• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pendapatan/ bulan menurut lapangan pekerjaan di Desa Kojadoi

PENDAPATAN PENDUDUK DAN PERUBAHANNYA

4.1.2. Pendapatan/ bulan menurut lapangan pekerjaan di Desa Kojadoi

Bagian ini membahas tentang rata-rata pendapatan rumah tangga per bulan menurut jenis lapangan pekerjaan utama kepala rumah tangga di Desa Kojadoi. Dengan asumsi bahwa jenis lapangan pekerjaan kepala rumah tangga tersebut merupakan sumber utama pendapatan rumah tangga. Penurunan rata-rata pendapatan rumah tangga di Desa Kojadoi tersebut di atas (subbab 4.1.1) apabila dibedakan menurut lapangan pekerjaan kepala rumah tangga nampak semakin jelas, di mana letak sumber rendahnya pendapatan rumah tangga. Ternyata rata-rata pendapatan rumah tangga dari lapangan pekerjaan perikanan tangkap (Tabel 4.3a) telah mengalami penurunan. Penurunan pendapatan dari perikanan tangkap ini dibahas lebih rinci dalam subbab 4.1.3 di belakang. Untuk di Desa Kojadoi sudah banyak nelayan tangkap yang beberapa tahun terakhir sudah beralih ke usaha budi daya rumput laut. Hal ini disebabkan pengembangan usaha budi daya rumput laut yang diperkenalkan dalam program COREMAP Fase I dan dirasakan cukup prospektif

dan sekaligus mengurangi ketergantungan nelayan untuk ekploitasi biota laut di kawasan terumbu karang di sekitarnya.

Penurunan pendapatan rumah tangga yang sangat dirasakan di Kojadoi akhir-akhir ini utamanya dari usaha budi daya rumput laut, sebab usaha ini yang paling banyak dilakukan oleh penduduk Desa Kojadoi. Pada tahun 2006 rata-rata pendapatan rumah tangga per bulan dari usaha budi daya rumput laut sebesar Rp 493.155. Namun pada tahun 2008 ternyata mengalami penurunan menjadi Rp 328.608 atau rata-rata per tahun mengalami penurunan 22,5 persen (Tabel 4.2a). Padahal harga produksi rumput laut di pasaran selama periode 2006 – 2008 terus mengalami kenaikan. Penurunan pendapatan tersebut sebagai akibat jumlah hasil panen rumput laut mengalami penurunan yang cukup besar, terutama selama setahun terakhir. Kondisi ini sangat memukul kehidupan rumah tangga budi daya rumput laut di Desa Kojadoi. Bagi sebagian besar penduduk desa tersebut usaha budi daya rumput laut sudah merupakan satu-satunya sumber utama kehidupan rumah tangga mereka. Sebab selama ini dengan adanya usaha budi daya rumput laut ini seluruh anggota rumah tangga dapat berpartisipasi, dari kepala rumah tangga, isteri sampai anak-anaknya, bahkan orang-orang tua ikut membantu atau dapat bekerja sebagai upahan untuk menyiapkan media untuk menanam rumput laut, memetik hasil panen, membersihkan dan penjemuran.

Sayang penurunan jumlah hasil panen rumput laut tersebut telah ditanggapi oleh sebagian nelayan dengan penggunaan pupuk yang disebut GT (Green Tonic). Dengan penggunaan pupuk tersebut ternyata memang produksi rumput laut meningkat, besarnya batang rumput laut semakin gemuk. Namun demikian juga belum mampu meningkatkan pendapatan para nelayan. Di samping itu, penggunaan GT disinyalir telah menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan. Dari wawancara dengan beberapa informan kunci (tokoh masyarakat) dan para pengelola COREMAP di Desa Kojadoi bahwa mereka telah mengamati adanya kecenderungan negatif yang terjadi selama ini, yaitu setelah banyak nelayan budi daya rumput laut yang menggunakan GT. Kejadian-kejadiannya adalah sebagai berikut :

1. Ikan-ikan karang sudah semakin habis.

2. Lumut semakin banyak, semakin banyaknya lumut telah mengganggu pertumbuhan dan kesehatan rumput laut serta menutup/ mengganggu pertumbuhan terumbu karang.

