• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II : TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Landasan Teoritis

2.1.3. Faktor – Faktor Yang Mempengaruh

Pendapat wajar tanpa pengecualian disebut juga clean opinion, pendapat tanpa cacat, pendapat bersih dan lain-lain. Laporan audit yang berisi pendapat wajar tanpa pengecualian adalah laporan yang paling dibutuhkan oleh semua pihak baik oleh klien, pemakai informasi keuangan maupun auditor. Menurut Arens dan Loebbecke (1996) kondisi-kondisi untuk laporan dengan pendapat wajar tanpa pengecualian sebagai berikut:

a. Semua laporan keuangan-neraca, laporan laba-rugi, saldo laba, dan laporan arus kas sudah tercakup didalam laporan keuangan .

c. Bahan baku yang cukup telah dikumpulkan dan auditor tersebut telah melaksanakan penugasan dengan cara yang memungkinkan baginya untuk menyimpulkan bahwa ketiga standar pekerjaan lapangan telah dipenuhi. d. Laporan keuangan disajikan sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku

umum. Itu berarti bahwa pengungkapan yang memadai telah disertakan dalam catatan kaki dan bagian-bagian lain laporan keuangan.

e. Tidak terdapat situasi yang memerlukan penambahan paragraf penjelasan atau modifikasi kata-kata dalam laporan.

Persyaratan agar auditor memberikan pendapat wajar tanpa pengecualian, yaitu:

a. Tidak ada pembatasan material yang dilakukan oleh perusahaan (klien) sewaktu akuntan melakukan pemeriksa sesuai dengan norma pemeriksaan akuntan.

1) Tidak ada pembatasan pelaksanaan pemeriksaan yang material yang disebabkan oleh keadaan yang memaksa.

2) Laporan keuangan disusun sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum. Jika ada pos atau transaksi yang tidak disusun sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum, namun jumlahnya tidak material masih dapat diberikan pendapat wajar.

b. Prinsip akuntansi yang diterapkan secara konsister dengan tahun sebelumnya.

c. Tidak ada hal yang sifatnya tidak menentu “uncertainly” dalam laporan

d. Akuntan harus berada dalam posisi independen dalam arti tidak memihak, tidak mempunyai kepentingan ekonomis dalam perusahaan yang diperiksa dalam bentuk “infact” maupun “in appearance”

e. Akuntan dalam melakukan pemeriksaan harus berdasarkan norma pemeriksaan akuntan yang berlaku.

2. Pendapat Wajar Tanpa Pengecualian dengan Paragraf Penjelas yang ditambahkan dalam Laporan Audit Bentuk Baku (unqualified opinion with explanatory language)

Pendapat ini diberikan jika terdapat keadaan tertentu yang mengharuskan auditor menambahkan paragraf penjelas pada laporan audit meskipun tidak mempengaruhi pendapat wajar tanpa pengecualian yang dinyatakan oleh auditor, menutut Agoes (2000) keadaan tersebut meliputi:

a. Pendapat wajar sebagaian didasarkan atas laporan auditor independen lain. b. Untuk mencegah agar laporan keuangan tidak menyesatkan karena

keadaan-keadaan yang luar biasa, laporan keuangan disajikan menyimpang dari suatu prinsip akuntansi yang dikeluaran oleh Ikatan Akuntansi Indonesia.

c. Jika terjadi kondisi dan peristiwa yang semula menyebabkan auditor yakin tentang adanya kesangsian mengenai kelangsungan hidup entitas namun setelah mempertimbangkan rencana manajemen auditor berkesimpulan bahwa rencana manajemen tersebut dapat secara efektif dilaksanakan dan pengungkapan mengenai hal itu telah memadai.

d. Diantara periode akuntansi terdapat suatu perubahan material dalam penggunaan prinsip akuntansi atau dalam metode penerapannya.

f. Data keuangan kuartalan tertentu yang diharuskan oleh badan pengawas pasar modal (Bapepam) namun tidak disajikan atau tidak direview.

g. Informasi tambahan yang diharuskan oleh Ikatan Akuntansi Indonesia Dewan Standar Akuntansi Keuangan telah dihilangkan, yang penyajian menyimpang jauh dari pedoman yang dikeluarkan oleh dewan tersebut, atau auditor tidak dapat melengkapi prosedur audit yang berkaitan dengan informasi tersebut, atau auditor tidak dapat menghilangkan keraguan yang besar apakah informasi tersebut sesuai dengan panduan yang dikeluarkan oleh Dewan tersebut.

h. Informasi lain dalam suatu dokumen yang berisi laporan keuangan yang diaudit secara meterial tidak konsisten dengan informasi yang disajikan dalam laporan keuangan.

3. Pendapat Wajar dengan Pengecualian (qualified opinion)

Menurut Agoes (2000) kondisi tertentu memungkinkan memerlukan pendapat wajar dengan pengecualian, pendapat wajar dengan pengecualian menyatakan bahwa laporan keuangan menyajikan secara wajar, dalam semua hal yang material, posisi keuangan, hasil usaha, perubahan ekuitas dan arus kas sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia, kecuali untuk dampak hal yang berkaitan dengan yang dikecualikan. Pendapat ini dinyatakan bilamana:

a. Ketiadaan bukti kompeten yang cukup atau adanya pembatasan terhadap lingkup audit yang mengakibatkan auditor berkesimpulan bahwa auditor tidak dapat menyatakan pendapat wajar tanpa pengecualian dan auditor berkesimpulan tidak menyatakan tidak memberikan pendapat.

b. Auditor yakin, atas dasar auditnya, bahwa laporan keuangan berisi penyimpangan dari prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia, yang berdampak material, dan auditor berkesimpulan untuk tidak menyatakan pendapat tidak wajar

c. Jika auditor menyatakan pendapat wajar dengan pengecualian, auditor harus menjelaskan semua alasan yang menguatkan dalam satu atau lebih paragraf terpisah yang dicantumkan sebelum paragraf pendapat, auditor harus juga mencantumkan bahasa pengecualian yang sesuai dan menunjuk ke paragraf penjelasan didalam paragraf pendapat.

Mulyadi dan Puradireja (1998) menyebutkan auditor memberikan pendapat wajar dengan pengecualian dalam laporan audit didasarkan atas empat kondisi sebagai berikut.

a. Lingkup audit dibatasi oleh klien

b. Auditor tidak dapat melaksanakan prosedur auditing atau tidak dapat memperoleh informasi penting karena kondisi-kondisi yang berada diluar kekuasaan klien maupun auditor

c. Laporan keuangan tidak disusun sesuai dengan prinsip akuntansi yang berterima umum

d. Prinsip akuntansi yang berterima umum yang digunakan dalam penyusunan laporan keuangan tidak diterapkan secara konsisten

4. Pendapat Tidak Wajar (Adverse Opinion)

Pendapat tidak wajar merupakan kebalikan pendapat wajar tanpa pengecualian. Auditor memberikan pendapat tidak wajar jika laporan keuangan klien tidak disusun berdasarkan prinsip akuntansi berterima umum sehingga tidak menyajikan secara wajar posisi keuangan, hasil usaha, perubahan saldo laba, dan

arus kas perubahan klien. Auditor memberikan pendapat tidak wajar jika entitas yang diaudit tidak membatasi lingkup auditnya, sehingga auditor dapat mengumpulkan bukti kompeten yang cukup untuk mendukung pendapatnya. Jika laporan keuangan diberikan pendapat tidak wajar oleh auditor, maka informasi yang disajikan oleh klien dalam laporan keuangan sama sekali tidak dapat dipercaya, sehingga tidak dapat dipakai oleh pemakai informasi keuangan untuk pengambilan keputusan.

5. Pernyataan Tidak memberikan Pendapat (Disclaimer of Opinion)

Mulyadi dan Puradireja (1998) menyebutkan terdapat dua kondisi yang menyebabkan auditor tidak memberikan pendapat dalam laporan auditannya (no opinion report), yaitu :

a. Pembatasan yang luar biasa sifatnya terhadap lingkup audit b. Auditor tidak independen dalam hubungannya dengan kliennya

Pada sektor publik, Penjelasan Pasal 16 ayat (1) Undang – Undang Nomor 15 Tahun 2004 menyebutkan opini merupakan pernyataan profesional pemeriksa mengenai kewajaran informasi keuangan yang disajikan dalam laporan keuangan yang didasarkan pada Kriteria (i) kesesuaian dengan standar akuntansi pemerintahan (SAP); (ii) kecukupan pengungkapan (adequate disclosures); (iii) kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan dan; (iv) efektivitas sistem pengendalian intern. BPK RI dalam IHPS (2012) menyebutkan salah satu kriteria pemberian opini adalah evaluasi atas efektivitas SPI. Pengendalian intern pada pemerintah pusat dan pemerintah daerah dirancang dengan berpedoman pada PP No. 60 Tahun 2008 tentang Sistem Pengendalian Intern Pemerintah. SPI meliputi lima unsur pengendalian, yaitu lingkungan pengendalian, penilaian resiko, kegiatan pengendalian, informasi dan komunikasi serta pemantauan. SPI

dinyatakan efektif apabila mampu memberikan keyakinan memadai atas tercapainya efektivitas dan efisiensi pencapaian tujuan entitas, keandalan pelaporan keuangan, keamanan aset Negara dan kepatuhan terhadap peraturan perundang- undangan yang berlaku.

Sehubungan dengan SPI, BPK RI mengidentifikasi tiga kelemahan SPI yang mempengaruhi pemberian opini atas penyajian Laporan Keuangan, yakni :

1. Kelemahan sistem pengendalian akuntansi dan pelaporan, yaitu kelemahan sistem pengendalian yang terkait dengan kegiatan pencatatan akuntansi dan pelaporan keuangan.

2. Kelemahan sistem pengendalian pelaksanaan anggaran pendapatan dan belanja, yaitu kelemahan pengendalian yang terkait dengan pemungutan dan penyetoran penerimaan Negara/daerah/perusahaan serta pelaksanaan program/kegiatan pada entitas yang diperiksa.

3. Kelemahan struktur pengendalian intern, yaitu kelemahan yang terkait dengan ada/tidak adanya struktur pengendalian intern atau efektivitas struktur pengendalian intern yang ada dalam entitas yang diperiksa.

Disamping pengaruh SPI, BPK RI dalam IHPS (2012) menyebutkan faktor kepatuhan juga mempengaruhi pemberian opini atas penyajian suatu laporan keuangan penyelenggara Negara. Salah satu hasil pemeriksaan atas LK berupa laporan kepatuhan. Laporan tersebut mengungkapkan ketidakpatuhan terhadap ketentuan perundang-undangan yang mengakibatkan :

1. Kerugian Negara/daerah/perusahaan, yaitu berkurangnya kekayaan Negara/daerah/perusahaan berupa uang, surat berharga, dan barang yang nyata dan pasti jumlahnya sebagai akibat perbuatan melawan hukum, baik

sengaja maupun lalai. Kerugian dimaksud harus ditindaklanjuti dengan pengenaan/pembebanan kerugian kepada penanggung jawab kerugian sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.

2. Potensi kerugian Negara/daerah/perusahaan, yaitu perbuatan melawan hukum baik sengaja maupun lalai yang dapat mengakibatkan resiko terjadinya kerugian dimasa yang akan datang berupa berkurangnya uang, surat berharga, dan barang yang nyata dan pasti jumlahnya.

3. Kekurangan penerimaan, yaitu adanya penerimaan yang sudah menjadi hak Negara/daerah/perusahaan tetapi tidak atau belum masuk ke kas Negara/daerah/perusahaan, tetapi tidak atau belum masuk ke kas Negara/daerah/perusahaan karena adanya unsur ketidakpatuhan terhadap ketentuan perundang-undangan.

4. Administrasi, yaitu adanya penyimpangan terhadap ketentuan yang berlaku baik dalam pelaksanaan anggaran atau pengelolaan asset maupun operasional, tetapi penyimpangan tersebut tidak mengakibatkan kerugian atau potensi kerugian Negara/daerah/perusahaan, tidak mengurangi hak Negara/daerah/perusahaan (kekurangan penerimaan), tidak menghambat program entitas dan tidak mengandung unsur indikasi tindak pidana. 5. Ketidakhematan, yaitu adanya penggunaan input dengan harga atau

kuantitas/kualitas yang lebih tinggi dari standar, kuantitas/kualitas yang melebihi kebutuhan, dan harga lebih mahal dibandingkan dengan pengadaan serupa pada waktu yang sama.

6. Ketidakefisienan, yaitu permasalahan rasio penggunaan kuantitas/kualitas input untuk suatu satuan output yang lebih besar dari seharusnya.

7. Ketidakefektifan, yaitu adanya kegiatan yang tidak memberikan manfaat atau hasil yang direncanakan serta fungsi instansi yang tidak optimal, sehingga tujuan organisasi tidak tercapai.

Dokumen terkait