• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III.FAKTOR PENYEBAB TERJADINYA TINDAK PIDANA

B. Faktor-faktor Penyebab Terjadinya Tindak Pidana Penghinaan Presiden

1. Faktor Internal

Faktor yang bersumber dari dalam diri individu (intern) mempunyai hubungan dengan timbulnya suatu tindakan kejahatan, faktor intern yaitu:76

 Sakit jiwa (hati)

 Daya emosional

 Rendahnya mental

 Anomi

 Umur

 Kedudukan individu dalam masyarakat

 Pendidikan individu

 Kurangnya hiburan

a. Teori Psikologis (Psikogenesis)

Mengenai teori ini, kejahatan lebih dititikberatkan pada perbedaan-perbedaan yang terdapat pada individu,

Teori Psikis merupakan teori yang menghubungkan sebab-sebab kejahatan dengankondisi kejiwaan seseorang. Dari perspektif psikologis, para tokoh dalam perspektif ini mempertimbangkan suatu variasi dari kemungkinan cacat dalam kesadaran, ketidakmatangan emosi, sosialisasi yang tidak memadai dimasa kecil,

76 https://annisawally0208.blogspot.com/2015/12/faktor-faktor-yang-mempengaruhi.html?m=1 (diakses pada 23 Februari 2019 pukul 13.00 WIB)

kehilangan hubungan dengan ibu, perkembangan moral yang lemah.77 Mereka mengkaji bagaimana agresi dipelajari, situasi apa yang mendorong kekerasan atau reaksi delinkuen, bagaimana kejahatan berhubungan dengan faktor-faktor kepribadian, serta asosiasi antara beberapa kerusakan mental dan kejahatan.

Beberapa teori mengenai kejahatan dari aspek psikologis dapat dilihat antara lain sebagai berikut :

1. Teori Psikoanalisa, yang dikemukakan oleh Sigmun Freud

Teori ini berpendapat bahwa seseorang melakukan perbuatan yang terlarang disebabkan hati nurani (superego) yang dimiliki begitu lemah atau tidak sempurna, sehingga ego-nya tidak mampu mengontrol dorongan-dorongan dari Id-nya

2. Teori perkembangan Moral (Moral Development Theory). Dikemukakan oleh Psikolog Lawrence Kohllberg

Teori ini menyatakan bahwa seseorang melakukan kejahatan terkait dengan tahapan-tahapan pertumbuhan moralnya. Pemikiran moral tumbuh dalam tiga tahapan, yaitu :

1) Tahap Pra-konvensional; pada anak usia 9-11 tahun 2) Tahap Tingkatan Konvensional; pada anak usia remaja

3) Tahap Tingkatan Poskonvensional; pada umumnya setelah usia 20 tahun.

3. Teori Pembelajaran Sosial (Social Learning Theory), dikemukakan oleh Albert Bandura, Gerard Patterson, Ernest Burgess, dan Ronald Akers.

77 Topo Santoso dan Eva Achjani Zulfa, Kriminologi,. Jakarta. PT. Raja Grafindo Persada. 2001,hal. 38.

57

Teori ini berpendapat bahwa perilaku delinquent dipelajari melalui proses psikologis yang sama sebagaimana semua perilaku non-delinquent. Dengan kata lain, adanya kecenderungan mempelajari segala perilaku yang terjadi atau adanya proses peniruan tingkah laku yang terjadi di sekitarnya.

b. Pada teori kejahatan dari Perspektif biologis memandang bahwa kejahatan memiliki hubungan dengan bentuk tubuh manusia. Tokoh utama dalam teori ini adalah Lambroso dengan teori Born Criminal-nya. Born Criminal menyatakan bahwa para penjahat adalah suatu bentuk yang lebih rendah dalam kehidupan, lebih mendekati nenek moyang mereka yang mirip kera dalam hal sifat bawaan dan wataknya, dibandingkan mereka yang bukan penjahat. Lambroso mengatakan sering kali para penjahat memiliki rahang yang besar dan gigi taring yang kuat, suatu sifat yang pada umumnya dimiliki makhluk carnivore yang merobek dan melahap daging merah.

Selain teori Born Criminal, Lambroso menambahkan dua kategori lain, yaitu insane criminals dan criminoloids, Insane Criminal bukanlah penjahat sejak lahir, melainkan disebabkan perubahan dalam otak yang mengganggu kemampuan mereka untuk membedakan antara benar dan salah. Sedangkan, criminoloids mencakup suatu kelompok ambigous termasuk penjahat kambuhan (habitual criminals), pelaku kejahatan karena nafsu dan berbagai tipe lain.

