• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kecamatan Alok Timur terdiri dari 10 desa, 5 desa diantaranya sebelumnya

2.3.2. Pendidikan dan keterampilan

Kualitas sumber daya manusia (SDM) di suatu daerah antara lain dapat dilihat dari tingkat pendidikan tertinggi yang ditamatkan penduduk di daerah tersebut. Data mengenai sebaran penduduk di dua desa penelitian berdasarkan tingkat pendidikannya menunjukkan kondisi yang relatif masih memprihatinkan. Data di Desa Kojadoi misalnya, menunjukkan bahwa sebagian besar penduduk (94,2 persen) memiliki tingkat pendidikan tertinggi pada jenjang SD/sederajat (n=1.112 orang). Sedangkan penduduk yang telah menyelesaikan pendidikan pada jenjang SMP dan SMA masing-masing hanya sebesar 2,5 persen dan 2,7 persen. Data dari sumber yang sama menyebutkan terdapat sebanyak 137 orang di desa ini yang sama sekali tidak bisa baca-tulis (buta aksara dan angka latin), sebagian besar berusia di atas 25 tahun. Sementara itu kondisi terakhir menyebutkan masih terdapat anak putus sekolah sebanyak 10 orang, terdiri dari 3 orang pada jenjang SD, 5 orang pada jenjang SMP dan 2 orang lainnya pada jenjang SMA (Lute, 2007).

Data penduduk berdasarkan tingkat pendidikan di Desa Namangkewa menunjukkan kondisi yang lebih baik, meskipun secara umum juga masih perlu terus ditingkatkan. Proporsi penduduk yang memiliki pendidikan tertinggi pada jenjang SD dan SMA menunjukkan jumlah yang sama, yakni sebesar 30,2 persen (n=844 orang). Sedangkan penduduk yang telah menamatkan pendidikan pada jenjang SLTP juga relatif besar (18,6 persen). Sebagian kecil lainnya bahkan telah menamatkan pendidikan pada jenjang Diploma 3 (5,1 persen) dan Sarjana (4,6 persen). Meskipun demikian, data dari sumber yang sama menyebutkan masih terdapat sebanyak 95 orang (11,3 persen) yang tidak menamatkan pendidikan pada jenjang terendah/SD (Pare, 2007).

Sejalan dengan kondisi makro di tingkat desa, data hasil survei terhadap 200 rumah tangga di lokasi penelitian juga menunjukkan kualitas SDM yang relatif masih rendah. Tabel 2.1 menunjukkan bahwa sebagian besar (hampir 80 persen) ART yang berusia 7 tahun ke atas masih memiliki tingkat pendidikan tertinggi

pada jenjang SD tamat ke bawah. Bahkan terdapat sebanyak 54 ART (7 persen) yang sama sekali belum pernah mengenyam pendidikan formal.

Tabel 2.1. Distribusi Penduduk Sampel (7 tahun ke atas) menurut Pendidikan Tertinggi yang Ditamatkan, Desa Kojadoi dan Namangkewa, Kabupaten Sikka, 2008 (Persentase)

Pendidikan Tertinggi yang Ditamatkan Kawasan Pulau-Pulau Kecil (Kojadoi) N=341 Kawasan Daratan (Namangkewa) N=433 Jumlah (N=774) (1) (2) (3) (4) Belum/tidak sekolah 4,7 8,8 7,0 Belum/tidak tamat SD 28,2 30,0 29,2 SD tamat 48,4 32,6 39,5 SLTP tamat 11,4 14,8 13,3 SLTA tamat 7,3 13,9 11,0 Total 100 100 100

Sumber: Data Primer, Survei Data Dasar Aspek Sosial Terumbu Karang,

PPK-LIPI 2008

Selain dilihat dari tingkat pendidikan penduduknya, kualitas SDM di suatu wilayah juga dapat dilihat dari berbagai keterampilan

(skill) yang dimiliki penduduk di wilayah tersebut yang berpotensi

untuk terus dikembangkan. Keterampilan yang dimiliki penduduk di suatu wilayah biasanya terkait dengan potensi alam yang ada di wilayah itu sendiri. Di Desa Kojadoi misalnya, keterampilan utama yang dimiliki penduduk adalah yang berkaitan dengan kegiatan melaut. Keterampilan tersebut antara lain adalah kemampuan untuk melaut (menangkap ikan dan biota laut lainnya) yang telah dimiliki secara turun-temurun. Akan tetapi, kemampuan melaut tersebut umumnya masih bersifat tradisional dengan menggunakan armada dan alat tangkap yang sederhana. Demikian juga halnya dengan kegiatan pengolahan pascapenangkapan yang belum banyak dimiliki masyarakat. Hal ini menyebabkan hasil tangkapan nelayan biasanya

langsung dijual dalam bentuk ikan segar, jarang sekali hasil tangkapan di desa ini yang dijual dalam bentuk ikan kering atau dalam bentuk hasil pengolahan lainnya.

Selain keterampilan di bidang perikanan tangkap yang umumnya diwariskan secara turun-temurun, sebagian besar penduduk di Desa Kojadoi telah memiliki keterampilan di bidang perikanan budi daya, terutama budi daya rumput laut. Menurut keterangan beberapa narasumber, masyarakat mulai mengenal keterampilan ini sejak awal tahun 90-an. Keterampilan ini diperkenalkan oleh seorang pengusaha dari daratan Flores yang mencoba mengembangkan budi

daya rumput laut di desa ini15. Namun, usaha ini mengalami

kemunduran, terutama akibat bencana alam gempa dan tsunami pada tahun 1992 yang menghancurkan hampir seluruh hasil produksi dan aset perusahaan tersebut di desa ini.

