SKRIPSI
Diajukan untuk memenuhi Tugas dan Melengkapi Syarat Guna memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi Syariah (S.E.Sy)
DISUSUN OLEH
TIO RIZKI PERMANA
NIM :21310008
JURUSAN PERBANKAN SYARIAH
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)
SALATIGA
MOTO DAN PERSEMBAHAN
MOTO
After being hit by rain
You will become stronger than anyone
Not giving up now
Doing all that you can today
(After Rain _ AKB48)
“Jika kamu berbuat baik (berarti) kamu berbuat baik bagi dirimu
sendiri, dan jika kamu berbuat jahat, maka kejahatan itu untuk dirimu
sendiri..” (QS. Al
-
Isra‟: 7)
PERSEMBAHAN
Skripsi ini ku persembahkan untuk :
Kedua orang tuaku tercinta
Kakakku tersayang
Sahabat dan teman-temanku
KATA PENGANTAR
Alhamdulillahirobbil'alamin. Segala puji dan syukur kepada Allah SWT karena atas segala limpahan rahmat dan karunia-Nya, sehingga penelitian dan penulisan
skripsi dengan judul "ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG
MEMPENGARUHI TINGKAT PENGUNGKAPAN ISLAMIC SOCIAL
REPORTING (ISR) PADA PERUSAHAAN YANG MASUK DALAM DAFTAR
INDEKS SAHAM SYARIAH INDONESIA (ISSI) TAHUN 2012-2013” dapat
selesai sebagai tugas akhir dalam menyelesaikan pendidikan sarjana (S-1) di
Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam Jurusan Perbankan Syariah Institut Agama
Islam Negri (IAIN) Salatiga.
Penulis menyadari bahwa dari awal, proses, dan hingga terselesainya
skripsi ini banyak menghadapi kesulitan-kesulitan, namun berkat pertolongan
Allah SWT dan bimbingan, saran, bantuan, doa serta dorongan dari berbagai
pihak, penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
Maka dari itu, perkenankanlah penulis mengucapkan terima kasih yang tak
terhingga dalam kesempatan ini, kepada :
1. Kedua orang tua yang saya hormati dan sayangi yaitu Ayahanda Edi
Siswanto dan Ibunda Murtiningrum yang dengan tulus ikhlas dan penuh
kasih sayang selalu mencurahkan perhatian, kepedulian, bimbingan,
nasihat dukungan serta doa tiada henti kepada penulis.
2. Bapak Dr. H.Rahmat Hariyadi, M.Pd selaku Rektor Institut Agama Islam
3. Dr. Anton Bawono,M.Si selaku Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam
Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Salatiga.
4. Fetria Eka Yudiyana, SE,.M.Si selaku Ketua Jurusan Perbankan Syariah
S1 Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Salatiga.
5. Ibu Hikmah Endraswati, S.E, M.S.i selaku dosen pembimbing yang telah
berkenan secara ikhlas dan sabar meluangakan waktu serta mencurahkan
pikiran dan tenaganya memberi bimbingan dan pengarahan yang sangat
berguna sejak awal proses penyusunan dan penulisan hingga
terselesaikannya skripsi ini. Dan juga selaku dosen wali yang telah
membantu penulis dalam mengikuti dan meyelesaikan studi di Fakultas
Ekonomi dan Bisnis Islam Institut Agama Islam Negri (IAIN) Salatiga.
6. Segenap dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam Institut Agama Islam
Negri (IAIN) Salatiga yang telah memberikan ilmu pengetahuan kepada
penulis selama masa perkuliahan.
7. Kakakku tercinta Arif Nuswantoro yang selalu mendoakan dan memberi
dukungan kepada penulis.
8. Teman-teman satu bimbingan: Afiana Izatal Choir dan Any Novianti yang
selalu mau berbagi cerita dengan penulis, memberikan bantuan, dan
dukungan selama penulis mengerjakan skripsi ini hingga selesai.
9. Sahabat-sahabat PS-S1 dan rekan KKN Dusun Cungkup yang telah
banyak memberikan masukan kepada penulis baik selama dalam
mengikuti perkuliahan maupun dalam penulisan skripsi ini.
10.Semua pihak yang telah sangat membantu namun tidak bisa penulis
sebutkan satu persatu. Terima kasih untuk sekecil apapun dukungan serta
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini masih banyak
kekurangan yang disebabkan keterbatasan pengetahuan serta pengalaman penulis.
Oleh karena itu, penulis mengharapkan adanya kritik dan saran yang membangun
dari semua pihak. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis pada
khususnya dan bagi pembaca pada umumnya. Dan semoga segala bentuk bantuan dan do‟a mereka dicatat sebagai amal ibadah oleh Allah SWT serta mendapat balasan yang berlipat ganda. Amin ya robbal „alamin.
Salatiga, 9 Agustus 2015
Penulis
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh ukuran perusahaan, profitabilitas, umur perusahaan, ukuran dewan komisaris dan proporsi komisaris independen terhadap tingkat pengungkapan Islamic Social Reporting (ISR) pada perusahaan yang terdaftar dalam Indeks Saham Syariah Indonesia (ISSI) Tahun 2012-2013. Penelitian ini merupakan replikasi dari penelitian yang telah dilakukan oleh Putri (2014). Namun, variabel independen yang digunakan Putri (2014) yaitu surat berharga syariah tidak digunakan dalam penelitian ini, dan menambah variabel umur perusahaan, ukuran dewan komisaris dan proporsi komisaris independen seta variabel dummy tahun sebagai pembeda penelitian ini.
Data penelitian ini adalah data sekunder berbentuk laporan keuangan (annual report) yang diperoleh dari situs resmi Bursa Efek Indonesia (BEI) di
www.idx.com. Dengan menggunakan indeks Islamic Social Reporting (ISR) milik Othman (2009) yang berjumlah 46 item pengungkapan yang terbagi menjadi 6 tema untuk mengukur indeks ISR yang dilihat dari laporan tahunan perusahaan.
Populasi dalam penelitian ini adalah semua perusahaan yang terdaftar dalam Indeks Saham Syariah Indonesia (ISSI) tahun 2012-2013 berturut-turut sejumlah 324 perusahaan. Sampel dipilih dengan metode purposive sampling. Jumlah sampel penelitian ini adalah 162 perusahaan. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis regresi berganda (Multiple Regression) dengan bantuan program komputer SPSS Versi 20.
Berdasarkan hasil penelitian ini menunjukan bahwa faktor Ukuran Perusahaan (SIZE), Profitabilitas (ROA), Umur Perusahaan dan Ukuran Dewan Komisaris berpengaruh signifikan terhadap Islamic Social Reporting (ISR). Sedangkan Proporsi Komisaris Independen (PKI) tidak mempunyai pengaruh positif signifikan terhadap Islamic Social Reporting (ISR).
