• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN

2.4. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Perilaku Safety Riding

Di bawah ini merupakan faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku safety riding:

2.4.1.Usia

Usia mempunyai pengaruh penting terhadap kejadian kecelakaan kerja. Sabey

(1983) mengatakan orang yang berusia muda lebih sering terlibat dalam suatu kejadian kecelakaan lalu lintas, baik pejalan kaki maupun pengemudi, dibandingkan orang yang berusia lanjut atau lebih tua dan G.Kroj (1981) berpendapat bahwa separuh dari kecelakaan lalu lintas yang terjadi berasal dari pengemudi yang berada pada rentang usia 18-24 tahun. Sementara itu, Hunter (1975) mengemukakan pendapatnya bahwa pada usia dewasa muda terhadap sikap tergesa-gesa dan kecerobohan. Nawangwulan (1997)

18

berpendapat bahwa mereka yang termasuk pada usia 30 tahun atau lebih akan lebih berhati-hati dan lebih menyadari adanya bahaya dibandingkan dengan yang berusia muda.

2.4.2.Pendidikan

Pendidikan adalah suatu kegiatan yang berjalan secara berurutan dan terencana. Yang dimaksud dengan pendidikan adalah pendidikan formal yang diperoleh disekolah dan ini sangat berpengaruh terhadap perilaku (Achmadi, 1990 dalam Arifin, 2004). Pendidikan seseorang berpengaruh dalam pola pikir seseorang dalam menghadapi sesuatu. Tingkat pendidikan sangat berpengaruh terhadap program peningkatan pengetahuan secara langsung dan secara tidak langsung terhadap perilaku (Nawangwulan, 1997).

2.4.3.Pengalaman

Jenkins (1979) mengatakan bahwa meningkatnya kecelakaan lalu

lintas yang melibatkan pengemudi yang masih berusia muda penyebabnya adalah sedikitnya pengalaman mereka dalam mengemudi dan ditemukan juga bahwa kecelakaan yang sering terjadi melibatkan pengemudi yang baru mempunyai pengalaman selama satu tahun dibandingkan dengan pengemudi yang telah memiliki pengalaman lebih lama.

Selain itu, hasil penelitian Nurtanti (2002) menyatakan bahwa terdapat perbedaan proporsi antara pengalaman mengemudi dengan perilaku, proporsi pengemudi yang berperilaku tidak aman cenderung menurun seiring dengan bertambahnya pengalaman. Dalam penelitian tersebut pengemudi yang paling banyak berperilaku tidak aman terdapat pada kategori pengemudi yang berpengalaman mengemudi selama 1-5 tahun, yaitu sebesar 54,5%, sedangkan sebanyak 42,4% pengemudi berperilaku tidak aman pada yang

19

pengalamannya selama 6-12 tahun, dan 3,1% lainnya berperilaku tidak aman pada pengemudi yang berpengalaman >12 tahun.

2.4.4.Keterampilan Mengemudi

Keterampilan adalah kecakapan yang dihubungkan dengan tugas yang dimiliki dan dipergunakan oleh seseorang pada waktu tertentu. Kemampuan dan keterampilan memainkan peranan utama dalam perilaku dan prestasi individu (Mujianto, 2003).

Menurut Sullivan & Meister (1986) dalam Nurtanti (2002) kemampuan seseorang dalam mengemudi dengan aman ditentukan oleh faktor yang saling berkaitan, salah satu diantaranya adalah keterampilan mengemudi untuk mengendalikan arah kendaraan yang dikemudikan. Berikut adalah beberapa cara ideal keterampilan yang harus dilakukan oleh pengendara motor :

1. Saat berkendara pandangan mata harus lurus ke depan dan berkonsentrasi. Banyak orang kadang melihat ke speedometer, karena ingin melihat kecepatannya .

2. Posisi berkendara yang perlu diperhatikan adalah posisi pinggul yang tidak tepat. Saat berkendara, ada yang pinggulnya bergerak ke kanan, ke kiri, ke belakang atau menunduk. Itu sebenarnya salah, yang benar pinggul harus tetap lurus atau tegak. Punggung dan bahu juga harus lurus, tangan membentuk sudut kurang lebih 60 derajat dan jangan kaku.

