• Tidak ada hasil yang ditemukan

Menurut Pasal 1 angka 12 PMNA/KBPN No. 3 Tahun 1999, Pembatalan hak atas tanah adalah: “Pembatalan keputusan mengenai pemberian suatu hak atas tanah karena keputusan tersebut mengandung cacat hukum dalam penerbitannya atau melaksanakan putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap”.96

Syarat pembatalan hak atas tanah menurut Pasal 104 ayat (2) PMNA/KBPN No. 9 Tahun 1999, diterbitkan apabila terdapat:

a. Cacat hukum administratif, atau

b. Melaksanakan putusan Pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap. Berdasarkan hasil putusan Mahkamah Agung No. 981K/Pdt/2009 dengan menguatkan putusan Pengadilan Negeri Medan No. 456/Pdt.G/2007/PN.

95Hasil wawancara dengan Hafni, SH pegawai Badan Pertanahan Kota Medan, pada tanggal

31 Oktober 2013, pukul 14.00 WIB.

96Rumusannya sama dengan pengertian pembatalan hak atas tanah yang terdapat pada Pasal 1

angka 14 PMNA/KBPN Nomor 9 Tahun 1999, yaitu:

“Pembatalan keputusan mengenai pemberian suatu hak atas tanah karena keputusan tersebut mengandung cacat hukum dalam penerbitannya atau melaksanakan putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap”.

Mdn dan putusan Pengadilan Tinggi Medan No. 263/Pdt/2008/PT-Mdn, maka Sertipikat Hak Pakai No. 765/Pusat Pasar tanggal 1 Juli 1996 terdaftar atas nama Pemerintah Kotamadya Tingkat II Medan (dulu dan sekarang Pemerintah Kota Medan) harus dibatalkan karena untuk melaksanakan putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap, hal ini sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 124 ayat (2) PMNA/KBPN No. 9 Tahun 1999, yang menyatakan, Putusan Pengadilan dimaksud bunyi amarnya, meliputi dinyatakan batal atau tidak mempunyai kekuatan hukum atau intinya sama dengan itu.

Pembatalan Sertipikat Hak Pakai No. 765/Pusat Pasar telah memiliki kekuatan hukum yang tetap hal ini berdasarkan Putusan Mahkamah Agung No. 981K/Pdt/2009 yang isinya menolak permohonan kasasi Pemko Medan dan BPN Kota Medan dan menguatkan putusan sebelumnya yaitu Putusan Pengadilan Tinggi Medan No. 263/Pdt/2008/PT-Mdn dan Putusan Pengadilan Negeri Medan No. 456/Pdt.G/2007/PN.Mdn yang menyatakan: Sertipikat Hak Pakai No. 765/Pusat Pasar tanggal 1 Juli 1996 atas nama Pemerintah Kota Medan adalah tidak berkekuatan hukum, tidak mengikat dan batal demi hukum.

Terbitnya putusan tentang pembatalan Sertipikat Hak Pakai No. 765/Pusat Pasar tanggal 1 Juli 1996 tersebut disebabkan oleh beberapa faktor yang menurut pertimbangan Mahkamah Agung telah sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku. Adapun faktor-faktor yang membatalkan Sertipikat Hak Pakai No. 765/Pusat Pasar menurut pertimbangan Mahkamah Agung, antara lain:

Pertama, Hak penguasaan dan penggunaan obyek sengketa di Jalan Merbabu No. 28 Kelurahan Pusat Pasar Kecamatan Medan Kota, Kota Medan ada pada Perhimpunan karena sudah sejak dahulu digunakan oleh Perhimpunan untuk melakukan kegiatan-kegiatan sosial.

