• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA

6. Kultur haploid

2.1.6. Faktor-faktor yang berpengaruh dalam kultur jaringan

Ada beberapa faktor yang berpengaruh dalam teknik kultur jaringan

(in-vitro). Faktor-faktor tersebut antaralain : 2.1.6.1. Media Kultur

Media merupakan faktor penentu dalam perbanyakan dengan kultur jaringan. Komposisi media yang digunakan tergantung dengan jenis tanaman yang akan diperbanyak. Media yang digunakan biasanya terdiri dari garam mineral, vitamin, dan hormon. Selain itu, diperlukan juga bahan tambahan seperti agar, gula, dan lain-lain. Zat pengatur tumbuh (hormon) yang ditambahkan juga bervariasi, baik jenisnya maupun jumlahnya, tergantung dengan tujuan dari kultur jaringan yang

12

dilakukan. Media yang sudah jadi ditempatkan pada tabung reaksi atau botol-botol kaca. Media yang digunakan juga harus disterilkan dengan cara memanaskannya dengan autoklaf.

Mata rantai pertama dalam pelaksanaan kultur in vitro adalah persiapan media tanam. Dalam media diberikan berbagai garam mineral, air, gula, asam amino, zat pengatur tumbuh, pemadat media untuk pertumbuhan dan perkembangan, serta kadang-kadang arang aktif untuk mengurangi efek penghambatan dari persenyawaan polifenol (warna coklat-hitam) yang keluar akibat pelukaan jaringan pada jenis-jenis tanaman tertentu, Gula, asam amino, dan vitamin ditambahkan karena eksplan yang ditanam tidak lagi sepenuhnya hidup secara autotrof (hidup dari bahan-bahan anorganik dari alam). Dalam kultur in vitro, segmen tanaman hidup secara heterotrof (mendapat suplai bahan organik) (Gunawan, 1995).

Media kultur adalah media steril yang digunakan untuk menumbuhkan sumber bahan tanaman menjadi bibit. Media kultur terdiri dari garam anorganik, sumber energi (karbon), vitamin, dan zat pengatur tumbuh. Selain itu, dapat pula ditambahkan komponen lain seperti senyawa organik dan senyawa kompleks lainnya. 2.1.6.2. Bahan Tanaman (eksplan)

Eksplan adalah sisik (scale) yang diisolasi dari umbi dewasa. Eksplan merupakan bagian tanaman yang akan dikulturkan. Eksplan dapat berasal dari meristem, tunas, batang, anter, daun, embrio, hipokotil, biji, rhizome, bulbil, akar atau bagian-bagian lain. Ukuran eksplan yang digunakan bervariasi dari ukuran mikroskopik (±0,1 mm) sampai 5 cm. Jenis eksplan akan mempengaruhi morfogenesis suatu kultur in-vitro (Wattimena et.al., 1992)

2.1.6.3.. Faktor Lingkungan

Faktor-faktor lingkungan yang berpengaruh terhadap perkembangan kultur jaringan antara lain pH, kelembaban, cahaya dan temperatur. Faktor lingkungan tersebut berpengaruh terhadap proses pertumbuhan dan diferensiasi. Sel-sel tanaman yang dikembangkan dengan teknik kultur jaringan mempunyai toleransi pH yang relatif sempit, yaitu 5,0 - 6,0. Bila ekspian mulai tumbuh, pH dalam kultur umumnya akan naik apabila nutrien habis terpakai. Senyawa phospat dalam media kultur mempunyai peran yang penting dalam menstabilkan pH. Pengukuran pH dapat dilakukan dengan menggunakan pH meter atau dengan

13

kertas pH, Bila pH medium rnasih kurang dari normal dapat ditambahkan KOH, sedangkan apabila pH-nya melampui batas normal maka dapat dinetralkan dengan HCL.

Beberapa kondisi lingkungan seperti cahaya, suhu dan fase-fase gas mempengaruhi pertumbuhan tanaman dalam kultur in vivo, karena faktor-faktor tersebut diduga mempunyai pengaruh yang penting pada bagian tanaman dalam mikropropagasi. Mikropropagasi adalah penggunaan eksplan atau organ tumbuhan untuk tujuan percambahan/pengklonan anak benih menggunakan teknik kultur tisu.