3. Penggunaan GT telah menyebabkan ikan-ikan pemakan lumut sudah tidak mau memakan lumut-lumut di kawasan tanaman rumput laut.

4. Ada penampung rumput laut yang sudah tidak mau lagi membeli hasil rumput laut dari nelayan yang menggunakan GT.

Oleh karena itu, di desa kajian saat ini masyarakat nelayan budi daya rumput laut terbelah menjadi dua kelompok, yaitu kelompok nelayan pengguna GT dan kelompok nelayan yang bertahan tak mau menggunakan GT. Sayang sebagian besar nelayan telah ikut-ikutan menggunakan GT dan hanya sekitar 40 rumah tangga yang tidak mau menggunakan GT. Para nelayan yang tak mau menggunakan GT pada umumnya para aparat desa dan para pengurus COREMAP di Desa Kojadoi. Mereka pada umumnya tak menyetujui penggunaan GT tersebut dan tunduk pada himbauan yang telah dikeluarkan Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Sikka. Mereka sadar bahwa penggunaan GT akan merusak lingkungan. Meskipun selama ini belum ada kajian fisik dari para ahli yang berkompeten bahwa penggunaan pupuk tersebut telah merusak lingkungan dan menurunkan kualitas hasil panen rumput laut. Para informan bukan pengguna GT sangat menunggu hasil-hasil kajian para ahli, sebab menurut keyakinan mereka penggunaan GT pasti merusak lingkungan. Hal ini mengingat bahwa GT adalah semacam pestisida yang hanya digunakan untuk tanaman di darat bukan di laut. Penggunaan GT di laut akan mudah tersebar ke segala arah mengikuti arus laut, sehingga semakin luas perairan yang terkontaminasi GT tersebut. Kejadian tersebut tidak akan terjadi apabila diterapkan untuk tanaman di darat. Direktorat Jenderal Perikanan Budi daya, Departemen Kelautan dan Perikanan Nomor: 4222/DPE/PB.440?2007 telah membuat larangan penggunaan pupuk (green tonic) untuk tanaman rumput laut. Surat dari Direktorat Jenderal tersebut telah ditindaklanjuti dengan Surat Kepala Dinas

Kelautan dan Perikanan Kabupaten Sikka, Nomor RC.220/SD1.234/2007K, tertanggal 18 September 2007 yang ditujukan baik kepada para nelayan budi daya rumput laut, para pengumpul dan pengusaha yang memperdagangkan (membeli, menyimpan, menampung, mengangkut dan menjual), yang menggunakan, menjual dan menyediakan pupuk Green Tonic. Alasan pelarangan adalah :

1. Mutu rumput laut menjadi turun 2. Harga rumput laut tidak stabil

3. Ketersediaan bibit unggul dan alami menjadi kurang 4. Masa panen kurang dari 45 hari.

Namun demikian sebagian nelayan masih tetap menggunakan pupuk GT. Mereka menganggap dengan pupuk tersebut batang rumput laut menjadi lebih besar-besar dan usianya lebih pendek. Pupuk tersebut disediakan dengan mudah oleh para pengumpul di desanya. Mereka tanpa mempertimbangkan munculnya hama yang makin semarak dan mutu hasil panen akan semakin menurun.

Pendapatan rumah tangga pada lapangan pekerjaan jasa memang mengalami peningkatan. Namun rata-rata pendapatan mereka per bulan cukup rendah, yaitu pada tahun 2006 sebesar Rp 379.306/bulan dan pada tahun 2008 sebesar Rp 431.021/bulan. Jumlah kasus rumah tangga yang pendapatannya dari lapangan pekerjaan jasa ini cukup kecil, hanya kurang dari 5 rumah tangga. Pendapatan rumah tangga yang berasal dari perdagangan juga mengalami penurunan selama 2 tahun terakhir (2006-2008). Bagi perdagangan seperti kios/warung sembako penurunan tersebut disebabkan karena daya beli masyarakat semakin menurun, sehingga tingkat konsumsi mereka juga menurun. Hasil pengamatan peneliti di beberapa warung/ kios (Mei 2008) menunjukkan jumlah dan jenis barang dagangan mereka semakin berkurang dibandingkan pada pengamatan peneliti tahun 2006. Alasan yang diberikan oleh pemilik warung/kios adalah kekurangan modal dan jumlah pembeli semakin berkurang, karena pendapatan penduduk dari rumput laut semakin

lesu. Bagi pedagang pengumpul hasil rumput lautpun juga ikut mengalami penurunan pendapatan (baca ilustrasi berikut).