Kedua, Sesuai ketentuan Pasal 1865 BW dan 283 Rbg, Perhimpunan

membuktikan dalil-dalil gugatannya dengan mengajukan bukti-bukti surat dan 2 (dua) orang saksi yang telah memberi keterangan di bawah sumpah masing-masing saksi Nurdin Wijaya dan saksi Wijaya, bukti-bukti suratnya yaitu:97

1. Fotocopy Akta Pendirian Perhimpunan Hin An Hui Koan Nomor: 79 tanggal 29 Januari 1957 yang dibuat dihadapan Oesman Aldjoeffry, Wakil Notaris di Medan, dan Akta nomor 22 tanggal 14 Mei 2007, serta Akta nomor 1 tanggal 1 Oktober 2007 yang dibuat dihadapan Poeryanto Poedjiaty, SH Notaris di Medan;

2. Fotocopy Surat Penyerahan Hak Tanah (Grant C 1683) berdasarkan naskah Jual Beli tanggal 12 Februari 1957 Nomor 29 yang dibuat dihadapan Oesman Aldjoeffry, Wakil Notaris di Medan, yang telah didaftarkan di Pejabat Urusan Tanah Kota Besar Medan pada tanggal 28 Maret 1957;

3. Fotocopy gambar denah perbaikan bangunan dari bentuk rumah lama ke bentuk rumah yang digunakan sebagai Gedung Perhimpunan Hin An Hui Koan;

4. Fotocopy Surat Tanggal 28 Oktober 1965 yang ditujukan kepada Komando Distrik Militer seksi V Medan;

5. Fotocopy Surat Penggugat Nomor 001/YSHA/XII/04 tanggal 1 Desember 2004 minta ketegasan kepemilikan aset milik Penggugat;

6. Fotocopy Surat Tergugat nomor 593/3985 tanggal 16 Maret 2005 tentang penjelasan Tergugat atas penerbitan Sertipikat Hak Pakai Nomor 765/Pusat Pasar tanggal 1 Juli 1965 di atas tanah milik Penggugat;

7. Fotocopy Salinan Akta Pendirian Perhimpunan Hin An Hui Koan Nomor 79 tanggal 29 Januari 1957, yang dikeluarkan oleh Pengadilan Negeri Medan.

97Bukti-bukti surat Penggugat dalam Putusan Pengadilan Negeri Medan No.

Ketiga, Perhimpunan didirikan dengan maksud dan tujuan mempererat pertalian perhubungan persahabatan dan persaudaraan dari keturunan daerah Hin Hoa dan memajukan pergaulan, kesatuan dan semangat tolong menolong serta mengurus hal-hal mengenai usaha keamalan dan bersama-sama mengukuhkan cita-cita bangsa Tionghoa perantauan keturunan Hin Hoa.

Keempat, Perhimpunan didirikan dengan suatu akta dengan anggaran dasar yang jelas, akta No. 79 tanggal 29 Januari 1957 bertalian dengan akta No. 22 tanggal 14 Mei 2007 jo akta No. 1 tanggal 1 Oktober 2007, maka keberadaan Perhimpunan ini adalah legal dan sah menurut hukum dan keberadaan Handoko Setiawan dan Yacup Lie selaku Ketua dan Sekretaris Perhimpunan yang bertindak untuk dan atas nama Perhimpunan dalam menuntut hak atas penguasaan dan penggunaan obyek sengketa tersebut adalah beralasan menurut hukum.

Kelima, Surat penyerahan hak tanah (acte van afstand van erfpachtsrecht) ternyata bahwa Perhimpunan sudah menguasai dan menggunakan obyek sengketa berdasarkan jual beli tanggal 12 Februari 1957 dan didaftarkan di Pejabat Urusan Tanah Kota Besar Medan tanggal 28 Maret 1957 dalam daftar Grant C No. 1683, dan telah melakukan perbaikan-perbaikan (renovasi) dari bangunan lama menjadi bangunan baru.

Keenam, Penggunaan tanah dan bangunan obyek sengketa oleh Perhimpunan saat itu atas dasar alas hak yang sah yaitu Hak Pakai yang dikeluarkan oleh Ketua Dewan Pemerintah Daerah Kota Pradja Medan tanggal 17 September 1960 dan diperpanjang selama 10 tahun hingga tahun 1970 yang telah dikonversi menjadi Hak

Pakai pada tanggal 10 Juni 1963 yang dikukuhkan dengan surat Keterangan Walikota Kepala Daerah Medan, No. 645/SKT/1963.

