• Tidak ada hasil yang ditemukan

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN TAHAPAN PENGAMBILAN KEPUTUSAN

Sebagaimana telah dikemukakan sebelumnya, fokus studi Pengambilan Keputusan Inovasi ini adalah pada Inovasi Budidaya Jambu Kristal (BJK) yang diintroduksikan Taiwan ICDF/UF-IPB kepada para petani di Desa Bantarsari. Sehubungan dengan itu, bab ini mengemukakan deskripsi serta hasil uji statistik atas sejumlah hipotesis berkenaan dengan faktor-faktor yang berhubungan dengan tahapan pengambilan keputusan yang meliputi: Saluran Komunikasi, Kondisi Sebelumnya, Karakteristik Unit Pengambilan Keputusan, Persepsi Petani terhadap Inovasi BJK, dan Tingkat Kepuasan Petani. Penjelasan lebih rinci mengenai faktor-faktor tersebut disajikan pada sub bab di bawah ini.

Hubungan Antara Saluran Komunikasi, Kondisi Sebelumnya, dan Karakteristik Unit Pengambilan Keputusan dengan Tahap Pengenalan

Petani terhadap BJK

Terdapat beberapa variabel independen yang diduga berhubungan dengan tahap pengenalan petani BJK terhadap unsur-unsur berbudidaya jambu kristal. Gambaran mengenai hubungan antar variabel tersebut disajikan pada Tabel 28 melalui uji korelasi Rank Spearman.

Tabel 28 Korelasi antara saluran komunikasi, kondisi sebelumnya, dan kaakteristik unit pengambilan keputusan dengan tingkat pengenalan petani terhadap BJK

Variabel Independen yang Diduga Berhubungan

Tingkat Pengenalan Petani terhadap BJK (Y1)

Rs Sig

Saluran Komunikasi

Frekuensi Partisipasi dalam Penyuluhan (X4) 0.378 0.019* Kondisi Sebelumnya

Praktek Berusahatani Sebelumnya (X1) 0.25 0.130 Tingkat Kebutuhan Petani atas BJK (X2) 0.1 0.549 Tingkat Keinovativan Petani terhadap BJK (X3) 0.052 0.757 Karakteristik Unit Pengambilan Keputusan

Tingkat Pendidikan Formal (X5) 0.265 0.107

Tingkat Pendidikan Non Formal (X6) 0.113 0.501

Tingkat Pengalaman Berusahatani (X7) -0.036 0.832

Pola Perilaku Komunikasi (X8) 0.284 0.084**

Keterangan: *hubungan sangat nyata; **hubungan nyata

Dari delapan variabel yang diduga memiliki hubungan, yang berhubungan nyata dengan Tingkat Pengenalan Petani terhadap BJK (Y1) adalah Frekuensi

Partisipasi dalam Penyuluhan (X4) pada taraf α= 0.05 dan Pola Perilaku Komunikasi (X8) pada taraf α= 0.10.

Dari tiga variabel faktor kondisi sebelumnya pada penelitian ini [Praktek Berusahatani Sebelumnya (X1), Tingkat Kebutuhan Petani atas BJK (X2), dan Tingkat Keinovativan Petani (X3)] tidak satupun yang berhubungan nyata dengan Tingkat Pengenalan Petani terhadap BJK (Y1). Ini berarti bahwa Tingkat Pengenalan Petani terhadap BJK tidak berhubungan dengan semakin lamanya praktek berusahatani sebelumnya, semakin tingginya tingkat kebutuhan petani, dan tingkat keinovativan petani.

Usahatani sebelumnya mayoritas tanaman hortikultura baik jenis buah- buahan seperti jambu biji, pepaya, maupun tanaman hortikultura yang jenis komoditi sayur-sayuran seperti kangkung, bayam, terong, dan sebagainya. Sehingga mayoritas petani mengenal budidaya jambu kristal menjadi sesuatu yang baru baik cara berbudidaya maupun waktu panen usahatani sebelumnya berbeda dengan BJK. Dikatakan rendah jika waktu yang dibutuhkan dalam panen tanaman hortikultura dalam jangka waktu pendek, seperti kangkung. Waktu yang dibutuhkan dari penanaman hingga panen sangat cepat sehingga memiliki tingkatan rendah. Semakin jarang panen pada lahan tersebut maka praktek berusahatani sebelumnya semakin tinggi. Namun beberapa petani masih bercocok tanam secara tumpang sari pada lahan BJK. Jenis komoditi tersebut berbeda-beda. Salah satu contohnya pada waktu bibit jambu kristal berumur tiga bulan jenis komoditi yang dapat ditanam secara tumpang sari di lahan BJK adalah kacang merah, bengkoang, jahe, dll. Hal ini diangggap petani BJK lahan untuk jambu kristal belum tumbuh sehingga cahaya matahari dapat terkena ke seluruh tanaman. Selain itu petani BJK merasa lahan harus dimanfaatkan.