3. Jika perjalanan yang ditempuh relatif jauh, posisi kedua lutut diupayakan menghimpit badan motor dan kedua kaki juga harus berpijak pada pijakkan kaki. 4. Posisi pergelangan tangan menggengam di tengah grip, sudut pergelangan tangan

20

Hal ini sesuai dengan pernyataan J. Ohkubo (1966) dalam Nurtanti (2002), yaitu keterampilan mengemudi seseorang mempengaruhi kemampuan mengemudi yang aman disamping juga faktor-faktor lain yang saling berkaitan. Berdasarkan penelitian Nurtanti (2002), diketahui bahwa proporsi individu yang mempunyai keterampilan mengemudi akan cenderung berpengaruh terhadap perilaku baik (84,4%).

2.4.5.Pengetahuan

Pengetahuan atau kognitif merupakan faktor yang sangat penting dalam membentuk tindakan atau perilaku seseorang. Ancok (1987) menyatakan pengetahuan tentang segi positif dan negatif dari sutu hal akan mempengaruhi sikap dan perilaku seseorang. Maka untuk meningkatkan disiplin pengemudi dalam berlalu lintas diperlukan peningkatan pengetahuan pengemudi.

Hal ini sejalan dengan hasil penelitian Nurwanti (2000), yaitu pengetahuan berhubungan dengan perilaku mengemudi seseorang (Pvalue = 0,000). Menurutnya, dengan memiliki pengetahuan yang lebih luas, berarti seseorang akan lebih sanggup untuk memberikan suatu sambutan yang benar terhadap situasi dalam berbagai bentuk, baik situasi tersebut berbahaya ataupun tidak.

Dari pengalaman dan penelitian terbukti bahwa perilaku yang disadari oleh pengetahuan akan lebih langgeng (long lasting) daripada perilaku yang tidak disadari oleh pengetahuan (Rogers, 1974 dalam Notoadmodjo, 1993). Rogers juga mengungkapkan bahwa sebelum orang mengadopsi perilaku baru, di dalam diri orang tersebut terjadi lima tahapan proses, yaitu:

1. Awareness (kesadaran), yaitu orang tersebut menyadari dalam arti mengetahui terlebih dahulu terhadap stimulus (objek)

21

2. Interest (ketertarikan), yaitu orang mulai tertarik kepada stimulus

3. Evaluation (evaluasi), yaitu menimbang-nimbang terhadap dan tidaknya stimulus tersebut bagi dirinya

4. Trial (percobaan), yaitu telah mencoba perilaku baru berdasar stimulus yang datang 5. Adoption (adopsi), yaitu subjek telah berperilaku baru sesuai dengan pengetahuan,

kesadaran, dan sikapnya terhadap stimulus yang baru dia terima

Namun demikian dari penelitian selanjutnya, Rogers menyimpulkan bahwa perubahan tidak selalu melewati tahap-tahap tersebut. Pengetahuan yang tercakup dalam domain kognitif mempunyai 5 tingkatan, yaitu:

1. Tahu (Know)

Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya 2. Memahami (Comprehension)

Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui, dan dapat menginterpretasikan materi tersebut secara benar Aplikasi (Aplication)

Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi sebenarnya

3. Analisis (Analysis)

Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek ke dalam komponen-komponen, tetapi masih ada kaitannya satu sama lain

4. Sintesis (Synthesis)

Sintesis merupakan suatu kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari formulasi-formulasi yang ada

22 5. Evaluasi (Evaluation)

Evaluasi berkaitan dengan kemampuan melakukan penilaian terhadap suatu objek

2.4.6.Persepsi

Persepsi merupakan proses mengetahui atau mengenali objek dan kejadian objektif dengan bantuan indera (Chaplin, 2002). Menurut Geller (2001) persepsi menjadi penting karena persepsi merupakan salah satu hal yang akan mempengaruhi seseorang dalam berperilaku aman. Safety riding merupakan perilaku aman, oleh sebab itu persepsi juga akan mempengaruhi seseorang untuk berperilaku.