BerdasarakanTeori Biologis dan Teori Psikogenesis dimana seseorang dianggap dapat melakukan sebuah kejahatan, selanjutnya akan dijabarkan apa saja yang akan menjadi faktor-faktor seseorang menghina presiden, diantaranya adalah:

a. Faktor Individu

Setiap individu mempunyai kepribadian dan tingkah laku yang berbeda satu sama lainnya. Kepribadian ini dapat dinilai dari cara dan bagaimana setiap individu itu berinterksi dengan lingkungan masyarakat sekitarnya. Baiknya perilaku individu tersebut di tengah masyarakat maka individu itu akan dinilai baik pulak sehingga mendapatkan penghargaan diri dari masyarakat dan menjadi contoh teladan di tengah-tengah masyarakat, begitu juga sebaliknya apabila individu berperilaku tidak baik maka individu tersebut dinilai tidak baik sehingga timbul dibenak masyarakat bahwa individu tersebut akan menimbulkan masalah dan kekacauan di masyarakat itu.

Dalam setiap kasus penghinaan terhadap presiden, pelaku tidak selalu didasari oleh rasa benci dalam menujukan hinaan terhadap presiden. Terkadang pelaku melakukan tindakan penghinaan karena ingin mencari perhatian, pelaku yang beralasan demikian biasanya adalah anak remaja yang kurang perhatian.

Berkaitan dengan hal ini penulis menghubungkan dengan pendapat dari Seorang ahli psikolog Lawrence Kohllberg berpendapat bahwa seseorang melakukan kejahatan terkait dengan tahapan-tahapan pertumbuhan moralnya, Tahap Tingkatan Konvensional pada remaja (usia 12-19 tahun).

59

Sigmun Freud juga berpendapat bahwa seseorang melakukan perbuatan yang terlarang disebabkan hati nurani (superego) yang dimiliki begitu lemah atau tidak sempurna, sehingga ego-nya tidak mampu mengontrol dorongan-dorongan dari Id-nya. Dalam hal ini remaja yang masih sangat labil, tidak dapat mengontrol egonya sehingga hati nurani (super ego) yang dimiliki lemah dan terjadilah kejahatan.

b. Faktor Keluarga

Faktor keluarga merupakan salah satu faktor terbesar yang dapat menjadikan orang berbuat kejahatan. Peranan keluarga dalam menentukan pola tingkah laku anak (individu) sebelum dewasa maupun sesudahnya sangat penting sekali bagi perkembangan anak, selanjutnya karena tidak seorangpun dilahirkan langsung mempunyai sifat yang jahat, keluargalah yang merupakan sumber pertama yang mempengaruhi perkembangan anak.78

Karena keluarga sendiri dianggap sebagai awal mula pembentuk bagaimana anak (individu) akan berperilaku terhadap orang lain, keluarga menjadi tempat bagaimana individu mendapat pendidikan dan kasih sayang yang akan membentuk bagaimana karakter setiap orang itu sendiri. Dari apa yang setiap orang pelajari dalam keluarganya akan menentukan bagamana dia akan menyesuaikan diri dilingkungan masyarakat yang lebih luas lagi, sehingga bagaimana seseorang (individu) bersikap terhadap orang lain diluar lingkungannya adalah cerminan apa yang biasa dia lakukan dalam keluarganya.

78 Andi Hamzah, Bunga Rampai Hukum Pidana dan Acara Pidana, Ghalia Indonesia, Jakarta, 1986, hal 59.

Menurut Ruth Shonle Cavan dalam “family background of crime”, seseorang dapat saja berpeluang menjadi pelaku kejahatan misalnya :79

a. Broken home (perpecahan dalam keluarga)

b. The emosionally unedeuquate family (kurangnya perasaan kekeluargaan/

perasaan kekeluargaan yang kurang mencukupi)

c. Family failure in training (keluarga yang kurang atau kurang mendidik) d. Family failure in supervision (keluarga yang kurang dalam pengawasan) e. Hubungan keluarga yang kurang baik terhadap masyarakat

Salah satu faktor terjadinya kejahatan penghinaan terhadap presiden adalah faktor keluarga. Pendapat ini didasarkan pada keluarga yang kurang harmonis biasanya tidak memiliki kedisiplinan yang kuat, dimana orangtua dalam mendidik anak membiasakan menggunakan kalimat-kalimat kotor, akibatnya anak akan menjadi individu yang suka menghina orang lain sehingga menghina seorang presiden pun dia tidak ragu.

