• Tidak ada hasil yang ditemukan

Faktor-Faktor Penyebab Menjadi Pria Metroseksual

Dalam dokumen Fenomena Pria Metroseksual Di Kota Medan (Halaman 75-81)

BAB IV. DESKRIPSI LOKASI DAN INTERPRETASI DATA

4.3. Faktor-Faktor Penyebab Menjadi Pria Metroseksual

Gejala metroseksual ini sebenarnya sudah lama ada, namun fenomena ini baru mulai dirasakan dua-tiga tahun yang belakangan ini, khususnya bagi masyarakat kita yang juga baru memahami adanya istilah pria metroseksual. Hal ini ditandai dengan mulai bermunculannya toko-toko atau gerai-gerai kebutuhan pria di mal-mal. Awalnya, kebanyakan tempat fashion pria itu berdiri sendiri seperti butik-butik pakaian bukan di mal, karena pada umumnya pria tidak begitu suka ke mal. Munculnya gerai-gerai pria dan produk-produk kosmetik untuk pria di mal yang terbuka juga merupakan penanda terjadinya pergeseran sikap dan pandangan masyarakat, khususnya para pria terhadap penampilannya.

Pria metroseksual bisa disebut juga sebagai pria narsistik, pria yang mengagumi dan mencintai dirinya sendiri. Baginya, tidak ada yang lebih penting dari pada dirinya sendiri. Karena itulah, dia akan merasa sangat senang jika orang lain bisa membicarakan hal-hal yang baik tentang dirinya.

Pria yang dulu tidak senang berdandan atau berbelanja, karena dianggap hanya menghabiskan uang dan waktu, saat ini mulai gemar memanjakan dirinya. mereka mulai merawat sekujur tubuhnya, mulai dari perawatan rambut di salon, facial, manikur-pedikur (perawatan kuku kaki dan tangan), membentuk badan di gym, hingga menggunakan wewangian.

Sebab munculnya pria metroseksual ini salah satunya adalah karena makin banyak wanita yang bekerja. Kehadiran wanita karier di tempat kerja yang sebelumnya lebih banyak didominasi kaum pria tentu menuntut rekan prianya untuk juga menjaga penampilan, misalnya dengan berbusana rapi, bertubuh bugar, dan berbau harum.

Proporsi pekerja kerah putih yang terus bertambah juga membuat pria di tuntut tampil menarik. Tentu kita akan lebih tertarik berbisnis dengan seseorang yang berpakaian rapi dan tampil bersih dari pada yang berpakaian asal-asalan dan memiliki bau badan yang kurang enak.

Pria metroseksual ini dipengaruhi oleh kehadiran majalah-majalah pria seperti FHM, Maxim, GQ, Esquire serta populer dan Male Emporium di Indonesia, yang terus menambah jumlah halaman fashion mereka. Makin banyak halaman di majalah-majalah itu yang menampilkan sosok pria bertubuh ideal, tidak terlalu kurus dan tidak pula terlalu berotot atau gemuk serta mengenakan busana dan aksesoris desain terbaru karya perancang kondang.

Pria metroseksual yang terkesan berpenampilan rapi, bersih, manis, atau flamboyan, adalah salah bila mereka di katakan sebagai gay atau homoseksual. Sebab, para pria metroseksual berdandan dan merawat tubuhnya bukan karena alasan ingin menjadi seperti wanita, apalagi bila ingin disamakan dengan kaum gay. Umumnya para pria metroseksual ini telah memiliki pekerjaan yang menghasilkan uang berlebih sehingga mereka merasa perlu untuk memanjakan diri mereka atau bisa dikatakan mereka menikmati hasil kerja keras mereka dengan memanjakan diri, seperti melakukan perawatan tubuh, bersenang-senang (dugem), memiliki berbagai alat elektronik yang terbaru, relaksasi, dan membeli berbagai keperluan yang dapat menjaga penampilan mereka. Bagi pria metroseksual, penampilan dan kebugaran tubuh sangat penting.

Berikut penuturan HR kepada penulis:

“Penampilan sangat penting, rata-rata orang pertama kali melihat kita ya penampilan kita. Dengan penampilan yang baik pasti orang-orang yang ada di dekat kita bisa nerima kita. Apalagi di dunia kerja. Penampilan nomor satu. Atasan gak akan mau nerima kita, kalo kita seleboran”.

(Wawancara, Oktober 2007)

Dari sepuluh pria metroseksual yang diteliti, dua diantaranya tidak mengetahui adanya fenomena tentang pria metroseksual. Dua informan yang tidak mengetahui adanya fenomena pria metroseksual di karenakan tidak begitu tahu apa arti pria metroseksual. Mereka menjadi pria metroseksual karena memang datang dari diri sendiri bukan karena melihat dari perkembangan zaman yang terjadi.

Berikut penuturan RA tentang pria metroseksual :

“Pria metroseksual itu biasa, pria-pria kayak gitu selalu merawat tubuh, modis, styles, lingkungan pergaulannya dunia gemerlap gitu…hobbi pasti suka nongkrong.”

(Wawancara, Desember 2007)

Fenomena pria metroseksual yang ada di kota Medan pada saat ini juga belum begitu nampak jelas, ini disebabkan karena para pria metroseksual di kota Medan tidak atau belum mau dikatakan sebagai pria metroseksual, karena di kota Medan belum terdapat satu komunitas khusus yang menyatakan diri mereka adalah para pria metroseksual, hal ini berbeda bila dibandingkan dengan kota Jakarta, yang berdasarkan salah satu informan berinisial DN yang mengatakan bahwa di Jakarta ia memiliki teman-teman yang memiliki hobi yang sama dengannya dalam hal perawatan tubuh.

