• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II LANDASAN TEORI

C. Kebiasaan Belajar

2. Faktor-faktor Pembentuk Kebiasaan Belajar Siswa

Ada beberapa faktor dari kebiasaan belajar siswa antara lain cara belajar, motivasi dan minat belajar, lingkungan, sarana dan prasarana,

16

dan lain sebagainya. Akan tetapi, dalam penelitian ini peneliti akan mengambil salah satu faktor yaitu cara belajar siswa.

Intelegensi siswa sangat mempengaruhi cara belajar siswa karena setiap siswa memiliki intelegensi yang berbeda-beda yang dapat berpengaruh terhadap kemampuan siswa sesuai dengan intelegensi mereka. Dalam mengkaji intelegensi siswa, Suparno (2004) mengulas kesembilan intelegensi yang diutarakan oleh Gardner. Kesembilan inteligensi itu adalah inteligensi linguistik (linguistic intelligence), inteligensi matematis-logis (logical-mathematical intelligence), inteligensi ruang (spatial intelligence), inteligensi kinestetik-badani (bodily-kinesthetic intelligence), inteligensi musikal (musical intelligence), inteligensi interpersonal (interpersonal intelligence), inteligensi intrapersonal (intrapersonal intelligence), inteligensi lingkungan/naturalis (naturalist intelligence), inteligensi eksistensial (existential intelligence).

Inteligensi merupakan kemampuan untuk memecahkan persoalan dan menghasilkan produk dalam suatu seting yang bermacam-macam dan dalam situasi yang nyata. Setiap siswa mempunyai kemampuan yang menonjol terkait dengan inteligensi ganda mereka masing-masing. Baik disadari ataupun tidak hal ini sangat berpengaruh dengan cara belajar siswa tersebut. Ada kemampuan siswa yang menonjol terkait dengan mengerti urutan dan arti kata-kata, menjelaskan, mengajar, bercerita, berdebat, humor, mengingat dan menghafal, analisis linguistik, menulis

17

dan berbicara, main drama, berpuisi, berpidato serta mahir dalam perbendaharaan kata, maka siswa tersebut dikatakan memiliki inteligensi linguistik.

Kecenderungan siswa yang berpikir dengan menggunakan logika, reasoning, pola sebab akibat serta berkemampuan menonjol terkait klasifikasi dan ketegorisasi, abstraksi, simbolisasi, pemikiran induktif dan deduktif, menghitung dan bermain angka, pemikiran ilmiah, problem solving dan silogisme merupakan kemampuan siswa yang menonjol dalam inteligensi matematis-logis.

Untuk siswa yang memiliki inteligensi ruang-visual mempunyai kemampuan-kemampuan yang menonjol terkait mengenai relasi benda-benda dalam ruang dengan tepat, punya persepsi yang tepat dari berbagai sudut, representasi grafik, manipulasi gambar, menggambar, mudah menemukan jalan dalam ruang, imajinasinya aktif, peka terhadap warna, garis dan bentuk.

Ada juga siswa yang memiliki kemampuan menonjol yang terkait pada main drama, main peran, mudah berekspresi dengan tubuh, mengkaitkan pikiran dan tubuh, kemampuan mimik, aktif bergerak, berolahraga, menari, kemampuan koordinasi dan fleksibilitas tubuh tinggi, kemampuan tersebut biasanya dimiliki siswa yang memiliki inteligensi kinestetik-badani. Sedangkan untuk inteligensi musikal cenderung dimiliki oleh siswa yang peka terhadap suara dan musik, mengerti struktur musik dengan baik, mudah menangkap musik, senang

18

mencipta melodi, peka dengan intonasi, ritmik, menyanyi, pentas musik, senang mencipta musik, pemain alat musik.