Pada Tingkat Kebutuhan Petani atas BJK (X2) homogen karena sulitnya air irigasi sehingga jika tanaman yang sepert kurang menanam yang membutuhkan air seperti padi atau sayuran. Begitu pun pada Tingkat Keinovativan Petani (X3) homogen karena petani mau menanam jika yarnen dan mengikuti penyuluhan yang sama di awal diintroduksikan BJK oleh Taiwan ICDF/UF-IPB. Dikatakan tinggi jika waktu yang dibutuhkan petani BJK dari mengetahui sampai mulai berbudidaya jambu kristal adalah jangka waktu pendek. Sehingga walaupun ketiga variabel tersebut semakin tinggi namun penambahan pengetahuan akan unsur berbudidaya jambu kristal tidak bertambah.

Merujuk pada Rogers dan Shoemaker (1971), saluran komunikasi adalah cara-cara melalui mana sebuah pesan diperoleh penerima dari sumber informasi, yang dibedakan ke dalam saluran komunikasi interpersonal dan media massa. Saluran komunikasi interpersonal lebih efektif membangun dan merubah sikap, sementara saluran media massa efektif merubah pengetahuan tentang inovasi. Sehingga hasil pengujian korelasi pada tabel tersebut menunjukkan bahwa Frekuensi Partisipasi Penyuluhan Adopter (X4) berhubungan nyata dengan Tingkat Pengenalan Petani terhadap BJK dengan nilai Rs 0.378 pada taraf α= 0.05. Hal ini dimungkinkan karena sebagaimana dikemukakan konsultan Taiwan ICDF/UF-IPB jika mereka tidak mengikuti penyuluhan maka mereka tidak akan mendapat bantuan kredit berupa bibit jambu kristal dengan sistem yarnen (bayar panen). Frekuensi partisipasi penyuluhan diketahui dari banyaknya frekuensi pertemuan yang diikuti oleh petani BJK. Dari total pertemuan penyuuhan sebanyak 20 kali, rata-rata frekuensi partisipasi penyuluhannya enam kali.

Pada faktor karakteristik unit pengambilan keputusan [Tingkat Pendidikan Formal (X5), Tingkat Pendidikan Non Formal (X6), dan Tingkat Pengalaman Berusahatani (X7)] menunjukkan tidak ada hubungan yang nyata dengan Tingkat Pengenalan Petani terhadap BJK (Y1) kecuali pada Pola Perilaku Komunikasi (X8) cukup berhubungan dan cukup signifikan pada taraf α=0.10.

Tingginya tingkat pendidikan formal yang ditempuh oleh petani BJK namun pengetahuan tentang unsur berbudidaya jambu kristal tidak bertambah. Hal ini dimungkinkan karena pendidikan yang sama sehingga homogeny, dan mayoritas mengikuti penyuluhan hanya dari Taiwan ICDF/UF-IPB. Sama halnya pada tingkat pengalaman berusahatani. Lamanya pengalaman usaha tani membuat petani akan lebih berhati-hati dalam melakukan setiap tindakan mereka dalam berbudidaya jambu kristal. Namun pada petani BJK di Desa Bantarsari, lamanya mereka berusaha tani tidak membuat mereka memiliki pengetahuan yang bertambah.

Pada pola perilaku komunikasi diketahui dari akumulasi interaksi komunikasi (pergaulan) petani BJK dengan beragam sumber informasi yang diperoleh melalui komunikasi interpersonal komunikasi bermedia dan media massa. Walaupun sumber informasi yang diperoleh mayoritas diperoleh melalui komunikasi interpersonal atau tergolong kosmopolit namun informasi yang diperoleh mengenai berbudidaya jambu kristal tidak utuh.