Hal ini sesuai dengan penelitian Karyani (2005) yang mengatakan bahwa terdapat hubungan antara persepsi dengan perilaku aman (safe behaviour) seseorang (Pvalue = 0,000). Nurwanti (2000) juga menyatakan bahwa terdapat hubungan antara persepsi dengan perilaku mengemudi seseorang (Pvalue = 0,000). Akan tetapi, hal ini bertentangan dengan hasil penelitian Sugiono (2005) yang menyatakan bahwa tidak terdapat hubungan antara persepsi dengan perilaku tidak aman pengemudi (Pvalue = 0,796).

2.4.7.Sikap

Menurut Newcomb dalam Mar’at (1986) sikap merupakan kesiapan atau

kesediaan untuk bertindak dan bukan merupakan pelaksanaaan motif tertentu. Dengan mengubah sikap seseorang maka dapat mengubah perilakunya (Departemen Perhubungan, 2008).

23

Hal ini sejalan dengan teori Lancaster (2002) yang menyatakan terdapat hubungan antara sikap dengan kecenderungan untuk celaka. Selain itu, berdasarkan penelitian Nurwanti (2000) diketahui bahwa sikap berpengaruh terhadap perilaku mengemudi seseorang (Pvalue = 0,000).

2.4.8.Kondisi jalan raya

Kondisi jalan raya yang dapat menyebabkan terjadinya kecelakaan lalu lintas diantaranya:

a. Kerusakan pada permukaan jalan, misalnya jalan berlubang, bergelombang, berpasir, licin, dan lain-lain.

b. Kontruksi jalan yang rusak atau tidak sempurna, misalnya bila bila posisi permukaan bahu jalan terlalu rendah terhadap permukaan jalan.

c. Geometik jalan yang kurang sempurna, misalnya derajat kemiringan yang terlalu kecil atau terlalu besar pada belokan, terlalu sempitnya pandangan bebas bagi pengemudi.

2.4.9.Kondisi lingkungan

Faktor lingkungan pun mempengaruhi untuk terjadinya kecelakaan lalu lintas, diantaranya pada kabut yang tebal, hujan deras dan tanah longsor dapat mengganggu pada pengemudi. Dimana pada kabut yang tebal dan hujan deras mengganggu pandangan mata si pengemudi untuk melihat jalan, kendaran lain dan sebagainya, bila tanah longsor mengakibatkan jalan menjadi terhalang dan licin.

24

Keadaan emosional merupakan satu reaksi kompleks yang berkaitan dengan kegiatan dan perubahan-perubahan secara mendalam yang dibarengi dengan perasaan kuat atau disertai dengan keadaan afektif (chaplin, 2005). Nana Syaodih Sukmadinata (2005) mengemukakan 4 emosi, yaitu:

a. Pengalaman emosional bersifat pribadi dan subyektif. Pengalaman seseorang memegang peranan dalam pertumbuhan rasaa takut, dan jenis-jenis emosi lainya. Pengalaman emosional ini kadang-kadang berlangsung tanpa disadari dan tidak dimengerti oleh yang bersangkutan kenapa ia merasa takut pada sesuatu yang sesunguhnya tidak perlu ditakuti. Lebih bersifat subyektif dari peristiwa psikologis lainya, seperti pengamatan dan berfikir.

b. Adanya perubahan aspek jasmaniah. Pada waktu individu menghayati suatu emosi, maka terjadi perubahan pada aspek jasmaniah. Perubahn-perubahan tersebut tidak selalu terjadi serempak, mungkin yang satu mengikuti yang lainya. Seseorang jika marah perubahn yang paling kuat terjadi debar jantungnya, sedang yang lain adalah pada pernapasanya, dan sebagainya.

c. Emosi di ekspresikan dalm perilaku. Emosi yang dihayati oleh seseorang di ekspresikan dalam perilakunya, terutama dalam ekspresi roman muka dan suara/bahasa. Ekspresi emosi ini juga di pengaruhi oleh pengalaman, belajar dan kematangan.

d. Emosi sebagai motif. Motif merupakan suatu tenaga yang mendorong seseorang untuk melakukan kegiatan. Demikian juga dengan emosi, dapat mendorong sesuatu kegiatan, kendati demikian diantara keduanya merupakan konsep yang berbeda. Motif atau dorongan pemunculannya berlangsung secara siklik, bergantung pada adanya perubahan dalam irama psikologis, sedangkan emosi tampaknya lebih bergantung pada situasi merangsang dan arti signifikansi persoalaannya bagi individu.

Dokumen terkait