Usaha budi daya rumput laut di Desa Kojadoi mulai dirintis kembali pada tahun 1998/1999. Hal ini dilakukan melalui bimbingan dan pendampingan yang dilakukan oleh instansi terkait dan semakin mendapatkan dukungan pada saat dijalankannya Program COREMAP Fase I di desa ini pada awal tahun 2000-an. Masyarakat menyambut baik program tersebut, selain karena mendapatkan berbagai dukungan pembinaan dan permodalan, juga karena mereka sebelumnya telah mengenal keterampilan budi daya rumput laut itu sendiri. Sampai saat ini sebagian besar masyarakat di desa ini telah mengembangkan budi daya rumput laut dengan sistem rawai (bentang).

Berbagai keterampilan dimiliki nelayan dari kegiatan budi daya rumput laut ini, mulai dari kegiatan menanam benih rumput laut, membuat lahan (lokasi) budi daya rumput laut dengan mempertimbangkan faktor angin dan arus laut, merawat rumput laut

15

Pada tahun 1988 PT Budi Indo Primatama mulai beroperasi di desa ini. Mereka memperkenalkan usaha budi daya rumput laut dengan sistem rakit. Kegiatan produksi dilaksanakan dengan menggunakan sistem plasma-inti antara perusahaan dan nelayan budi daya. Nelayan budi daya diberikan target produksi dalam jangka waktu tertentu (400 rakit/petani), sedangkan kegiatan pemasaran dan penentuan harga rumput laut ditentukan langsung oleh perusahaan.

(termasuk mencegah dari kerusakan akibat hama/penyakit seperti penyakit ice-ice) sampai dengan kegiatan memanen hasil produksi rumput laut. Sebagian penduduk juga memiliki keterampilan tambahan, yaitu menyelam dengan menggunakan kompresor. Mereka yang memiliki keterampilan dan alat kompresor ini dapat menyewakan tenaga mereka untuk menyelam pada musim awal kegiatan budi daya rumput laut, yaitu pada saat menanam tali (bentang) di areal lokasi budi daya rumput laut milik para nelayan. Sebagian penduduk lainnya juga memanfaatkan kegiatan budi daya rumput laut ini dengan menjadi tenaga pengumpul (pedagang) rumput laut milik para nelayan. Saat ini ada sekitar 4 atau 5 pengumpul rumput laut di desa ini. Mereka umumnya menjadi ’anak buah’ dari pengusaha atau ’pengumpul besar’ yang ada di tingkat kabupaten.

Gambar 2.7

Keterampilan membuat kapal kayu/perahu (kiri) beserta sarana/peralatan yang dimiliki (kanan)

Selain keterampilan di bidang perikanan tangkap dan budi daya rumput laut, sebagian penduduk di Desa Kojadoi juga memiliki keterampilan khusus di bidang pertukangan, seperti membuat kapal kayu (perahu) dan memperbaiki kapal kayu (perahu) yang mengalami kerusakan. Sebagian lagi memiliki keterampilan sebagai buruh bangunan, antara lain sebagai tukang batu dan tukang kayu.

Kalangan ibu-ibu dan remaja putri umumnya juga memiliki keterampilan untuk membantu usaha budi daya rumput laut ini, antara

lain keterampilan untuk membersihkan tali dan hama/penyakit serta keterampilan mengikat tali rumput laut. Banyak di antara mereka yang dapat mencari pendapatan tambahan dengan menjadi buruh ikat rumput laut bagi nelayan budi daya yang membutuhkan jasa mereka pada waktu-waktu tertentu.

Selain keterampilan terkait usaha budi daya rumput laut, sebagian ibu-ibu di Desa Kojadoi juga memiliki beberapa keterampilan lainnya, antara lain keterampilan berdagang dengan membuka warung/kios barang-barang kebutuhan rumah tangga sehari-hari. Selain itu, sebagian ibu-ibu di desa ini juga memiliki keterampilan membuat tenun ikat, mengolah kelapa menjadi minyak kelapa serta membuat kue-kue untuk dijual sendiri maupun dititipkan ke orang lain.

Gambar 2.8

Keterampilan ibu-ibu membantu usaha budi daya rumput laut (kiri) dan membuat tenun ikat (kanan)

Letak geografis Desa Namangkewa yang berada di kawasan daratan dan relatif dekat dengan daerah perkotaan turut berpengaruh terhadap keragaman jenis keterampilan yang dimiliki penduduk di desa ini. Keterampilan bercocok tanam dikuasai sebagian besar penduduk di desa ini, terutama bagi mereka yang memang telah sejak lama (turun-temurun) memiliki lahan untuk kegiatan bercocok tanam tersebut. Sementara itu, sebagian masyarakat di daerah pesisir pantai desa ini memiliki keterampilan melaut (perikanan tangkap), masih

jarang yang mencoba untuk mengembangkan usaha budi daya rumput laut.

Keterampilan lain yang dimiliki penduduk di Desa Namangkewa antara lain di bidang perdagangan (berdagang di rumah/kios atau di Pasar Geliting), pertukangan (tukang batu dan tukang kayu), transportasi (tukang ojek, supir angkutan) dan jasa (karyawan pemerintah/swasta). Sementara itu, kalangan ibu-ibu juga memiliki berbagai keterampilan, antara lain membantu kegiatan pertanian tanaman pangan atau tanaman keras/perkebunan, membuat tenun ikat, mengolah kelapa menjadi minyak kelapa, serta membuat kue-kue, termasuk aneka kue berbahan dasar rumput laut.