Perubahan dari kondisi rumah tangga seperti perceraian, kekerasan dalam rumah tangga, dan lain-lain merupakan faktor yang sangat penting bagi kejiwaan anggota kelurga. Sering kali kejahatan dilakukan dari hal-hal yang kecil sewaktu anak-anak karena kurangnya pengawasan orangtua dan akan menjadi kejahatan-kejahatan besar pada saat anak tersebut dewasa. Kurangnya kedisiplinan dalam keluarga disebabkan oleh :

a. Perbedaaan antara orangtua dan anak dalam hal kedisiplinan;

79 Herman Elia, psikolog(http://www.kompas-cetak/0307/21/iswara/439150.htm). Diakses pada 22 Februari 2019 pukul 10.00 WIB.

61

b. Kelemahan moral, fisik, dan kecerdasan orangtua yang membuat lemahnya disiplin;

c. Kurangnya disiplin karena tidak adanya orangtua;

d. Perbedaan pendapat tentang pengawasan terhadap anak-anaknya;

e. Kedisiplinan yang kurang ketat;

f. Orangtua dalam membagi cinta dan kasih sayang terhadap anak kurang merata atau pilih kasih dalam penerapan disiplin didalam rumah tangga.

Adanya ketidakpatuhan anak terhadap orangtua membuat anak tidak lagi memerhatikan nasehat atau binbingan dari orangtuanya, sehingga anak ini bertindak dan berperilaku hanya berdasarkan emosionalnya saja.

Dari uraian diatas dapat kita lihat beberapa proses dasar seseorang menjadi jahat erat kaitannya dengan keluarga. Oleh karena itu para orangtua harus lebih mendidik dan membiasakan nilai-nilai yang baik kepada anaknya agar menjadi pribadi yang tak suka menghina.

c. Faktor Ekonomi

Salah satu faktor yang sering mengakibatkan seseorang untuk berbuat kejahatan adalah faktor ekonomi, dimana ekonomi memiliki peran penting yang harus dipenuhi oleh setiap orang untuk meneruskan kehidupan yang lebih baik, tidak terpenuhinya kebutuhan dalam ekonomi seseorang akan menimbulkan kemiskinan. Aristoteles berpendapat bahwa kemiskinan menimbulkan pemberontakan dan kejahatan. Kejahatan yang besar itu tidak dapat diperbuat orang untuk mendapatkan kebutuhan-kebutuhan hidup yang vital, akan tetapi

lebih banyak dididorong oleh keserakahan manusia mengejar kemewahan dan kesenangan yang berlebih-lebihan.80

Dimana apabila sebuah keluarga yang ekonominya lemah maka sering terjadi bahwa gejolak yang dirasakan seseorang yang didalam keluarga tersebut lebih besar. Maka orang tersebut cenderung dapat melakukan apa saja untuk menutupi kekurangan yang dirasakannya. Diawali kejahatan yang biasa dilakukanny merupakan alasan yang dibuatnya untuk menutupi kekurangan yang dirasakannya ataupun bentuk yang dirasakannya sebagai cara dalam mengurangi penderitaanya dengan kata lain, dengan melakukan kejahatan terhadap orang lain adalah bentuk bagaimana ia dapat menyembuhkan penderitaannya sendiri.

Kalau dikaitkan dengan kejahatan penghinaan presiden, penulis beranggapan bahwa seseorang yang biasa melakukan kejahatan penghinaan adalah orang yang tidak meiliki sikap, etika yang baik atau kurangnya ilmu pendidikannya (tidak sekolah) ia tidak kenal siapa presiden yang memerintah di negaranya. Tidak sekolahnya seseorang adalah dikarenakan faktor ekonomi yang kurang, sehingga orang yang tidak sekolah biasanya tinggal dilingkungan yang tidak berpendidikan sehingga memiliki karakter yang tidak baik pula. Namun kejahatan penghinaan terhadap presiden bisa saja dilakukan seseorang yang memiliki ekonomi yang baik dalam keluarganya.

d. Faktor Religi

Faktor religi juga dianggap penting, bila seseorang mempunyai keimanan dan ketaqwaan yang tipis kemungkinan akan mudah melakukan kejahatan penghinaan

80 Kartini Kartono, Patologi Sosial jilid 1, PT.Raja Grafindo Persada,Jakarta,1981, hal 145.

63

yang sangat merugikan diri sendiri dan orang lain karena tidak dibentengi oleh ajaran agama. Oleh karena itu pengisian jiwa dengan ajaran agamaan sangat diperlukan dan hendaknya dimulai sejak dini. Jika petunjuk agama dapat dilaksanakan dengan baik dalam setiap mengambil keputusan maka semua perbuatan yang akan dilakukan selalu mendapat pahala dari Tuhan Yang Maha Esa. Sebaliknya bila nilai-nilai keagamaan tidak ada dalam jiwa manusia maka mereka akan mudah tergoda untuk melakukan hal-hal yang bersifat merugikan diri sendiri dan orang lain.

