• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II SEBAB DAN AKIBAT PERCERAIAN

C. Faktor-faktor perceraian

Perkawinan bertujuan untuk membuat hubungan dua insan (pria dan wanita) menjadi harmonis selamanya. Dua insan tersebut menjadi pasangan suami isteri yang bahagia dalam berumah tangga.

Suami isteri sangat mendambakan rumah tangga yang harmonis dan bahagia sepanjang masa, tetapi hal-hal yang tidak diinginkan pasti terjadi dalam rumah tangga, seperti perselisihan dalam rumah tangga, berawal dari perselisihan atau salah paham tersebut, maka suami isteri menjadi curiga mencurigai dan dampaknya rumah tangganya menjadi tidak harmonis lagi, sehingga kebahagiaan menjadi berkurang. Kurang harmonisnya ini disebabkan karena rasa kasih sayang dalam rumah tangga tersebut tidak ada lagi.

Hal-hal yang menjadi sebab-sebab putusnya ikatan perkawinan antara seorang suami dengan seorang isteri yang menjadi pihak-pihak terikat dalam perkawinan menurut undang-undang nomor 1 tahun 1974 pasal 38 dinyatakan

34

ada tiga sebab, yaitu karena kematian, karena perceraian dan atas keputusan pengadilan.35

Perceraian dapat merupakan sebab suami, sebab isteri, dan sebab keputusan pengadilan, akan dijabarkan sebagai berikut :

1. Sebab yang merupakan hak suami

Ikatan perkawinan yang dibangun oleh pihak-pihak dengan dasar sukarela dalam arti bebas dari paksaan luar, termasuk pihak seperti wali, orang tua ataupun penguasa. Oleh karena itu dalam kondisi tertentu bila ikatan itu tidak dapat dipertahankan, Islam memperbolehkan untuk memutus ikatannya atas dasar kemauan pihak-pihak. Suami diberi hak untuk melaksanakan suatu perbuatan hukum yang akan menjadi sebab pemutusannya. Perbuatan hukum itu disebut dengan thalaq.36

2. Sebab yang merupakan hak isteri

Isteri diberi hak untuk melakukan suatu perbuatan hukum yang menjadi sebab putusnya perkawinan, perbuatan hukum tersebut adalah

khul’un.37 Isteri meminta suaminya untuk melakukan pemutusan tali ikatan perkawinan dengan cara isteri menyediakan pembayaran utnuk menebus dirinya kepada suaminya.

3. Sebab atas keputusan pengadilan

35

Ahmad Khuzari, M.A, Nikah Sebagai Perikatan, (Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 1995), cet. pertama, h.117

36

Ibid, h. 117-118

37

Sesuai dengan kedudukannya, kekuasaan atau hak pengadilan berada diluar pihak-pihak yang mengadakan akad sehingga dalam hal pemutusan hubungan ikatan perkawinan ini pengadilan tidak melakukan inisiatif. Keterlibatannya terjadi apabila salah satu pihak, maka pihak suami atau pihak isteri mengajukan gugat atau permohonan kepada pengadilan.38

Perceraian hanya dapat dilakukan dalam sebuah sidang di pengadilan. Apabila perceraian dilakukan bukan di dalam sidang pengadilan maka perceraiannya itu tidak sah karena tidak ada kekuatan hukumnya yang tetap. Pada permulaan sidang di pengadilan, hakim melakukan perdamaian terhadap para pihak untuk tidak bercerai, akan tetapi apabila tidak dapat didamaikan maka sidang dilanjutkan.

Suami isteri memiliki hak yang sama untuk melakukan perceraian karena para pihak itu tidak melaksanakan hak dan kewajibannya dalam rumah tangga. Akan tetapi perceraian itu harus dengan alasan-alasan yang sesuai dengan apa yang telah diatur dalam undang-undang. Memang prinsip undang-undang perkawinan adalah mempersulit terjadinya perceraian. Karena tujuan dari perkawinan itu adalah membentuk keluarga bahagia yang kekal serta sejahtera.

Oleh karena itu perkawinan harus dicatatkan, ini disebutkan dalam pasal 2 ayat (2) Undang-undang nomor 1 tahun 1974 dikatakan bahwa “tiap-tiap perkawinan dicatat menurut peraturan perundang-undangan

38

yang berlaku”, maksudnya apabila terjadi perceraian diantara suami isteri dapat diputuskan perceraiannya oleh pengadilan karena telah ada bukti otentik berupa surat nikah dan apabila pernikahan itu benar-benar terjadi maka suami isteri tersebut mendapatkan akta cerai.

Adapun menurut undang-undang nomor 1 tahun 1974 pasal 39 ayat (2) dijelaskan bahwa untuk melakukan perceraian diperlukan alasan-alasan yang dapat dijadikan dasar untuk perceraian, oleh karena itu dalam Peraturan Pemerintah No.9 tahun 1975 pasal 19 dan dalam Kompilasi Hukum Islam pasal 116 dan 51 menjelaskan tentang alasan perceraian yang dapat terjadi. Dalam hal ini dapat diuraikan sebagai berikut :

a. Salah satu pihak berbuat zina atau menjadi pemabuk, pemadat, penjudi dan lain sebagainya yang sulit disembuhkan

Zina adalah perbuatan yang dilarang oleh agama. Zina merupakan salah satu alasan untuk bercerai, pembuktian zina ini dapat dilakukan dengan mendengar kesaksian para saksi yang memang benar-benar mengetahui perbuatan zina tersebut, namun jika dalam pembuktiannya ini sulit untuk dilakukan maka dalam persidangan digunakan istilah perselingkuhan. Awal dari perbuatan ini menimbulkan pertengkaran serta memancing konflik dalam rumah tangga secara terus-menerus. Begitu pula dengan perbuatan buruk lainnya seperti judi, madat, mabuk yang berdampak sama dengan perbuatan zina.

b. Salah satu pihak meninggalkan pihak lain selama dua tahun berturut-turut tanpa izin pihak lain dan tanpa alasan yang sah atau karena hal lain diluar kemampuannya.