Hubungan Antara Saluran Komunikasi, Tingkat Pengenalan Petani terhadap BJK, dan Persepsi Petani terhadap BJK dengan Tahap Persuasi

Petani terhadap BJK

Untuk melihat yang terjadi pada tahap persuasi pada bab sebelumnya, faktor-faktor atau variabel-variabel apakah yang berperan menentukan gejala tersebut, dapat dilihat pada hasil uji korelasi Rank Spearman pada Tabel 29. Tabel 29 Korelasi antara saluran komunikasi, tahap pengenalan, dan persepsi

petani terhadap BJK dengan tingkat persuasi petani terhadap BJK Variabel Independen yang Diduga Berhubungan Tingkat Persuasi Petani

terhadap BJK (Y2)

Rs Sig

Saluran Komunikasi

Frekuensi Partisipasi dalam Penyuluhan (X4) 0.120 0.473 Tahap Pengenalan

Tingkat Pengenalan Petani terhadap BJK (Y1) 0.487 0.002* Persepsi Petani terhadap BJK

Tingkat Keuntungan Relatif (X9) -0.107 0.521

Tingkat Kompatibilitas (X10) 0.560 0.000*

Tingkat Kemudahan (X11) 0.864 0.000*

Tingkat Kemungkinan Dicoba BJK (X12) 0.873 0.000* Tingkat Kemungkinan Diamati Hasil BJK (X13) 0.937 0.000* Keterangan: *hubungan sangat nyata; **hubungan nyata

Pada hipotesis penelitian ini adalah Terdapat hubungan antara variabel- variabel Tingkat pengenalan BJK petani dengan faktor saluran komunikasi (Frekuensi Partisipasi dalam Penyuluhan) serta persepsi petani terhadap Inovasi BJK (Tingkat Keuntungan Relatif Berbudidaya BJK, Tingkat Kompatibilitas BJK, Tingkat Kerumitan BJK, Tingkat Kemungkinan Dicoba, dan Tingkat Kemungkinan Diamati Hasil BJK) dengan Tingkat Persuasi Petani terhadap BJK.

Dari tujuh peubah yang diduga berhubungan nyata dengan Tingkat Persuasi Petani terhadap BJK (Y2), yang berhubungan nyata adalah Tingkat Pengenalan Petani terhadap BJK (Y1), Tingkat Kompatibilitas BJK (X10), Tingkat Kerumitan BJK (X11), Tingkat Kemungkinan Dicoba BJK (X12), dan Tingkat Kemungkinan Diamati Hasil BJK (X13). Hal ini berarti semakin tinggi kelima variabel tersebut maka semakin tinggi sikap petani BJK untuk mau menerima unsur-unsur inovasi dalam berbudidaya jambu kristal.

Pada Tingkat Keuntungan Relatif (X9) tidak berhubungan dengan Tingkat Persuasi Petani terhadap BJK (Y2). Hal ini dimungkinkan hasil panen dalam berbudidaya jambu kristal tetap ada setiap hari dibanding tanaman sebelumnya seperti palawija yang membutuhkan waktu tanam sekitar setahun namun hasil panen hanya sekali. Selain itu, karena petani bermitra dengan cara yarnen yang sampai saat ini masih banyak yang belum melunasi dan tidak siap dengan perjanjian yang dilakukan dengan Taiwan ICDF/UF-IPB namun tidak mengikat sehingga tergolong homogen dan tidak ditampung semua hasil panen BJK di Taiwan ICD/UF-IPB jadi tidak ada keuntungan yang dirasakan di mata petani. Sehingga sikap petani BJK yang tidak mau menerima unsur-unsur inovasi dalam berbudidaya jambu kristal tidak berhubungan dengan keuntungan relatif. Dengan kata lain, walaupun tingginya tingkat keuntungan relatif yang dirasakan oleh petani BJK namun sikap mau menerima unsur-unsur inovasi dalam berbudidaya jambu kristal tidak bertambah. Tingkat Pengenalan Petani terhadap BJK berhubungan sangat nyata dengan Tingkat Persuasi Petani terhadap BJK (rs= 0.487).