Kata Kunci: Islamic Social Reporting (ISR), Ukuran Perusahaan (SIZE),
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ... i
PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii
PENGESAHAN ... iii
PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN ... iv
MOTTO DAN PERSEMBAHAN ... v
1.6. Sistematika Penelitian ... 17
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Landasan Teori ... 19
2.1.1 Teori Legitimasi ... 19
2.2. Pengungkapan (Disclosure) ... 22
2.2.1 Definisi ... 22
2.2.2 Corporate Social Responsibility (CSR) ... 24
2.2.3 Indeks Saham Syariah Indonesia (ISSI) ... 27
2.2.4 Islamic Social Reporting (ISR) ... 29
2.3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi ISR ... 41
2.3.1 Ukuran Perusahaan... 41
2.3.2 Profitabilitas ... 42
2.3.3 Umur Perusahaan ... 43
2.3.4 Ukuran Dewan Komisaris ... 44
2.3.5 Proporsi Komisaris Independen ... 45
2.5. Hipotesis ... 49
2.5.1 Ukuran Perusahaan Terhadap ISR ... 49
2.5.2 Profitabilitas Terhadap ISR ... 50
2.5.3 Umur Perusahaan Terhadap ISR ... 51
2.5.4 Ukuran Dewan Komisaris Terhadap ISR ... 52
2.5.5 Proporsi Komisaris Independen Terhadap ISR ... 53
2.6. Kerangka Pemikiran ... 54
BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian ... 56
3.2 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional Variabel ... 57
3.2.1 Variabel Bebas (Independen) ... 57
3.2.2 Variabel Terikat (Dependen) ... 61
3.3 Populasi dan Sampel ... 62
3.4 Metode Pengumpulan Data ... 65
3.5 Metode Analisis ... 65
3.6.1 Statistik Deskriptif ... 65
3.6.2 Uji Asumsi Klasik ... 65
3.7 Analisis Regresi ... 68
3.7.1 Koefisien Determinan ... 70
3.7.2 Uji F ... 70
3.7.3 Uji T ... 71
BAB IV ANALISIS PENELITIAN 4.1 Analisis Hasil Content Analiysis ... 72
4.2 Analisa Statistik Deskriptif ... 103
4.3 Uji Asumsi Klasik ... 109
4.3.1 Uji Normalitas ... 109
4.3.2 Uji Multikolinearitas ... 110
4.3.3 Uji Heteroskedastisitas ... 112
4.3.4 Uji Autokorelasi ... 112
4.4 Analisis Hasil Regresi ... 113
4.4.1 Koefisien Determinasi ... 118
4.4.2 Uji Signifikan Simultan (Uji-F) ... 118
4.4.3 Uji Signifikan Parsial (Uji-t) ... 119
BAB V PENUTUP 5.1. Kesimpulan ... 126
5.2. Keterbatasan Penulisan ... 127
5.3. Saran ... 128
DAFTAR PUSTAKA
DAFTAR TABEL
1. Tabel 1.1 Research Gap Penelitian ... 11
2. Tabel 2.1 Daftar Peneliti Terdahulu ... 47
3. Tabel 3.1 Rangkuman Hasil Proses Pengambilan Sampel... 64
4. Tabel 3.2 Kriteria Pengujian Ada Tidaknya Autokorelasi ... 68
5. Tabel 4.1 Daftar Perusahaan dengan Skor Indeks ISR Tiga Tertinggi dan Tiga Terendah ... 74
6. Tabel 4.2Daftra Perushaan dengan Skor Indeks Tema ISR Tertinggi Tahun 2010-2013 ... 79
7. Tabel 4.3 Daftar Perusahaan dengan Fokus Tema Produk dan Jasa Tertinggi ... 81
8. Tabel 4.4 Daftar Perusahaan dengan Fokus Tema Karyawan Tertinggi ... 82
9. Tabel 4.5 Daftar Perusahaan dengan Fokus Tema Lingkungan Tertinggi ... 84
10.Tabel 4.6 Daftar Perusahaan dengan Fokus Tema Tata Kelola Perusahaan Tertinggi ... 85
11.Tabel 4.7 Statistik Deskriptif Variabel ISR ... 104
12.Tabel 4.8 Statistik Deskriptif Variabel Ukuran Perusahaan yang diukur dengan Total Aset ... 104
13.Tabel 4.9 Statistik Deskriptif Variabel Profitabilitas yang diukur dengan Retrun Of Asset (ROA) ... 105
14.Tabel 4.10 Statistik Deskriptif Variabel Umur Perusahaan ... 106
15.Tabel 4.11 Statistik Deskriptif Variabel Ukuran Dewan Komisaris ... 107
16.Tabel 4.12 Statistik Deskriptif Variabel Proporsi Komisaris Independen (PKI) ... 108
17.Tabel 4.13 Hasil Uji Kolmogorov-Smirnov ... 110
18.Tabel 4.14 Hasil Uji Multikolinieritas ... 111
19.Tabel 4.15 Hasil Uji Heteroskedastisitas ... 112
20.Tabel 4.16 Hasil Uji Autokorelasi ... 113
DAFTAR GAMBAR
1. Gambar 2.1 Tiga Pilar Pembangunan Berkelanjutan ... 25 2. Gambar 2.2 Kerangka Pemikiran ... 55 3. Gambar 4.1 Total Skor Indeks ISR Tahun 2012-2013 ... 72
4. Gambar 4.2 Total Skor Indeks ISR Masing-masing Tema Tahun
DAFTAR LAMPIRAN
1. Lampiran 1 Islamic Social Responsibility (ISR)
2. Lampiran 2 Daftar Perusahaan Sampel
3. Lampiran 3 Skor Indeks ISR Tahun 2012-2013
4. Lampiran 4 Rangkuman Jumlah Perusahaan
Per Pokok Pengungkapan
5. Lampiran 5 Rangkuman Data Penelitian
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah
Dalam era globalisasi ini, dunia perekonomian banyak mengalami
perkembangan sejalan dengan bertambahnya waktu. Perkembangan yang
begitu pesatnya antara lain ditandai dengan kemajuan di bidang teknologi
informasi, persaingan yang ketat, pertumbuhan inovasi yang luar biasa yang
mengakibatkan banyak perusahaan juga mengubah cara berbisnisnya.
Perkembangan kondisi lingkungan tersebut turut serta mempengaruhi dunia
usaha dan menciptakan persaingan yang semakin ketat. Oleh sebab itu, salah
satu cara perusahaan untuk menghadapi persaingan yang semakin ketat ialah
perusahaan diharapkan dapat lebih transparan dalam mengungkapkan
informasi tentang perusahaannya agar memperoleh citra positif kepada
masyarakat luas.
Salah satu hal yang perlu diungkapkan oleh perusahaan ialah
informasi tentang tanggung jawab sosial perusahaan (Corporate Social Responsibility). Corporate Social Responsibilty (CSR) secara umum didefinisikan sebagai komitmen perusahaan untuk tidak hanya berupaya
mencari keuntungan dari roda bisnisnya, tetapi juga menjaga keharmonisan
dengan lingkungan sosial di sekitar tempatnya berusaha, melalui upaya-upaya
yang mengarah pada peningkatan kehidupan komunitas setempat di segala
Saat ini isu CSR kian menjadi sorotan dalam beberapa dekade
terakhir. Karena konsep CSR merupakan inti dari etika bisnis. Hal ini
menjadikan perusahaan yang berkonsep single bottom line yang
mengutamakan nilai perusahaan, dianggap sudah ketinggalan zaman
(Widiawati, 2012). Konsep ini menekankan hanya pada pencapaian profit
yang maksimal pada pelaporan laba rugi perusahaan. Widiawati (2012)
menambahkan bahwa gagasan utama CSR menjadikan perusahaan
dihadapkan pada konsep triple bottom line dalam bentuk tanggung jawab aspek keuangan, kehidupan sosial dan lingkungan hidup.
Suharto (2011) mengungkapkan, dalam CSR, perusahaan tidak dapat
dipisahkan dari para individu yang terlibat di dalamnya, yakni pemilik dan
karyawannya. Mereka tidak boleh hanya memikirkan keuntungan finansial
bagi perusahaannya saja melainkan harus memiliki kepekaan dan kepedulian
terhadap publik, khususnya masyarakat yang tinggal di sekitar perusahaan.
Istilah mengenai Corporate Sosial Responsibility ini juga berkaitan dengan dampak lingkungan yang disebabkan oleh perusahaan yang beroperasi di
lingkungan tersebut. Hal ini muncul sebagai reaksi dari banyak pihak
terhadap kerusakan lingkungan yang terjadi baik fisik, psikis, maupun sosial
sebagai imbas dari pengelolaan sumber-sumber produksi perusahaan. Oleh
karena itu, CSR dapat dijadikan keberpihakan perusahaan kepada masyarakat
dan lingkungan serta wahana untuk menjaga dan melakukan upaya-upaya
preventif dan represif terhadap kemungkinan munculnya pandangan negatif
Dewasa ini, konsep CSR mulai berkembang pesat ke arah yang
positif. Berbagai perusahaan, baik nasional maupun internasional mulai
menunjukkan komitmennya terhadap praktik tanggung jawab sosial kepada
para pemangku kepentingan mereka. Maulida, Yulianto dan Asrori (2014)
mengungkapkan bahwa praktik dalam pengungkapkan CSR di Indonesia
mengalami peningkatan baik dalam kuantitas maupun kualitas dibandingkan
dari tahun-tahun sebelumnya. Dimana pelaporan tentang CSR perusahaan
yang semula bersifat sukarela (voluntary) menjadi bersifat wajib (mandatory) dengan adanya Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 pasal 74 tentang
Perseroan Terbatas yang menyatakan bahwa laporan tahunan harus memuat
beberapa informasi, salah satunya adalah laporan pelaksanaan tanggung
jawab sosial dan lingkungan.
Akhir-akhir ini, semakin banyak perusahaan yang menerapkan prinsip
syariah dalam kegiatan bisnisnya. Aspek yang mendapatkan sorotan dari
menjamurnya perusahaan berlabel syariah ialah pelaksanaan tanggung jawab
sosial perusahaan yang sesuai dengan prinsip-prinsip hukum Islam. Dusuki
(2008) menyatakan bahwa paradigma takwa kepada Allah SWT merupakan
landasan utama dari CSR dalam perspektif islam. Hasil penelitian Dusuki
(2008) didukung oleh Siwar dan Hossain (2009) yang mengungkapkan
bahwa nilai-nilai Islam yang terdapat dalam Al-Quran dan diterapkan oleh
Nabi Muhammad SAW dapat digunakan sebagai landasan untuk
menyelesaikan segala permasalahan di muka bumi. Al-Quran berisi berbagai
Al-Quran juga memaparkan bahwa islam menempatkan manusia sebagai
khalifah Allah SWT. Oleh karena itu, sebagai khalifah, manusia memiliki tanggung jawab untuk memelihara seluruh ciptaan Allah SWT. Konsep CSR
dalam Islam lebih ditekankan sebagai bentuk ketakwaan manusia kepada
Allah SWT dalam dimensi perusahaan. Dalam penelitiannya, mereka
menyimpulkan bahwa nilai-nilai Islam memiliki hubungan yang relevan dan
memiliki kontribusi terhadap konsep CSR yang telah berkembang saat ini.