Perceraian dengan alasan di atas bertujuan untuk melindungi pihak yang ditinggalkan karena tidak ada kejelasan tentang informasi keberadaan pihak yang meninggalkan, sehingga pihak yang ditinggalkan dapat terlindungi akan haknya.

c. Salah satu pihak mendapat hukuman penjara lima tahun atau hukumannya lebih berat setelah perkawinan berlangsung.

Dalam Peraturan Pemerintah No.9 tahun 1975 pasal 23 disebutkan bahwa : Gugatan perceraian karena salah seorang suami isteri mendapatkan hukuman penjara lima tahun atau hukuman yang lebih berat, sebagaimana yang dimaksud dalam pasal 19 huruf (c) maka untuk mendapatkan putusan perceraian sebagai bukti penggugat cukup menyampaikan salinan putusan pengadilan yang memutuskan perkara disertai keterangan yang menyatakan bahwa putusan itu telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap.

Hal ini berarti pihak tergugat tidak dapat melumpuhkan alat bukti yang diajukan penggugat, karena hakim pun terikat secara mutlak atas alat bukti tersebut dengan syarat :

1) Hukuman yang dijatuhkan paling rendah lima tahun penjara 2) Putusan telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap

3) Adanya keterangan dari pengadilan yang bersangkutan yang menjelaskan bahwa putusan pidana tersebut telah benar-benar mempunyai hukum yang tetap

4) Putusan dijatuhkan setelah perkawinan berlangsung diantara suami isteri.39

d. Salah satu pihak melakukan kekejaman atau penganiayaan berat yang membahayakan pihak lain.

Jika seorang suami melakukan penganiayaan berat terhadap isterinya, maka isteri berhak mengajukan gugatan cerai terhadap suaminya di pengadilan. Sebagai langkah untuk tidak terjadi hal-hal yang lebih buruk lagi.

e. Salah satu pihak mendapatkan cacat badan atau penyakit dengan akibat tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai suami atau isteri.

Cacat badan juga dapat dijadikan alasan untuk bercerai, ini disebabkan oleh karena salah satu pihak tidak melaksanakan kewajibannya sebagai suami isteri. Perceraian pada alasan ini dapat tidak terjadi jika masing-masing pihak mau menerima kekurangan serta kelebihan masing-masing.

f. Antara suami isteri terus-menerus terjadi perselisihan dan pertengkaran serta tidak ada harapan akan hidup rukun lagi dalam rumah tangga.

Pertengkaran yang terjadi antara suami isteri secara terus-menerus ini berdampak buruk bagi kelangsungan hidup rumah tangga

39

M. Yahya Harahap, Kedudukan, Kewenangan, dan Acara Peradilan Agama, (Jakarta : Pustaka Kartini, 1993), cet. kedua, h.260

mertak. Semua usaha harus dilakukan untuk berdamai antara suami isteri tersebut, tetapi kalaupun tidak bisa maka salah satu jalan adalah perceraian. Pembuktian dalam kasus ini didengar pihak keluarga ataupun pihak yang dekat dengan suami isteri tersebut.

Dalam Kompilasi Hukum Islam Indonesia, selain alasan-alasan tersebut di atas masih ada tambahan, yakni :

g. Suami melanggar taklik thalaq

Dalam perceraian karena suami melanggar taklik thalaq. Perlu diketahui apakah suami mengucapkan taklik thalaq atau tidak, maka jika si suami mengucapkan taklik thalaq, si isteri merasa dirugikan. Oleh karena itu alasan ini dapat diterima sebagai alasan untuk bercerai. h. Peralihan agama atau murtad yang menyebabkan terjadinya ketidak

rukunan dalam rumah tangga.

Murtad adalah keluar dari agama Islam, maka haram bagi diri isterinya yang masih beragama Islam.40 Batalnya perkawinan ini bertujuan untuk melindungi serta memelihara aqidah suami atau isteri. i. Suami melanggar perjanjian perkawinan (terdapat dalam pasal 51

Kompilasi Hukum Islam)

Dalam pasal 45 Kompilasi Hukum Islam disebutkan bahwa perjanjian yang dimaksud adalah perjanjian taklik thalaq perjanjian yang tidak bertentangan dengan hukum Islam. Ini bertujuan untuk melindungi pihak suami atau isteri dalam berumah tangga. Perjanjian ini harus disahkan oleh pegawai pencatat nikah sebagai bukti otentik.

40

M . Thalib, Penyebab Perceraian dan Penanggulangannya, (Bandung : Irsyad Baiuts Salam, 1997), cet. pertama, h.179

Dokumen terkait