• Tidak ada hasil yang ditemukan

SENGKETA PAJAK

B. Faktor-faktor Penentu dalam Klasifikasi Nilai Jual Obyek Pajak

B. Faktor-faktor Penentu dalam Klasifikasi Nilai Jual Obyek Pajak

1. Dasar Hukum Klasifikasi NJOP

Menurut hasil penelitian penulis dalam pengumpulan data mengenai klasifikasi NJOP, didapatkan bahwa dasar hukum Penetapan Klasifikasi Nilai Jual Obyek Pajak adalah Putusan Menteri Keuangan Nomor : 150/PMK.03/2010, di mana klasifikasi terdahulu dengan Keputusan Menteri

Keuangan R.I. Nomor: 523/KMK.04/1998 tanggal 18 Desember 1998 dan Keputusan Menteri Keuangan R.I Nomor 273/KMK.04/1995 pada intinya adalah perubahan yaitu ditambahnya kelompok B untuk klasifikasi bumi dan bangunan.

Apabila mengingat bahwa pada saat Putusan Menteri Keuangan Nomor 150/PMK.03/2010 diterbitkan telah ada data kelurahan penetapan PBB yang diproduksi dengan mengacu kepada Keputusan Menteri Keuangan Nomor 523/KMK.04/1998 dan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 273/KMK.04/1995, maka pelaksanaan lebih lanjut produksi data kelurahan penetapan PBB tahun 2011 di wilayah KP.PBB Medan di atur sebagai berikut:

a. Bagi Kepala Pelayanan Pajak PBB, khususnya KP.PBB Medan produksi data kelurahan penetapan PBB pedesaan dan perkotaan tahun 1998 di minta untuk menyesuaikan ketentuan Nilai Jual Bumi Klasifikasi kelompok B.

b. Apabila di wilayah KP.PBB Medan telah melaksanakan produksi dengan ketentuan Nilai Jual Bumi mengacu kepada Keputusan Menteri Keuangan Nomor 273/KMK.04/1995, maka KP.PBB di wilayah Medan akan melakukan produksi ulang data kelurahan dengan ketentuan Nilai Jual Bumi pada khususnya klasifikasi kelompok B yang mengacu kepada Keputusan Menteri Keuangan Nomor 523/KMK.04/1998.

2. Faktor-faktor Penentu Klasifikasi

Di dalam Nilai Jual Obyek Pajak di kenal kategori klasifikasi, penggolongan dan ketentuan Nilai Jual Bumi dan Bangunan. Untuk kategori bumi ada 100 klasifikasi, sedangkan untuk kategori Bangunan ada 40 klasifikasi.31

31

Darmodiharjo, D. Tinjauan Umum Nilai Jual Objek Pajak Nasional, (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Bakti, 1995), hal. 37.

Adapun kebijakan dari Pemerintah mengenai klasifikasi NJOP ini dimana Kantor Wilayah (Kanwil) Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Sumut melakukan evaluasi nilai jual objek pajak (NJOP). Dipastikan terjadi perubahan terutama objek pajak di kawasan yang telah memiliki fasilitas umum,seperti jalan. NJOP yang ditentukan kemudian diberlakukan pada 2011. Dan sekarang, memang evaluasi dilakukan selama 2–3 tahun.Tapi idealnya evaluasi NJOP itu dilakukan setiap tahun dengan dasar atas pengenaan PBB sesuai Keputusan Menteri Keuangan RI No 523/ KMK.04/1998. Untuk mengevaluasi NJOP ini, pihak DJP menerjunkan sembilan petugas ke lapangan selama satu bulan penuh mencari data pasar dan pembanding di seluruh wilayah, termasuk mencari tahu penawaran harga tanah yang tengah berlaku. Menurut laporan yang ada, biasanya kenaikan NJOP itu dipengaruhi pasar, perkembangan wilayah, dan perkembangan infrastruktur. Misalkan sebelumnya belum ada jalan, kini daerah itu sudah ada jalan dan sebagainya.

Setiap tahun harga tanah berubah.Tentunya perkembangan infrastruktur dan wilayah yang semakin maju akan memengaruhi NJOP,baik dalam menentukan besaran pajak bumi bangunan (PBB) perkotaan maupun pedesaan. Saat ini besaran NJOP sangat bervariasi, tergantung daerah mana, pasar, dan perkembangan wilayah serta infrastruktur.

Diharapkan dengan evaluasi ini, persentase NJOP dapat berada di angka 80%–120% dari harga pasar. NJOP dikatakan tinggi apabila berada di kawasan komersial seperti area perdagangan, perkantoran dan pusat keramaian lainnya. Sedangkan, NJOP dikatakan terendah apabila tanah atau lahan tersebut masih bersifat tidak produktif. Uji petik NJOP ini masih dilakukan dalam menetapkan besaran NJOP tahun 2011.