Ketujuh, Menurut keterangan saksi Nurdin Widjaya dan saksi Widjaya menerangkan bahwa selama saksi-saksi mengikuti kegiatan sebagai anggota Perhimpunan, semua kegiatan Perhimpunan tersebut dilakukan di dalam gedung obyek sengketa antara lain kegiatan-kegiatan pesta dan keamalan.

Kedelapan, Tahun 1965 hak penguasaan dan penggunaan obyek sengketa oleh Perhimpunan secara paksa dicabut dan dihentikan karena situasi politik yang terjadi saat itu, dan dalil-dalil tersebut tidak dibantah oleh Pemko Medan dan harus dipandang telah terbukti kebenarannya.

Kesembilan, bahwa menurut hukum, dalam keadaan darurat pencabutan hak atas tanah dapat dilakukan dengan suatu surat keputusan Kepala BPN sambil menunggu Keppres yang diterbitkan kemudian. Sedangkan pencabutan Hak Pakai dari Perhimpunan pada tahun 1965 ternyata tidak dilakukan dengan Keppres sebagaimana prosedur yang ditentukan Pasal 1, 2 dan 3 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1961 tentang Pencabutan Hak Atas Tanah dan Benda-benda yang Ada di Atasnya.

Kesepuluh, Surat pengurus Perhimpunan tanggal 1 Desember 2004, kepada Walikota Medan tentang Aset (harta) Perhimpunan yang terletak di Jalan Merbabu No. 28 Medan dan surat Pengurus Hin An Hui Koan tanggal 28 Oktober 1965 kepada pimpinan Kodim Seksi V di Medan, yaitu tentang laporan kerusakan/hilang harta benda yang didasarkan pada pertemuan dengan Djaksa, Kodim dan pengurus Hin An

Hui Koan. Dari bukti-bukti tersebut ternyata bahwa Penggugat sudah sejak lama berusaha untuk menguasai dan menggunakan kembali tanah dan bangunan tersebut.

Kesebelas, Hak Pakai yang dimiliki oleh Perhimpunan telah dicabut secara tidak sah dengan pengambilalihan tanah dan bangunan oleh Pemerintah Kota Medan pada tahun 1966 sebelum masa berlaku Hak Pakai tersebut berakhir, maka tindakan tersebut bertentangan dengan hukum dan karenanya Perhimpunan secara yuridis formal masih mempunyai Hak Pakai terhadap tanah dan bangunan tersebut; terlebih bahwa berdasarkan Keputusan Presiden No. 6 Tahun 2000 tanggal 17 Januari 2000 tentang Pencabutan Instruksi Presiden No. 14 Tahun 1967 yaitu tentang Agama, Kepercayaan dan Adat Istiadat Cina antara lain dalam ketentuan kedua menyebutkan, bahwa dengan berlakunya Keputusan Presiden ini, semua ketentuan pelaksanaan yang ada akibat Instruksi Presiden No. 14 Tahun 1967, dinyatakan tidak berlaku.

Kedua belas, Sertipikat Hak Pakai No. 765 diterbitkan dengan pemberian hak atas tanah yang dikuasai langsung oleh negara berdasarkan Grant C No. 1683, yaitu obyek sengketa, di mana obyek sengketa secara formal Hak Pakainya masih berada pada pihak Perhimpunan dan penguasaan langsung oleh negara tersebut telah dinyatakan tidak berlaku, maka penerbitan Hak Pakai No. 765 atas nama Pemko Medan oleh BPN Kota Medan adalah cacat hukum dan tidak mempunyai kekuatan mengikat.