Jika ada siswa yang mudah bekerja sama dengan teman, mudah mengenal dan membedakan perasaan pribadi teman, menggunakan komunikasi verbal dan non-verbal, peka terhadap teman dan empati serta suka memberi feedback maka siswa ini mempunyai kemampuan yang menonjol terkait inteligensi interpersonal. Sedangkan inteligensi intrapersonal dimiliki oleh siswa yang dapat berkonsentrasi dengan baik, kesadaran dan ekspresi perasaan-perasaan yang berbeda, pengenalan diri yang dalam, keseimbangan diri, kesadaran akan realitas spiritual, reflektif, suka kerja sendiri.

Ada tipe siswa yang senang pada alam misalnya mengenal flora dan fauna, mengklasifikasi dan identifikasi tumbuh-tumbuhan dan binatang, hidup menyatu dengan alam di luar rumah maka siswa tersebut digolongkan siswa yang memiliki inteligensi lingkungan atau biasa disebut inteligensi naturalis. Inteligensi yang kesembilan yaitu inteligensi eksistensial, yaitu kemampuan siswa yang cenderung peka dan mampu untuk menjawab persoalan eksistensi manusia, apa makna hidup ini, mengapa kita lahir dan mati (Paul Suparno, 2004: 19-48).

Kesembilan inteligensi ini sangat mampengaruhi cara belajar siswa karena setiap siswa mempunyai inteligensi yang berbeda-beda sehingga berpengaruh dengan kemampuan yang menonjol terkait dengan inteligensi ganda tiap-tiap siswa. Cara belajar adalah aktivitas-aktivitas

19

belajar yang ditempuh oleh siswa untuk memperoleh hasil belajar. Aktivitas-aktivitas belajar yang biasa dilakukan adalah membaca, mendengarkan, menulis dan mencatat, membuat ihktisar atau ringkasan, menghafal, berpikir, mengamati tabel-tabel, diagram, dan bagan-bagan, menyusun karangan, latihan atau praktek, mempelajari ulang isi pelajaran dikelas, bertanya, menggunakan perpustakaan dan menempuh ujian. Aktivitas-aktivitas ini akan dijelaskan satu per satu di bawah ini:

1) Kebiasaan membaca.

The Liang Gie (1979: 85-86) mengulas buku Reading Skill yang ditulis oleh William D. Baker yang mengungkapkan kira-kira 85% dari seluruh materi studinya meliputi membaca. Oleh karena itu metode, kemahiran dan segi-segi lainnya yang berhubungan dengan aktivitas membaca perlu sekali dipelajari oleh para siswa. Membaca asal membaca saja tidaklah sukar jika seseorang sudah mengenal huruf. Tapi membaca buku sehingga pembacaan mendapatkan manfaat dari buku tersebut adalah suatu kecakapan yang harus sungguh-sungguh diusahakan, terutama bagi para siswa yang harus membaca buku-buku pelajaran yang tebal dan sulit, mereka harus mempunyai kemampuan sebagai pembaca yang efisien. Setiap siswa hendaknya berusaha agar menjadi pembaca yang efisien.

Ciri-ciri pembaca yang efisien ialah:

 Mempunyai kebiasaan-kebiasaan yang baik dalam membaca.  Mengerti betul isi buku yang dibacanya.

20

 Sehabis membaca dapat mengingat sebagian besar atau pokok-pokok dari apa yang dibacanya.

 Dapat membaca dengan cepat.

Tampaknya ada hubungan yang pasti dan penting antara kesanggupan membaca dan angka hasil ujian para siswa pada sekolah-sekolah di Indonesia. Siswa yang sanggup (yang mau dan mampu) secara efisien membaca buku-buku yang diwajibkan dan dianjurkan biasanya memperoleh angka yang baik dan akhirnya sukses dalam studinya.

Dengan membaca literatur wajib maka seorang siswa:

1) Telah menyiapkan diri dengan bahan-bahan pelajaran seluruhnya sehingga kalau ditanya soal-soal ujian dari buku dapat menghadapinya.

