup dijual ke pasar desa di desa sebelah, yaitu Pasar Geliting. Ikan segar sebagian dijual langsung di pinggir jalan melalui papalele (istilah lokal yang artinya pedagang pengecer). Permintaan pasar terhadap ikan laut masih cukup besar selama ini. Kondisi pemasaran hasil budi daya rumput laut di Namangkewa hampir sama dengan di Desa Kojadoi, yaitu dijual ke pengumpul lokal saja, sebab koperasi yang dibentuk pada masa COREMAP Fase I sudah tidak berjalan lagi. Harga produksi rumput laut juga tidak berbeda dengan di Kojadoi.

o Musim iklim

Dalam satu tahun terakhir musim/ iklim sedang tidak bersahabat terhadap usaha budi daya rumput laut. Banyak hama dan pertumbuhan rumput laut kurang bagus, sehingga produksinya terus menurun. Hal ini terjadi baik di Desa Kojadoi maupun di Namangkewa (termasuk Waiara). Bagi nelayan tangkap jumlah produksi dan jenis ikan sangat tergantung kondisi musim. Pada ombak kuat biasanya produksi menurun, sebab jumlah kegiatan

melaut menurun. Kegiatan melaut paling banyak pada musim ombak tenang, sehingga produksi/hasil tangkapan paling banyak pada bulan gelombang tenang.

Gambar 4.2

Hasil panen rumput laut yang terkena hama, batang memutih terus membusuk, di Namangkewa

o Degradasi sumber daya pesisir & laut

Sumber daya laut dan pesisir di daerah kajian untuk Desa Kojadoi dan sekitar berupa terumbu karang, tanaman bakau dan biota laut. Hutan bakau belum ada penanaman kembali, sementara penebangan pohon untuk bahan bakar rumah tangga terus berlangsung. Pelestarian hutan bakau di wilayah ini telah terancam. Hutan bakau yang masih ada terletak di Dusun Kojagete dan Dusun Markajong, sedangkan di Dusun Kojadoi sudah habis. Padahal menurut sejarahnya area Dusun Kojadoi dahulu merupakan area hutan bakau, karena kebutuhan untuk permukiman yang mendesak, terpaksa ditimbun menjadi permukiman penduduk. Bahan timbunan untuk permukiman diambil dari batu karang. Nampaknya sampai saat ini untuk penimbunan pondasi bangunan penduduk, jalan umum lingkungan dan antar dusun masih menggantungkan bahan batu karang. Sebab bahan timbunan dari batu kali dan lainnya tidak

tersedia di desa ini. Oleh karena itu, kelestarian terumbu karang juga masih terancam meskipun ketergantungan penduduk terhadap biota laut termasuk yang hidup di terumbu karang telah sangat menurun. Mereka telah banyak yang beralih ke usaha budi daya rumput laut. Makin sedikit penduduk yang mempunyai mata pencaharian utama dari penangkapan biota laut. Panangkapan ikan hanya sekedar untuk konsumsi sendiri sebagai lauk pauk. Dengan adanya kasus penggunaan GT untuk pupuk rumput laut dan kondisi musim yang membuat arus laut lambat telah membuat pertumbuhan lumut sangat cepat dan ikan tidak mau lagi memakan lumut. Sehingga akhir-akhir makin jarang ikan yang mau berkeliaran di dalam area tanaman rumput laut.

Di Desa Namangkewa dan sekitarnya potensi sumber daya pesisir dan laut yang ada adalah terumbu karang dan biota laut, sementara tanaman bakau yang diharapkan berperan sebagai pelindung pantai sudah habis. Akhir-akhir ini penduduk yang memiliki usaha budi daya rumput laut di kawasan sekitar Namangkewa makin meningkat. Hal ini dimungkinkan tekanan terhadap biota laut termasuk yang di kawasan terumbu karang menurun. Dengan tidak adanya pelindung pantai, seperti tanaman bakau di pantai sekitar Desa Namangkewa pemukiman penduduk dan bangunan di pesisir mengalami kerusakan. Tahun terakhir (2007)

Gambar 4.3

Penggunaan kayu bakau untuk bahan bakar memasak mengancam pelestarian hutan mangrove, Kojadoi,

2008

Gambar 4.4

Penggunaan batu karang untuk pondasi rumah dan jalan lingkungan

mengancam pelestarian terumbu karang, Kojadoi, 2008

pernah terjadi ombak laut besar dan telah merusak kantor desa, Pos Kamla dan kantor COREMAP serta perumahan penduduk yang kebetulan dibangun tidak jauh dari pantai. Masalah lingkungan lain yang ada di perairan depan Desa Namangkewa adalah adanya endapan lumpur (pelumpuran) dari sungai-sungai yang bermuara di Teluk Maumere. Hal ini akibat penggundulan/ penebangan kayu yang ada di sekitar sungai terutama di bagian hulu. Endapan lumpur tersebut telah mencemari terumbu karang dan mencemari tanaman rumput laut di perairan Teluk Maumere.

BAB V