Ketiga belas, Bekas Grant C No. 1683 berakhir masa berlakunya pada tanggal 31 Desember 1960, terakhir terdaftar atas nama Perhimpunan. Expiratie (tempo pemakaian) Hak Pakai atas tanah Grant C No. 1683, diperpanjang sampai hari

penghabisan bulan Desember 1970 oleh Ketua Dewan Pemerintah Daerah Kotapradja Medan dan Surat Keterangan Walikota Kepala Daerah Medan No. 645/SKT/1963 tanggal 10 Juni 1963.

Berdasarkan fakta-fakta di lapangan dan ketentuan peraturan yang berlaku, maka faktor-faktor tersebut yang menjadi pertimbangan hakim dalam membatalkan Sertipikat Hak Pakai di atas terdapat beberapa hal yang bertentangan dengan ketentuan yang berlaku sebagai berikut:

Pertama, Hak penguasaan dan penggunaan obyek sengketa di Jalan Merbabu No. 28 Kelurahan Pusat Pasar Kecamatan Medan Kota, Kota Medan ada pada Perhimpunan karena sudah sejak dahulu digunakan oleh Perhimpunan untuk melakukan kegiatan-kegiatan sosial.

Berdasarkan nama yang tercantum dalam Sertipikat Hak Pakai No. 765 menyebutkan nama Pemko Medan sebagai pemegang hak tersebut sehingga Pemko Medan dengan tegas membantah dalil Perhimpunan tersebut karena menurutnya, Pemko Medan yang paling berhak untuk menggunakan obyek sengketa tersebut dengan alas hak yang sah karena telah memiliki Sertipikat Hak Pakai No. 765.

Kedua, Perhimpunan membuktikan dalil-dalil gugatannya dengan mengajukan bukti-bukti surat dan 2 (dua) orang saksi yang telah memberi keterangan di bawah sumpah.

Bukti-bukti surat tersebut telah dilegalisir, diberi materai secukupnya dan telah disesuaikan dengan aslinya di persidangan kecuali Akta No. 79 tanggal 29 Januari 1957 aslinya tidak dapat diperlihatkan. Hal tersebut dapat dibenarkan oleh

hakim karena sesuai dengan Pasal 1889Burgerlijk Wetboek(BW),98walaupun Pasal 1888 BW menyatakan bahwa:

“Kekuatan pembuktian suatu bukti tulisan adalah pada aktanya asli. Apabila akta yang asli itu ada, maka salinan-salinan serta ikhtisar-ikhtisar hanyalah dapat dipercaya, sekedar salinan-salinan serta ikhtisar-ikhtisar itu sesuai dengan aslinya yang mana senantiasa dapat diperintahkan mempertunjukkannya”.

Berdasarkan informasi yang diperoleh dari staf Bagian Tata Usaha Dinas Tata Kota, Kota Medan, menyatakan bahwa: “dokumen surat Izin Mendirikan Bangunan (IMB) gedung Perhimpunan (bukti surat nomor 3) tidak ditemukan dengan alasan karena dokumen lama, dokumen-dokumen yang terdapat pada Dinas Tata Kota Kota Medan hanya dari tahun 1989 sampai dengan tahun 2013, hal ini disebabkan karena berganti-gantinya nama kedinasan yang bertanggung jawab terhadap hal tersebut”.99

98Pasal 1889 BW menyatakan:

Apabila alas hak yang asli sudah tidak ada lagi, maka salinan-salinannya memberikan bukti, dengan mengindahkan ketentuan-ketentuan yang berikut:

1. Salinan-salinan pertama memberikan pembuktian yang sama dengan aktanya asli, demikianpun halnya dengan salinan-salinan yang diperbuat atas perintah hakim dengan dihadiri oleh kedua belah pihak, atau setelah para pihak ini dipanggil secara sah, sepertipun salinan-salinan yang diperbuat dengan dihadiri oleh kedua belah pihak dengan persetujuan mereka.