2) Dapat lebih mengerti bahan-bahan pelajaran.

3) Mempunyai pengetahuan yang lebih luas sehingga dapat menyusun jawaban-jawaban ujian yang teratur.

Untuk menjadi seorang pembaca yang baik disamping menguasai segenap metodenya, setiap siswa perlu pula mengembangkan dan memiliki kebiasaan-kebiasaan membaca yang baik. Kebiasaan-kebiasaan dapat timbul dari sikap mental yang tepat terhadap hal-hal yang berhubungan dengan aktivitas pembaca. Disiplin pribadi diperlukan pula untuk mengembangkan

kebiasaan-21

kebiasaan baik itu sehingga kelak dapat terlaksana secara otomatis tanpa banyak kesulitan.

Kebiasaan-kebiasaan baik yang minimal perlu dipunyai oleh setiap siswa ialah sebagai berikut:

a. Mengindahkan syarat-syarat kesehatan dalam membaca, terutama untuk kesehatan mata.

b. Menyusun rencana dan mengatur penggunaan waktu untuk membaca.

c. Menyiapkan dan menggunakan alat tulis sewaktu membaca untuk keperluan membuat tanda-tanda dan catatan-catatan mengenai apa yang dibaca.

d. Mengenal perpustakaan-perpustakaan yang ada berikut isinya serta rajin mengunjungi perpustakaan untuk membaca pustaka-pustaka yang tidak boleh dipinjam keluar.

e. Menelaah sesuatu buku-buku untuk setiap mata pelajaran secara mendalam sehingga betul-betul memahami dan menguasai isinya.

f. Memusatkan perhatian secara penuh sewaktu membaca.

g. Walaupun kebanyakan siswa merasa situasi tenang dan hening akan memperoleh hasil yang maksimal dalam belajar, namun ada sebagian siswa yang senang menggunakan musik sebagai alat bantu supaya mereka mampu belajar secara optimal. Hal yang harus diperhatikan adalah tipe musik dan volume tingkat

22

berapa yang digunakan oleh siswa tersebut sehingga musik tersebut dapat membantu proses belajar siswa secara efektif bukannya malah mengganggu proses belajar.

The Liang Gie (1979: 86) juga mengulas buku How to use Your Mind yang ditulis oleh Harry Dexter Kitson yang mengemukakan ketentuan-ketentuan tentang reading hygiene (kesehatan membaca) yang berikut:

 Sewaktu membaca hendaknya siswa sesekali memejamkan matanya atau melihat ke tempat yang jauh.

 Cahaya penerangan hendaknya datang dari belakang.  Pada pagina buku tidak terdapat bayangan.

 Buku dipegang oleh tangan dan tidak terletak mendatar di atas permukaan meja.

Terhadap ketentuan-ketentuan di atas The Liang Gie (1979: 87) menambahkan beberapa hal sebagai berikut:

a) Siswa sedapat-dapatnya membaca dengan menggunakan cahaya penerangan yang cukup, tidak terlampau gelap atau terlampau terang yang menyilaukan mata (misalnya di bawah sinar matahari).

b) Jarak mata dan buku kira-kira 25 – 30 cm.

c) Sedapat-dapatnya membaca pada meja belajar (misalnya tidak sambil tiduran).

23

d) Peliharalah kesehatan mata dengan sebaik-baiknya. Setiap gejala gangguan terhadap mata hendaknya seketika diperhatikan (misalnya dengan memeriksakan ke poliklinik).

e) Lamanya waktu membaca setiap kali 1 – 2 jam dan kemudian beristirahat dulu 5 – 10 menit.

2) Kebiasaan mendengarkan.

