• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV : ANALISIS DATA

2.3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Islamic Social Reporting (ISR) 1 Ukuran Perusahaan

Perusahaan yang berukuran lebih besar cenderung memiliki public demand terhadap informasi yang lebih tinggi dibanding perusahaan yang berukuran lebih kecil. Cowen et al. dalam Sembiring (2003) menyatakan bahwa perusahaan yang lebih besar mungkin akan memiliki pemegang saham yang memperhatikan program sosial yang dibuat perusahaan dalam laporan tahunannya.

Penelitian Haniffa dan Cooke (2005) periode 1996 dan 2002 pada 138 perusahaan non keuangan di Bursa Malaysia dan Jizi et al., (2014) pada 193 bank komersial yang ada di Amerika periode waktu 2009-2011 telah membuktikan bahwa ukuran perusahaan yang diukur dengan menggunakan proxy total aset memiliki pengaruh positif signifikan

terhadap tingkat pengungkapan wajib ataupun sukarela. Hal itu dikarenakan perusahaan yang lebih besar adalah perusahaan yang memiliki sumber daya lebih banyak daripada perusahaan yang lebih kecil dan perusahaan yang lebih besar memiliki pembiayaan, fasilitas, dan sumber daya manusia yang lebih banyak untuk dapat melakukan pengungkapan yang lebih sesuai dengan prinsip Islam (Othman et al., 2009). Namun, ada pula penelitian yang mengindikasikan bahwa ukuran perusahaan tidak memiliki pengaruh terhadap tingkat pengungkapan wajib dan sukarela karena perusahaan yang lebih kecil melakukan pengungkapan informasi secara lebih luas agar mendapat citra positif oleh masyarakat luas. Penelitian tersebut dihasilkan oleh Kuiksuko (2013) pada 40 perusahaan yang tercatat di BEI pada periode tahun 2010.

2.3.2 Profitabilitas

Profitabilitas digunakan untuk menilai kemampuan perusahaan dalam mencari keuntungan dan untuk melihat keefektifan manajemen suatu perusahaan dalam mengungkapkan tanggungjawab sosialnya (Maulida et al. 2014). Semakin tinggi profitabilitas berarti semakin tinggi

kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba sehingga public

demand meningkat yang akan menekan manajemen untuk mempublikasikan laporan tahunannya secara lebih luas agar mendapatkan citra positif dari masyarakat.

Penelitian Tagesson, Blank, Broberg, & Collin (2009) pada 267 perusahaan yang terdaftar pada Bursa Swedia dan Othman (2009) dengan sampel 100 perusahaan yang terdaftar di Bursa Malaysia telah

membuktikan bahwa profitabilitas yang diukur dengan menggunakan

proxy ROA memiliki pengaruh positif signifikan terhadap tingkat pengungkapan wajib ataupun sukarela. Hal itu dikarenakan perusahaan yang memiliki profitabilitas yang lebih besar akan banyak mendapat perhatian dari masyarakat, sehingga manajemen akan memperluas laporan sukarelanya agar mendapat citra positif dari masyarakat. Namun, penelitian yang dilakukan oleh Suta (2012) pada 105 perusahaan yang terdaftar di BEI periode tahun 2008-2010 menyatakan bahwa profitabilitas tidak memiliki pengaruh terhadap tingkat pengungkapan wajib dan sukarela karena pengungkapan informasi akuntansi akan mengurangi laba perusahaan yang disebabkan karena biaya tambahan yang digunakan untuk membayar sumber daya untuk mengungkapkan informasi tersebut.

2.3.3 Umur Perusahaan

Umur perusahaan menggambarkan kemampuan perusahaan tersebut dalam bersaing dan memanfaatkan peluang bisnis untuk dapat tetap eksis dalam perekonomian. Dalam penelitian ini, umur perusahaan dihitung sejak perusahaan listing atau terdaftar di Bursa Efek. Umur

perusahaan diduga memiliki pengaruh positif terhadap luas

pengungkapan informasi sukarela. Alasan yang mendasari pemilihan variabel ini, yaitu dugaan bahwa perusahaan yang lebih senior atau tua mungkin telah lebih meningkatkan praktek-praktek pelaporan keuangan mereka dari waktu ke waktu, sehingga informasi yang diungkapkan akan lebih luas (Akhtarudin, 2005).