2. Salinan-salinan yang tanpa perantaraan hakim, atau di luar persetujuan para pihak, dan sesudahnya pengeluaran salinan-salinan pertama, dibuat oleh Notaris yang dihadapannya akta itu telah dibuatnya, atau oleh pegawai-pegawai yang dalam jabatannya menyimpan akta-aktanya asli dan berkuasa memberikan salinan-salinan, dapat diterima oleh Hakim sebagai bukti sempurna, apabila aktanya asli telah hilang.

3. Apabila salinan-salinan itu, yang dibuat menurut aktanya asli, tidak dibuat oleh Notaris yang dihadapannya akta itu telah dibuatnya, atau oleh salah seorang penggantinya, atau oleh pegawai- pegawai umum yang karena jabatannya menyimpan akta-aktanya asli, maka salinan-salinan itu tak sekali-kali dapat dipakai sebagai bukti selainnya sebagai permulaan pembuktian dengan tulisan.

4. Salinan-salinan otentik dari salinan-salinan otentik atau dari akta-akta di bawah tangan, dapat menurut keadaan memberikan suatu permulaan pembuktian dengan tulisan.

99 Hasil wawancara dengan Lila (nama samaran) staf Bagian Tata Usaha Dinas Tata Kota

Ketiga, Perhimpunan didirikan dengan suatu akta dengan anggaran dasar yang jelas, akta No. 79 tanggal 29 Januari 1957 bertalian dengan akta No. 22 tanggal 14 Mei 2007 jo akta No. 1 tanggal 1 Oktober 2007, maka keberadaan perhimpunan ini adalah legal dan sah menurut hukum dan keberadaan Handoko Setiawan dan Yacup Lie selaku Ketua dan Sekretaris Perhimpunan yang bertindak untuk dan atas nama Perhimpunan dalam menuntut hak atas penguasaan dan penggunaan obyek sengketa tersebut adalah beralasan menurut hukum.

Handoko Setiawan dan Yacup Lie bertindak selaku Ketua dan Sekretaris Perhimpunan sejak tanggal 1 Oktober 2007, menggantikan ketua yang lama yang telah meninggal. Pasal 3 Akta Perhimpunan No. 79 tanggal 29 Tahun 1957, menyatakan bahwa:

“Perhimpunan ini didirikan untuk dua puluh sembilan tahun lamanya dan dimulai pada hari disjahkan peraturan-peraturan anggaran dasar perhimpunan tersebut dan diakui sebagai Badan Hukum oleh yang berwadjib”.

Berarti dengan kata lain bahwa tahun 1986 Perhimpunan Hin An Hui Koan telah berakhir. Akan tetapi, pada tanggal 1 Mei 2007, generasi penerus Perhimpunan mengadakan rapat dan notulen rapat tersebut telah dilegalisasi oleh Notaris Poeryanto Poedjiaty, SH pada tanggal 14 Mei 2007, yang salah satu isinya menyetujui perubahan Pasal 3 Akta Perhimpunan yang berbunyi:

“Perhimpunan ini didirikan untuk jangka waktu yang tidak ditentukan lamanya”.

Dengan kata lain, para generasi pengurus Perhimpunan berusaha untuk memperpanjang keberadaan dari Perhimpunan tersebut. Akan tetapi, dapatkah suatu perhimpunan diperpanjang kembali setelah 21 tahun berakhir.

Keempat, Surat penyerahan hak tanah (acte van afstand van erfpachtsrecht) ternyata bahwa Perhimpunan sudah menguasai dan menggunakan obyek sengketa berdasarkan jual beli tanggal 12 Februari 1957 dan didaftarkan di Pejabat Urusan Tanah Kota Besar Medan tanggal 28 Maret 1957 dalam daftar Grant C No. 1683, dan telah melakukan perbaikan-perbaikan (renovasi) dari bangunan lama menjadi bangunan baru.

Renovasi bangunan yang dilakukan oleh Perhimpunan dari bangunan lama menjadi bangunan baru tidak ada surat IMB nya dari dinas terkait, hal ini dibuktikan dengan tidak adanya surat IMB yang diajukan ke Pengadilan.

Kelima, Penggunaan tanah dan bangunan obyek sengketa oleh Perhimpunan saat itu atas dasar alas hak yang sah yaitu Hak Pakai yang dikeluarkan oleh Ketua Dewan Pemerintah Daerah Kota Pradja Medan tanggal 17 September 1960 dan diperpanjang selama 10 tahun hingga tahun 1970 yang telah dikonversi menjadi Hak Pakai pada tanggal 10 Juni 1963 yang dikukuhkan dengan surat Keterangan Walikota Kepala Daerah Medan, No. 645/SKT/1963.

Hak Pakai yang dikeluarkan oleh Ketua Dewan Pemerintah Daerah Kota Pradja Medan tanggal 17 September 1960 tidak dapat dibuktikan oleh Perhimpunan di Persidangan. Ketentuan Hak Pakai yang dikeluarkan oleh Ketua Dewan

Pemerintah Daerah Kota Pradja Medan merujuk kepada Bagian Kedua UUPA yaitu Ketentuan-ketentuan Konversi Pasal VI yang berbunyi:

“Hak-hak atas tanah yang memberi wewenang sebagaimana atau mirip dengan hak yang dimaksud dalam Pasal 41 ayat (l) seperti yang disebut dengan nama sebagai di bawah, yang ada pada mulai berlakunya Undang-Undang ini, yaitu: hak vruchtgebruik, gebruik, grant controleur, bruikleen, ganggam bauntuik, anggaduh, bengkok, lunggah, pituwas, dan hak-hak lain dengan nama apapun juga, yang akan ditegaskan lebih lanjut oleh Menteri Agraria, sejak mulai berlakunya Undang-Undang ini menjadi hak pakai tersebut dalam Pasal 41 ayat (1) yang memberi wewenang dan kewajiban sebagaimana yang dipunyai oleh pemegang haknya pada mulai berlakunya Undang-Undang ini sepanjang tidak bertentangan dengan jiwa dan ketentuan-ketentuan Undang-Undang ini. Keenam, Menurut keterangan saksi Nurdin Widjaya dan saksi Widjaya menerangkan bahwa selama saksi-saksi mengikuti kegiatan sebagai anggota Perhimpunan, semua kegiatan Perhimpunan tersebut dilakukan di dalam gedung obyek sengketa antara lain kegiatan-kegiatan pesta dan keamalan.

Berdasarkan hasil wawancara di lapangan, masih terdapat penduduk di sekitar objek sengketa yang membenarkan bahwa tanah dan bangunan di Jalan Merbabu No. 28 tersebut pada tahun 1960 merupakan tempat berkumpulnya anggota-anggota Gerakan 30 S-PKI etnis Cina.100 Sehingga tanah dan bangunan tersebut diambil alih oleh negara berdasarkan ketentuan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1961.

Ketujuh, Pencabutan Hak Pakai dari Perhimpunan pada tahun 1965 ternyata tidak dilakukan dengan Keputusan Presiden, maka hal itu jelas bertentangan dengan hukum. Karena pencabutan Hak Pakai tersebut bertentangan dengan hukum maka

100 Hasil wawancara dengan Bapak “X” mantan anggota Tentara Nasional Indonesia (TNI),

secara yuridis formal, Perhimpunan masih mempunyai Hak Pakai terhadap obyek sengketa.

Pencabutan hak selain diatur dalam Keputusan Presiden juga diatur dalam UU No. 20 Tahun 1961. Contohnya Keppres Nomor 55 Tahun 1993, dalam Keppres No. 55/1993 ditetapkan Gubernur Kepala Daerah mengangkat Panitia Pengadaan Tanah di tiap Daerah Tingkat II dengan Kepala Daerah Tingkat II sebagai Ketua dan Kepala Kantor Pertanahan sebagai Wakil Ketua.

Manakala dalam perundingan tentang pengadaan tanah tersebut tidak terdapat kata sepakat tentang uang ganti ruginya maka pihak-pihak naik banding kepada Gubernur Kepala Daerah, dan manakala juga Gubernur tidak dapat menyelesaikannya, maka Gubernur Kepala Daerah dapat mengusulkan kepada Presiden RI, melalui Menteri Dalam Negeri dan akan meneruskan kepada Menteri Negara Agraria yang akan mengatur mekanismenya, untuk melakukan pencabutan hak (tentunya dengan mempergunakan ketentuan UU No. 20 Tahun 1961). Dan dengan berlakunya di sini UU No. 20 Tahun 1961 tersebut menurut AP. Parlindungan, pihak-pihak dapat naik banding kepada Pengadilan Tinggi atas ganti rugi yang ditawarkan.101

Dalam Pasal 5 Keppres No. 55/1993 disebutkan sejumlah ketentuan-ketentuan yang dianggap sebagai kepentingan umum, seperti jalan umum, saluran pembuangan air, waduk, termasuk irigasi, rumah sakit umum, pelabuhan atau bandar udara, peribadatan, pendidikan/sekolah, pasar umum/inpres, tempat pemakaman umum,

fasilitas keselamatan umum, pos dan telekomunikasi, sarana olah raga, stasiun penyiaran radio, televisi, kantor pemerintah dan fasilitas angkatan bersenjata.102

Kedelapan, Sertipikat Hak Pakai No. 765 diterbitkan dengan pemberian hak atas tanah yang dikuasai langsung oleh negara berdasarkan Grant C No. 1683, yaitu obyek sengketa, di mana obyek sengketa secara formal Hak Pakainya masih berada pada pihak Perhimpunan dan penguasaan langsung oleh negara tersebut telah dinyatakan tidak berlaku, maka penerbitan Hak Pakai No. 765 atas nama Pemko Medan oleh BPN Kota Medan adalah cacat hukum dan tidak mempunyai kekuatan mengikat.

Dengan dibatalkannya Sertipikat Hak Pakai No. 765, berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap.103Maka Hak Pakai tersebut telah hapus dan mengakibatkan tanahnya kembali dalam penguasaan pemilik tanah104 yang secara yuridis menurut pertimbangan Majelis Hakim yang mengadili perkara aquodi atas, kembali kepada Perhimpunan.

Berakhirnya Hak Pakai Pemko Medan atas dibatalkannya Sertipikat Hak Pakai No. 765, memiliki konsekuensi sebagai berikut:

a. Pemko Medan harus menyerahkan tanah dan bangunannya kepada Perhimpunan dalam keadaan kosong selambat-lambatnya satu tahun sejak berakhirnya Hak Pakai.

102Pasal 5 Keputusan Presiden Nomor 55 Tahun 1993. 103Bandingkan dengan Pasal 55 PP No. 40/1996. 104Bandingkan dengan Pasal 56 PP No. 40/1996.

b. Dalam hal bangunan dan benda-benda tersebut masih diperlukan kepada bekas pemegang Hak Pakai (Pemko Medan) diberikan ganti rugi terhadap bangunan yang dibangun.

c. Jika bangunan yang dibangun oleh Pemko Medan akan dibongkar maka biaya oleh Pemko Medan sendiri.

d. Jika bekas pemegang Hak Pakai lalai dalam memenuhi kewajiban membongkar bangunan dan benda-benda yang ada di atas tanah Hak Pakai, maka bangunan dan benda-benda tersebut dibongkar oleh pemerintah atas biaya bekas Pemko Medan.

Berakhirnya Hak Pakai Pemko Medan tersebut harus dilakukan pengajuan permohonan pembatalannya secara tertulis kepada Kepala Kantor Pertanahan Kota Medan, berdasarkan hasil di lapangan, sampai saat ini Perhimpunan belum mengajukan permohonan pembatalannya. Berarti dengan kata lain, sampai saat ini Pemko Medan masih berhak menggunakan tanah dan bangunan tersebut.

Dokumen terkait