2. Faktor Eksternal

Faktor yang bersumber dari luar diri invidu (ekstern), berkaitan dengan kejahatan yang dilakukan oleh individu tidak serta merta muncul atau tumbuh dalam diri seseorang tersebut, tentu ada penyebabnya. Berikut faktor-faktor tindak pidana penghinaan presiden di luar individu:

a. Faktor Lingkungan

Salah satu faktor ekstenal yang paling penting adalah faktor lingkungan, karena lingkungan menjadi tempat tinggal seseorang tumbuh dan berkembang sangat berpengaruh atas bagaimana pola pikir itu terbentuk, sehingga semakin baiknya lingkungan yang ditempati oleh individu semakin baik pula pola pikirnya.

Lingkungan sosial tempat hidup seseorang banyak berpengaruh dalam

membentuk tingkah laku kriminal, sebab pengaruh sosialisasi seseorang tidak akan lepas dari pengaruh lingkungannya.81

Mazhab prancis atau mazhab kingkungan mengatakan “De Welt Is Mehr Schuld An Mir, Ais Is”, yaitu dunia adalah lebih bertanggung jawab terhadap bagaimana jadinya saya, dari pada diri saya sendiri.82

Menurut W.A. Bonger, selain faktor internal yang berasal dari pribadi, faktor eksternal salah satunya lingkungan mempunyai pengaruh yang besar dalam menentukan kejahatan yang bisa terjadi. Pengaruh lingkungan sangat menentukan bagaimana seseorang, apakah ia akan menjadi orang jahat atau baik.83

Pada dasarnya, masyarakat memiliki pengaruh yang besar sekali terhadap perkembangan individu yang tinggal didalamnya. Meskipun disetiap kehidupan manusia memiliki sifat yang khas sekali, tetap saja harus diakui, bahwa banyak orang yang dalam kebiasaan hidupnya dan pendapatnya amat sangat mengikuti keadaan lingkungan, dimana merek hidup. Dengan jelas hal ini terlihat dari adanya kelangsungan yang dapat dikatakan tetap dari masyarakat dan perubahan-perubahan yang biasanya lambat.84

Defenisi lingkungan dalam tulisan ini adalah defenisi lingkungan dalam arti sempit, yaitu hanya terkait tentang hubungan antara penjahat dengan orang lain atau disebut dengan hubungan sosial atau lebih jelasnya lagi hubungan antara penjahat dengan masyarakat dimana ia berada. Sehubungan dengan hal itu maka

81 Soedjono Didjosisworo, Sinopsis Kriminologi Indonesia, CV. Mandar Maju, Bandung 1994,hlm.44

82 H.M. Ridwan dan Ediwarman, Op.Cit, Halaman 66.

83 Soedjono, D, Penanggulangan Kejahatan (Crime Prevention).Alumni, Bandung, 1976 hlm 42.

84 Mr.W.A.Bonger, Op.Cit, Hal 93-94.

65

untuk melakukan penyelidikan tentang tingkah laku jahat yang dilakukan oleh penjahat haruslah memperhatikan keadaan lingkungan dimana pelaku kejahatan berasal.

Menurut B. Simanjuntak dan Soedjono D mengatakan dimana proses orang bertindak adalah:85

a) Tingkah laku itu dipelajari secara negatif dikatakan bahwa tingkah laku kriminal itu tidak diwarisi sehingga atas dasar itu tidak ada seseorang menjadi jahat itu secara mekanis.

b) Bagian yang pokok dan tingkah laku kriminal itu dipelajari dalam pokok pergaulan yang intim.

c) Tingkah laku kriminal dipelajari dalam hubungan komunikasi dan dapat dilakukan dengan lisan atau dengan gerakan-gerakan badan yang mengandung suatu sikap tertentu.