Ilustrasi :

SH salah seorang pengumpul rumput laut (pedagang rumput laut) di Desa Kojadoi. Sebagai pengumpul rumput laut telah dijalaninya selama satu tahun. Ada sekitar 25 keluarga yang sering memasok rumput laut ke SH. Asal para pemasok berasal dari Desa Kojadoi sendiri, Desa Darbila dan Desa Perumaan. Pengumpulan rumput laut rata-rata selama dua minggu bisa mencapai 1 ton atau 2 ton per bulan. Harga 6 bulan yang lalu beli dari petani seharga Rp 5.500,00/ kg kering kemudian dijual ke penampung seharga Rp 6000,-/ kg, sehingga mendapat keuntungan sebesar Rp 500,00/ kg. Akhir-akhir ini harga rumput telah meningkat karena ada penurunan produksi dari para nelayan. Harga terakhir membeli dari nelayan Rp 8.500,00 kering dan dijual ke penampung seharga Rp 8.800, jadi ada keuntungan Rp 300,00/ kg. Keuntungan yang dapat diterima per bulan antara Rp 600.000,00 sampai Rp 1.000.000,00. Modal usaha mendapat pinjaman dari penampung (di Maumere) tanpa bunga. Jumlah pinjaman tak terbatas, apabila sisa pinjaman tinggal Rp 500,00 atau kurang, mereka dapat meminjam lagi. Uang yang berada di pengumpul tersebut dapat dipinjamkan ke para nelayan (sebagai ijon) untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga sehari-hari dan biaya operasional usaha budi daya rumput laut. Konsekuensinya mereka harus membayar saat panen rumput laut dan harus menjual hasil panen ke pengumpul yang telah meminjami modal. Harga jual rumput laut sangat ditentukan oleh pengumpul dan penampung, tidak ada tawar menawar. Persaingan harga antar pengumpul sering terjadi, perbedaan harga biasanya hanya sekitar Rp 200,00/ kg. Kualitas rumput laut yang bagus biasanya cukup kering, warna coklat dan bersih dari kotoran. Selama terjadi penurunan produksi rumput laut dari nelayan menurun, kuantitas rumput laut yang dikumpulkan tidak mengalami penurunan, sebab pengumpulan tidak hanya dari nelayan lokal tapi juga dari desa-desa sekitar. Harga jual rumput laut terus mengalami kenaikan.

Tabel 4.3a. Distribusi Pendapatan Menurut Lapangan Pekerjaan (Sektor),Kawasan Pulau-Pulau Kecil (Desa Kojadoi), Kab. Sikka, 2006 dan 2008.

Rata-rata Pendapatan/ Bulan

Lapangan Pekerjaan Utama

Tahun 2006 (dalam Rp) Tahun 2008 (dalam Rp) Tingkat Pertambahan (Persen) (1) (2) (3) (4) Perikanan tangkap 638.080 226.483

Perikanan budi daya rumput laut 493.155 328.608 - 22,5 Pertanian (tanaman pangan/ keras) 323.160 54.396 - 143,7

Perdagangan 1.307.333 294.027 - 110,8

Jasa (bengkel, tukang urut dsb) 379.306 431.021 + 6,6 Industri pengolahan 223.697 125.416 - 12,5

Lainnya - 194.166 -

Sumber: Survei Kondisi Sosek Masyarakat di Lokasi COREMAP Fase II, Kabupaten Sikka : Hasil BME, 2008

Gambar 4.1

4.1.3. Pendapatan rumah tangga kenelayanan menurut