Bagitu pun pada Tingkat Frekuensi Partisipasi dalam Penyuluhan (X4) tidak ada hubungan yang nyata dengan Tingkat Persuasi Petani terhadap BJK (Y2). Frekuensi petani mengikuti penyuluhan merupakan salah satu faktor yang menentukan. Namun di Desa Bantarsari dikarenakan Tingkat Persuasi yang homogen sehingga tinggi rendahnya frekuensi penyuluhan yang diikuti oleh petani tidak mempengaruhi peningkatan sikap.

Selain itu, hal ini dimungkinkan sulitnya trayek dari Desa Bantarsari menuju tempat pelatihan (Taiwan ICDF/UF-IPB). Sehingga frekuensi petani BJK dalam mengikuti penyuluhan tentang BJK merupakan salah satu faktor penentu individu dalam mengambil keputusan. Berikut salah satu penuturan dari petani BJK.

“…Kalo ada undangan dari ICDF kadang Bapak enggak ikut. Soalnya

usia Bapak sudah tua, terus pelatihannya di ICDF jauh, Neng. Tapi

pernah ikut pelatihan waktu di sini. Ada orang ICDF yang datang…”

Hubungan Antara Saluran Komunikasi dan Tingkat Persuasi Petani terhadap BJK dengan Tahap Keputusan Petani terhadap BJK

Untuk mendapatkan gambaran mengenai hubungan antara Frekuensi Partisipasi dalam Penyuluhan (X4) dan Tingkat Persuasi Petani terhadap BJK (Y2) dengan Tingkat Keputusan Petani terhadap BJK (Y3) dapat dilihat pada Tabel 30 hasil uji korelasi Rank Spearman di bawah ini.

Tabel 30 Korelasi antara saluran komunikasi dan tahap persuasi dengan tingkat keputusan petani terhadap BJK

Variabel Independen yang Diduga Berhubungan

Tingkat Keputusan Petani terhadap BJK (Y3)

Rs Sig

Saluran Komunikasi

Frekuensi Partisipasi dalam Penyuluhan

(X4) 0.153 0.358

Tahap Persuasi

Tingkat Persuasi Petani terhadap BJK (Y2) 0.813 0.000* Keterangan: *hubungan sangat nyata; **hubungan nyata

Pada Tabel 29 di atas diketahui Tingkat Frekuensi Partisipasi dalam Penyuluhan (X4) tidak berhubungan dengan Tingkat Keputusan Petani terhadap BJK (Y3) dengan nilai rs=0.153. Artinya, semakin tingginya Frekuensi Partisipasi dalam Penyuluhan dalam mengikuti penyuluhan dari Taiwan ICDF/UF-IPB tidak mempengaruhi kemauan petani BJK memutuskan unsur-unsur dalam berbudidaya jambu kristal. Pada Tingkat Persuasi Petani terhadap BJK (Y2) berhubungan sangat nyata dengan Tingkat Keputusan Petani terhadap BJK (Y3) dimana nilai rs= 0.813. Hal ini dimungkinkan semakin tinggi sikap mau menerima unsur-unsur dalam berbudidaya jambu kristal maka semakin tinggi kemauan petani BJK memutuskan.

Hubungan Antara Saluran Komunikasi dan Tingkat Keputusan Petani terhadap BJK dengan Tahap Implementasi Petani terhadap BJK

Untuk menelaah variabel-variabel yang berhubungan dengan tahap implementasi pada proses pengambilan keputusan inovasi budidaya jambu kristal ini, dilakukan uji korelasi Rank Spearman, dengan hasil seperti terlihat pada Tabel 31.

Hasil uji korelasi Rank Spearman menunjukkan kedua variabel independen tersebut (Frekuensi Partisipasi dalam Penyuluhan dan Tingkat Keputusan Petani terhadap BJK) berhubungan nyata dengan Tingkat Implementasi Petani terhadap BJK (Y4) dengan nilai rs berturut-turut adalah 0.401 dan 0.560. Dengan kata lain semakin tinggi Frekuensi Partisipasi dalam Penyuluhan dan Tingkat Keputusan Petani terhadap BJK maka semakin mau menerapkan unsur-unsur tersebut dalam berbudidaya jambu kristal. Hal ini dimungkinkan karena seperti telah dijelaskan sebelumnya bahwa petani

memperoleh bibit melalui kerja sama yarnen karena mengikuti pelatihan. Selain itu kegiatan BJK dipraktekkan di lahan usahatani masing-masing.