Jadi dengan demikian, terjadinya kejahatan yang dilakukan seseorang salah satu penyebabnya adalah faktor lingkungan atau pergaulan masyarakat sekitarnya.

Kejahatan yang merupakan suatu bentuk gejala sosial yang tidak berdiri sendiri, melainkan adanya kolerasi dengan berbagai perkembangan kehidupan sosial, ekonomi, hukum maupun teknologi serta perkembangan lain sebagai akibat sampingan yang negative dari setiap kemajuan atau perubahan sosial dalam masyarakat.

85 A Qiram S meliala, E Soemardjono, Kejahatan Anak, liberty,Yogyakarta, 1985. hal 34

b. Faktor Sosial Budaya

Salah satu faktor eksternal lainnya yang menyebabkan seseorang menghina presiden adalah faktor sosial budaya, tentunya faktor ini ada di dalam masyarakat yang didalamnya terdapat sedikit kesepakatan dan lebih banyak memancing timbulnya konflik-konflik, diantaranya konflik kebudayaan, yaitu menjelaskan kaitan antara konflik-konflik yang terjadi dalam masyarakat dengan kejahatan yang timbul. Individu yang mempelajari setiap norma diatur oleh budaya dimana individu berada. Dalam sebuah masyarakat homogen yang sehat, hal yang telah disebutkan diatas dilakukan dalam jalur hukum dan ditegakkan oleh anggota-anggota masyarakat, mereka menerima norma itu sebagai suatu pegangan yang memuat nilai-nilai yang baik, apabila hal itu terjadi, maka konflik budaya akan muncul dengan dua bentuk konflik, yakni primary conflict dan secondary conflict.86

Primary conflict adalah konflik yang timbul diantara dua budaya yang berbeda. Teori Primary Culture Conflict ini, masalah kejahatan muncul karena adanya imigrasi. Sedangkan secondary conflict adalah konflik yang muncul dari satu kebudayaan, khususnya ketika budaya itu mengembangkan sub kebudayaan masing-masing dengan norma tingkah lakunya sendiri.

Adapun pendapat dari Sutherland, semua tingkah laku dipelajari dengan berbagai cara. Dengan kata lain tingkah laku kejahatan yang dipelajari dalam

86Maidin Gultom, Perlindungan Hukum Terhadap Anak dan perempuan, Refika Aditama, Bandung, 2012. Hal 56.

67

kelompok melalaui interaksi dan komunikasi. Hal ini disebutkan dalam teori asosiasi diferensial.87

Munculnya teori diatas didasarkan pada 3 (tiga) hal, yaitu:

a. Setiap prang akan menerima dan mengikuti pola-pola perilaku yang dapat dilaksanakan;

b. Kegagalan untuk mengikuti pola tingkah laku menimbulkan ikonsistensi dan ketidakharmonisan;

c. Konflik budaya (conflict of cultures) merupakan prinsip dasar dalam menjelaskan kejahatan.

Ketiga hal tersebut yang menjadi dasar pengembangan teori Sutherland. Versi pertama dalam bukunya Principles of Criminology pada tahn 1939, memfokuskan pada konflik budaya dan disorganisasi sosial serta asosiasi differensialo yang diartikan sebagai the contest of the patterns presented in association.

Hukum biasanya akan mewakili aturan atau norma budaya yang dominan.

Norma kelompok yang lain (sub kebudayaan) sering kali tidak hanya berbeda, tetapi berlawanan dengan norma dominan sehingga dapat merupakan norma kejahatan dibawah hukum. Dengan individu yang hidup dengan norma tingkah laku subkebudayaan macam itu, mereka dapat melanggar hukum dari budaya dominan.

Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa kaitan teori ini dengan penghinaan terhadap presiden tidak lepas penyebab terjadinya melalui interaksi dan komunikasi baik dengan orang lain maupun melaui media sosial.

87 Hendrojono, Kriminologi Pengaruh Perubahan Masyarakat dan Hukum, Srikandi, Surabaya, 2005, hal 78.

c. Faktor Perkembangan Teknologi

Perkembangan global pada zaman sekarang ini tentu memberikan dampak positif bagi kemajuan suatu negara, Perkembangan teknologi sekarang ini dapat memudahkan serta mempercepat untuk memperoleh informasi serta melakukan komunikasi tanpa mengenal jarak, ruang dan waktu. Menurut Warjo Tarigan, perkembangan teknologi yang begitu pesat membuat manusia lebih mudah untuk mendapatkan sesuatu hal yang dia inginkan. Perkembangan teknologi juga membawa informasi gaya hidup negara lain yang menyimpang jauh dari pola etika dan budaya bangsa indonesia yang memandang adanya norma-norma ditengah masyarakat. Sarana-sarana seperti majalah, radio, surat kabar, media sosial dan televisi kadang-kadang secara tidak langsung memberikan pelajaran kepada masyarakat tentang bagaimana melakukan suatu kejahatan atau memudahkan melakukan kejahatan ataupun menutupi kejahatan tersebut.