Penelitian Tristanti (2012) pada 726 perusahaan yang terdaftar pada BEI periode tahun 2006-2010, dan Dwita (2014) pada 14 perusahaan yang terdaftar pada BEI periode tahun 2008-2012 membuktikan bahwa terdapat hubungan positif antara umur perusahaan dengan tingkat pengungkapan wajib maupun sukarela karena perusahaan dengan umur yang lebih tua akan cenderung mengungkapkan informasi yang lebih banyak dalam laporan tahunannya dengan tujuan meningkatkan reputasi dan citra perusahaan di pasar.

Penelitian yang dilakukan Dyah (2008) pada 62 perusahaan yang terdaftar di BEI dan Raditya (2012) dengan sampel 117 perusahaan yang masuk dalam DES menyatakan bahwa umur perusahaan tidak berpengaruh terhadap tingkat pengungkapan sukarela karena perusahaan yang berumur lebih muda akan melakukan pelaporan informasi yang lebih banyak dibandingkan perusahaan yang lebih tua dengan tujuan untuk mengurangi ketidakpastian risiko operasi serta untuk meningkatkan kepercayaan diri investor terhadap posisi mereka.

2.3.4 Ukuran Dewan Komisaris

Ukuran dewan komisaris yang dimaksud adalah jumlah anggota dewan komisaris dalam perusahaan. Dewan komisaris merupakan mekanisme pengendali intern tertinggi yang bertanggung jawab untuk memonitor tindakan manajemen puncak. Individu yang bekerja sebagai anggota dewan komisaris merupakan hal penting dalam memonitor aktivitas manajemen secara efektif (Sembiring, 2005).

Penelitian Terzaghi (2012) pada 89 perusahaan manufaktur yang tercatat di BEI untuk tahun 2008 dan Khoirudin (2013) pada 11 unit bank umum syariah menyatakan bahwa ukuran dewan komisaris berpengaruh terhadap pengungkapan sukarela perusahaan karena semakin besar jumlah anggota dewan komisaris, maka akan semakin mudah

mengendalikan CEO dan monitoring yang dilakukan akan semakin

efektif. Dihubungkan dengan pengungkapan tanggung jawab sosial syariah perusahaan, maka tekanan terhadap manajemen juga akan semakin besar untuk mengungkapkan ISR. Penelitian yang dilakukan oleh Ratnasari (2011) pada 16 perusahaan yang terdaftar di BEI menyatakan bahwa ukuran dewan komisaris tidak berpengaruh terhadap pengungkapan sukarela karena dalam dewan komisaris terdapat hubungan terafiliasi seperti hubungan kekeluargaan dengan pemilik perusahaan, sehingga tekanan yang dilakukan kurang efektif.

2.3.5 Proporsi Komisaris Independen

Komisaris independen merupakan komisaris yang tidak berasal dari pihak terafiliasi, sedangkan komisaris non-independen merupakan komisaris yang terafiliasi. Terafiliasi adalah pihak yang mempunyai hubungan bisnis dan kekeluargaan dengan pemegang saham pengendali, anggota direksi dan dewan komisaris lain, serta dengan perusahaan itu sendiri (Ariningtika, 2013).

Keberadaan dewan komisaris independen diharapkan dapat bersikap netral terhadap segala kebijakan yang dibuat oleh direksi.

Keberadaan dewan komisaris independen telah diatur dalam peraturan BEJ tanggal 19 Juli 2004 yang menyatakan bahwa perusahaan yang terdaftar di Bursa harus mempunyai komisaris independen sekurang-kurangnya 30% dari seluruh jajaran anggota dewan komisaris (Surya dan Yustivandana, 2006).

Penelitian Wardhana (2013) pada 328 perusahaan yang terdaftar di BEI dan Jizi, Salama, Dixon dan Stratling (2014) pada 193 bank komersial yang ada di Amerika periode waktu 2009-2011 menyatakan bahwa proporsi komisaris independen mempengaruhi pengungkapan informasi sukarela karena semakin banyak komisaris independen yang terdapat pada suatu perusahaan, maka tuntutan untuk memberikan informasi lebih banyak juga semakin besar. Penelitian Ratnasari (2011) pada 16 perusahaan yang terdaftar di BEI menyatakan bahwa proporsi komisaris independen tidak berpengaruh terhadap pengungkapan sukarela karena tugas dari komisaris independen hanya untuk menciptakan keseimbangan intern saja seperti pemegang saham utama, direksi, komisaris, dan manajemen.

Dokumen terkait