Tabel 31 Korelasi antara Frekuensi Partisipasi dalam Penyuluhan dan tingkat keputusan petani terhadap BJK dengan tingkat implementasi petani terhadap BJK

Variabel Independen yang Diduga Berhubungan

Tingkat Implementasi Petani terhadap BJK (Y4)

Rs Sig

Saluran Komunikasi

Frekuensi Partisipasi dalam Penyuluhan (X4) 0.401 0.013* Tahap Keputusan

Tingkat Keputusan Petani terhadap BJK (Y2) 0.560 0.000* Keterangan: *hubungan sangat nyata; **hubungan nyata

Hubungan Antara Saluran Komunikasi, Tingkat Implementasi Petani terhadap BJK, dan Kepuasan Petani BJK dengan Tingkat Konfirmasi Petani

terhadap BJK

Untuk mengetahui gambaran mengenai variabel-variabel apa saja yang mempengaruhi tahap konfirmasi diantara petani BJK di Desa Bantarsari, dilakukan hasil uji korelasi Rank Spearman. Pada Tabel 32 dapat dilihat hasil uji korelasi Rank Spearman.

Tabel 32 Korelasi antara saluran komunikasi, tingkat implementasi petani terhadap BJK, dan kepuasan petani BJK dengan tingkat konfirmasi petani terhadap BJK

Variabel Independen yang Diduga Behubungan

Tingkat Konfirmasi Petani terhadap BJK (Y5)

Rs Sig

Saluran Komunikasi

Frekuensi Partisipasi dalam Penyuluhan (X4) 0.426 0.008* Tahap Impelemtasi

Tingkat Impelemtasi Petani terhadap BJK (Y4) 0.967 0.000* Kepuasan Petani terhadap BJK

Tingkat Produksi BJK (X14) 0.247 0.134

Tingkat Pendapatan yang Diperoleh (X15) 0.222 0.180 Keterangan: *hubungan sangat nyata; **hubungan nyata

Pada Tabel 32 di atas menyajikan bahwa dari keempat variabel yang diduga berhubungan, yang memiliki hubungan yang sangat nyata dengan Tingkat Konfirmasi Petani terhadap BJK (Y5) adalah Tingkat Frekuensi Partisipasi dalam Penyuluhan (X4) dan Tingkat Impelemtasi Petani terhadap BJK (Y4). Sehingga, jika kedua variabel tersebut tinggi maka Tingkat Konfirmasi Petani terhadap BJK pun tinggi.

Berbeda dengan variabel dari kepuasan petani atas BJK [Tingkat Produksi Petani BJK (X14) dan Tingkat Pendapatan yang Diperoleh (X15)] tidak ada

hubungan yang nyata dengan Tingkat Konfirmasi Petani terhadap BJK (Y5). Hal ini dimungkinkan karena hasil panen usahatani BJK lebih tinggi dibanding usahatani sebelumnya sehingga hasil kepuasan petani atas BJK tergolong homogeny. Hal ini didukung salah satu keuntungan yang diperoleh petani dari hasil berbudidaya jambu kristal adalah pendapatan yang diperoleh dalam satu tahun periode yang dapat dilihat pada Tabel 33.

Tabel 33 Jumlah dan persentase petani BJK menurut pendapatan yang diperoleh Pendapatan yang diperoleh (dalam

juta rupiah) Jumlah (orang) Persen (%)

7 -51 22 57.89

51-95 8 21.05

96-141 8 21.05

Salah satu. Tabel 33 menunjukkan jumlah dan persentase petani BJK menurut pendapat yang diperoleh dari hasil berbudidaya jambu kristal di Desa Bantarsari. Pendapatan dan produksi petani tergolong dalam kategori rendah yaitu pendapatan petani didominasi pada kategori rendah antara Rp7 027 000.- sampai Rp51 800 000.- per tahun sebanyak 22 orang atau 57.89 persen. Selain itu, tingkat pendapatan yang diperoleh petani BJK pada kategori sedang yaitu Rp51 900 000.- sampai Rp95 900 000.- per tahun sebanyak delapan orang (21.05 persen). Tingkat pendapatan yang diperoleh petani BJK di Desa Bantarsari pada kategori tinggi dengan nominal antara Rp96 000 000.- sampai Rp141 450 000.- per panen (omset) adalah sebanyak delapan orang atau 21.05 persen.