Tayangan-tayangan yang berbau kekerasan dibarengi dengan pengucapan kata atau kalimat kotor yang disiarkan maupun ditulis disitus-situs online secara tidak langsung akan ditiru oleh orang lain. Hal ini menyebabkan anak-anak khususnya remaja yang melihatnya akan berdampak bagi perkembangan masa depannya. Jika perkembangan teknologi dikaitkan dengan Tindak Pidana Penghinaan terhadap Presiden, para pelaku kejahatan telah banyak melakukan penghinaan dengan memanfaatkan akses media sosial. Contoh kasus seorang remaja berinisial “S”

yang menghina presiden Jokowi melalui video yang diakses melalui media sosial, yang mana alasan pelaku membuat video tersebut hanya karna tantangan dari teman-temannya, dengan kata lain para remaja (pelaku) itu telah meniru budaya

69

negatif dari luar negeri. Penghinaan yang dilakukan melalui media sosial dinilai jalur alternatif, artinya tanpa perlu menemui korban yang ingin dihina cepat atau lambat korban akan segera tahu.

Dari uraian diatas dapat kita simpulkan perkembangan teknologi menjadikan salah satu faktor penghinaan terhadap presiden, karena banyaknya media-media seperti koran, televisi, radio yang menayangkan tayangan yang terkadang tidak sesuai dan seharusnya tidak ditayangkan karena jika orang yang tidak bisa menyaring informasi dari pada tayangan itu maka orang tersebut akan meniru apa yang ia dengar dan ia lihat di televisi, dan hubungannya dengan penghinaan terhadap presiden, para pelaku penghinaan yang secara tidak sadar telah meniru budaya negatif dari luar negeri yang menganggap bahwa mengina seorang presiden hanyalah suatu permainan seperti halnya tantangan yang harus diselesaikan, dan memanfaatkan media sosial sebagai sarana menyampaikan hinaan tersebut.

d. Faktor Pendidikan

Salah satu faktor yang menyebabkan terjadinya penghinaan presiden adalah faktor sangat kurangnya pendidikan pelaku itu sendiri, baik pendidikan formal maupun pendidikan informal. Dalam hal pendidikan kebanyakan orang tua menyerahkan sepenuhnya anak mutlak kepada sekolah tanpa memberi perhatian yang cukup terhadap kepentingan pendidikan anak, padahal kemampuan pendidikan disekolah sangatlah terbatas. Peran pendidikan dari pelaku akan sangat berpengaruh menumbuhkan perilaku yang rasional dan menurunkan atau mengurangi bertindak secara rasional.

Dalam blog Aprizky Junior, saya mengutip beberapa wawancara yang dilakukan bersama temannya, salah satu pertanyaannya sebagai berikut: “kamu sering ngomong kasar dari kapan?”, “udah kebiasaan dari SD, teman lainnya juga ngomong gitu”. Berdasarkan jawaban tadi hal yang mendasarinya yaitu „terbiasa‟.

Akhirnya hal tersebut membuat remaja di jaman modern kini sering berkata kasar yang bisa saja memperlihatkan tingkat keintelengensiannya. Bagaimanapun menghina, berkata kasar dan kotor mengandung hal-hal negatif, dimana dalam hal negatif tersebut menunjukkan intelegensi seseorang yang lemah. David Wechster (1986) mengatakan bahwa intelegensi adalah kemampuan untuk bertindak secara terarah, berfikir secara rasional dan menhadapi lingkungannya secara efektif.88

Sebagai seseorang yang berpendidikan sudah sepatutnya kita tidak berucap yang kasar dan menyakiti orang lain. Kita seharusnya memposisikan diri kita dengan pikiran yang matang sebelum bertutur kata. Marilah kita menasihati anak-anak, teman-teman kita agar membiasakan dalam berlisan yang baik walaupun dalam pergaulan sehari-harinya. Dengan bertutur baik, dapat membangkitkan dan menunjukkan bahwa indonesia memiliki orang-orang yang ramah dan berintelegensi tinggi.

Dokumen terkait