Kalau soal pembayaran PBB baik perkotaan dan pedesaan sebenarnya sudah berakhir pada 30 Agustus. Namun,jika masih ada yang belum melunasi dapat menyelesaikan pembayaran hingga Desember. Klasifikasi NJOP Bumi ini dibagi menjadi kelompok A dan kelompok B. Untuk kelompok A, kelas tanah terendah adalah A100 dengan penggolongan nilai jual permukaan bumi lebih kurang Rp170,00 per m2 dengan NJOP ditetapkan sebesar Rp140,00 per m2.

Sedangkan, kelas tanah tertinggi adalah A 51 dengan penggolongan nilai jual permukaan bumi antara Rp 3.000.000 sampai Rp3.200.000 per m2 dengan NJOP ditetapkan sebesar Rp 3.100.000 per m2 Begitu pula untuk kelompok B, kelas tanah terendah adalah B50 dengan penggolongan nilai jual

permukaan bumi antara Rp 3.200.000 per m2 sampai Rp 3.550.000 dengan NJOP ditetapkan sebesar Rp 3.375.000 per m2. Sementara, pada kelas tanah tertinggi adalah B1 dengan penggolongan nilai jual permukaan bumi antara Rp67.390.000 sampai Rp 69.700.000 per m2 dengan NJOP ditetapkan sebesar Rp 68.545.000 per m2. Saat ini NJOP terendah ada di Kabupaten Banyuasin Rp 270,00 per m2 (kelas A 98) dan NJOP tertinggi di Palembang Rp 5.095.000 per m2 (kelas B 46). Hasil laporan menyebutkan, total rencana penerimaan PBB 2011 pada sektor pedesaan dan perkotaan, Kanwil DJP Sumut sebesar Rp102,123 miliar, dengan angka realisasi hingga September 2011 Rp 78,334 miliar atau terealisasi sekitar 77%.

Bagian Bidang Pelayanan Hubungan Masyarakat DJP Sumut, menyatakan akan mengambil langkah proaktif dengan terus melakukan penagihan kepada wajib pajak yang dinyatakan menunggak. Jika pada Agustus WP menunggak, pada bulan berikutnya WP akan dikenakan denda sekitar 2% dari pokok ketetapan. Pengenaan denda ini akan berlaku sebesar 24 bulan atau sekitar 48%.

Disamping itu Pemerintah juga memberlakukan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 150/PMK.03/2010 tentang Klasifikasi dan Penetapan Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) Sebagai Dasar Pengenaan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) mulai 1 Januari 2011. Dan pada saat yang sama pula Pemerintah akan mencabut Keputusan Menteri Keuangan (KMK) Nomor 523/KMK.04/1998 tentang Penentuan Klasifikasi dan Besarnya

NJOP sebagai Dasar Pengenaan PBB. Namun penetapan besarnya PBB terutang untuk tahun pajak 2010 dan tahun-tahun pajak sebelumnya tetap menggunakan klasifikasi dan besarnya NJOP sebagaimana diatur dalam KMK itu.

Untuk memberikan kepastian hukum, keadilan bagi wajib pajak (WP), dan stabilitas dalam penentuan NJOP, pemerintah memandang perlu melakukan penyesuaian klasifikasi dan penetapan NJOP sebagai dasar pengenaan PBB, sebagaimana diatur dalam PMK Nomor 150/PMK.03/2010, yang dikeluarkan 27 Agustus Tahun 2010 lalu. PMK itu berisikan klasifikasi NJOP Bumi dan Bangunan untuk Objek Pajak Sektor Perkebunan, Objek Pajak Sektor Perhutanan, , dan Objek Pajak Sektor Pertambangan; serta NJOP Bumi dan Bangunan untuk Objek Pajak Sektor Perdesaan dan Sektor Perkotaan.

Dalam PMK itu Menteri Keuangan melimpahkan wewenang kepada Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak setempat untuk menetapkan NJOP setiap tahun untuk masing-masing kabupaten/kota; atau wilayah kerja Kantor Pelayanan Pajak Pratama jika terdapat lebih dari satu Kantor Pelayanan Pajak Pratama dalam satu kabupaten/kota. Rencananya, ketentuan mengenai tata cara penetapan NJOP dan bentuk format keputusan yang dikeluarkan oleh Kepala Kantor Wilayah DIrektorat Jenderal Pajak atas nama Menteri Keuangan akan diatur lebih lanjut dengan Peraturan Dirjen Pajak.

Jadi untuk menghitung besarnya Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) yang harus dibayar maka harus diketahui lebih dahulu kelas dari tanah (bumi) dan/atau bangunan yang menjadi objek PBB sehingga bisa dihitung NJOP PBB. Penentuan klasifikasi dari bumi dan bangunan didasarkan pada Keputusan Menteri Keuangan, dan untuk peraturan yang terbaru adalah Peraturan Menteri Keuangan Nomor 150/PMK.03/2010 tentang Klasifikasi dan Penetapan Nilai Jual Objek Pajak Sebagai Dasar Pengenaan Pajak Bumi dan Bangunan, yang menggantikan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 523/KMK.04/1998. Berikut ini disampaikan klasifikasi NJOP terbaru dan cara penghitungan PBB dengan klasifikasi NJOP tersebut.

KLASIFIKASI NILAI JUAL OBJEK PAJAK (NJOP) BUMI UNTUK OBJEK