Berikut penuturan DN kepada penulis

“Saya terkadang bingung kalo pengen nyari temen buat di ajakin ke salon atau pergi gym, sepertinya di sini rada-rada susah nyari temen yang sama-sama hobi ke salon. Takutnya salah-salah bisa dikirain gay atau banci lagi..hahaha…tapi..kalo di Jakarta saya punya beberapa temen yang hobinya kami ya ke salon atau juga ke gym. Tapi kami bukan banci atau gay lho….”

(Wawancara, Januari 2007)

Faktor-faktor yang menyebabkan para pria metroseksual menjadi peduli dengan perawatan tubuhnya salah satunya adalah di karenakan adanya sosialisasi dari keluarga (ibunya) yang menyuruh agar para pria metroseksual peduli dengan perawatan tubuhnya. Menurut HR peran ibu yang utama. Ibu lebih banyak dilihat sebagai orang yang menyayangi dan begitu besarnya pengorbanan ibu kepada anaknya. Ibu lebih menunjukkan kesediaannya dalam berkomunikasi, akur, akrab, bersahabat dan punya beberapa kesamaan dengan anaknya, namun ibu juga yang paling tidak disukai kecerewetannya.

Keluarga sebagai agen sosialisasi utama, seperti terhenti di saat seorang anak memasuki usia remaja, karena pada saat ini, dalam komunitas masyarakat yang lebih moderen, orang tua yang bekerja cenderung “memberikan” proses sosialisasi pada agen-agen lain yang ada di dalam masyarakat, seperti sekolah, peer group dan media massa. Light (dalam Sunarto, 1998 : 35), mengemukakan bahwa setelah sosialisasi dini yang dinamakan dengan sosialisasi primer (primary socialization) kita akan menjumpai sosialisasi sekunder (secondary socialization).

Peer group dan media massa, sebagai sosialisasi sekunder, pada umumnya memberikan sosialisasi pada anak remaja dalam klaster pembentukan kerangka berfikir dan gaya hidup. Apa yang mereka alami dari pengalaman semasa remaja itulah biasanya yang menjadi dasar untuk pembentukan self-nya sang anak pada saat dewasa nanti.

Gramsci menyimpulkan bahwa budaya barat sangat dominan terhadap budaya di negara-negara berkembang, sehingga negara berkembang terpaksa mengadopsi budaya barat, akan tetapi, memang proses globalisasi itu memang jauh lebih kompleks. Media massa tidak merupakan “alat penguasa untuk menciptakan reproduksi ketaatan”. Media massa sebenarnya tidak berdiri sendiri, melainkan merupakan bagian dari masyarakat. Dalam bahasa teori sistem sosial yang terus menerus di kembangkan di Jerman, fungsi media massa adalah memungkinkan pengamatan diri masyarakat.

(Hanitzch, dalam http : // kunci.or.id / teks / 09th.htm di akses tanggal 10 November 2007)

Adapun faktor-kaktor yang menyebabkan pria menjadi pria metroseksual adalah karena memang datang dari diri sendiri, pergaulan dari lingkungan sekitar, dan karena tuntutan dari pekerjaan. Dari tabel 4.1. dapat dilihat faktor-faktor yang menyebabkan pria menjadi seorang pria metroseksual.

Tabel 4.1

Faktor-faktor yang menyebabkan pria menjadi pria metroseksual

NO INFORMAN ALASAN/ PENYEBAB

1. HR Ibu yang meminta agar lebih peduli dengan tubuhnya, ibunya ingin selalu bersih dan wangi. Sehingga terbiasa sampai saat ini.

2. MR Karena memang datang dari diri sendiri, dan karena tuntutan kerja kerja yang mengharuskan untuk tampil rapi, bersih,dan wangi.

3. KK Kedua orang tuanya yang meminta untuk selalu terlihat rapi dan bersih. Hal ini kemudian menjadi

kebiasaannya sampai memasuki dunia kerja. 4. RA Datang dari diri sendiri dan karena tuntutan dari

pekerjaan.

5. AB Dunia kerja yang mengharuskan untuk tampil bersih dan rapi.

6. ID Karena tuntutan kerja yang membuat harus tampil bersih, dan wangi.

7. DN Datang dari diri sendiri dan pergaulan dari teman-teman sekitar.

8. PT Dunia kerja yang membuatnya untuk selalu tampil bersih, dan rapi.

9. RZ Karena dari pergaulan teman-teman.

10. ML Karena tuntutan kerja, seingga menjadi terbiasa sampai sekarang ini.

Dari tabel 4.1 di atas dapat kita lihat bahwa dari sepuluh pria metroseksual tujuh pria yang menjadi pria metroseksual di sebabkan karena tuntutan kerja. Dunia kerja yang mengharuskan para pria metroseksual untuk selalu tampil bersih, rapi, dan wangi. Dan dua disebabkan karena dari keluarga yang mengharuskan untuk lebih peduli dengan penampilan, agar selalu nampak bersih, rapi, dan wangi. Dan satu lagi disebabkan karena dari pergaulan teman-teman.

Dalam dokumen Fenomena Pria Metroseksual Di Kota Medan (Halaman 75-81)

Dokumen terkait