2.1.6.3. Zat Pengatur Tumbuh

Dalam kultur jaringan sangat diperlukan zat pengatur tumbuh untuk merangsang pertumbuhan dan morfogenesis dalam kultur sel, jaringan dan organ (Gunawan, 1987). Zat pengatur tumbuh pada kultur jaringan dibedakan menjadi dua golongan, yaitu auksin dan sitokinin. Zat pengatur tumbuh ini mempengaruhi pertumbuhan dan morfogenesis kultur sel, organ, dan jaringan. Jika konsentrasi auksin lebih besar daripada sitokinin maka kalus akan tumbuh, dan bila konsentrasi sitokinin lebih besar dibanding auksin maka tunas akan tumbuh (Gunawan,1987).

Pemberian zat pengatur tumbuh tanaman untuk pertumbuhan akar, tunas, batang dan bunga membutuhkan konsentrasi optimum. Konsentrasi yang lebih rendah dari optimum kurang efektif, tetapi lebih dari optimum akan menghambat bahkan bila berlebihan akan mematikan. Dengan berkembangnya pengetahuan biokimia dan dengan majunya industri kimia maka ditemukan banyak senyawa-senya-wa yang mempunyai pengaruh fisiologis yang serupa dengan hormon tanaman. Senyawa-senyawa sintetik ini pada umumnya dikenal dengan nama zat pengatur tumbuh tanaman (ZPT = Plant Growth Regulator). Tentang senyawa hormon tanaman dan zat pengatur tumbuh, Moore (2) mencirikannya sebagai berikut:

1. Fitohormon atau hormon tanaman ada-lah senyawa organik bukan nutrisi yang aktif dalam jumlah kecil (< ImM) yang disintesis pada bagian tertentu, pada umumnya ditranslokasikan kebagian lain tanaman dimana senyawa tersebut, menghasilkan suatu tanggapan secara biokimia, fisiologis dan morfologis.

14

2. Zat Pengatur Tumbuh adalah senyawa organik bukan nutrisi yang dalam kon-sentrasi rendah (< 1 mM) mendorong, menghambat atau secara kualitatif mengubah pertumbuhan dan perkem-bangan tanaman.

3. Inhibitor adalah senyawa organik yang menghambat pertumbuhan secara umum dan tidak ada selang konsentrasi yang dapat mendorong pertumbuhan. Zat pengatur tumbuh yang digunakan adalah sitokinin dan auksin. Sitokinin yang biasa digunakan 6-Benzil Amino Purin (BAP) dan kinetin, sedang auksin yang digunakan adalah IAA, NAA dan IB A. Zat pengatur

tumbuh ini diperlukan untuk pertumbuhan eksplan. Menurut Hendaryono dan Wijayanti (1994) pembentukan kalus, jaringan kuncup dan jaringan akar ditentukan oleh penggunaan zat pengatur tumbuh yang tepat baik macam maupun konsentrasinya.

Penggunaan hormon tumbuh diperlukan untuk pengembangan dan penumbuhan planlet, namun produksi in vivo hormon tersebut belum cukup sehingga perlu penambahan ZPT ke dalam media kultur.

Menurut Suryowinoto (1996), penggunaan kombinasi beberapa ZPT akan mempercepat dan meningkatkan hasil induksi tunas daun dalam kultur. Pierik (1987) menyatakan bahwa pertumbuhan kalus tidak terlepas dari media tanam yang dilengkapi dengan unsur-unsur hara dan zat pengatur tumbuh. 2.3. Zat Pengatur Tumbuh BAP

BAP adalah zat pengatur tumbuh sintetik yang berperan anjara lain dalam pembelahan sel dan morfogenesis sedangkan NAA adalah zat pengatur tumbuh sintetik yang mampu mengatur berbagai proses pertumbuhan dan pemanjangan sel (George dan Sherrington, 1984).

Menurut Heddy (1986), hormon pengatur tumbuh BAP, walaupun dengan konsentrasi rendah, dapat mengatur proses fisiologis tumbuhan. Hal ini disebabkan hormon pengatur tumbuh dipengaruhi oleh asam nukleat sehingga langsung mempengaruhi sintesis protein dan mengatur aktivitas enzim. Menurut Kusumo (1984), zat pengatur tumbuh sitokinin berperanan dalam pembelahan sel dan morfogenesis, sedang auksin berperanan dalam mengatur pertumbuhan dan pemanjangan sel. Pemanjangan sel, pembelahan sel, morfogenesis dan pengaturan

15

pertumbuhan merupakan proses yang sangat penting dalam pembetukan kalus dan selanjutnya diikuti pembentukan tunas.

Dokumen terkait