Islam memandang perusahaan bukan hanya bertanggung jawab
terhadap pemegang saham, tetapi juga masyarakat dan lingkungan secara
keseluruhan dengan tujuan mendapatkan ridha dari Allah SWT. Hal ini
mewajibkan perusahaan untuk melaksanakan CSR dengan menjaga
lingkungan dengan baik, menjamin keselamatan kerja karyawan dan
melakukan kegiatan sosial. Dasar filosofi tersebut bersifat relijius, maka
diyakini bahwa hubungan prinsip Islam dan CSR akan lebih bersifat
berkelanjutan dibandingkan pola perusahaan konvensional. Karena jika tidak
melaksanakan CSR, sama dengan melanggar perintah Allah SWT yang
diyakini akan ada balasannya di dunia maupun di akhirat (Fitria dan Hartanti,
2010).
Pasar modal syariah berperan penting dalam meningkatkan pangsa
pasar perusahaan-perusahaan berbasis syariah di Indonesia (Putri, 2014).
Pasar modal bebasis syariah di Indonesia diawali dengan dibentuknya
Efek Syariah yang terdapat di pasar modal syariah tidak hanya berjumlah 30
saham syariah (Raditya, 2012). Bapepam dan LK mengeluarkan Daftar Efek
Syariah (DES) pada November 2007 sebagai satu-satunya rujukan tentang
Efek Syariah di pasar modal Indonesia. Dan pada tanggal 12 Mei 2011
diluncurkan Indeks Saham Syariah Indonesia (ISSI). ISSI merupakan indeks
saham yang mencerminkan keseluruhan saham syariah yang tercatat di BEI.
Konstituen ISSI adalah keseluruhan saham syariah yang tercatat di BEI dan
terdaftar dalam DES. Munculnya ISSI akan menjadi acuan bagi investor
untuk berinvestasi di saham syariah sekaligus menggambarkan kinerja
seluruh saham syariah yang tercatat di BEI serta membantu menjelaskan
kesalahpahaman masyarakat yang beranggapan bahwa saham syariah hanya
terdiri dari 30 saham yang masuk JII ( www.idx.co.id ).
Dewasa ini pengukuran CSR masih mengacu kepada Global
Reporting Initiative Index (Haniffa, 2002). Pengukuran tersebut tentunya kurang tepat karena indeks GRI belum menggambarkan prinsip-prinsip
Islam. Haniffa (2002) menjelaskan bahwa terdapat keterbatasan pada
kerangka pelaporan sosial yang dilakukan oleh lembaga konvensional.
Karena prinsip konvensional hanya mengedepankan material saja, sedangkan
prinsip syariah mencakup aspek spiritual dan moral. Oleh karena itu,
Othman, Thani dan Ghani (2009) mengembangkan indeks pengungkapan
Indeks ISR merupakan tolak ukur pelaksanakaan tanggung jawab
sosial syariah yang berisi kompilasi item-item standar CSR yang ditetapkan
oleh AAOIFI (Accounting and Auditing Organization for Islamic Financial Institutions) yang kemudian dikembangkan lebih lanjut oleh para peneliti mengenai item-item CSR yang seharusnya diungkapkan oleh suatu entitas
Islam (Othman et al, 2009). Sesuainya indeks ISR untuk entitas islam karena mengungkapkan hal-hal yang berkaitan dengan prinsip Islam seperti transaksi
yang sudah terbebas dari unsur riba, spekulasi dan gharar, serta
mengungkapkan zakat, status kepatuhan syariah serta aspek-aspek sosial
seperti sodaqoh, waqaf, qardul hasan, sampai dengan pengungkapan
peribadahan di lingkungan perusahaan.
Menurut Maulida et. al (2014), Indeks ISR ialah metode pengukuran CSR yang merupakan pengembangan pengungkapan tanggungjawab sosial
yang didalamnya sesuai prinsip syariah. Pengungkapan indeks ISR di
Indonesia masih bersifat sukarela, hal ini menyebabkan pelaporan ISR setiap
perusahaan syariah menjadi tidak sama. Pelaporan yang tidak sama tersebut
disebabkan tidak adanya standart yang baku secara syariah tentang pelaporan
ISR.
Dalam social reporting, karakteristik perusahaan dapat
mempengaruhi kinerja serta luas penyajian laporan tahunan termasuk laporan
sukarela perusahaan (Tristanti, 2012). Karakteristik perusahaan dapat dilihat
dari ukuran perusahaan, profitabilitas, umur perusahaan, ukuran dewan
Untuk ukuran perusahaan, perusahaan yang lebih besar biasanya
memiliki aktivitas yang lebih banyak dan kompleks, mempunyai dampak
yang lebih besar terhadap masyarakat, memiliki shareholder yang lebih banyak, serta mendapat perhatian lebih dari kalangan publik, oleh karena itu
perusahaan besar cenderung mendapat tekanan yang lebih untuk
mengungkapakan pertanggungjawaban sosialnya (Cowen et al., dalam Putri, 2014).
Amran dan Devi (2008) menambahkan bahwa suatu perusahaan yang
memiliki profit lebih besar harus lebih aktif melaksanakan CSR. Karena
perusahaan yang memiliki kondisi keuangan yang kuat akan mendapat
tekanan yang lebih dari pihak eksternal untuk lebih mengungkapkan
pertanggungjawaban sosialnya secara luas.
Untuk umur perusahaan, Tristanti (2012) menyatakan bahwa semakin
lama perusahaan dapat bertahan, maka perusahaan semakin mengungkapkan
informasi sukarelanya sebagai bentuk tanggung jawabnya agar tetap diterima
di masyarakat.
Ukuran dewan komisaris yang dimaksud adalah jumlah anggota
dewan komisaris dalam perusahaan. Coller dan Gregory dalam Sembiring
(2005) menyatakan bahwa semakin besar jumlah anggota dewan komisaris,
maka akan semakin mudah memonitoring aktifitas perusahaan. Dikaitkan
dengan pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan, maka tekanan
Komisaris independen merupakan komisaris yang tidak berasal dari
pihak terafiliasi. Yang dimaksud terafiliasi adalah pihak yang mempunyai
hubungan bisnis dan kekeluargaan dengan pemegang saham pengendali,
anggota direksi dan dewan komisaris lain, serta dengan perusahaan itu
sendiri, sehingga terbebas dari hubungan bisnis atau lainnya yang dapat
mempengaruhi kemampuannya untuk bertindak independen atau bertindak
hanya untuk kepentingan perusahaan (Ariningtika, 2013). Oleh karena itu,
semakin banyak dewan komisaris independen, maka perusahaan akan
mengungkapkan informasi sukarelanya secara lebih luas dan terbukti
kebenarannya.
Penelitian ini menarik untuk diteliti, sebab dengan indeks ISR, maka
calon investor muslim dapat menilai apakah perusahaan yang masuk dalam
pasar modal syariah benar-benar melaksanakan prinsip islam dalam
operasionalnya yang tercermin dalam laporan tanggungjawab sosial
perusahaan. Karena banyak kasus yang mengarah pada pelanggaran tanggung
jawab sosial suatu perusahaan. Contohnya ialah melubernya lumpur dan gas
panas di Kabupaten Sidoarjo yang disebabkan oleh eksploitasi PT Lapindo
Brantas yang sampai saat ini belum selesai dalam ganti rugi lahan warga
yang tertutup lumpur. PT. Djarum yang kita kenal bergerak dalam bidang
industri rokok dan yang kita ketahui dengan maraknya isu Global Warming / pemanasan global yang diakibatkan asap rokok yang dihasilkan konsumen
mutu buangan limbah cair yang telah merusak sekitar 18 hektar tanaman padi
milik warga (CSR Indonesia Newsletter : 2008).
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Othman et al. (2009) pada 100 perusahaan yang terdaftar di Bursa Malaysia pada periode penelitian
2006-2008. Hasil penelitian ini menemukan bahwa ukuran perusahaan,
profitabilitas, dan ukuran dewan direksi muslim secara signifikan
mempengaruhi tingkat pengungkapan ISR, sedangkan tipe industri bukanlah
faktor penting yang mempengaruhi ISR secara signifikan karena tipe industri
yang satu dengan yang lain memiliki tingkat risiko yang berbeda-beda.
Pada penelitian Raditya (2012) di perusahaan yang masuk Daftar Efek
Syariah dengan sampel sebanyak 117 perusahaan. Hasil penelitian yang
dilakukan selama kurun waktu tahun 2009-2010 membuktikan bahwa
penerbitan sukuk, jenis industri dan umur perusahaan tidak berpengaruh
signifikan terhadap tingkat pengungkapan ISR, sedangkan ukuran perusahaan
dan profitabilitas berpengaruh positif terhadap tingkat pengungkapan ISR.
Khoirudin (2013) melakukan penelitian tentang pengaruh dari elemen
Good Corporate Governance terhadap pengungkapan Islamic Social Reporting pada perbankan syariah di Indonesia. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh bank umum syariah di Indonesia yang berjumlah 11 unit bank
pada periode 2010-2011. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ukuran dewan
komisaris terbukti memiliki pengaruh positif signifikan terhadap
terhadap pengungkapan Islamic social reporting pada perbankan syariah di Indonesia.
Maulida, Yulianto dan Asrori (2014) mencoba menguji pengaruh
ukuran perusahaan, profitabilitas dan kinerja lingkungan terhadap
pengungkapan ISR pada perusahaan yang terdaftar di JII pada periode
2009-2012. Sampel yang terpilih untuk penelitian sebanyak 9 perusahaan syariah
dikalikan 4 tahun yaitu sebanyak 36. Hasil Penelitian ini menunjukkan bahwa
variabel profitabilitas dan variabel kinerja lingkungan secara parsial
berpengaruh terhadap pengungkapan Islamic Social Reporting perusahaan syariah di JII. Sedangkan variabel ukuran perusahaan tidak berpengaruh
terhadap pengungkapan Islamic Social Reporting perusahaan syariah di JII. Karena perusahaan yang masuk dalam penelitian ini dikategorikan sebagai
perusahaan dengan ukuran perusahaan yang besar, memperlihatkan bahwa
ukuran perusahaan yang diukur menggunakan total aset tidak tepat digunakan
Tabel 1.1
Research Gap Penelitian
No Variabel Hasil Peneliti Penjelasan
1 Ukuran Perusahaan perusahaan yang lebih kecil melakukan pengungkapan
+ Tristanti (2012), Nurseto
(2012)
- Akhtarudin (2005), Dyah
Bertolak dari hasil penelitian yang berbeda-beda, penulis tertarik
untuk mengembangkan tulisan Othman et al. (2009) dengan menggunakan ISR sebagai indeks pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan.
Penelitian mengenai ISR ini masih sangat jarang ditemui, karena penelitian
terdahulu lebih banyak menggunakan indeks Global Reporting Initiatives
4 Ukuran Dewan
Komisaris
+ Terzaghi (2012), Amirul
Khoirudin (2013)
- Ratnasari (2011), Dipika
(2014)
Tidak berpengaruh karena tugas dari komisaris independen adalah untuk menciptakan keseimbangan
(GRI) sebagai guideline untuk sustainability reporting pada perusahaan-perusahaan publik serta sebagian besar penelitian terdahulu berkaitan dengan
pengungkapan CSR berdasarkan ketentuan syariah yang hanya spesifik
terhadap bank syariah. Penulis menggunakan data perusahaan yang masuk
dalam Indeks Saham Syariah Indonesia (ISSI) karena ISSI mampu
memberikan pilihan investasi yang lebih luas. Penelitian sebelumnya
kebanyakan menggunakan data perusahaan yang masuk dalam DES (Daftar
Efek Syariah) oleh Widiawati dan Raditya (2012) dan JII (Jakarta Islamic Index) oleh Maulida, Yulianto dan Asrori (2014).
Penelitian ini menggunakan dummy tahun dan dummy industri untuk membedakan penelitian ini dengan penelitian lainnya. Karena menurut
Ghozali (2007) dummy tahun dan dummy tipe industri dapat berpengaruh terhadap variabel dependen. Kondisi di masing-masing tahun dan industri
berbeda-beda sehingga diduga berpengaruh terhadap variabel dependen
tersebut. Dummy tahun digunakan karena kondisi perekonomian Indonesia berbeda pada tahun 2012 dan 2013. Perekonomian Indonesia dipengaruhi
oleh faktor eksternal yaitu kondisi perekonomian dunia, dan faktor internal
yaitu kondisi perekonomian dalam negeri. Sedangkan dummy industri digunakan untuk mengetahui apakah tipe industri yang terdiri dari 8 kategori
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, dapat
dirumuskan permasalahan sebagai berikut :
1. Apakah ukuran perusahaan berpengaruh positif terhadap Islamic Social Reporting perusahaan yang terdaftar pada Indeks Saham Syariah Indonesia?
2. Apakah profitabilitas berpengaruh positif terhadap Islamic Social Reporting perusahaan yang terdaftar pada Indeks Saham Syariah Indonesia?
3. Apakah umur perusahaan berpengaruh positif terhadap Islamic Social Reporting perusahaan yang terdaftar pada Indeks Saham Syariah Indonesia?
4. Apakah ukuran dewan komisaris berpengaruh positif terhadap
Islamic Social Reporting perusahaan yang terdaftar pada Indeks Saham Syariah Indonesia?
5. Apakah proporsi komisaris independen berpengaruh positif
terhadap Islamic Social Reporting perusahaan yang terdaftar pada Indeks Saham Syariah Indonesia?
1.3. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah yang telah diuraikan, maka
penelitian ini bertujuan untuk :
1. Menganalisis dan memperoleh bukti adanya pengaruh positif
perusahaan yang terdaftar pada Indeks Saham Syariah Indonesia
(ISSI).
2. Menganalisis dan memperoleh bukti adanya pengaruh positif
profitabilitas terhadap Islamic Social Reporting (ISR) perusahaan yang terdaftar pada Indeks Saham Syariah Indonesia (ISSI).
3. Menganalisis dan memperoleh bukti adanya pengaruh positif umur
perusahaan terhadap Islamic Social Reporting (ISR) perusahaan yang terdaftar pada Indeks Saham Syariah Indonesia (ISSI).
4. Menganalisis dan memperoleh bukti adanya pengaruh positif
ukuran dewan komisaris terhadap Islamic Social Reporting (ISR) perusahaan yang terdaftar pada Indeks Saham Syariah Indonesia
(ISSI).
5. Menganalisis dan memperoleh bukti adanya pengaruh positif
proporsi dewan komisaris independen terhadap Islamic Social Reporting (ISR) perusahaan yang terdaftar pada Indeks Saham Syariah Indonesia (ISSI).
1.4. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan daya guna bagi :
1. Bagi penulis
Penelitian ini diharapkan dapat menambah ilmu dan dapat
mengaplikasikan ilmu yang diperoleh dalam dunia kerja. Selain itu,
penelitian ini digunakan sebagai pemenuhan salah satu syarat
dalam menyelesaikan studi.
Hasil penelitian ini dapat dijadikan bahan pertimbangan bagi calon
investor khususnya calon investor Muslim dalam pengambilan
keputusan investasi.
3. Bagi Perusahaan
Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai
pertimbangan bagi perusahaan-perusahaan yang masuk dalam
Indeks Saham Syariah Indonesia (ISSI) agar dapat melakukan
tanggung jawab sosialnya dengan membuat Islamic Social
Reporting (ISR) yang memadai dan sesuai dengan prinsip syariah. 4. Bagi akademisi, atau penelitian selanjutnya
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi acuan dan referensi
dalam penelitian-penelitian selanjutnya.
1.5. Batasan Penelitian
Batasan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Indeks yang digunakan mengacu pada beberapa penelitian dengan
rujukan utama pada Othman et al. (2009) yang telah melakukan penilaian terhadap tingkat pengungkapan tanggung jawab sosial
pada perusahaan di Bursa Efek Malaysia.
2. Sampel dalam penelitian ini adalah perusahaan yang masuk dalam
Indeks Saham Syariah Indonesia (ISSI) pada tahun 2012-2013.
3. Sampel penelitian ini adalah sesuai dengan kriteria berikut :
a. Perusahaan yang masuk Indeks Saham Syariah Indonesia
b. Perusahaan yang masuk dalam Indeks Saham Syariah
Indonesia (ISSI) sebanyak 4 periode dan tercatat (listed) di BEI selama tahun 2012-2013.
c. Laporan tahunan menggunakan mata uang Rupiah.
d. Laporan tahunan tersedia.
1.6. Sistematika Penulisan BAB I : PENDAHULUAN
Bab ini terdiri dari latar belakang masalah penelitian, rumusan masalah,
tujuan dan kegunaan penelitian, serta sistematika penulisan. Bab ini
bertujuan untuk memberikan gambaran umum mengenai isi penulisan
secara menyeluruh.
BAB II : LANDASAN TEORI
Bab ini berisi tentang landasan teori yang digunakan dalam penelitian,
landasaan teori ini diperoleh dari berbagai studi literatur yang berkaitan
dengan topik. Dalam bab ini juga dijelaskan mengenai kerangka pemikiran
serta penelitian-penelitian terdahulu.
BAB III : METODE PENELITIAN
Bab ini berisi tentang deskripsi tentang variabel-varibel penelitian,
penentuan populasi dan sampel penelitian, jenis dan sumber data, metode
BAB IV : ANALISIS DATA
Bab ini berisi mengenai analisis data, interpretasi hasil dan argumen
terhadap hasil penelitian. Bab ini bertujuan untuk menjawab rumusan
masalah yang telah dikemukakan penulis.
BAB V : PENUTUP
Bab ini berisi tentang simpulan yang diperoleh dari hasil penelitian,
keterbatasan penelitian, serta saran-saran yang dapat dijadikan bahan
2.1. Landasan Teori 2.1.1 Teori Legitimasi
Menurut Hadi (2011), legitimasi merupakan sistem pengelolaan
perusahaan yang berorientasi pada keberpihakan terhadap masyarakat,
pemerintah, individu, dan kelompok masyarakat. Dalam teori legitimasi,
perusahaan secara terus-menerus mencoba untuk meyakinkan bahwa
mereka melakukan kegiatan sesuai dengan batasan dan norma-norma
masyarakat dimana mereka berada.
Legitimasi adalah sesuatu yang penting karena perusahaan dan
masyarakat sekitarnya memiliki hubungan yang tidak dapat dipisahkan.
Legitimasi merupakan batasan-batasan terhadap norma-norma dan
nilai-nilai sosial sehingga diharapkan dapat mendorong organisasi berperilaku
dengan memperhatikan nilai-nilai sosial di lingkungan perusahaan.
Dowling dan Pfeffer dalam Harsanti (2011) menyatakan bahwa teori
legitimasi menjadi suatu sumber yang menentukan keberadaan
perusahaan. Perusahaan dikatakan memiliki legitimasi ketika sistem nilai
perusahaan selaras dengan sistem nilai kemasyarakatan, dimana
perusahaan merupakan bagian dari masyarakat. Dalam pengertian secara
mendasar, legitimasi adalah hubungan sosial yang dikukuhkan sebagai
hal yang benar dan tepat secara moral. Legitimasi adalah status atau
sebangun dengan masyarakat. Tristanti (2012) menambahkan bahwa
legitimasi adalah proses yang mengarah ke sebuah organisasi yang
dipandang sah. Organisasi berusaha untuk memastikan bahwa mereka
beroperasi dalam batas-batas dan norma-norma masyarakat. Ciri
organisasi yang dilegitimasi oleh masyarakat adalah sesuai dengan
kerangka rasional dan legal dalam masyarakat tersebut. Meskipun
perusahaan mempunyai kebijaksanaan operasi dalam batasan institusi,
kegagalan perusahaan dalam menyesuaikan diri dengan norma ataupun
adat yang diterima oleh masyarakat, akan mengancam legitimasi
perusahaan serta sumber daya perusahaan, yang pada akhirnya akan
mengancam kelangsungan hidup perusahaan.
Menurut Deegan (2000), harapan masyarakat terhadap perilaku
perusahaan dapat bersifat implisit dan eksplisit. Bentuk eksplisit dari
kontrak sosial adalah persyaratan legal yang tercantum dalam peraturan
legal, sementara bentuk implisitnya adalah “harapan masyarakat yang
tidak tercantum dalam peraturan legal (uncodified community
expectation)”. Kontrak implisit perusahaan terhadap masyarakat ialah melakukan kegiatannya berdasarkan nilai-nilai yang dijunjung di
lingkungan masyarakat. Jika suatu perusahaan dapat memenuhi kontrak
implisit tersebut terhadap stakeholders, maka stakeholders akan bertindak sesuai keinginan perusahaan. Sebaliknya, jika perusahaan tidak
menimbulkan biaya yang lebih tinggi. Jika hal ini dibiarkan
terus-menerus maka akan mengancam kelangsungan hidup perusahaan.
Legitimasi dianggap seperti menyamakan persepsi atau asumsi
bahwa tindakan yang dilakukan oleh suatu perusahaan merupakan
tindakan yang pantas ataupun sesuai dengan sistem norma, nilai dan
kepercayaan yang berkembang dalam masyarakat. Richardson dalam
Harsanti (2011) mengatakan bahwa akuntansi adalah institusi yang
melegitimasi dan memberikan suatu makna dimana nilai-nilai sosial
dihubungkan dengan tindakan ekonomi. Teori legitimasi mendasarkan
pada isu sentral dari “kontrak sosial” sebuah perusahaan dengan
masyarakat dan memprediksi bahwa manajemen akan mengadopsi
strategi tertentu (termasuk strategi pelaporan) dalam tawaran untuk
menyakinkan masyarakat bahwa organisasi mengikuti nilai masyarakat
dan norma yang ada.
Dengan diberlakukannya pengungkapan, perusahaan merasa
keberadaan dan aktivitasnya terlegitimasi. Pengungkapan adalah suatu
media yang dapat menghubungkan perusahaan dengan masyarakat.
Adanya pengungkapan secara sukarela oleh manajemen perusahaan akan
memberikan pengetahuan dan informasi lebih tentang perusahaan kepada
semua pemakai laporan, dalam hal ini termasuk masyarakat. Oleh karena
itu masyarakat dapat mengetahui segala aktivitas dan kinerja perusahaan
Tristanti (2012) menyatakan bahwa perusahaan yang sudah
mengungkapkan informasi dan telah diketahui masyarakat sesuai dengan
nilai dan norma yang ada, maka perusahaan tersebut akan terlegitimasi.
Artinya perusahaan tersebut sudah mendapatkan reputasi yang baik di
mata masyarakat, sehingga akan menghindarkan dari kemungkinan
pemberhentian aktivitas perusahaan. Selain itu, dengan adanya
penerimaan dari masyarakat, diharapkan menjadi nilai tambah maupun
citra baik bagi perusahaan sehingga dapat menjadi pertimbangan dalam
pengambilan keputusan bagi stakeholders. Meskipun masih terdapat pesimisme yang kuat yang dikemukakan oleh banyak peneliti, teori ini
telah dapat menawarkan sudut pandang yang nyata mengenai pengakuan
sebuah perusahaan oleh masyarakat (Widiawati, 2012).
2.2. Pengungkapan (Disclosure) 2.2.1 Definisi
Pengungkapan secara sederhana dapat diartikan sebagai
pengeluaran informasi (Sudarmadji dan Sularto, 2007). Sementara itu
menurut Haniffa (2002) yaitu membuat sesuatu menjadi diketahui atau
mengungkapkan sesuatu. Jadi dapat disimpulkan bahwa pengungkapan
adalah pemberian informasi atas konsekuensi atau bentuk
pertanggungjawaban mengenai aktivitas yang telah dilakukan oleh suatu
perusahaan.
Tingkat pengungkapan sangat dipengaruhi oleh sumber
perkembangan ekonomi dan tingkat pendidikan dan budaya. Menurut
Cooke dalam Ayu (2010) ada beberapa biaya yang harus dikeluarkan
untuk membuat pengungkapan yaitu biaya pengumpulan informasi, biaya
supervise manajemen, biaya auditor dan kuasa hukum, dan biaya
penyebaran informasi.
Raditya (2012) menyatakan bahwa pengungkapan terbagi menjadi
dua macam, yaitu :
1. Pengungkapan Wajib (mandatory disclosure)
Pengungkapan wajib merupakan pengungkapan informasi yang
diharuskan oleh peraturan yang berlaku. Di Indonesia, peraturan
mengenai pengungkapan laporan keuangan dikeluarkan oleh
Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan
(BAPEPAM dan LK) melalui Surat Edaran Nomor
02/PM/2002 yang direvisi pada Surat Edaran Nomor
SE-02/BL/2008 kemudian direvisi kempali pada Surat Edaran Nomor
SE-03/BL/2011 tentang Pedoman dan Penyajian dan
Pengungkapan Laporan Keuangan Emiten atau Perusahaan
Publik.
2. Pengungkapan Sukarela (voluntary disclosure)
Pengungkapan sukarela merupakan pengungkapan melebihi yang
diwajibkan. Pengungkapan sukarela merupakan cara untuk
itu, pengungkapan sukarela juga dapat meningkatkan kepercayaan
investor dan pengguna laporan keuangan lainnya.
Pengungkapan fakta keuangan harus berisi informasi yang benar,
akurat dan tersedia bebas untuk pengguna laporan keuangan (Raditya,
2012). Pengungkapan juga harus memberikan informasi memadahi yang
dibutuhkan untuk pengambilan keputusan para pengguna laporan
keuangan. Hal ini dapat membantu dalam membuat keputusan ekonomi
dan bisnis yang konsisten.
2.2.2 Corporate Social Responsibility (CSR)
Menurut The World Business Council on Sustainable
Development (WBCSD), pengertian Corporate Social Responsibility
(CSR) adalah sebagai suatu komitmen dari perusahaan untuk
melaksanakan etika keprilakuan (behavioral ethnics) dan berkontribusi
terhadap pembangunan ekonomi yang berkelanjutan (sustainable
economic development). Karena perusahaan tidak lagi hanya dihadapkan pada tanggung jawab yang berpijak pada single bottom line, yaitu nilai perusahaan (corporate value/ profit) yang direfleksikan dalam kondisi keuangannya (financial) saja. Selain mengejar profit, perusahaan juga harus memperhatikan dan terlibat pada pemenuhan kesejahteraan
masyarakat (people) serta turut berkontribusi aktif dalam menjaga kelestarian lingkungan (planet).
Menurut Hackston dan Milne dalam Sembiring (2005), Corporate
dampak sosial dan lingkungan dari kegiatan ekonomi organisasi terhadap
kelompok khusus yang berkepentingan dan terhadap masyarakat secara
keseluruhan. Hal tersebut mengakibatkan bertambahnya tanggung jawab
perusahaan, di luar peran tradisionalnya untuk menyediakan laporan
keuangan kepada pemilik modal, khususnya pemegang saham.
Bertambahnya tanggung jawab berarti mengasumsikan bahwa perusahaan
mempunyai tanggung jawab yang lebih luas dibanding hanya mencari
laba untuk pemegang saham.
Menurut Watts dan Holme (1999), CSR ditempatkan dalam
konteks pembangunan berkelanjutan. Gambar 2.1 mengilustrasikan
hubungan antara pembangunan berkelanjutan dengan konsep CSR.
Sumber: Watts dan Holme (1999)
Gambar 2.1 Tiga Pilar Pembangunan Berkelanjutan
Berdasarkan Gambar 2.1, pembangunan berkelanjutan terdiri dari
tiga pilar utama, yaitu tanggung jawab keuangan perusahaan, tanggung Corporate
Financial Responsibility
Corporate Environmental
Responsibility Corporate Responsibility
(Sustainable Development)
jawab lingkungan perusahaan, tanggung jawab sosial perusahaan (Watts
dan Holme, 1999). Menurut Steurer et al. (2005), pembangunan berkelanjutan merupakan pembangunan yang memenuhi kebutuhan
generasi saat ini tanpa mengorbankan kemampuan generasi depan dalam
memenuhi kebutuhan dan aspirasi mereka. Dengan demikian,
pembangunan berkelanjutan melakukan kegiatan pembangunannya saat
ini tanpa mengorbankan kemampuan/manfaat di masa datang.
Di Indonesia praktek pengungkapan tanggung jawab sosial diatur
oleh Ikatan Akuntan Indonesia (IAI), dalam Pernyataan Standar
Akuntansi Keuangan (PSAK) No. 1 (Revisi 2009) paragraf 12, yang
menyatakan bahwa: “Entitas dapat pula menyajikan, terpisah dari laporan
keuangan, laporan mengenai lingkungan hidup dan laporan nilai tambah
(value added statement), khususnya bagi industri dimana faktor-faktor lingkungan hidup memegang peranan penting dan bagi industri yang
menganggap karyawan sebagai kelompok pengguna laporan yang
memegang peranan penting. Laporan tambahan tersebut di luar ruang
lingkup Standar Akutansi Keuangan”. Dasar hukum CSR juga tertuang
dalam UU No.40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (PT) pasal 74
UU RI Ayat 1 mengenai Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan, yaitu:
“Perseroan yang menjalankan kegiatan usahanya dibidang dan atau
berkaitan dengan sumber daya alam wajib melaksanakan tanggung jawab
Dalam pelaksanaannya di Indonesia, CSR bersifat wajib bagi
perusahaan. Namun pelaporan CSR belum memiliki standar baku yang
berlaku berhubungan dengan hal-hal apa saja yang harus diungkapkan
didalamnya. Masing-masing pihak memiliki definisi dan interpretasi yang
beragam mengenai pelaporan CSR. Dalam prakteknya, CSR merupakan
konsep yang sulit diartikan. Beberapa pengertian tentang CSR di atas,
dapat ditarik kesimpulan mengenai pengertian CSR, yaitu kewajiban atau
komitmen perusahaan untuk tidak hanya mencari keuntungan dalam
kegiatan bisnisnya, akan tetapi juga harus memperhatikan kehidupan
masyarakat dan alam di sekitar lingkungan perusahaan.
2.2.3 Indeks Saham Syariah Indonesia (ISSI)
Indonesia sebagai Negara muslim terbesar di dunia merupakan
pasar yang sangat besar untuk pengembangan industri keuangan syariah
(Raditya, 2012). Industri keuangan syariah meliputi perbankan syariah,
asuransi syariah dan yang terbaru adalah pasar modal syariah. Dengan
kehadiran pasar modal syariah, memberikan kesempatan bagi kalangan
muslim yang ingin menginvestasikan dananya sesuai dengan prinsip
syariah, sehingga memberikan ketenangan dan keyakinan atas transaksi
yang halal.
Pasar Modal menurut Undang-Undang No. 8 Tahun 1995 adalah
kegiatan yang bersangkutan dengan penawaran umum dan perdagangan
efek, serta perusahaan publik yang berkaitan dengan efek. Dari definisi
dalam pasar modal sebagaimana yang diatur dalam undang-undang yang
tidak bertentangan dengan prinsip syariah.
Secara umum kegiatan pasar modal syariah tidak memiliki
perbedaan dengan pasar modal konvensional, namun terdapat beberapa
karakteristik khusus pasar modal syariah yaitu bahwa produk dan
mekanisme transaksi tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip syariah
sebagaimana diatur dalam peraturan BAPEPAM dan LK No. IX.A.13,
yaitu tidak melakukan kegiatan usaha :
a. Perjudian dan permainan yang tergolong judi.
b. Perdagangan yang tidak disertai dengan penyerahan barang/jasa.
c. Perdagangan dengan penawaran/ permintaan palsu.
d. Bank berbasis bunga.
e. Perusahaan pembiayaan berbasis bunga.
f. Jual beli yang mengandung unsur ketidakpastian (gharar) dan atau
judi (maisir), antara lain asuransi konvensional.
g. Memproduksi, mindistribusikan, memperdagangkan dan atau
menyediakan barang atau jasa haram zatnya (haram lil-dzatihi),
baarang dan jasa haram bukan karena zatnya ((haram
li-ghairihi)yang ditetapkan oleh DSN-MUI dan atau, barang atau
jasa yang merusak moral dan bersifat mudharat.
h. Melakukan transaksi yang mengandung unsur suap.
Kumpulan efek yang tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip
(sekarang OJK) atau pihak yang disetujui oleh BAPEPAM dan LK
disebut Daftar Efek Syariah (DES). Daftar Efek Syariah (DES) dibentuk pada tanggal 12 September 2007. DES didirikan dengan tujuan untuk
memandu investor agar mengetahui perusahaan yang termasuk dalam
kategori syariah.
Kinerja saham-saham yang masuk dalam kategori syariah secara
umum diwakili oleh 2 indeks yaitu Jakarta Islamic Index (JII) dan Indeks Saham Syariah Indonesia (ISSI). Perbedaan JII dan ISSI hanya terletak pada jumlah perusahaan. Jakarta Islamic Index (JII) hanya mengambil 30 perusahaan dari DES dengan pertimbangan likuiditas, kapitalisasi dan
faktor fundamental lainnya. Sedangkan Indeks Saham Syariah Indonesia
(ISSI) adalah cerminan semua saham yang masuk dalam Daftar Efek Syariah (DES) yang akan dievaluasi enam bulan sekali yaitu setiap bulan Mei dan November, atau setiap adanya penyesuaian apabila terdapat
saham syariah yang baru tercatat atau dihapuskan dari DES
(www.idx.co.id).
2.2.4 Islamic Social Reporting (ISR)
Dalam perspektif islam, sosial reporting tidak hanya menekankan pada tanggungjawab perusahaan antar sesama manusia. Haniffa (2002)
berpendapat bahwa seharusnya aspek spiritual juga dijadikan sebagai
fokus utama dalam social reporting perusahaan karena para pembuat keputusan Muslim memiliki ekspektasi agar perusahaan mengungkapkan
kebutuhan spiritual mereka. Oleh karena itu, ia memandang bahwa perlu
adanya kerangka khusus untuk pelaporan pertanggungjawaban sosial
yang sesuai dengan prinsip Islam.
Kerangka tersebut tidak hanya berguna bagi para pembuat
keputusan Muslim, tetapi juga berguna bagi perusahaan Islam dalam
memenuhi pertanggungjawabannya terhadap Allah SWT dan masyarakat.
Kerangka ini dikenal dengan sebutan Islamic Social Reporting (ISR).
Islamic Social Reporting (ISR) menggunakan prinsip syariah sebagai landasan dasarnya. Prinsip syariah dalam ISR menghasilkan aspek-aspek
material, moral, dan spiritual yang menjadi fokus utama dari pelaporan
sosial perusahaan. Islamic Social Reporting (ISR) merupakan perluasan dari pelaporan sosial yang tidak hanya berupa keinginan besar dari
seluruh masyarakat terhadap peranan perusahaan dalam ekonomi
melainkan berkaitan dengan perspektif spiritual (Haniffa, 2002).
Menurut Haniffa (2002), Islamic Social Reporting (ISR) memiliki dua tujuan utama. Pertama yaitu sebagai bentuk akuntabilitas kepada
Allah SWT dan masyarakat. Kedua, adalah untuk meningkatakan
transparansi kegiatan bisnis dengan cara memberikan informasi yang
relevan dan sesuai dengan kebutuhan spiritual para pembuat keputusan
muslim. Abu-Tapanjeh (2009) mengungkapkan bahwa akuntabilitas tidak
hanya ditujukan kepada para pemangku kepentingan saja, tetapi juga pada
memberikan keberkahan dan kesuksesan. Dengan kata lain, akuntabilitas
yang utama adalah kepada Allah SWT sebagai Tuhan bagi semesta alam.
Ada dua hal lagi yang merupakan hal terpenting dalam Islamic Social Reporting (ISR) menurut Othman dan Thani (2009). Pertama ialah Keadilan sosial, yang dimaksud keadilan sosial disini adalah keadilan
bagi seluruh orang yang terkait dalam lingkungan perusahaan seperti
keadilan kepada karyawan, pelanggan, distributor, dan seluruh anggota
masyarakat dimana kegiatan bisnis tersebut beroperasi. Dan yang kedua
ialah tanggungjawab perusahaan dalam menggunakan sumber daya yang
dimilikinya dalam upaya memberikan manfaat kepada umat agar
mencapai kesejahteraan.
Berdasarkan penjelasan di atas maka dapat disimpulkan bahwa
islam ingin menyelaraskan antara kegiatan ekonomi dan spiritual dalam
kegiatan bisnisnya. Syariah Islam memiliki tiga dimensi yang saling
berhubungan, yaitu mencari ridho Allah agar tercapainya keadilan sosial, yang kemudian memberikan manfaat kepada umat, dan mencapai
kesejahteraan (Haniffa, 2002).
Penelitian ini menggunakan kerangka Islamic Social Reporting
(ISR) dengan rujukan utama Haniffa (2002) yang dimodifikasi dengan
1. Pendanaan dan Investasi
a) Riba (interest-free)
Riba berasal dari bahasa Arab yang berarti tambahan ( Al-Ziyadah), berkembang (An-Nuwuw), meningkat (Al-Irtifa‟), dan membesar (Al-„uluw). Antonio dalam Putri (2014) memaparkan mengenai masalah riba sebagai setiap penambahan yang diambil
tanpa adanya suatu penyeimbang atau pengganti („iwad) yang
dibenarkan syariah. Hal yang dimaksud transaksi pengganti atau
penyeimbang yaitu transaksi bisnis atau komersil yang
melegitimasi adanya penambahan secara adil, seperti jual beli,
sewa menyewa, atau bagi hasil proyek dimana dalam transaksi
tersebut ada faktor penyeimbang berupa ikhtiar/usaha,risiko dan
biaya. Larangan riba dalam Al-Quran QS. Al-Baqarah 278-280 :
“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan tingglkanlah sisa riba (yang belum dipungut) jika kamu orang-orang yang beriman. Maka jika kamu tidak melaksanakannya, maka umumkanlah perang dari Allah dan Rasul-Nya. Tetapi jika kamu bertobat, maka kamu berhak atas pokok hartamu. Kamu tidak berbuat zalim (merugikan) dan tidak pula dizalimi (dirugikan). Dan jika orang yang berutang itu dalam kesulitan, maka berilah tenggang waktu sampai dia memperoleh kelapangan. Dan jika kamu menyedekahkan, itu lebih baik bagimu, jika kamu mengetahui.”
b) Gharar (ketidakpastian)
Terjadi ketika terdapat incomplete information antara kedua belah pihak yang bertransaksi dalam hal kuantitas, kualitas,
harga, waktu penyerahan dan akad (Widiawati, 2012). Salah
transaksi lease and purchase (sewa-beli) karena adanya ketidakpastian dalam akad yang diikrarkan antara kedua pihak.
c) Zakat
Zakat merupakan kewajiban bagi seluruh umat Muslim atas
harta benda yang dimiliki ketika telah mencapai nisab (Raditya,
2012). Zakat tidaklah sama dengan donasi, sumbangan, dan
shadaqah. Zakat memiliki aturan yang jelas mengenai harta
yang harus dizakatkan, batasan harta yang terkena zakat, cara
penghitungannya, dan siapa saja yang boleh menerima harta
zakat sesuai apa yang telah diatur oleh Allah SWT.
d) Kebijakan atas keterlambatan pembayaran piutang dan
penghapusan piutang tak tertagih.
Penangguhan atau penghapusan utang harus dilakukan dengan
adanya penyelidikan terlebih dahulu kepada pihak debitur
terkait ketidakmampuannya dalam pembayaran piutang
(Widiawati, 2012). Penangguhan atau penghapusan utang
merupakan suatu bentuk sikap tolong-menolong yang
dianjurkan didalam Islam sesuai dengan firman Allah SWT
dalam Al-Quran surat Al-Baqarah ayat 280 berikut:
e) Current Value Balance Sheet (Nilai masa kini)
Nilai kini dalam neraca akan dijadikan sebagai pedoman untuk
menentukan berapa jumlah zakat yang dikeluarkan. Nilai masa
kini dapat diperoleh dari estimasi nilai rata-rata transaksi yang
terjadi atau transaksi yang akan terjadi apabila aset tersebut
diperjualbelikan oleh perusahaan. Current value balance sheet
sudah seharusnya dimasukkan sebagai bagian dari persyaratan
pelaporan operasi perusahaan (Sulaiman, 2003). Namun, PSAK
Indonesia masih memberlakukan nilai historis atas nilai-nilai
akun pada neraca. Salah satu aspek yang masih mengandung
nilai historis adalah pengukuran setelah pengakuan aset tidak
berwujud. Dalam PSAK No 19 (revisi 2000) disebutkan bahwa
entitas hanya dapat menggunakan model harga perolehan dalam
mengukur aset tidak berwujud. Meskipun, PSAK No. 19 (revisi
2009) yang mulai berlaku efektif tahun buku 1 Januari 2011
sudah mengarahkan pada konsep current value menyatakan bahwa tiap entitas diberikan kebebasan untuk menggunakan
model harga perolehan atau model revaluasi dalam mengukur
aset tidak berwujud. Oleh karena itu, klasifikasi current value balance sheet tidak relevan untuk dijadikan kriteria dalam pengungkapan penelitian ini.
f) Value Added Statement
karyawan-karyawannya. Value added statement merupakan pernyataan
yang melaporkan perhitungan nilai tambah beserta
pemanfaatannya oleh para pemangku kepentingan perusahaan
(Widiawati, 2012). Istilah value added statement pada dewasa ini diartikan sebagai laporan pertambahan nilai. Value Added Statement lebih berkembang di negara-negara maju dibandingkan dengan negara berkembang seperti Indonesia.
Dalam penelitian ini istilah value added statement lebih merujuk pada pernyataan nilai tambah dalam laporan tahunan
perusahaan.
2. Produk dan Jasa
a. Produk yang ramah lingkungan (green product)
Setiap perusahaan di seluruh dunia diharapkan menghasilkan
produk ataupun jasa yang ramah lingkungan sebagai suatu
bentuk partisipasi dalam menjaga dan memelihara lingkungan
yang kian mengalami kerusakan (Widiawati, 2012).
b. Status kehalalan produk
Widiawati (2012) mengungkapkan bahwa status kehalalan suatu
produk merupakan suatu kewajiban yang harus diungkapkan
oleh perusahaan dalam laporan tahunannya kepada seluruh
konsumen Muslim. Status kehalalan suatu produk diketahui
setelah mendapatkan sertifikat kehalalan produk dari Majelis
c. Kualitas dan keamanan suatu produk
Setelah produk dinyatakan halal, hal lain yang juga penting
untuk perusahaan dalam mengungkapkan produknya adalah
mengenai kualitas dan keamanan produk (Widiawati, 2012).
Produk yang berkualitas dan aman akan meningkatkan
kepercayaan dan loyalitas konsumen terhadap suatu perusahaan.
Kualitas dan keamanan suatu produk perusahaan dinyatakan
dengan adanya ISO 9000 : 2000 yang merupakan sertifikat
manajemen mutu.
d. Keluhan konsumen/indikator yang tidak terpenuhi dalam
peraturan dan kode sukarela (jika ada).
Item pengungkapan selanjutnya adalah mengenai keluhan
konsumen atau pelayanan pelanggan. Suatu perusahaan
diharapkan tidak hanya berfokus pada produk yang dihasilkan
(product-oriented) melainkan memberikan pelayanan terhadap
konsumen yang memuaskan (consumer-oriented) dengan
menyediakan pusat layanan keluhan konsumen setelah proses
jual beli (Widiawati, 2012).
3. Karyawan
Haniffa (2002) dan Othman dan Thani (2010) memaparkan
bahwa masyarakat Islam ingin mengetahui apakah
karyawan-karyawan perusahaan telah diperlakukan secara adil dan wajar
karakteristik pekerjaan, jam kerja per hari, libur tahunan, jaminan
kesehatan dan kesejahteraan, kebijakan terkait waktu dan tempat
ibadah, pendidikan dan pelatihan, kesetaraan hak, dan lingkungan
kerja. Berdasarkan penjelasan di atas, item pengungkapan pada
tema karyawan yang digunakan dalam penelitian ini terdapat pada
lampiran 1.
4. Masyarakat
Haniffa (2002) menerangkan bahwa konsep dasar yang
mendasari tema ini adalah ummah, amanah, dan adl. Konsep tersebut menekankan pada pentingnya saling berbagi dan
meringankan beban orang lain dengan hal-hal yang telah disebutkan
pada item-item pengungkapan di atas. Perusahaan memberikan
bantuan dan kontribusi kepada masyarakat dengan tujuan
semata-mata untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan membantu
menyelesaikan permasalahan sosial di masyarakat seperti
membantu memberantas buta aksara, memberikan beasiswa, dan
lain-lain (Maali et al., 2006 dan Othman dan Thani, 2010). Ada sebelas item pada tema ini yang dipaparkan lebih lanjut dalam
lampiran satu.
5. Lingkungan
Menurut Haniffa (2002), penting bagi seluruh makhluk
hidup untuk melindungi lingkungan sekitarnya. Konsep yang
mendasari tema lingkungan dalam penelitian ini adalah mizan,
prinsip keseimbangan, kesederhanaan, dan tanggung jawab dalam
menjaga lingkungan. Oleh karena itu, informasi-informasi yang
berhubungan dengan penggunaan sumber daya dan
program-program yang digunakan untuk melindungi lingkungan harus
diungkapkan dalam laporan tahunan perusahaan (Othman dan
Thani, 2010). Hal ini sesuai dengan firman Allah SWT dalam
Al-Quran surat Ar-Rum ayat 41 berikut:
“Telah tampak kerusakan di darat dan di laut akibat ulah tangan manusia, supaya Allah menghendaki agar mereka merasakan sebagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar).”
6. Tata Kelola Perusahaan (Corporate Governance)
Tata kelola perusahaan dalam sistem ekonomi Islam
mempunyai cakupan yang lebih luas dibandingkan dengan tata
kelola perusahaan dalam sistem konvensional (Abu-Tapanjeh,
2009). Tata kelola perusahaan dalam Islam berasal dari konsep
khalifah. Hal tersebut sesuai dengan firman Allah SWT dalam surat Al-Baqarah ayat 30 berikut:
“Ingatlah ketika Tuhan-mu berfirman kepada malaikat, “Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi. Mereka berkata, “Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di muka bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih kepada dengan memuji Engkau dan menyucikan Engkau?” Tuhan berfirman, “Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui.”
Makna ayat di atas adalah manusia sebagai utusan Allah SWT telah
dari segala bentuk kerusakan. Pertanggungjawaban manusia atas
amanah itu tidak hanya kepada masyarakat atau para pemangku
kepentingan, tetapi juga kepada Allah SWT sebagai pemilik dari
bumi beserta isinya. Dalam Islam, tujuan utama akuntabilitas adalah
semata-mata untuk mencapai al-falah dan kesejahteraan sosial.
Sedangkan dalam ekonomi konvensional, tujuan utama
akuntabilitas adalah sebagai bentuk transparansi dalam rangka
menciptakan pasar efisien yang sesuai dengan aturan yang berlaku
(Abu-Tapanjeh, 2009). Menurut Kasri (2009), perbedaan utama
tata kelola perusahaan dalam sistem Islam dan konvensional terletak
pada aspek filosofi yang mencakup tujuan perusahaan, jenis
keterlibatan kontrak, pemain kunci dalam praktik kelola perusahaan,
serta hubungan antara pemain kunci tersebut. Praktik tata kelola
perusahaan dalam perspektif Islam merupakan salah satu bentuk
kewajiban umat muslim kepada Allah SWT sehingga tercipta
kontrak “implisit” antara manusia dan Allah SWT dan kontrak
“eksplisit” antara sesama manusia. Namun, pada praktiknya
perbedaan tata kelola perusahaan dalam ekonomi Islam dan
ekonomi konvensional terlihat tidak ada bedanya.
Munid dalam Raditya (2012) memaparkan bahwa prinsip-prinsip
tata kelola perusahaan dalam ekonomi Islam terbagi menjadi empat,
a. Akuntabilitas (Accountability)
Dalam hal akuntabilitas, umat Muslim harus percaya bahwa
apapun yang telah diperbuat di bumi pasti ada balasannya di
akhirat kelak. Oleh karena itu, manusia harus menjalankan
perintah Allah SWT semata-mata demi mengharap ridha
Allah SWT.
b. Transparansi (Transparency)
Konsep mengenai transparansi terdapat dalam Al-Quran surat
Al-Baqarah ayat 282. Makna dari ayat tersebut menyiratkan
bahwa tujuan perusahaan bukan hanya untuk menghasilkan
keuntungan saja, melainkan juga untuk menyejahterakan
masyarakat. Oleh karena itu, perusahaan harus
mengungkapkan informasi-informasi yang terkait dengan
usaha perusahaan dalam menyejahterakan masyarakat
tersebut. Haniffa (2002) menambahkan bahwa sesuai dengan
konsep transparansi, perusahaan harus mengungkapkan
informasi yang terkait dengan kebijakan-kebijakan
perusahaan, aktifitas-aktifitas bisnis yang dilakukan,
kontribusi perusahaan terhadap masyarakat, penggunaan
sumber daya yang telah dimanfaatkan, dan upaya
perlindungan lingkungan.
c. Keadilan (Fairness)
Prinsip keadilan terdapat dalam firman Allah SWT Al-Quran
SWT menghimbau agar manusia dapat selalu berlaku adil
dalam menghadapi masalah-masalah hukum di muka bumi.
d. Tanggung Jawab (Responsibility)
Konsep tanggung jawab erat kaitannya dengan konsep
akuntabilitas. Firman Allah SWT yang mendasari prinsip
tanggungjawab terdapat dalam Al-Quran surat Al-Anfal ayat
27. Ayat tersebut mengindikasikan bahwa islam mengajarkan
kepada umatnya untuk berperilaku etis dalam setiap kegiatan
bisnis mereka. Dengan kata lain, para pelaku kegiatan bisnis
harus dapat memanfaatkan sebaik-baiknya titipan yang
dipercayakan Allah SWT kepada mereka.
2.3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Islamic Social Reporting (ISR) 2.3.1 Ukuran Perusahaan
Perusahaan yang berukuran lebih besar cenderung memiliki public demand terhadap informasi yang lebih tinggi dibanding perusahaan yang berukuran lebih kecil. Cowen et al. dalam Sembiring (2003) menyatakan bahwa perusahaan yang lebih besar mungkin akan memiliki pemegang
saham yang memperhatikan program sosial yang dibuat perusahaan
dalam laporan tahunannya.
Penelitian Haniffa dan Cooke (2005) periode 1996 dan 2002 pada
138 perusahaan non keuangan di Bursa Malaysia dan Jizi et al., (2014) pada 193 bank komersial yang ada di Amerika periode waktu 2009-2011
telah membuktikan bahwa ukuran perusahaan yang diukur dengan