Bahan pelajaran yang siswa pelajari kebanyakan datang kepada mereka tidak melalui bacaan, tetapi diperoleh karena siswa tersebut selalu mendengarkan penjelasan guru tentang bahan pelajaran (Thomas. F. Staton, 1978: 235). Bila siswa telah memiliki kebiasaan mendengarkan pada saat guru menerangkan pelajaran, maka siswa akan lebih mudah mendengarkan orang lain yang menyampaikan informasi yang baru, mendengarkan informasi-informasi dari siaran televisi, radio yang ada kaitannya dengan suatu bahan pelajaran.

3) Kebiasaan menulis dan mencatat.

Untuk mengkaji kebiasaan menulis dan mencatat The Liang Gie (1979: 78) mengulas pendapat Claude C. Crawford yang mengupas manfaat buku catatan kuliah di dalam bukunya The Technique of Study : A Textbook for Use with Upper Secondary and Lower Division College Students yang berisi: “pertama buku catatan kuliah dengan lembaran-lembaran yang terlepas itu akan menghemat kertas, karena setiap lembar kertas dapat dipakai, kalau memakai

24

buku tulis maka pada akhir tahun pelajaran tentu ada lembar-lembaran yang tidak terpakai. Selanjutnya buku catatan tersebut memungkinkan siswa menghimpun semua catatan pelajaran pada satu tempat”.

Kegiatan mencatat bahan pelajaran yang dianggap penting pada saat guru menjelaskan bahan pelajaran, sebab sangat berguna bagi siswa untuk merekam informasi yang diperoleh dan mempelajarinya kembali. Kegiatan mencatat bahan pelajaran dalam buku catatan dengan rapi memberi semangat bagi siswa untuk melakukan belajar dengan rutin dan teratur. Bahan pelajaran dari buku-buku bacaan akan sangat membantu siswa menambah informasi-informasi tentang bahan pelajaran yang bersangkutan. Dengan menulis dan mencatat bahan pelajaran, dan dengan mengulang kembali bahan pelajaran yang sudah diperolehnya melalui kegiatan mendengarkan dan menatap pada saat mempelajari bahan pelajaran, serta dengan mencatat tugas-tugas yang belum selesai dalam buku kegiatan atau buku agenda, maka akan mudah bagi siswa untuk mengatur rencana belajar. Dengan demikian suatu rencana dapat diingat dan dilaksanakan dengan mudah bila dicatat. 4) Kebiasaan membuat ikhtisar atau ringkasan.

Penyusunan ikhtisar atau ringkasan dari bahan pelajaran yang dipelajari akan membantu siswa dalam mengingat isi suatu bab atau subbab tertentu dari suatu buku pelajaran atau akan membantu siswa

25

mencari kembali materi-materi yang telah lalu dalam buku-buku. Kegiatan meringkas atau membuat ihktisar ini juga berguna bagi siswa untuk membedakan hal-hal yang lebih penting daripada hal yang kurang penting.

Untuk mengkaji kebiasaan membuat ikhtisar atau karangan The Liang Gie (1979: 106) mengulas karangan yang ditulis oleh Francis Bacon yang berjudul Of Studies yang mengatakan: Some books are to be tasted, others to be swallowed, and some few to be chewed and digested. Yang mengandung makna bahwa sebagian buku hendaknya dicicipi, sebagian lain ditelan dan sebagian kecil hendaknya dikunyah-kunyah dan dicerna.

Berdasarkan hal tersebut maka buku pelajaran harus dikunyah dan dicerna. Usaha yang tepat untuk mengunyah dan mencerna sesuatu buku ialah dengan membuat ringkasan. Suatu ringkasan yang baik akan merupakan alat pembantu yang sangat berharga bagi setiap siswa. Dengan jalan meringkas isi buku yang tebal akan memudahkan siswa untuk menghafalnya.

Dalam membuat suatu ringkasan, seharusnya siswa berusaha untuk mengambil intisari sesuatu uraian dari pokok pikiran, kemudian intisari itu dituliskan dengan singkat dalam kata-katanya sendiri serta pula dihubungkan dengan pokok-pokok pikiran lainnya yang juga telah diringkaskan.