Pada Tabel 34terlihat bahwa hasil produksi rata-rata per hektar jika dilhat menurut stratum petani BJK.

Tabel 34 Produksi rata-rata (ton/ha) usahatani petani BJK menurut stratum dan kelas kelompok

Stratum Jumlah (ton/ha)

Stratum I (< 0.25 Ha) 1.3

Stratum II (0.25-0.5 Ha) 2.4

Stratum III (> 0.5 Ha) 3

Hasil di atas tampaknya berhubungan dengan rendahnya penerapan unsur- unsur dalam berbudidaya jambu kristal diantara setiap petani BJK dari setiap stratum pada setiap ketiga kelas kelompok.

Permasalahan yang dihadapi Petani Adopter BJK di Desa Bantarsari dalam Bekerjasama dengan Taiwan ICDF/UF IPB

Sebagaimana diketahui di atas petani mitra harus mengikuti pelatihan/penyuluhan yang diikuti di kantor atau di langsung di desa. Dari hasil penelitian di Desa Bantarsari (salah satu desa binaan Taiwan ICDF/UF IPB) frekuensi keikutsertaan petani adopter BJK dalam mengikuti penyuluhan mengenai budidaya jambu kristal yang dimulai dari pengolahan, pemeliharaan, hingga pasca panen yang diikuti oleh petani adopter BJK termasuk rendah. Dari

jumlah frekuensi tertinggi sebanyak 20 pertemuan yang diikuti, ada sembilan petani adopter BJK yang sama sekali belum pernah mengikuti pelatihan yang diadakan oleh Taiwan ICDF/UF IPB, walaupun telah dikatakan sebelumnya diadakan setiap bulan di kantor Taiwan ICDF/UF IPB.

Dari hasil temuan lapangan, beberapa hal yang menjadi permasalahan sebagai berikut: Pertama, mayoritas petani adopter BJK tidak menaati peraturan kerja sama yarnen. Seperti yang telah dikatakan pada sub bab di atas (gambaran umum perusahaan), salah satu bentuk kerja sama antara perusahaan dan petani adopter BJK adalah dalam bentuk yarnen. Sejak awal diintroduksikan jambu kristal tahun 2008 sampai dengan waktu penelitian hasil panen yang seharusnya dikirim ke Taiwan ICDF/UF IPB mayoritas petani BJK tidak lagi mengirimkan. Walaupun awalnya dikirim, namun yang terjadi mayoritas belum membayar hutang dalam bentuk yarnen. Dari hasil wawancara dengan pihak Taiwan ICDF/UF IPB, yang menjadi salah satu kendala adanya perjanjian tertulis kerja sama yarnen namun tidak ada yang menjadi aturan dan mengikat secara hukum antara Taiwan ICDF/UF IPB dengan petani di seluruh desa binaan di Kabupaten Bogor. Selain itu, beberapa oknum yang memanfaatkan kerja sama yarnen tersebut, salah satunya data petani yang terdaftar adopter BJK yang meminjam bibit dalam bentuk yarnen terdaftar dalam data. Namun pada saat ditagih dari pihak ICDF, petani tersebut tidak merasa pernah meminjam bibit. Sehingga setelah ditelusuri, ada beberapa oknum yang memanfaatkan hal ini. Menggunakan nama petani tersebut dalam meminjam, namun bibitnya tidak diberikan ke petani yang bersangkutan.

Kedua, mayoritas petani adopter BJK di Desa Bantarsari masih memiliki persepsi bahwa pendidikan tidak terlalu penting mengenai cara berbudidaya jambu kristal yang sesuai dengan Standard Operating Procedure (SOP) dari Taiwan ICDF/UF IPB. Jika petani adopter BJK mengikuti sesuai SOP teknis BJK, hasil panen akan menghasilkan kualitas yang baik. Salah satu contoh penemuan di lapangan adalah unsur pemangkasan. Mayoritas petani adopter BJK tidak memangkas pohon jambu kristal. Jika petani adopter BJK memiliki persepsi yang baik mengenai keuntungan dan manfaat dari memangkas maka kualitas panen yang dihasilkan akan baik.

