TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Teoritis
2.1.6. Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Audit Delay
Lamanya waktu penyelesaian audit dapat mempengaruhi ketepatan waktu informasi tersebut untuk dipublikasikan sehingga berdampak pada reaksi pasar terhadap keterlambatan informasi dan mempengaruhi tingkat ketidakpastian
keputusan yang didasarkan pada informasi yang dipublikasikan. Ada beberapa faktor yang berpengaruh terhadap audit delay, diantaranya:
a. Total Asset Turn Over Ratio (TATO)
Total asset turnover atau disebut juga rasio perputaran total aktiva merupakan rasio yang mengukur tingkat efisiensi dan efektivitas dari perputaran maupun pemanfaatan total aktiva dalam menghasilkan penjualan. Rasio ini menunjukkan banyaknya penjualan yang dapat diperoleh perusahaan untuk tiap rupiah yang telah ditanamkan pada aktiva perusahaan. Semakin tinggi rasio ini maka akan semakin baik bagi perusahaan sebab rasio ini dapat menjelaskan seberapa sukses suatu perusahaan dalam memanfaatkan asetnya dalam menghasilkan laba. Laba yang tinggi menggambarkan penjualan yang baik pula. Menurut Isbangun (2012) gambaran besar kecilnya suatu perusahaan dapat ditentukan berdasarkan ukuran nominal misalnya jumlah kekayaan dan total penjualan perusahaan dalam satu periode.
Ukuran perusahaan merupakan fungsi dari kecepatan pelaporan keuangan karena semakin besar suatu perusahaan maka akan melaporkan semakin cepat karena perusahaan memiliki lebih banyak sumber informasi. Menurut Courtis di New Zealand (1976), penelitian Gilling (1977), penelitian Davies dan Whitterd di Australia (1980), dan lain sebagainya (dalam Deart, 2007 ) menunjukkan bahwa audit delay
memiliki hubungan negatif dengan ukuran perusahaan yang menggunakan proksi total aktiva. Artinya bahwa semakin besar aset perusahaan maka
semakin pendek audit delay. Penyebabnya adalah pertama, perusahaan - perusahaan go public atau perusahaan besar mempunyai sistem pengendalian internal yang baik sehingga dapat mengurangi tingkat kesalahan dalam penyajian laporan keuangan perusahaan sehingga memudahkan auditor dalam melakukan pengauditan laporan keuangan. Lemahnya pengendalian internal klien memberikan dampak audit delay
yang semakin panjang karena auditor membutuhkan sejumlah waktu untuk mencari evidential matter yang lebih lengkap dan kompleks untuk mendukung opininya. Kedua, perusahaan-perusahaan besar mempunyai sumber daya keuangan untuk membayar audit fee yang lebih besar guna mendapatkan pelayanan audit yang lebih cepat. Ketiga, perusahaan-perusahaan besar cenderung mendapat tekanan dari pihak eksternal yang tinggi terhadap kinerja keuangan perusahaan, sehingga manajemen akan berusaha untuk mempublikasikan laporan audit dan laporan keuangan auditan lebih tepat waktu (Ahmad dan Kamarudin, 2002 dalam Yuliana dan Ardiati, 2004). Wirakusuma (2004) mengutip pernyataan Dyer dan Hugh (1975) yang menyatakan bahwa manajemen perusahaan besar, memiliki dorongan untuk mengurangi masalah audit delay dan penundaan laporan keuangan. Ini disebabkan karena perusahaan besar senantiasa diawasi secara ketat oleh para investor, asosiasi perdagangan, dan oleh agen regulator. Disamping itu perusahaan besar menghadapi tekanan yang kuat untuk menyampaikan laporan keuangan lebih cepat dibandingkan dengan perusahaan kecil ( Deart, 2007 ).
Keputusan ketua Bapepam Nomor: Kep.11/PM/1997 menyebutkan perusahaan kecil dan menengah berdasarkan asset (kekayaan) adalah badan hukum yang memiliki total asset tidak lebih dari seratus milyar, sedangkan perusahaan besar adalah badan hukum yang total assetnya diatas seratus milyar.
Kartika (2009) berpendapat bahwa perusahaan besar diduga akan menyelesaikan proses auditnya lebih cepat dibandingkan perusahaan kecil. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor yaitu manajemen perusahaan yang berskala besar cenderung diberikan insentif untuk mengurangi audit delay
atau audit report lag, karena perusahaan tersebut dimonitor secara ketat oleh investor, pengawas permodalan pemerintah dan lain – lain. Pihak – pihak ini sangat berkepentingan terhadap informasi yang termuat dalam laporan keuangan.
Keterbatasan karyawan dan keahlian yang dimiliki oleh perusahaan kecil dapat menimbulkan keraguan terhadap laporan keuangan yang dihasilkan. Auditor harus lebih teliti dalam melakukan pengauditan. Hal ini merupakan faktor yang dapat memperpanjang audit delay.
b. Debt to Equity Ratio (DER)
Hasil penelitian Carslaw dan Kaplan (1991), Naim (1999), Hossain dan Taylor (1998) dalam Wiwik Utami ( 2006 ) menunjukkan bahwa debt to equity ratio tidak berpengaruh signifikan terhadap audit delay. Hasil
penelitian Ahmad dan Kamarudin (2001) di Malaysia menunjukkan bahwa variabel ini berpengaruh signifikan terhadap audit delay.
Debt to equity ratio menggambarkan proporsi antara kewajiban yang dimiliki dan seluruh kekayaan yang dimiliki. Rasio ini digunakan untuk mengukur kemampuan perusahaan untuk memenuhi kewajiban jangka pendek maupun kewajiban jangka panjang. Semakin besarnya hutang jangka panjang suatu perusahaan, maka perusahaan tersebut akan cenderung mendapat tekanan untuk menyediakan laporan keuangan auditannya secepatnya bagi pihak kreditur. Dilain pihak ada juga kemungkinan perusahaan dengan debt to equity ratio yang tinggi ingin mengurangi tingkat resiko dengan memundurkan publikasi laporan keuangan dan mengulur pekerjaan audit selama mungkin.
Porsi debt to equity ratio yang tinggi merupakan sinyal perusahaan berada dalam kesulitan keuangan. Debt to equity ratio yang buruk merupakan bad news bagi perusahaan sehingga perusahaan cenderung memoles terlebih dahulu sebelum laporan keuangan disajikan. Perusahaan dengan debt to equity ratio yang tinggi akan cenderung memiliki rentang waktu yang lebih lama (Made Gede Wirakusuma, 2004). Debt to equity ratio mempunyai hubungan yang positif dengan audit delay. Pengaruh ini ditunjukkan dengan semakin kecil debt to equity ratio maka semakin baik bagi perusahaan karena dengan debt to equity ratio yang kecil maka audit atas laporan keuangan menjadi lebih cepat sehingga tidak mengalami audit
delay dan lebih cepat menyediakan laporan keuangan tahunan yang telah diaudit kepada kreditor ( Supriyati dan Yuliasri, 2005 ).
Rasio hutang terhadap ekuitas dapat digunakan sebagai indikator tingkat kesulitan keuangan perusahaan. Rasio hutang terhadap ekuitas yang tinggi mencerminkan tingginya resiko keuangan dan perusahaan mengalami kesulitan keuangan. Kesulitan keuangan tersebut merupakan berita buruk yang akan mempengaruhi kondisi perusahaan di mata masyarakat. Pihak manajemen juga cenderung akan menunda penyampaian laporan keuangan yang berisi berita buruk. Perusahaan dengan kondisi rasio hutang terhadap modal yang tinggi akan terlambat dalam penyampaian pelaporan keuangannya, karena waktu yang ada digunakan untuk menekan debt to equity ratio serendah-rendahnya.
2.2. Tinjauan Penelitian Terdahulu