26

Menggaris di bawah kalimat-kalimat penting dalam sesuatu buku belumlah berarti membuat ringkasan, karena kalimat-kalimat itu tidak diringkaskan, demikian pula isi sesuatu uraian pada bagian yang satu dengan bagian yang lainnya belum disusun dan dihubungkan menjadi suatu gambaran yang sangat jelas. Tetapi usaha menggaris itu merupakan suatu persiapan yang sangat baik untuk menyusun ringkasan. Dengan menggaris kalimat-kalimat yang penting, siswa telah mengumpulkan bahan-bahan yang perlu untuk membuat ringkasan itu.

Sebaiknya siswa barulah mulai membuat suatu ringkasan setelah ia selesai mempelajari sesuatu uraian secara keseluruhan. Biasanya yang terbaik ialah satu bab dari suatu buku. Dengan mempunyai gambaran yang lengkap mengenai isi satu bab, ia akan dapat menghubungkan pokok-pokok pikiran paragraf yang satu dengan yang lainnya secara lebih sempurna (The Liang Gie, 1979: 107).

5) Kebiasaan menghafal.

Setelah catatan-catatan dan buku-buku pelajaran dibaca serta diringkas, bahan-bahan tersebut lalu harus dihafal. Banyak siswa ternyata tidak dapat menghafal dengan baik, yaitu usaha itu memakan waktu terlampau banyak atau usaha itu harus dilakukannya dengan jerih payah yang sangat besar, ataupun apa yang telah dihafalnya dengan mudah terlupa lagi. Hal ini terjadi

27

karena mereka tidak memperhatikan beberapa hal tertentu. Untuk dapat menghafal dengan baik The Liang Gie (1979: 123) mengulas pendapat James L. Mursell yang menulis buku Using Your Mind Effectively yang mengungkapkan bahwa ada 3 syarat yang harus dipenuhi, yaitu tujuan, pengertian dan perhatian.

Sebelum seseorang siswa mulai menghafal, ia harus mempunyai tujuan tertentu yang jelas. Dalam usaha belajar tujuan terdekat yang ingin dicapai ialah maju ujian dan lulus. Tujuan jangka panjang ialah menambah pengetahuan agar kelak sukses dalam penghidupan. Dengan senantiasa memahami sepenuhnya tujuan itu, seseorang siswa akan mempunyai keinginan secara sadar untuk mengingat-ingat apa yang sedang dipelajarinya. Selanjutnya sebelum aktivitas menghafal dilakukan, bahan-bahan pelajaran harus sudah dimengerti. Akhirnya selama menghafal siswa harus benar-benar mencurahkan perhatian dengan memperhatikan bahan pelajarannya.

Apabila seorang siswa ternyata mempergunakan banyak tenaga, pikiran dan waktu untuk menghafal bahan pelajaran yang sedikit saja, hal ini umumnya disebabkan karena ia belum mengerti sungguh-sungguh bahan itu. Belajar titik beratnya terletak pada mengerti apa yang dipelajari daripada menghafalnya. Tidak ada gunanya seseorang siswa berusaha menghafal materi pelajaran kalau ia tidak mengerti pelajaran itu. Sesuatu pengetahuan yang dipelajari tanpa pengertian dengan mudah akan terlupa lagi. Oleh karena itu

28

setiap siswa dalam usaha belajarnya hendaknya selalu berusaha agar ia mengerti betul-betul pelajaran itu sebelum ia memulai menghafalnya. Kalau ia mengerti dengan sebaik-baiknya pelajaran yang dihafalnya itu, pelajaran tersebut pasti tidak mudah terlupakan. Jika suatu pelajaran telah dimengerti dengan baik, untuk menghafalnya sangat mudah. Kadang-kadang cukup dengan menguraikannya sekali saja kepada teman sambil menengok kepada bukunya kalau ada hal-hal yang terlupa, pelajaran itu sudah dapat teringat dalam pikiran.