Ketiga, trayek angkutan dari Desa Bantarsari menuju kantor Taiwan ICDF/UF IPB menyulitkan. Mayoritas petani merasakan transportasi ke lokasi penyuluhan membutuhkan modal yang tinggi. Seperti yang telah dijelaskan pada Bab Keadaan Umum Desa Bantarsari total biaya pulang pergi yang dibutuhkan sebesar Rp30 000.00. Perjalanan menuju Desa Bantarsari dapat ditempuh melalui trayek angkutan umum. Trayek angkutan umum dari Institut Pertanian Bogor (IPB) Kecamatan Dramaga menuju Desa Bantarsari melalui trayek angkutan umum kampus dalam yang berpangkal di Terminal Laladon atau Bubulak. Selanjutnya dari Terminal Laladon atau Bubulak naik trayek 32 arah Kabupaten Cibinong dan turun di perbatasan lampu merah Jalan Semplak. Kemudian, melanjutkan perjalanan trayek Anyar-Parung dan turun di Jalan Salabenda, dan trayek terakhir angkutan umum khusus masuk ke desa dengan nomor trayek 63. Trayek khusus angkutan masuk ke dalam desa tidak banyak, sehingga penumpang akan menunggu satu hingga dua jam. Untuk menempuh Desa Bantarsari dari perjalanan awal dari kampus dalam menggunakan empat trayek angkutan umum. Namun jika tidak bersedia menunggu lama angkutan umum yang masuk ke desa,

bisa ditempuh dengan trayek yang lebih mudah dan lebih cepat dengan menggunakan ojek motor, yakni dari perbatasan lampu merah Jalan Semplak menggunakan trayek pasar Anyar-Bantarkambing, kemudian turun di pangkalan ojek Lumbung dan masuk ke dalam desa dengan menggunakan ojek motor.

Keempat, pengiriman hasil panen BJK ke Taiwan ICDF/UF-IPB merupakan salah satu kewajiban petani adopter BJK yang telah bekerjasama yarnen. Namun mayoritas petani adopter BJK berpendapat dan yang terjadi di lapangan, hasil panen BJK dijual ke tengkulak. Hal ini terjadi dikarenakan petani adopter BJK mengemukakan bahwa untuk memasukkan ke Taiwan ICDF/UF-IPB hasil panen BJK harus disortir terlebih dahulu, disikat dengan menggunakan sikat gigi, dan membutuhkan waktu dalam penyelesaian. Dibanding tengkulak, langsung datang ke Desa Bantarsari tanpa disortir dan dibedakan mutu grade dapat diterima semua hasil BJK. Selain itu, yang membuat petani tidak menjual hasil panen BJK ke Taiwan ICDF/UF-IPB biaya pengiriman dan hasil penjualan tidak sesuai mutu grade yang telah petani adopter BJK sortir. Biaya setiap pengiriman ke Taiwan ICDF/UF-IPB menggunakan transportasi motor (ojek) sebesar Rp1 000.00 per kilogram. Jika hasil panen sebesar 100 kg maka biaya transportasi sekali pengiriman berjumlah Rp100 000.00. Petani merasa jika memasukkan hasil panen BJK ke Taiwan ICDF/UF-IPB belum tentu masuk mutu grade yang terbaik yaitu grade A dan grade B.

Hasil wawancara dengan pihak Taiwan ICDF/UF-IPB, salah satu yang menjadi masalah kurangnya pendampingan khususnya pengontrolan di lapangan adalah sumber daya manusia yang bekerja di Taiwan ICDF/UF-IPB khusus budidaya jambu kristal hanya satu orang. Hal ini sesuai pada Gambar 2 Struktur Organisasi Taiwan ICDF/UF IPB.

Solusi dari Taiwan ICDF/UF-IPB dalam menyelesaikan masalah-masalah yang dihadapi petani adopter BJK yang telah berlangsung adalah:

1. Menaikkan harga hasil panen BJK di atas harga dari tengkulak yang diterapkan di akhir tahun 2013. Awalnya jambu kristal grade A, grade B, dan grade C dari petani mitra akan dibeli oleh Taiwan ICDF/UF-IPB dengan harga berturut-turut Rp15 000.00, Rp7 000.00, dan Rp5 000.00 per kg. Pada akhir tahun 2013 harga jambu kristal dinaikkan berturut-turut dengan harga Rp20 000.00, Rp10 000.00, dan Rp7.000 per kg.

Solusi dari Taiwan ICDF/UF-IPB dalam menyelesaikan masalah-masalah yang dihadapi petani adopter BJK yang belum berlangsung adalah: