TESIS
Oleh
EVI FITRIANI
117011076/M.Kn
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
TESIS
Diajukan Untuk Memperoleh Gelar Magister Kenotariatan Pada Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum
Universitas Sumatera Utara
Oleh
EVI FITRIANI
117011076/M.Kn
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
Nomor Pokok : 117011076
Program Studi : MAGISTER KENOTARIATAN
Menyetujui Komisi Pembimbing
(Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN)
Pembimbing Pembimbing
(Prof. Dr. Syafruddin Kalo, SH, MHum)(Notaris Dr. Syahril Sofyan, SH, MKn)
Ketua Program Studi, Dekan,
(Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN) (Prof. Dr. Runtung, SH, MHum)
PANITIA PENGUJI TESIS
Ketua : Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN Anggota : 1. Prof. Dr. Syafruddin Kalo, SH, MHum
Nama : EVI FITRIANI
Nim : 117011076
Program Studi : Magister Kenotariatan FH USU
Judul Tesis : ANALISIS YURIDIS TERHADAP PUTUSAN
MAHKAMAH AGUNG NO. 981K/PDT/2009 TENTANG
PEMBATALAN SERTIPIKAT HAK PAKAI
PEMERINTAH KOTA MEDAN NO. 765
Dengan ini menyatakan bahwa Tesis yang saya buat adalah asli karya saya sendiri
bukan Plagiat, apabila dikemudian hari diketahui Tesis saya tersebut Plagiat karena
kesalahan saya sendiri, maka saya bersedia diberi sanksi apapun oleh Program Studi
Magister Kenotariatan FH USU dan saya tidak akan menuntut pihak manapun atas
perbuatan saya tersebut.
Demikianlah surat pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya dan dalam keadaan
sehat.
Medan,
Yang membuat Pernyataan
Sertipikat Hak Pakai No. 765 atas nama Pemerintah Kota Medan yang dibatalkan berdasarkan putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap. Permasalahan dalam penelitian ini adalah Faktor-faktor apakah yang dapat membatalkan Sertipikat Hak Pakai No. 765 menurut Putusan Mahkamah Agung No. 981K/Pdt/2009; Apakah dasar pembatalan Sertipikat Hak Pakai No. 765 dapat dibenarkan menurut hukum; dan Bagaimana perlindungan hukum terhadap pemilik Sertipikat Hak Pakai No. 765.
Pengkajian ini dilakukan dalam bentuk deskriptif analitis dengan pendekatan yuridis normatif. Teknik pengumpulan data diperoleh dari penelitian kepustakaan. Alat pengumpulan data adalah studi dokumen dan wawancara. Sedangkan analisis data dilakukan dengan pendekatan kualitatif dengan menggunakan logika berfikir deduktif - induktif.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa, pertama:Faktor-faktor yang membatalkan Sertipikat Hak Pakai No. 765, menurut Putusan Mahkamah Agung No. 981K/Pdt/2009 antara lain: (a). Menyatakan bahwa Perhimpunan Hin An Hui Koan sah dan legal sesuai hukum yang berlaku; (b). Perhimpunan dapat membuktikan dalil-dalil gugatannya, sementara Pemko Medan tidak dapat membuktikan dalil-dalil bantahannya; (c). Surat penyerahan hak tanah membuktikan bahwa Perhimpunan sudah menguasai dan menggunakan obyek sengketa berdasarkan jual beli tanggal 12 Februari 1957; (d). Bekas Grant C No. 1683 berakhir masa berlakunya pada tanggal 31 Desember
1960, terakhir terdaftar atas nama Perhimpunan;
(e). Penggunaan obyek sengketa oleh Perhimpunan saat itu atas dasar alas hak yang sah yaitu Hak Pakai yang dikeluarkan oleh Ketua Dewan Pemerintah Daerah Kota Pradja Medan tanggal 17 September 1960; (f). Hak penguasaan dan penggunaan obyek sengketa secara paksa dicabut dan dihentikan karena situasi politik yang terjadi saat itu, tanpa adanya Kepres. Kedua: Pembatalan Sertipikat Hak Pakai No. 765 berdasarkan pertimbangan Mahkamah Agung adalah bertentangan dengan ketentuan peraturan yang berlaku, seperti: (a). Menyatakan sah Perhimpunan Hin An Hui Koan, sedangkan Pasal 3 Akta Perhimpunan No. 79 tanggal 29 Tahun 1957 menyatakan Perhimpunan hanya berdiri untuk 29 (dua puluh sembilan), berarti Perhimpunan telah berakhir (bubar); (b). Menyatakan tindakan Pemko Medan mengajukan permohonan Hak Pakai adalah tidak sah dan bertentangan dengan hukum, berdasarkan PP No. 24/1997 dan Pasal 42 dan Pasal 43 PP No. 40 1996 tindakan Pemko Medan sudah sesuai dengan ketentuan yang berlaku (c). Gugatan Perhimpunan yang menyatakan Pemerintah Kota Medan sebagai pihak yang tidak berhak sebagai pemegang Hak Pakai, berdasarkan Pasal 39 PP No. 40/1996 dan Pasal 49 huruf c PMNA/KBPN No. 9 Tahun 1999, Pemko Medan adalah pihak yang juga berhak sebagai pemilik Hak Pakai. Ketiga: Perlindungan hukum terhadap pemilik Sertipikat Hak Pakai No. 765 adalah membatalkan putusan Mahkamah Agung Nomor 981K/Pdt/2009.
Kemudian disarankan, Pertama:Kepada Notaris, untuk lebih berhati-hati dalam pembuatan akta yang bertalian dengan akta terdahulu yang tidak dapat menunjukkan syarat-syarat aslinyadan menjelaskan kepada pihak-pihak yang membuat akta pendirian suatu perkumpulan/himpunan atau organisasi mengenai sebab akibat pencatuman jangka waktu pendirian suatu Badan Hukum. Kedua: Kepada Dinas Tata Kota Kota Medan harus lebih baik lagi dalam mendokumentasikan dokumen-dokumen Izin Mendirikan Bangunan (IMB) terutama IMB sebelum tahun 1989. Ketiga: Kepada Pemerintah, perlunya dibentuk suatu Pengadilan Khusus Pertanahan untuk mengakhiri ketidakpastian dalam kewenangan mengadili sengketa pertanahan.
Court’s Ruling which is final and conclusive. The problem of the research was to find what factors which canceled the Right of Use Certificate No. 765 according to the Ruling of the Supreme Court No. 981K/Pdt/2009, whether the cancellation of the Right of Use Certificate No. 765 was legally valid, and how about legal protection for the owner of the Right of Use Certificate No. 765.
The research used descriptive analytic and judicial normative approach. The data were gathered by conducting library research with documentary study and interviews and analyzed qualitatively, using deductive-inductive way of thinking.
The result of the research showed that first, some factors which cancelled the Right of Use Certificate No. 765, according to the Ruling of the Supreme Court No. 981K/Pdt/2009, among others, were a) Hin An Hui Koan Association was established by using a deed with clear statutes so that it was valid and legal according to the prevailing regulations; b) the plaintiff could prove his claim by propositions; c) the transfer letter of the land rights proved that Hin An Hui Koan Association had controlled and used the disputed object, based on the transact on February 12, 1957 and registered at Land Officials in Medan on March 28, 1957 in Grant C List No. 1683; d) Grant C No. 1683 ended its period of validity on December 31, 1960, registered in the name of Hin An Hui Koan Association. Expiratie (time of using) of the Right of Use on Grant C No. 1683 was extended to the end of December, 1970 by the Head of the Government Council of Medan Municipality and by the Letter of Notification of the Mayor of Medan No. 645/SKT/1963 on June 10, 1963; e) The use of disputed object by Hin An Hui Koan Association at that time was based on valid legal standing, the Right of Use issued by the Head of the Government Council of Medan Municipality on September 17, 1960 and was extended within 10 (ten) years until 1970 which was conversed to the Right of Use on June 10, 1963 and confirmed by the Letter of Notification of the Mayor of Medan No. 645/SKT/1963; f) The right for controlling and using disputed object was nullified and terminated by coercion because of the political situation at that time. According to law, in emergency situation the eliminating of land rights could be made with the Decree of the Head of BPN (National Land Board) while waiting for Keppres (Presidential Decree). Secondly, The cancellation of The Right of Use Certificate No. 765 was based on the Ruling of the Supreme Court which can be valid because it is not contrary to law and/or legal provisions although there are some things which are coerced such as 1) Stated that Hin An Hui Koan which was established with Deed No. 79 on January 29, 1957 was valid, 2) Stated that Medan city Administration did not have the right to hold the Right of Use, 3) Expiratie (time of using) of the Right of Use of land Grant C No. 1683 was extended to the end of December, 1970 by the Head of the Government Council of Medan Municipality and by the Letter of Notification the Mayor of Medan No. 645/SKT/1963 on June 10, 1963. Thirdly, Legal protection for the owner of the Right of Use Certificate No. 765 was cancel the Ruling of the District Court, Medan, of the High Court Medan and of the Supreme Court which granted the claim of Hin An Hui Koan Association by cancelling the Right of Use No. 765.
It is recommended that first, the Head of the National Land Board should be cautious in issuing land rights certificates; secondly, a notary should be cautious in writing notarial deeds which are related to the previous deeds which did not have the original requirements and be cautious in appointing Substitute Notary (Deputy Notary). Thirdly, the panel of judges, in settling a case, should be fair and consider legal judgment of both parties (Attorney and Prosecutor), and should know and learn the history of a case when it is related to past condition.
kekuatan bagi penulis dengan segala keterbatasan yang dimiliki telah dapat
menyelesaikan penulisan tesis dengan judul “ANALISIS YURIDIS TERHADAP
PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG NO. 981K/PDT/2009 TENTANG
PEMBATALAN SERTIFIKAT HAK PAKAI PEMERINTAH KOTA MEDAN NO. 765”.
Tesis ini merupakan salah satu syarat yang harus dipenuhi untuk memperoleh
gelar Magister Kenotariatan (M.Kn.) pada Program Studi Magister Kenotariatan
Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, Medan. Di dalam penulisan tesis ini,
penulis menghadapi berbagai tantangan akan tetapi karena banyak pihak-pihak yang
memberikan bantuan baik secara moril maupun materil, memberikan sumbangsih
pemikiran kepada penulis sehingga memudahkan penulis dalam menulis tesis ini.
Besarnya arti bantuan pihak-pihak kepada penulis, ucapan rasa terima kasih
yang tidak terhingga penulis ucapkan kepada:
1. Bapak Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H, MSc (CTM), Sp.A (K), selaku
Rektor Universitas Sumatera Utara atas kesempatan dan fasilitas yang diberikan
kepada kami untuk mengikuti dan menyelesaikan pendidikan Program Studi
Magister Kenotariatan pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.
2. Bapak Prof. Dr. Runtung, SH, M.Hum, selaku Dekan Fakultas Hukum
Universitas Sumatera Utara dan selaku dosen yang telah memberikan ilmu
pengetahuan kepada penulis dan selalu memberikan semangat kepada penulis
untuk tetap giat dalam menambah ilmu pengetahuan.
3. Bapak Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN selaku Ketua Program Studi
Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara Medan dan
meskipun selalu sibuk dalam melaksanakan tugasnya namun masih sempat
memperhatikan dan berdiskusi dengan mahasiswa/i dalam menyelesaikan
permasalahan yang berhubungan dengan perkuliahan.
5. Bapak Prof. Dr. Syafruddin Kalo, SH, M.Hum selaku Dosen dan Dosen
Pembimbing dalam penulisan tesis ini. Penulis tidak dapat membalas semua ilmu
dan kebaikan yang bapak berikan. Hanya kata dan usaha yang dapat penulis
lakukan semoga penulis dapat berhasil dalam menjalani hidup dan
mempergunakan ilmu yang bapak berikan. Semoga Bapak tetap dalam lindungan
Allah SWT.
6. Bapak Notaris Dr. Syahril Sofyan, SH, MKn selaku Dosen dan Dosen
Pembimbing yang banyak membimbing penulis dalam pembuatan tesis ini, yang
telah memberikan semangat kepada penulis dan banyak memberikan ilmu tanpa
pamrih kepada penulis, dosen yang sangat terpuji yang dapat dijadikan panutan.
Terima kasih atas ilmu dan sikap baik bapak yang menyemangati penulis, semoga
bapak tetap dalam lindungan Allah SWT.
7. Seluruh Bapak dan Ibu Dosen Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara
khususnya Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas
Sumatera Utara Medan yang telah memberikan ilmu pengetahuan, jasa dan budi
yang tak terbalaskan oleh penulis sehingga dapat menyelesaikan studi dan
menghasilkan karya tulis ini.
8. Para pegawai/staf pada program studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum
Universitas Sumatera Utara yang banyak membantu penulis dalam menyelesaikan
administrasi perkuliahan.
9. Kedua orang tua penulis, Ayahanda tercinta yang tak pernah berhenti menyayangi
tuaku, jadikanlah kedua orang tuaku orang yang Engkau ridhoi dan limpahkanlah
segala kebaikan dan kebahagiaan dunia dan akhirat. Amin.
10. Teristimewa kepada suami tercinta yang telah menyayangi dan memberikan
dukungan kepada penulis serta anak-anakku tersayang semoga menjadi anak yang
sholeh dan sholeha.
11. Seluruh rekan seperjuangan di Partai Gerindra, semoga segala kebaikan dan
dukungan moril yang telah diberikan menjadi amal ibadah dan membawa
kebahagiaan.
12. Kepada teman-teman seperjuangan dalam pendidikan dan menyelesaikan tesis ini,
semoga tetap terjalin silahturahmi diantara kita semua.
Tidak lupa penulis ucapkan terima kasih kepada seluruh pihak yang selah
memberikan saran dan pendapat ilmiah sebagai bahan masukan penulisan tesis ini
yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, semoga kiranya amal kebaikan dan
keikhlasannya dibalas oleh Allah SWT, Amin. Mohon maaf bagi pihak yang belum
disebutkan, walaupun karya ilmiah ini masih jauh dari kesempurnaan, besar harapan
penulis agar kiranya dapat berguna bagi penulis khususnya dan bagi pembaca
umumnya. Semoga tesis ini bermanfaat bagi kita semua. Amin.
Medan, Januari 2014
EVI FITRIANI
Nama : Evi Fitriani
Tempat/ Tgl Lahir : Belawan, 12 Desember 1969
Jenis Kelamin : Perempuan
Status : Menikah
Agama : Islam
Alamat : Komplek Pemda Tingkat II Jl. Sidodame No. 30 Krakatau.
II. ORANG TUA
Nama Ayah : Alm. H. Muhammad Aly Bakri
Nama Ibu : Hj. Tengku Rosdiana
III. PENDIDIKAN
1. SD Negeri 060967 : Lulus Tahun 1982
2. SMP Negeri Labuhan Deli : Lulus Tahun 1985
3. SMEA Negeri 3 : Lulus Tahun 1988
4. S-1 Fakultas Hukum Univ. Dharmawangsa : Lulus Tahun 2010
ABSTRAK ... i
ABSTRACT ... ii
KATA PENGANTAR ... iii
DAFTAR RIWAYAT HIDUP ... vi
DAFTAR ISI ... vii
DAFTAR ISTILAH ... x
DAFTAR SINGKATAN... xi
BAB I PENDAHULUAN... 1
A. Latar Belakang ... 1
B. Perumusan Masalah ... 12
C. Tujuan Penelitian ... 12
D. Manfaat Penelitian ... 13
E. Keaslian Penelitian ... 13
F. Kerangka Teori dan Konsepsional ... 15
1. Kerangka Teori ... 15
2. Konsepsional ... 20
G. Metode Penelitian ... 23
1. Sifat Penelitian ... 24
2. Metode Pendekatan ... 24
3. Sumber Data Penelitian ... 25
4. Teknik Pengumpulan Data ... 25
1. Hak Menguasai Negara Atas Tanah ... 30
2. Hak Perseorangan Atas Tanah ... 32
B. Hak Pakai ... 35
1. Pengertian dan Subjek Hak Pakai ... 36
2. Asal Tanah dan Terjadinya Hak Pakai ... 37
3. Jangka Waktu Hak Pakai ... 41
4. Kewajiban dan Hak Pemegang Hak Pakai ... 44
5. Peralihan Hak Pakai ... 44
6. Hapus dan Akibat Hapusnya Hak Pakai ... 46
C. Pembatalan Hak Atas Tanah ... 48
1. Pengertian dan Objek Pembatalan Hak Atas Tanah ... 48
2. Prosedur Pembatalan Hak Atas Tanah ... 50
D. Faktor-faktor yang Membatalkan Sertipikat Hak Pakai No. 765 Menurut Putusan Mahkamah Agung No. 981K/Pdt/2009 ... 54
BAB III DASAR PEMBATALAN SERTIPIKAT HAK PAKAI NOMOR 765 ... 68
A. Posisi Kasus ... 68
B. Dasar Hukum Gugatan Perhimpunan Hin An Hui Koan ... 70
C. Dasar Hukum Pembelaan Pemerintah Kota Medan dan Badan Pertanahan Nasional Kota Medan ... 74
1. Dasar Hukum Pembelaan Pemerintah Kota Medan ... 74
2. Dasar Hukum Pembelaan Badan Pertanahan Nasional Kota Medan ... 86
B. Pemerintah Kota Medan Berhak sebagai Pemegang
Hak Pakai ... 118
C. Pemerintah Kota Medan Menerima Sertipikat Hak Pakai No. 765 Berdasarkan Pemberian Hak Atas Tanah yang Dikuasai Langsung oleh Negara (Grant Controleur No. 1683 ... 119
D. Perhimpunan Hin An Hui Koan Telah Melakukan Rechtsverwerking ... 128
E. Perhimpunan Belum Mengajukan Permohonan Pembatalan Sertipikat Hak Pakai No. 765/Pusat Pasar kepada Badan Pertanahan Kota Medan secara Tertulis ... 135
F. Kewenangan Membatalkan Sertipikat Hak Pakai No. 765/ Pusat Pasar adalah Pengadilan Tata Usaha Negara Bukan Pengadilan Negeri ... 139
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 147
A. Kesimpulan ... 147
B. Saran ... 149
Begrip : Pengertian
Burgerlijk rechtsorde : Tata Hukum Perdata
Burgerlijk wetboek : Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
Conceptus : Pengertian
Disputes : Sengketa-sengketa
Domein : Milik
Eigendom : Tanah hak milik
Ex aequo et bono : Putusan yang seadil-adilnya
Ex-parte : Sepihak
Expiratie : Tempo pemakaian
Obscuur libels : Gugatan kabur
Omschrijving : Definisi/penguraian
Onrechtsmatige daad : Tindakan melawan hukum
Overmacht : Force mayor/ hal-hal yang di luar
kemampuan manusia
Party : Partai/pihak
Raadkamer : Bagian peradilan
Rechtscadaster : Kepentingan hukum pendaftaran tanah
Right of dispossal : Hak untuk dialihkan
Right to use : Hak untuk dipakai
Uit voerbaar bij voorraad : Putusan dapat dijalankan terlebih dahulu
dengan serta merta
HP : Hak Pakai
HPL : Hak Pengelolaan
IMB : Izin Mendirikan Bangunan
KAMTIBMAS : Keamanan dan Ketertiban Masyarakat
KBPN : Kepala Badan Pertanahan Nasional
KEPPRES : Keputusan Presiden
KKI : Komite Karate Indonesia
KNPI : Komite Nasional Pemuda Indonesia
KTUN : Keputusan Tata Usaha Negara
KWARCAB : Kwartir Cabang
LNRI : Lembaran Negara Republik Indonesia
NJOP : Nilai Jual Objek Pajak
PEMKO : Pemerintah Kota
PERMEN : Peraturan Menteri
PJKA : Perusahaan Jawatan Kereta Api
PKI : Partai Komunis Indonesia
PMA : Putusan Mahkamah Agung
PMNA : Peraturan Menteri Negara Agraria
PPAT : Pejabat Pembuat Akta Tanah
PTUN : Pengadilan Tata Usaha Negara
TLNRI : Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
TNI : Tentara Nasional Indonesia
TUN : Tata Usaha Negara
Sertipikat Hak Pakai No. 765 atas nama Pemerintah Kota Medan yang dibatalkan berdasarkan putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap. Permasalahan dalam penelitian ini adalah Faktor-faktor apakah yang dapat membatalkan Sertipikat Hak Pakai No. 765 menurut Putusan Mahkamah Agung No. 981K/Pdt/2009; Apakah dasar pembatalan Sertipikat Hak Pakai No. 765 dapat dibenarkan menurut hukum; dan Bagaimana perlindungan hukum terhadap pemilik Sertipikat Hak Pakai No. 765.
Pengkajian ini dilakukan dalam bentuk deskriptif analitis dengan pendekatan yuridis normatif. Teknik pengumpulan data diperoleh dari penelitian kepustakaan. Alat pengumpulan data adalah studi dokumen dan wawancara. Sedangkan analisis data dilakukan dengan pendekatan kualitatif dengan menggunakan logika berfikir deduktif - induktif.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa, pertama:Faktor-faktor yang membatalkan Sertipikat Hak Pakai No. 765, menurut Putusan Mahkamah Agung No. 981K/Pdt/2009 antara lain: (a). Menyatakan bahwa Perhimpunan Hin An Hui Koan sah dan legal sesuai hukum yang berlaku; (b). Perhimpunan dapat membuktikan dalil-dalil gugatannya, sementara Pemko Medan tidak dapat membuktikan dalil-dalil bantahannya; (c). Surat penyerahan hak tanah membuktikan bahwa Perhimpunan sudah menguasai dan menggunakan obyek sengketa berdasarkan jual beli tanggal 12 Februari 1957; (d). Bekas Grant C No. 1683 berakhir masa berlakunya pada tanggal 31 Desember
1960, terakhir terdaftar atas nama Perhimpunan;
(e). Penggunaan obyek sengketa oleh Perhimpunan saat itu atas dasar alas hak yang sah yaitu Hak Pakai yang dikeluarkan oleh Ketua Dewan Pemerintah Daerah Kota Pradja Medan tanggal 17 September 1960; (f). Hak penguasaan dan penggunaan obyek sengketa secara paksa dicabut dan dihentikan karena situasi politik yang terjadi saat itu, tanpa adanya Kepres. Kedua: Pembatalan Sertipikat Hak Pakai No. 765 berdasarkan pertimbangan Mahkamah Agung adalah bertentangan dengan ketentuan peraturan yang berlaku, seperti: (a). Menyatakan sah Perhimpunan Hin An Hui Koan, sedangkan Pasal 3 Akta Perhimpunan No. 79 tanggal 29 Tahun 1957 menyatakan Perhimpunan hanya berdiri untuk 29 (dua puluh sembilan), berarti Perhimpunan telah berakhir (bubar); (b). Menyatakan tindakan Pemko Medan mengajukan permohonan Hak Pakai adalah tidak sah dan bertentangan dengan hukum, berdasarkan PP No. 24/1997 dan Pasal 42 dan Pasal 43 PP No. 40 1996 tindakan Pemko Medan sudah sesuai dengan ketentuan yang berlaku (c). Gugatan Perhimpunan yang menyatakan Pemerintah Kota Medan sebagai pihak yang tidak berhak sebagai pemegang Hak Pakai, berdasarkan Pasal 39 PP No. 40/1996 dan Pasal 49 huruf c PMNA/KBPN No. 9 Tahun 1999, Pemko Medan adalah pihak yang juga berhak sebagai pemilik Hak Pakai. Ketiga: Perlindungan hukum terhadap pemilik Sertipikat Hak Pakai No. 765 adalah membatalkan putusan Mahkamah Agung Nomor 981K/Pdt/2009.
Kemudian disarankan, Pertama:Kepada Notaris, untuk lebih berhati-hati dalam pembuatan akta yang bertalian dengan akta terdahulu yang tidak dapat menunjukkan syarat-syarat aslinyadan menjelaskan kepada pihak-pihak yang membuat akta pendirian suatu perkumpulan/himpunan atau organisasi mengenai sebab akibat pencatuman jangka waktu pendirian suatu Badan Hukum. Kedua: Kepada Dinas Tata Kota Kota Medan harus lebih baik lagi dalam mendokumentasikan dokumen-dokumen Izin Mendirikan Bangunan (IMB) terutama IMB sebelum tahun 1989. Ketiga: Kepada Pemerintah, perlunya dibentuk suatu Pengadilan Khusus Pertanahan untuk mengakhiri ketidakpastian dalam kewenangan mengadili sengketa pertanahan.
Court’s Ruling which is final and conclusive. The problem of the research was to find what factors which canceled the Right of Use Certificate No. 765 according to the Ruling of the Supreme Court No. 981K/Pdt/2009, whether the cancellation of the Right of Use Certificate No. 765 was legally valid, and how about legal protection for the owner of the Right of Use Certificate No. 765.
The research used descriptive analytic and judicial normative approach. The data were gathered by conducting library research with documentary study and interviews and analyzed qualitatively, using deductive-inductive way of thinking.
The result of the research showed that first, some factors which cancelled the Right of Use Certificate No. 765, according to the Ruling of the Supreme Court No. 981K/Pdt/2009, among others, were a) Hin An Hui Koan Association was established by using a deed with clear statutes so that it was valid and legal according to the prevailing regulations; b) the plaintiff could prove his claim by propositions; c) the transfer letter of the land rights proved that Hin An Hui Koan Association had controlled and used the disputed object, based on the transact on February 12, 1957 and registered at Land Officials in Medan on March 28, 1957 in Grant C List No. 1683; d) Grant C No. 1683 ended its period of validity on December 31, 1960, registered in the name of Hin An Hui Koan Association. Expiratie (time of using) of the Right of Use on Grant C No. 1683 was extended to the end of December, 1970 by the Head of the Government Council of Medan Municipality and by the Letter of Notification of the Mayor of Medan No. 645/SKT/1963 on June 10, 1963; e) The use of disputed object by Hin An Hui Koan Association at that time was based on valid legal standing, the Right of Use issued by the Head of the Government Council of Medan Municipality on September 17, 1960 and was extended within 10 (ten) years until 1970 which was conversed to the Right of Use on June 10, 1963 and confirmed by the Letter of Notification of the Mayor of Medan No. 645/SKT/1963; f) The right for controlling and using disputed object was nullified and terminated by coercion because of the political situation at that time. According to law, in emergency situation the eliminating of land rights could be made with the Decree of the Head of BPN (National Land Board) while waiting for Keppres (Presidential Decree). Secondly, The cancellation of The Right of Use Certificate No. 765 was based on the Ruling of the Supreme Court which can be valid because it is not contrary to law and/or legal provisions although there are some things which are coerced such as 1) Stated that Hin An Hui Koan which was established with Deed No. 79 on January 29, 1957 was valid, 2) Stated that Medan city Administration did not have the right to hold the Right of Use, 3) Expiratie (time of using) of the Right of Use of land Grant C No. 1683 was extended to the end of December, 1970 by the Head of the Government Council of Medan Municipality and by the Letter of Notification the Mayor of Medan No. 645/SKT/1963 on June 10, 1963. Thirdly, Legal protection for the owner of the Right of Use Certificate No. 765 was cancel the Ruling of the District Court, Medan, of the High Court Medan and of the Supreme Court which granted the claim of Hin An Hui Koan Association by cancelling the Right of Use No. 765.
It is recommended that first, the Head of the National Land Board should be cautious in issuing land rights certificates; secondly, a notary should be cautious in writing notarial deeds which are related to the previous deeds which did not have the original requirements and be cautious in appointing Substitute Notary (Deputy Notary). Thirdly, the panel of judges, in settling a case, should be fair and consider legal judgment of both parties (Attorney and Prosecutor), and should know and learn the history of a case when it is related to past condition.
A. Latar Belakang
Salah satu tujuan pendaftaran tanah sebagaimana yang ditetapkan dalam Pasal
3 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah, Lembaran
Negara Republik Indonesia (LNRI) No. 59 – Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia (TLNRI) No. 3696 (selanjutnya disebut PP No. 24/1997) adalah untuk
memberikan kepastian hukum dan perlindungan hukum kepada pemegang hak atas
suatu bidang tanah, satuan rumah susun dan hak-hak lain yang terdaftar agar dengan
mudah dapat membuktikan dirinya sebagai pemegang hak yang bersangkutan. Untuk
memberikan kepastian dan perlindungan hukum tersebut, kepada pemegang hak yang
bersangkutan diberikan sertipikat hak atas tanah.1
Tugas untuk melakukan pendaftaran tanah di seluruh Indonesia dibebankan
kepada Pemerintah yang oleh Pasal 19 ayat (1) Undang-Undang Nomor 5 Tahun
1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria, LNRI Tahun 1960 No. 104 –
TLNRI No. 2043 (selanjutnya disebut UUPA) ditentukan bertujuan tunggal yaitu
untuk menjamin kepastian hukum. Menurut penjelasan dari UUPA, pelaksanaan
kegiatan pendaftaran tanah merupakan kewajiban dari Pemerintah yang bertujuan
menjamin kepastian hukum yang bersifat rechtscadaster. Rechtscadaster artinya
1 Urip Santoso, Pendaftaran dan Peralihan Hak atas Tanah, Cetakan Kedua, (Jakarta:
untuk kepentingan pendaftaran tanah saja dan hanya mempermasalahkan haknya apa
dan siapa pemiliknya, bukan untuk kepentingan lain seperti perpajakan.2
Pendaftaran tanah selain berfungsi untuk melindungi si pemilik, juga
berfungsi untuk mengetahui status sebidang tanah, siapa pemiliknya, apa haknya,
berapa luasnya, untuk apa dipergunakan dan sebagainya.3
Pasal 19 ayat (2) huruf c UUPA menyatakan bahwa akhir kegiatan
pendaftaran tanah yang diadakan oleh Pemerintah adalah pemberian surat tanda bukti
hak, yang berlaku sebagai alat pembuktian yang kuat. UUPA tidak menyebut nama
surat tanda bukti hak atas tanah yang didaftar.4
Pasal 13 ayat (3) Peraturan Pemerintah No. 10 Tahun 1961 tentang
Pendaftaran Tanah (selanjutnya disebut PP No. 10/1961) menyatakan bahwa surat
tanda bukti hak atas tanah yang didaftar dinamakan “sertipikat”, yaitu salinan buku
tanah dan surat ukur setelah dijahit menjadi satu bersama-sama dengan suatu kertas
sampul yang bentuknya ditetapkan oleh Menteri Agraria.5
2AP. Parlindungan,Pendaftaran Tanah di Indonesia, (Bandung: Mandar Maju, 1994), hlm.
13 dalam Mhd. Yamin Lubis dan Abd. Rahim Lubis, Hukum Pendaftaran Tanah, Edisi Revisi, (Bandung: Mandar Maju, 2010), hlm. 167.
3 Chadidjah Dalimunthe, Pelaksanaan Landreform di Indonesia dan Permasalahannya,
(Medan: Fakultas Hukum USU Press, 2000), hlm. 132 dalam Mhd. Yamin Lubis dan Abd. Rahim Lubis,Ibid.
4Pasal 19 ayat (2) UUPA.
5 Pasal 13 ayat (3) PP No. 10/1961 tentang Pendaftaran Tanah yang telah disempurnakan
Sertipikat tersebut diterbitkan oleh Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota, dan
pejabat yang menandatangani sertipikat dimaksud adalah:6
1. Pendaftaran tanah secara sistematis,7 sertipikatnya ditandatangani oleh Ketua Panitia Ajudikasi atas nama Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota. 2. Pendaftaran tanah secara sporadis8 yang bersifat individual (perseorangan),
sertipikatnya ditandatangani oleh Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota. 3. Pendaftaran tanah secara sporadis yang bersifat massal, sertipikatnya
ditandatangani oleh Kepala Seksi Pengukuran dan Pendaftaran Tanah atas nama Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota.
Maksud diterbitkan sertipikat dalam kegiatan pendaftaran tanah untuk pertama
kali adalah agar pemegang hak dengan mudah dapat membuktikan bahwa dirinya
sebagai pemegang haknya. Sertipikat diterbitkan untuk kepentingan pemegang hak
yang bersangkutan sesuai dengan data fisik dan data yuridis yang telah didaftar dalam
buku tanah. Sedangkan pihak yang menerima penyerahan sertipikat yang diterbitkan
oleh Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota, adalah:9
1. Hak atas tanah atau hak milik atas satuan rumah susun yang dipunyai oleh satu orang, sertipikatnya hanya boleh diserahkan kepada pihak yang namanya tercantum dalam buku tanah yang bersangkutan sebagai pemegang hak atau kepada pihak lain yang dikuasakan olehnya.
2. Tanah wakaf, sertipikatnya diserahkan kepada Nadzirnya atau pihak lain yang dikuasakan olehnya.
6
Urip Santoso, 2011,Op.Cit,hlm. 42.
7 Pendaftaran tanah secara sistematis adalah kegiatan pendaftaran tanah untuk pertama kali
yang dilakukan secara serentak yang meliputi semua obyek pendaftaran tanah yang belum didaftar dalam wilayah atau bagian wilayah suatu desa/kelurahan, yang dibiayai dari anggaran Pemerintah Pusat atau Daerah atau secara swadaya oleh masyarakat dengan persetujuan Menteri, dengan kata lain pendaftaran tanah tersebut dilaksanakan atas prakarsa Pemerintah dengan kegiatan yang didasarkan pada suatu rencana kerja yang ditetapkan oleh Menteri. Pasal 1 angka 10 PP No. 24/1997 dan lihat Mhd. Yamin Lubis dan Abd. Rahim Lubis,Op.Cit,hlm. 418-419.
8 Pendaftaran tanah secara sporadis adalah kegiatan pendaftaran tanah untuk pertama kali
mengenai satu atau beberapa obyek pendaftaran tanah dalam wilayah atau bagian wilayah suatu desa/kelurahan secara individual atau massal. Pasal 1 angka 11 PP No. 24/1997 dan lihat Mhd. Yamin Lubis dan Abd. Rahim Lubis,Ibid,hlm. 423.
3. Apabila pemegang hak sudah meninggal dunia, sertipikatnya diserahkan kepada ahli warisnya atau salah seorang ahli waris dengan persetujuan para ahli waris yang lain.
4. Hak atas tanah atau hak milik atas satuan rumah susun kepunyaan bersama beberapa orang atau badan hukum diterbitkan satu sertipikat, yang diserahkan kepada salah satu pemegang hak bersama atas penunjukan tertulis para pemegang hak bersama yang lain.
5. Hak Tanggungan, sertipikatnya diserahkan kepada pihak yang namanya tercantum dalam buku tanah yang bersangkutan atau kepada pihak lain yang dikuasakan olehnya.
Ada beberapa jenis sertipikat yang diterbitkan oleh Kantor Pertanahan
Kabupaten/Kota berdasarkan objek pendaftaran tanahnya, hal ini diatur dalam PP No.
24/1997 dan Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1996 tentang Hak Guna Usaha,
Hak Guna Bangunan, dan Hak Pakai Atas Tanah, LNRI Tahun 1996 No. 58 - TLNRI
No. 3643 (selanjutnya disebut PP No. 40/1996), yaitu:10
1. Sertipikat Hak Milik. 2. Sertipikat Hak Guna Usaha.
3. Sertipikat Hak Guna Bangunan Atas Tanah Negara.
4. Sertipikat Hak Guna Bangunan Atas Tanah Hak Pengelolaan. 5. Sertipikat Hak Pakai Atas Tanah Negara.
6. Sertipikat Hak Pakai Atas Tanah Hak Pengelolaan. 7. Sertipikat Tanah Hak Pengelolaan.
8. Sertipikat Tanah Wakaf.
9. Sertipikat Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun. 10. Sertipikat Hak Tanggungan.
Sifat pembuktian sertipikat sebagai tanda bukti dimuat dalam Pasal 32 PP No.
24/1997, yaitu:
1. Sertipikat merupakan surat tanda bukti hak yang berlaku sebagai alat pembuktian yang kuat mengenai data fisik dan data yuridis yang termuat di dalamnya, sepanjang data fisik dan data yuridis tersebut sesuai dengan data yang ada dalam surat ukur dan buku tanah yang bersangkutan.
2. Dalam hal atas suatu bidang tanah sudah diterbitkan sertipikat secara sah atas nama orang atau badan hukum yang memperoleh tanah tersebut dengan itikad baik dan secara nyata menguasainya, maka pihak lain yang merasa mempunyai hak atas tanah itu tidak dapat lagi menuntut pelaksanaan hak tersebut apabila dalam waktu 5 (lima) tahun sejak diterbitkannya sertipikat itu tidak mengajukan keberatan secara tertulis kepada pemegang sertipikat dan Kepala Kantor Pertanahan yang bersangkutan ataupun tidak mengajukan gugatan ke Pengadilan mengenai penguasaan tanah atau penerbitan sertipikat.
Ketentuan Pasal 32 ayat (1) PP No. 24/1997 merupakan penjabaran dari
ketentuan Pasal 19 ayat (2) huruf c, Pasal 23 ayat (2), Pasal 32 ayat (2), dan Pasal 38
ayat (2) UUPA, yang berisikan bahwa pendaftaran tanah menghasilkan surat tanda
bukti yang berlaku sebagai alat pembuktian yang kuat.
Berdasarkan ketentuan Pasal 32 ayat (1) PP No. 24/1997 tersebut, maka
sistem publikasi pendaftaran tanah yang dianut di Indonesia adalah sistem publikasi
negatif, yaitu sertipikat hanya merupakan surat tanda bukti hak yang bersifat kuat dan
bukan merupakan surat tanda bukti hak yang bersifat mutlak. Hal ini berarti bahwa
data fisik dan data yuridis yang tercantum dalam sertipikat mempunyai kekuatan
hukum dan harus diterima hakim sebagai keterangan yang benar selama dan
sepanjang tidak ada alat bukti lain yang membuktikan sebaliknya. Dengan demikian,
Pengadilan yang berwenang memutuskan alat bukti mana yang benar dan apabila
terbukti sertipikat tersebut tidak benar, maka diadakan perubahan dan pembetulan
sebagaimana mestinya.
Artinya, hukum hanya memberikan jaminan atas bukti hak kepemilikan
tersebut kepada seseorang. Dan bukti ini tidak satu-satunya sebagai bukti, hanya
sering dianggap masih kurang melindungi pemiliknya. Seakan bukti hak itu hanya
mengokohkan seseorang dengan milik (tanahnya) saja. Tetapi seharusnya di samping
pendaftaran tanah itu memberikan hak kepada seseorang, pemilik tanah juga harus
mengokohkannya sebagai pemegang hak yang ada dan sah.11Keberadaannya dijamin
oleh hukum negara sebagai pemilik dari/atas hak milik tanah.12
Ketentuan Pasal 32 ayat (1) PP No. 24/1997 tersebut mempunyai kelemahan,
yaitu negara tidak menjamin kebenaran data fisik dan data yuridis yang disajikan dan
tidak adanya jaminan bagi pemilik sertipikat dikarenakan sewaktu-waktu akan
mendapatkan gugatan dari pihak lain yang merasa dirugikan atas diterbitkannya
sertipikat. Solusi terhadap kelemahan dalam ketentuan Pasal 32 ayat (1) PP No.
24/1997 dan memberikan perlindungan hukum kepada pemilik sertipikat dari gugatan
pihak lain dan menjadikan sertipikatnya sebagai tanda bukti yang bersifat mutlak,
maka dibuatlah ketentuan Pasal 32 ayat (2) PP No. 24/1997. Sertipikat sebagai surat
tanda bukti hak yang bersifat mutlak apabila memenuhi unsur-unsur kumulatif,
yaitu:13
1. Sertipikat diterbitkan secara sah atas nama orang atau badan hukum, 2. Tanah diperoleh dengan itikat baik,
3. Tanah dikuasai secara nyata, dan
4. Dalam waktu 5 (lima) tahun sejak diterbitkannya sertipikat itu tidak ada yang mengajukan keberatan secara tertulis kepada pemegang sertipikat dan Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota setempat ataupun tidak mengajukan gugatan ke pengadilan mengenai penguasaan tanah atau penerbitan sertipikat.
11Hasan Basri Nata Menggala dan Sartijo,Pembatalan dan Kebatalan Hak Atas Tanah, Edisi
Revisi, (Yogyakarta: Tuju Yogya Pustaka, 2005), hlm. 4-5.
Sertipikat sebagai surat tanda bukti hak yang bersifat mutlak apabila
memenuhi unsur-unsur kumulatif sebagaimana yang disebutkan di atas telah dipenuhi
oleh Pemerintah Kota Medan (selanjutnya disebut Pemko Medan) hal ini dibuktikan
dengan kepemilikan Sertipikat Hak Pakai Nomor 765/Pusat Pasar yang diperoleh
pada tanggal 1 Juli 1996 yang diberikan secara sah dan sesuai ketentuan yang berlaku
oleh Badan Pertanahan Kota Medan (selanjutnya disebut BPN Kota Medan), akan
tetapi dengan adanya gugatan dari Perhimpunan Hin An Hui Koan (selanjutnya
disebut Perhimpunan) pada tahun 2007 ke Pengadilan Negeri Medan, maka timbul
sengketa pertanahan14 antara Pemko Medan dengan Perhimpunan tentang Sertipikat
Hak Pakai Nomor 765 yang berdampak pada dibatalkannya Sertipikat Hak Pakai
Nomor 765 tersebut oleh Mahkamah Agung berdasarkan putusannya No.
981K/Pdt/2009, sehingga kepastian hukum atas Sertipikat Hak Pakai Pemerintah
Kota Medan Nomor 765 terabaikan.15
Perhimpunan dapat dipersamakan dengan organisasi atau badan. Dapat
digambarkan dengan jelas badan hukum itu, biasanya didefinisikan sebagai
komunitas individu yang terhadap mereka tatanan hukum menetapkan kewajiban dan
memberikan hak untuk tidak dianggap sebagai kewajiban dan hak individu-individu
yang membentuk badan usaha sebagai anggotanya. Karena kewajiban dan hak, dalam
beberapa hal berkaitan dengan kepentingan individu yang membentuk badan usaha
14 Sengketa pertanahan adalah perselisihan pertanahan antara orang perseorangan, badan
hukum, atau lembaga yang tidak berdampak luas secara sosio-politis. Lihat Pasal 1 angka 2 Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Pengkajian dan Penanganan Kasus Pertanahan.
dan tetap bukan merupakan kewajiban dan hak badan usaha, dan dengan demikian
badan usaha tersebut dianggap person.
Kedudukan badan hukum itu ditetapkan oleh perundang-undangan, kebiasaan
atau yurisprudensi. Pada beberapa badan atau perkumpulan (dalam arti luas) dengan
tegas oleh undang-undang dinyatakan sebagai badan hukum. Hal ini dapat dilihat
pada perkumpulan koperasi Pasal 10 ayat (1) Undang-Undang Koperasi 1958, suatu
koperasi setelah didaftarkan akte pendirinya, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9
ayat (2), adalah badan hukum dan segala hak dan ikatan atas nama koperasi yang
diperoleh atau dibuat sebelum tanggal resmi didirikanya, seketika itu beralih
padanya.
Pada badan atau perkumpulan yang tidak dengan tegas dinyatakan sebagai
badan hukum, penetapan kedudukan badan hukum itu ditentukan dengan jalan
melihat hukum yang mengatur tentang badan atau perkumpulan itu, dan jika
peraturan itu dapat diambil konklusi adanya sifat-sifat, ciri-ciri atau dengan kata lain
adanya unsur-unsur badan hukum, maka badan dan perkumpulan itu adalah suatu
badan hukum.
Dapat dengan mudah dikatakan, bahwa kedudukan badan hukum itu ada, jika
organisasi itu merupakan suatu kesatuan yang mempunyai kepribadian, tujuan dan
harta kekayaan sendiri.
Sengketa pertanahan ini bermula dari Perhimpunan Hin An Hui Koan
menyatakan memiliki aset sebidang tanah seluas ± 1.792 m2 (seribu tujuh ratus
terletak di Jalan Merbabu No. 28 Kelurahan Pusat Pasar, Kecamatan Medan Kota,
Kota Medan, tanah dan bangunan diperoleh Perhimpunan berdasarkan naskah jual
beli tanggal 12 Februari 1957 memakai No. 59 diperbuat di muka Tuan Oesman
Aldjoeffry, wakil Notaris di Medan dan telah didaftarkan di Pejabat Urusan Tanah
Kota Besar Medan tanggal 28 Maret 1957 dalam daftar C 1683 dengan status hak
pakai.16 Jual beli tanah dan bangunan objek sengketa antara Perhimpunan dengan
penjualnya tanggal 12 Februari 1957, dokumennya tidak ditemukan sehingga tidak
diketahui siapa penjualnya. Sedangkan di dalam Akta Perhimpunan Hin An Hui Koan
nomor 79 tidak ada menyebutkan masalah tanah dan bangunan tersebut.
Sejak tanggal 12 Februari 1957, Perhimpunan menggunakan objek tersebut
sebagai pusat kegiatan operasionalnya yang bergerak di bidang sosial kemasyarakatan
serta membantu program Pemerintah khususnya Pemko Medan. Ketika terjadi
gejolak politik gerakan 30 S-PKI (September - Partai Komunis Indonesia) tahun
1965, tanah dan bangunan tersebut dirampas dan diduduki serta dikuasai oleh
pihak-pihak yang tidak dikenal, dan pada tanggal 28 Oktober 1965 Perhimpunan
mengirimkan surat kepada Komando Distrik Militer (Kodim) Seksi V Medan atas
pendudukan dan penguasaan serta penghancuran barang-barang dan aset milik
Perhimpunan oleh orang-orang yang tidak dikenal tersebut.
Pada tanggal 1 Desember 2004, Perhimpunan mengajukan keberatan secara
tertulis kepada Pemko Medan dengan nomor 001/YSHA/XII/004. Pemko Medan
16Tentang Duduknya Perkaradalam Putusan Pengadilan Negeri No. 56/Pdt.G/2007/PN.Mdn,
dengan suratnya tanggal 16 Maret 2005 membalas surat Perhimpunan yang intinya
mengatakan bahwa tanah berikut bangunan yang terletak di Jalan Merbabu No. 28
Medan saat ini telah terdaftar di Kantor Pertahanan Kota Medan atas nama Pemko
Medan dengan Sertipikat Hak Pakai No. 765/Pusat Pasar tanggal 1 Juli 1996 dengan
dasar penerbitan Sertipikat Hak Pakai surat Gubernur Sumatera Utara No.
594.3/12989 tanggal 18 Mei 1991 yang bertalian dengan surat Menteri Keuangan
Republik Indonesia No. S-389/NK-03/1989 tanggal 12 April 1989 dalam hal ini
Pemko Medan menerangkan juga di dalam suratnya bahwa bangunan tersebut saat ini
ditempati dan dipakai oleh beberapa organisasi kemasyarakatan antara lain Kwartir
Cabang (Kwarcab) Pramuka Medan, Forum Komunikasi Putra Putri Purnawirawan
ABRI (FKPPI) Medan, Komite Nasional Pemuda Indonesia (KNPI) Medan, Pemuda
Mitra Keamanan dan Ketertiban Masyarakat (KAMTIBMAS) Medan, Komite Karate
Indonesia (KKI) Medan dan Perguruan Pencak Silat Bela Diri Tangan Kosong
Merpati Putih.
November 2007, Handoko Setiawan dan Yacup Lie selaku Ketua dan
Sekretaris serta generasi penerus dari Perhimpunan17 (Penggugat) mengajukan
gugatan ke Pengadilan Negeri Medan berdasarkan nomor register
456/Pdt.G/2007/PN.Mdn. Penggugat memohon kepada Pengadilan Negeri Medan
untuk membatalkan Sertipikat Hak Pakai No. 765/Pusat Pasar tanggal 1 Juli 1996
yang terdaftar atas nama Pemerintah Kotamadya Tingkat II Medan (waktu itu), dan
17 Handoko Setiawan dan Yacup Lie ditetapkan sebagai Ketua dan Sekretaris Perhimpunan
Pengadilan Negeri Medan dengan putusannya No. 456/Pdt.G/2007/PN.Mdn
mengabulkan permohonan Perhimpunan demikian juga dengan putusan Pengadilan
Tinggi Medan No. 263/PDT/2008/PT-MDN dan Mahkamah Agung No.
981K/Pdt/2009 menguatkan putusan Pengadilan Negeri Medan tersebut.
Padahal sejak November 1965 sampai dengan November 2004 (39 tahun),
pihak Perhimpunan tidak ada melakukan upaya hukum untuk memperoleh kembali
tanahnya, kecuali 1 Desember 2004 mengajukan keberatan secara tertulis kepada
Pemko Medan dan November 2007 mengajukan gugatan ke Pengadilan Negeri
Medan. Sedangkan Pemko Medan telah memiliki tanah dan bangunan tersebut
dengan Sertipikat Hak Pakai Sertipikat Nomor 765/Pusat Pasar yang diperoleh pada
tanggal 1 Juli 1996 yang diberikan secara sah dan sesuai ketentuan yang berlaku oleh
BPN Kota Medan.
Putusan Mahkamah Agung yang mengabulkan permohonan Perhimpunan bila
dibandingkan dengan Pasal 32 ayat (2) PP No. 24 Tahun 1997 adalah sangat
bertentangan, karena telah 39 (tiga puluh sembilan) tahun gugatan baru diajukan
sedangkan di pasal tersebut maksimal mengajukan gugatan adalah 5 (lima) tahun.
Berdasarkan uraian tersebut di atas, perlu dilakukan suatu penelitian yang
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian di atas, maka dapat dirumuskan permasalahan yang
menjadi fokus pengkajian dalam tesis ini sebagai berikut:
1. Faktor-faktor apakah yang dapat membatalkan Sertipikat Hak Pakai No. 765 menurut Putusan Mahkamah Agung No. 981K/Pdt/2009?
2. Apakah dasar pembatalan Sertipikat Hak Pakai No. 765 dapat dibenarkan menurut hukum?
3. Bagaimana perlindungan hukum terhadap pemilik Sertipikat Hak Pakai No. 765?
C. Tujuan Penelitian
Tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui dan menganalisa faktor-faktor yang dapat membatalkan Sertipikat Hak Pakai No. 765 menurut Putusan Mahkamah Agung No.
981K/Pdt/2009.
2. Untuk mengetahui dan menganalisa dasar pembatalan Sertipikat Hak Pakai No. 765, apakah dapat dibenarkan menurut hukum.
D. Manfaat Penelitian
Selain tujuan penelitian tersebut di atas, penulis berharap dari penelitian ini
dapat mencapai manfaat sebagai berikut:
1. Manfaat secara Teoritis
Penulisan ini sekiranya dapat memperkaya khasanah pengetahuan di bidang
Hukum Agraria khususnya mengenai ketentuan hukum pembatalan Sertipikat
Hak Pakai.
2. Manfaat secara Praktis
Hasil dari penulisan tesis ini diharapkan akan memberikan pemahaman yang
jelas kepada Pemko Medan, BPN Kota Medan Perhimpunan Hin An Hui
Koan, masyarakat umum dan para akademisi mengenai faktor-faktor yang
dapat membatalkan Sertipikat Hak Pakai, mekanisme pembatalannya menurut
hukum yang berlaku dan perlindungan hukum yang diberikan negara terhadap
pemilik sertipikat yang dibatalkan khususnya Sertipikat Hak Pakai No. 765.
E. Keaslian Penelitian
Berdasarkan penelusuran kepustakaan khususnya di lingkungan Universitas
Sumatera Utara dan penelusuran melalui internet di berbagai Program Studi Ilmu
Hukum dan Magister Kenotariatan di seluruh universitas di Indonesia, penelitian
demikian penelitian ini adalah asli dan dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah
dan hukum. Adapun pengutipan-pengutipan yang dilakukan pada bagian-bagian
tertentu dari hasil karya orang lain dalam penulisan tesis ini, telah dicantumkan
sumbernya secara jelas sesuai dengan norma, kaidah, dan etika penulisan ilmiah.
Berikut dikemukakan beberapa penelitian yang berkenaan dengan penelitian
ini, sebagai berikut:
1. Serilela Masidah, (Program Magister Kenotariatan Universitas Sumatera
Utara, Medan, 2012), dengan judul penelitian “Tinjauan Yuridis Pembatalan
Sertipikat Ganda: Studi Kasus Putusan PTUN Nomor
53/G.TUN/2005/PTUN-MDN”. Rumusan masalah penelitian:
a. Bagaimana faktor-faktor penyebab timbulnya sengketa pembatalan
sertipikat ganda?
b. Bagaimana kewenangan PTUN dalam pembatalan sertipikat ganda?
c. Bagaimana pertimbangan hukum hakim dalam pembatalan sertipikat
ganda?
2. Sriyanti Achmad, (Program Studi Magister Kenotariatan Universitas
Diponegoro, Semarang, 2008), dengan judul penelitian “Pembatalan dan
Penerbitan Sertipikat Hak Atas Tanah Pengganti (Studi Kasus Pembatalan
Sertipikat Putusan MA No. 987 K/Pdt/2004)”. Rumusan masalah penelitian:
a. Bagaimana kepastian hukum sertipikat hak atas tanah pengganti atas
pelaksanaan putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap,
b. Bagaimana perlindungan yang diberikan oleh hukum terhadap pihak yang
tercatat dalam sertipikat hak atas tanah pengganti tersebut?
3. Suriyati Tanjung, (Program Magister Kenotariatan Universitas Sumatera
Utara, Medan, 2006), dengan judul penelitian “Pembatalan Sertipikat Hak
Atas Tanah dan Perlindungan Pihak Ketiga yang Beritikad Baik (Studi pada
Pengadilan Tata Usaha Negara Medan)”. Rumusan masalah penelitian:
a. Faktor-faktor apa saja yang mengakibatkan sertipikat hak atas tanah
sebagai alat bukti yang kuat dapat dibatalkan?
b. Bagaimanakah mekanisme pembatalan sertipikat hak atas tanah?
c. Bagaimana perlindungan hukum terhadap kepentingan pihak ketiga yang
beritikad baik, dalam hal sertipikat hak atas tanah dibatalkan oleh
Pengadilan dan konsekwensi hukumnya?
F. Kerangka Teori dan Konsepsional 1. Kerangka Teori
Teori berasal dari kata “theoria” dalam bahasa Latin berarti perenungan, yang
pada gilirannya berasal dari kata “thea” dalam bahasa Yunani yang secara hakiki
menyiratkan sesuatu yang disebut dengan realitas.18
Mukti Fajar ND dan Yulianto Achmad mengatakan, teori adalah suatu
penjelasan yang berupaya untuk menyederhanakan pemahaman mengenai suatu
18
fenomena atau simpulan dari rangkaian berbagai fenomena menjadi sebuah
penjelasan yang sifatnya umum.19
Soetandyo Wignjosoebroto juga mengatakan bahwa “Teori adalah suatu
konstruksi di alam cita atau ide manusia, dibangun dengan maksud untuk
menggambarkan secara reflektif fenomena yang dijumpai di alam pengalaman”.20
Teori berguna untuk mempertajam atau mengkhususkan fakta, berguna dalam
mengembangkan sistem klasifikasi fakta, membina struktur konsep dan
mengembangkan definisi, suatu ikhtisar hal yang diketahui, kemungkinan prediksi
fakta mendatang, memberi petunjuk terhadap kekurangan.21 Penelitian ini
menggunakan Teori Kepastian Hukum dan Teori Perlindungan Hukum sebagai pisau
analisisnya.
a. Teori Kepastian Hukum
Kepastian hukum data kepemilikan tanah akan dicapai apabila telah dilakukan
pendaftaran tanah, karena tujuan pendaftaran tanah adalah untuk memberikan
jaminan kepastian hukum dan perlindungan hukum kepada pemegang hak atas tanah.
Baik kepastian mengenai subyeknya (yaitu apa haknya, siapa pemiliknya, ada/tidak
beban di atasnya) dan kepastian mengenai obyeknya, yaitu letaknya, batas-batasnya
dan luasnya serta ada/tidaknya bangunan/tanaman di atasnya.22
19 Mukti Fajar ND dan Yulianto Achmad, Dualisme Penelitian Hukum: Normatif dan
Empiris,(Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010), hlm. 134.
20 Soetandyo Wignjosoebroto, Hukum: Paradigma, Metode dan Dinamika Masalahnya,
(Jakarta: ELSAM-HUMA, 2002), hlm. 184.
21
http://staf.ui.edu/internal.
22
Dalam rangka memberikan jaminan kepastian hukum tersebut, kepada yang
mendaftarkan tanahnya akan diberikan satu dokumen tanda bukti hak yang berfungsi
sebagai alat pembuktian yang kuat. Dalam ketentuan Hukum Tanah Nasional dalam
hal ini PP No. 24/1997, hanya sertipikat hak atas tanah yang diakui secara hukum
sebagai bukti kepemilikan hak atas tanah yang menjamin kepastian hukum dan
dilindungi oleh hukum.
Penerbitan sertipikat dan diberikan kepada yang berhak, bertujuan agar
pemegang hak dapat dengan mudah membuktikan kepemilikan tanahnya. Sertipikat
tersebut berfungsi sebagai alat pembuktian yang kuat mengenai data fisik (obyek:
letak, batas, luas dan ada/tidaknya bangunan atau tanaman di atasnya) dan data
yuridis (haknya, pemegang haknya siapa, ada/tidaknya beban-beban di atasnya) yang
termuat di dalamnya sepanjang data fisik dan data yuridis tersebut sesuai dengan data
yang ada dalam Surat Ukur dan Buku Tanah hak yang bersangkutan. Dikatakan
sebagai data yang benar, selama tidak ada bukti lain yang membuktikan
ketidakbenarannya dan tidak perlu ditambah dengan bukti tambahan.23
Sehingga bagi pemegang hak atas tanah yang telah diterbitkan sertipikat hak
atas tanah, maka akan mendapat perlindungan hukum dan tidak perlu ada bukti
tambahan. Hal ini sesuai dengan ketentuan Pasal 32 ayat (2) PP No. 24/1997, yang
menyatakan:
“Dalam hal atas suatu bidang tanah sudah diterbitkan sertipikat secara sah atas nama orang atau badan hukum yang memperoleh tanah tersebut dengan itikad baik dan secara nyata menguasainya, maka pihak lain yang merasa mempunyai hak atas tanah itu tidak dapat lagi menuntut pelaksanaan hak
tersebut apabila dalam waktu 5 (lima) tahun sejak diterbitkannya sertipikat itu tidak mengajukan keberatan secara tertulis kepada pemegang sertipikat dan Kepala Kantor Pertanahan yang bersangkutan ataupun tidak mengajukan gugatan ke Pengadilan mengenai penguasaan tanah atau penerbitan sertipikat tersebut”.24
Ketentuan tersebut memberikan jaminan kepada pemegang sertipikat apabila
lewat jangka waktu 5 (lima) tahun setelah diterbitkan sertipikat hak atas tanah, maka
pihak lain tidak dapat mengajukan gugatan lagi, dalam hal ini bukan karena lewat
waktu 5 (lima) tahun menjadi verjaring dan bezitter, melainkan karena sikap pihak
lain menunjukkan bahwa ia sudah tidak akan mempergunakan lagi
(rechtverwerking).25
Penetapan putusan yang dikeluarkan oleh Pengadilan Negeri Medan dengan
nomor 456/Pdt.G/2007/PN.Mdn, putusan Pengadilan Tinggi Medan nomor
263/PDT/008/PT-MDN dan Mahkamah Agung nomor 981K/Pdt/2009 telah
bertentangan dengan Pasal 32 ayat (1 dan 2) PP No. 24/1997.
b. Teori Perlindungan Hukum
Hukum diciptakan sebagai suatu sarana atau instrumen untuk mengatur
hak-hak dan kewajiban-kewajiban subjek hukum. Di samping itu, hukum juga berfungsi
sebagai instrumen perlindungan bagi subjek hukum, senada dengan Sudikno
Mertokusumo yang mengatakan, “hukum berfungsi sebagai perlindungan
kepentingan manusia, agar kepentingan manusia terlindungi, hukum harus
dilaksanakan”. Pelaksanaan hukum dapat berlangsung secara normal, damai, tetapi
24Pasal 32 ayat (2) PP No. 24/1997.
dapat juga terjadi pelanggaran hukum. Pelanggaran hukum terjadi ketika subjek
hukum tertentu tidak menjalankan kewajiban yang seharusnya dijalankan atau karena
melanggar hak-hak subjek hukum lain. Subjek hukum yang dilanggar hak-haknya
harus mendapatkan perlindungan hukum.26
Perlindungan hukum bagi rakyat merupakan konsep universal dalam arti
dianut dan diterapkan oleh setiap negara yang mengedepankan diri sebagai negara
hukum, namun seperti dikemukakan oleh Paulus E. Lotulung “bahwa masing-masing
negara mempunyai cara dan mekanismenya sendiri tentang bagaimana mewujudkan
perlindungan hukum tersebut. Dan juga sampai seberapa jauh perlindungan hukum
itu diberikan.27
Sjachran Basah mengatakan, “bahwa perlindungan terhadap warga negara
diberikan bilamana sikap dan tindakan dari administrasi negara itu menimbulkan
kerugian terhadapnya. Sedangkan perlindungan terhadap administrasi dilakukan
terhadap sikap tindakannya dengan baik dan benar menurut hukum baik tertulis
maupun tidak tertulis”.28
Ada 2 (dua) macam bentuk perlindungan hukum bagi rakyat (termasuk
Pemerintah itu sendiri) yaitu perlindungan hukum preventif dan represif. Pada
perlindungan hukum preventif, kepada rakyat diberikan kesempatan untuk
mengajukan keberatan (inspraak) atau pendapatnya sebelum suatu keputusan
26Sudikno Mertokusumo,Mengenal Hukum Suatu Pengantar, (Yogyakarta: Liberty, 1996),
hlm. 40.
27Paulus E. Lotulung, Beberapa Sistem tentang Kontrol Segi Hukum terhadap Pemerintah,
(Bandung: Citra Aditya Bakti, 1993), hlm. 123.
28 Sjachran Basah, Perlindungan Hukum terhadap Sikap Tindak Administrasi Negara,
pemerintah mendapat bentuk yang definitif, artinya perlindungan hukum yang
preventif bertujuan untuk mencegah terjadinya sengketa. Sedangkan sebaliknya
perlindungan hukum represif bertujuan untuk menyelesaikan sengketa. Untuk itu
sebagai warga negara atau rakyat sudah seharusnya mendapat perlindungan hukum,
adapun alasannya sebagai berikut:29
1. Karena dalam hal warga negara dan badan hukum perdata tergantung pada keputusan-keputusan dan ketetapan-ketetapan pemerintah seperti kebutuhan terhadap izin yang diperlukan untuk usaha perdagangan, perusahaan atau pertambangan. Oleh karena itu warga negara dan badan hukum perdata perlu mendapat perlindungan hukum, terutama untuk memperoleh kepastian hukum yang merupakan faktor penentu bagi kehidupan dunia usaha,
2. Hubungan antara Pemerintah dengan warga negara tidak berjalan dalam posisi sejajar, warga negara sebagai pihak yang lebih lemah dibandingkan dengan pihak Pemerintah,
3. Berbagai perselisihan warga negara dengan Pemerintah itu berkenaan dengan keputusan dan ketetapan, sebagai instrumen Pemerintah yang bersifat sepihak dalam melakukan intervensi terhadap kehidupan warga negara. Pembuatan keputusan dan ketetapan yang didasarkan pada kewenangan bebas akan membuka peluang terjadinya pelanggaran hak-hak warga negara.
2. Konsepsional
Konsepsional penting dirumuskan agar tidak tersesat ke pemahaman lain,
di luar maksud penulisan. Konsepsional ini merupakan “alat yang dipakai oleh
hukum di samping yang lain-lain, seperti asas dan standar”. Oleh karena itu
kebutuhan untuk membentuk konsepsional merupakan salah satu dari hal-hal yang
dirasakan penting dalam hukum. Konsepsional adalah suatu konstruksi mental, yaitu
29 Philipus M. Hadjon, Pengantar Hukum Tata Usaha Negara Indonesia, (Yogyakarta:
sesuatu yang dihasilkan oleh suatu proses yang berjalan dalam pikiran penelitian
untuk keperluan analisis.30
Kata conceptus berasal dari bahasa Latin, (bahasa Belanda: begrip) atau
pengertian merupakan hal yang dimengerti. Pengertian bukanlah merupakan
“definisi” yang di dalam bahasa Latin adalah definition. Definisi tersebut berarti
perumusan (bahasa Belanda: omschrijving) yang pada hakikatnya merupakan suatu
bentuk ungkapan pengertian di samping aneka bentuk lain yang dikenal di dalam
epistemologi atau teori ilmu pengetahuan.31
Suatu konsepsional pada hakikatnya merupakan suatu pengarah, atau
pedoman yang lebih konkrit dari kerangka teoritis (tinjauan pustaka) yang sering kali
masih bersifat abstrak. Namun demikian, suatu kerangka konsepsional belaka
kadang-kadang dirasakan masih juga abstrak, sehingga diperlukan definisi-definisi
operasional yang akan menjadi pegangan konkrit di dalam proses penelitian.32
Konsepsional atau pengertian merupakan unsur pokok dari suatu penelitian.
Kalau masalah dan kerangka teoritisnya sudah jelas, biasanya sudah diketahui pula
fakta mengenai gejala-gejala yang menjadi pokok perhatian, dan suatu konsepsional
sebenarnya adalah definisi secara singkat dari sekelompok fakta atau gejala itu. Maka
konsepsional merupakan definisi dari apa yang perlu diamati, konsepsional
30Satjipto Rahardjo,Ilmu Hukum,(Bandung: Citra Aditya Bakti, 1996) dan Aminuddin dan
H. Zainal Asikin,Pengantar Metode Penelitian Hukum, (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2005), hlm. 48-49.
31Konsep berbeda dengan teori, di mana teori biasanya terdiri dari pernyataan yang
menjelaskan hubungan kausal antara dua variabel atau lebih. Noeng Muhajir,Metodologi Penelitian Kualitatif,Edisi III, (Yogyakarta: Roke Sarasni, 1996), hlm. 22-23, 58-59. Satjipto Rahardjo, Ilmu Hukum, Ibid,dan Aminuddin dan H. Zainal Asikin,Ibid.
32Satjipto Rahardjo,Op.Cit,hlm. 30. Lihat H. Zainal Asikin, Pengantar Metode Penelitian
menentukan antara variabel-variabel yang ingin menentukan adanya hubungan
empiris.33
Untuk dapat menjawab permasalahan dalam penelitian tesis ini perlu
didefinisikan beberapa konsep dasar dalam rangka menyamakan persepsi agar secara
operasional dapat dibatasi ruang lingkup variabel dan dapat diperoleh hasil penelitian
yang sesuai dengan tujuan penelitian yang telah ditentukan. Konsep itu adalah:
a. Pendaftaran tanah adalah rangkaian kegiatan yang dilakukan oleh Pemerintah
secara terus-menerus, berkesinambungan dan teratur, meliputi pengumpulan,
pengolahan, pembukuan, dan penyajian serta pemeliharaan data fisik dan data
yuridis, dalam bentuk peta dan daftar, mengenai bidang-bidang tanah dan
satuan-satuan rumah susun, termasuk pemberian surat tanda bukti haknya bagi
bidang-bidang tanah yang sudah ada haknya dan hak milik atas satuan rumah susun serta
hak-hak tertentu yang membebaninya.34
b. Sertipikat adalah surat tanda bukti hak yang berlaku sebagai alat pembuktian
yang kuat untuk hak atas tanah, hak pengelolaan, tanah wakaf, hak milik atas
satuan rumah susun dan hak tanggungan yang masing-masing sudah dibukukan
dalam buku tanah yang bersangkutan.35
c. Hak Pakai adalah hak untuk menggunakan dan/atau memungut hasil dari tanah
yang dikuasai langsung oleh negara atau tanah milik orang lain, yang memberi
33Koentjaraningrat, Metode-metode Penelitian Masyarakat, Edisi Ketiga, (Jakarta: PT.
Gramedia Pustaka Utama, 1997), hlm. 21.
34Pasal 1 angka 1 PP No. 24/1997.
kewenangan dan kewajiban yang ditentukan dalam keputusan pemberiannya oleh
pejabat yang berwenang memberikannya atau dalam perjanjian dengan pemilik
tanahnya, yang bukan perjanjian sewa-menyewa atau perjanjian pengolahan
tanah, segala sesuatu asal tidak bertentangan dengan jiwa dan
ketentuan-ketentuan UUPA.36
G. Metode Penelitian
Metode penelitian hukum merupakan suatu kegiatan ilmiah yang didasarkan
pada metode, sistematika dan pemikiran tertentu yang bertujuan untuk mempelajari
satu atau beberapa gejala hukum tertentu dengan jalan menganalisanya, di samping
itu juga diadakan pemeriksaan yang mendalam terhadap fakta hukum tersebut, untuk
kemudian mengusahakan suatu pemecahan atas permasalahan-permasalahan yang
timbul di dalam gejala yang bersangkutan,37 maka dalam metode penelitian
merupakan cara dan prosedur yang sistematis dan terorganisir untuk menyelidiki
suatu masalah tertentu dengan maksud mendapatkan informasi untuk digunakan
sebagai solusi atas masalah. Oleh karena itu, metode merupakan keseluruhan langkah
ilmiah yang digunakan untuk menemukan solusi atas suatu masalah.38
Pemilihan suatu metode yang baik untuk suatu penelitian tergantung kepada
sasaran penelitian, bahan yang tersedia, kondisi yang meliputi kegiatan penelitian,
36Pasal 41 UUPA.
37Soerjono Soekanto,Pengantar Penelitian Hukum, (Jakarta: UI Press, 2007), hlm. 43.
dan terutama jenis informasi yang diperlukan. Metode yang digunakan dalam
penelitian ini sebagai berikut:
1. Sifat Penelitian
Sifat dari penelitian ini adalah deskriptif analitis, artinya penelitian ini
bertujuan untuk menggambarkan secara cermat karakteristik dari fakta-fakta
(individu, kelompok atau keadaan), dan untuk menentukan frekuensi sesuatu yang
terjadi.39
Dengan penelitian yang bersifat deskriptif dimaksudkan untuk melukiskan
keadaan objek atau peristiwanya,40 kemudian menelaah dan menjelaskan serta
menganalisa data secara mendalam dengan mengujinya dari berbagai peraturan
perundangan yang berlaku maupun dari berbagai pendapat ahli hukum sehingga dapat
diperoleh gambaran tentang data faktual yang berhubungan dengan pembatalan
Sertipikat Hak Pakai No. 765.
2. Metode Pendekatan
Penelitian ini menggunakan metode pendekatan yuridis normatif, yaitu
dengan meneliti sumber-sumber bacaan yang relevan dengan maksud tujuan
penelitian, meliputi penelitian terhadap asas hukum, sumber-sumber hukum,
peraturan perundang-undangan yang bersifat teoritis ilmiah serta dapat menganalisa
permasalahan yang dibahas.
3. Sumber Data Penelitian
Sumber data penelitian yang digunakan dalam penulisan tesis ini adalah
menggunakan data sekunder, yang dari sudut kekuatan mengikatnya digolongkan ke
dalam:41
1. Bahan hukum primer, yaitu peratuan perundang-undangan antara lain
Undang-Undang Dasar 1945, Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang
Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria, Undang-Undang Nomor 56 prp Tahun
1960, Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1996 tentang Hak Guna Usaha,
Hak Guna Bangunan dan Hak Pakai Atas Tanah, Peraturan Pemerintah
Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah.
2. Bahan hukum sekunder, yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum
primer, seperti: rancangan undang-undang, hasil-hasil penelitian, hasil karya
dari kalangan hukum.
3. Bahan hukum tertier, yakni bahan yang memberikan petunjuk maupun
penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder, contohnya adalah
kamus, ensiklopedia, indeks kumulatif, dan seterusnya.
4. Teknik Pengumpulan Data
Pengumpulan data merupakan salah satu tahapan dalam proses penelitian
yang sifatnya mutlak untuk dilakukan karena data merupakan sumber yang akan
41Gregory Churchill,Tapis Hukum,(Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1978),
diteliti. Pengumpulan data difokuskan pada pokok permasalahan yang ada, sehingga
dalam penelitian tidak terjadi penyimpangan dan kekaburan dalam pembahasannya.
Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah studi kepustakaan.42
5. Analisis Data
Analisis data pada penelitian ini dilakukan secara kualitatif, yaitu dari data
yang diperoleh disusun secara sistematis, kemudian dianalisis secara kualitatif untuk
mencapai kejelasan terhadap masalah yang akan dibahas. Analisis data kualitatif
adalah suatu cara penelitian yang menghasilkan data deskriptif analisis, yaitu apa
yang dinyatakan oleh responden secara tertulis atau lisan dan juga perilakunya yang
nyata, diteliti dan dipelajari secara utuh.
Pengertian analisis di sini dimaksudkan sebagai suatu penjelasan dan
penginterpretasian secara logis, dan sistematis. Logis sistematis menunjukkan cara
berpikir deduktif-induktif dan mengikuti tata tertib dalam penulisan laporan
penelitian ilmiah. Setelah analisis data selesai maka hasilnya akan disajikan secara
deskriptif, yaitu dengan menuturkan dan menggambarkan apa adanya sesuai dengan
permasalahan yang diteliti.43
42 Studi kepustakaan merupakan suatu metode pengumpulan data yang dilakukan dengan
membaca bahan-bahan hukum yang ada relevansinya dengan topik pembahasan atau masalah yang akan diteliti, baik bahan primer maupun bahan sekunder.
43H.B. Sutopo,Metodologi Penelitian Hukum Kualitatif, Bagian II, (Surakarta: UNS Press,
BAB II
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMBATALKAN SERTIPIKAT HAK PAKAI NO. 765 MENURUT PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG
NO. 981K/PDT/2009
A. Hak Penguasaan Atas Tanah
Pengertian “penguasaan” dapat dipakai dalam arti fisik, juga dalam arti
yuridis, juga beraspek privat dan beraspek publik. Penguasaan dalam arti yuridis
adalah penguasaan yang dilandasi hak yang dilindungi oleh hukum dan pada
umumnya memberi kewenangan kepada pemegang hak untuk menguasai secara fisik
tanah yang dihaki, misalnya pemilik tanah menggunakan atau mengambil manfaat
dari tanah yang dihaki, tidak diserahkan kepada pihak lain. Ada penguasaan yuridis,
walaupun memberi kewenangan untuk menguasai tanah yang dihaki secara fisik,
pada kenyataannya penguasaan fisiknya dilakukan oleh pihak lain, misalnya
seseorang yang memiliki tanah tidak menggunakan tanahnya sendiri akan tetapi
disewakan kepada pihak lain, dalam hal ini secara yuridis tanah tersebut dimiliki oleh
pemilik tanah akan tetapi secara fisik dilakukan oleh penyewa tanah. Ada juga
penguasaan secara yuridis yang tidak memberi kewenangan untuk menguasai tanah
yang bersangkutan secara fisik, misalnya kreditur (bank) pemegang hak jaminan atas
tanah mempunyai hak penguasaan yuridis atas tanah yang dijadikan agunan
(jaminan), akan tetapi secara fisik penguasaannya tetap ada pada pemegang hak atas
tanah. Penguasaan yuridis dan fisik atas tanah ini dipakai dalam aspek privat. Ada