Siswa yang belajar dengan mengerti materi yang ia pelajari, akan menambah semangat dan daya belajarnya. Sering kali seseorang siswa belajar sebentar, sudah merasa lelah. Hal ini disebabkan karena ia tidak mengerti apa yang dipelajarinya itu. Keletihan itu adalah kelelahan tidak sewajarnya yang ditimbulkan oleh perasaan kesal atau jemu dalam jiwanya karena ia tidak mengerti. Selaras dengan hal tersebut The Liang Gie (1979: 125) mengulas pendapat Court dalam buku yang ditulisnya dengan judul Belajar Sendiri (gubahan Suwirjadi) yang mengatakan bahwa kelelahan itu tidak selalu disebabkan karena terlalu lama bekerja, timbulnya kelelahan dalam usaha menuntut pengetahuan sering disebabkan oleh pekerjaan yang tidak berubah.

Siswa yang menghafal materi pelajaran, yaitu membaca dengan keras-keras, tetapi tanpa menaruh perhatian penuh terhadap

29

apa yang dibaca itu, memang akhirnya dapat mengingat juga pelajaran tersebut, tetapi hafalan itu dalam waktu yang sangat singkat akan dilupakannya kembali. Hanya dengan menghafal sambil memperhatikan betul-betul apa yang dipelajarinya itu, barulah bahan yang bersangkutan dapat bertahan dalam ingatan untuk waktu yang cukup lama.

Selain tujuan, pengertian dan perhatian, faktor-faktor lainnya yang hendaknya diindahkan oleh para siswa yang menghafal pelajaran ialah yang berhubungan dengan kemampuan otak manusia. Ingatan seorang siswa mempunyai daya serap dan daya pateri tertentu yang tak dapat secara paksa dilampaui. Otak manusia untuk setiap jangka waktu hanya bisa menyerap sejumlah bahan pelajaran tertentu. Tidak mungkin otak itu misalnya dalam waktu 1 hari harus bisa menghafal bahan-bahan pelajaran yang telah dikumpulkan selama berbulan-bulan. Oleh karena itu usaha menghafal itu jangan dipadatkan setelah dekat ujian, melainkan jauh di muka setiap siswa sudah membagi-bagi dan mengatur waktunya untuk keperluan menghafal bahan-bahan pelajaran secara teratur dan dalam jatah-jatah tertentu sesuai dengan kekuatan ingatannya.

6) Kebiasaan berpikir.

Siswa perlu melatih kemampuan berpikir dalam belajar. Dengan berpikir orang memperoleh penemuan baru, setidak-tidaknya orang memahami tentang hubungan antar suatu bahan

30

pelajaran (Ahmadi dan Supriyono, 1991: 129). Dengan berpikir pula, siswa dapat mempertimbangkan kebenaran-kebenaran dari suatu materi yang disampaikan oleh guru kepadanya, sehingga ia tidak hanya menerima materi yang diajarkan, tetapi juga mengerti maksud dari materi itu.

7) Kebiasaan mengamati tabel-tabel, diagram, dan bagan-bagan.

Dalam mempelajari bahan pelajaran matematika, siswa mengamati tabel-tabel, diagram, dan bagan-bagan. Pengamatan yang dilakukan secara berulang-ulang akan membantu siswa semakin memahami bahan pelajaran tersebut. Siswa yang memiliki pemahaman terhadap bahan-bahan pelajaran tersebut akan mampu mengikuti pelajaran selanjutnya (Ahmadi dan Supriyono, 1991: 128).

8) Kebiasaan menyusun karangan.

Kegiatan menyusun karangan akan membantu siswa agar semakin terampil mengungkapkan gagasan-gagasan dalam bentuk tulisan yang dapat dipahami oleh orang lain. The Liang Gie (1994: 105) menjelaskan karangan yang baik berpangkal pada bahasa tulis yang mengandung pengertian bahwa gagasan itu harus diatur secara tertib, disusun secara rapi, diurutkan secara runtut dan disajikan secara jelas. Di sekolah, guru akan membantu siswa agar dapat menuliskan buah pikirannya ke dalam sebuah karangan secara baik dan teratur.

31 9) Kebiasaan latihan atau praktek.

Salah satu kebiasaan siswa adalah belajar dengan cara mengerjakan latihan soal, dengan mencoba mencoret-coret dalam upaya untuk mengerjakan soal, siswa sudah mendapatkan pengalaman belajar. Siswa yang melakukan latihan atau praktek berarti siswa menerapkan bahan pelajaran baik dalam kaitan dengan latihan penginderaan dan anggota tubuh (keterampilan) maupun siswa menerapkan prinsip dalam penggunaan prosedur kerja dalam pemecahan masalah (Ahmadi dan Supriyono, 1991: 129).

10) Kebiasaan mempelajari ulang isi pelajaran dikelas.

Siswa yang memperhatikan dengan sungguh-sungguh pada saat guru menjelaskan pelajaran, memahami bahan pelajaran dengan baik. Bahan pelajaran yang dipahami dengan baik akan disimpan dalam ingatan dengan baik pula. Pengulangan terhadap bahan pelajaran membuat penyimpanan bahan pelajaran dengan baik dalam ingatan dipertahankan dalam jangka waktu yang lama, sehingga pada waktu dibutuhkan informasi tersebut dengan mudah dimunculkan kembali (Maddox, 1983: 81-84).

11) Kebiasaan bertanya.

Janganlah merasa segan atau malu bertanya. Jika kita belum memahami materi suatu pelajaran bertanya tidak menunjukan bahwa siswa tersebut bodoh, melainkan menandakan bahwa siswa tersebut

32

menaruh perhatian terhadap pelajarannya dan memiliki hasrat untuk maju (The Liang Gie, 1979: 125).

12) Kebiasaan menggunakan perpustakaan.

Tidak ada belajar yang dapat dilaksanakan tanpa membaca. Gudang bacaan ialah perpustakaan. Setiap siswa harus mengunjungi perpustakaan di sekolahnya untuk mampu membantu usaha belajar, namun perpustakaan hanya dapat memberikan manfaat kepada seorang siswa kalau siswa sungguh-sungguh memanfaatkan buku yang tersedia (The Liang Gie, 1995: 48).

13) Kebiasaan menempuh ujian.

Babak yang terakhir dari usaha para siswa di sekolah ialah menempuh ujian secara tertulis ataupun lisan. Tes atau ujian tersebut dimaksudkan untuk mengukur seberapa jauh siswa menguasai ilmu yang telah dipelajarinya.

Setiap ujian biasanya hanya mungkin dilalui dengan berhasil oleh siswa apabila ia menyiapkan diri dengan sebaik-baiknya. Oleh karena itu landasan utama dan kegiatan pokok untuk maju ujian adalah belajar dengan sebaik-baiknya. Para siswa harus menyiapkan diri dengan belajar secara teratur, penuh disiplin dan konsentrasi pada masa yang cukup jauh sebelumnya ujian dimulai. Belajar secara mati-matian setelah menjelang ujian umumnya tidak akan banyak menolong siswa.

33

Apabila setiap siswa sejak awal tahun ajaran telah belajar secara tertib, mengatur waktu belajar, mengikuti pelajaran, membaca buku, membuat ringkasan dan menghafal pelajarannya, maka sesungguhnya ia sudah cukup siap siaga untuk menempuh ujian. Waktu-waktu yang terakhir menjelang bulan ujian tinggallah dipergunakan untuk memperdalam pengetahuannya dan mengulangi menghafal bahan pelajarannya (The Liang Gie, 1979: 144).

Dokumen terkait