• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN

B. Integritas dan Obyektivitas

2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Integritas

Persepsi terhadap obyektivitas, integritas, dan independensi auditor menurut Beattie, Brandt dan Fearnley (1999) dalam Wurangian (2005:396-397) menyatakan bahwa faktor-faktor yang dapat mempengaruhi independensi auditor antara lain: (a) ketergantungan ekonomis auditor terhadap auditee, (b) tingkat persaingan yang tinggi dalam pasar audit eksternal, (c) ketentuan Non Audit Sevice (NAS), (d) fleksibilitas standar akuntansi, (e) besar kecilnya kantor akuntan publik (KAP), (f) peranan sebagai komite audit yang berperan sebagai direktur non eksekutif, (g) kepentingan keuangan pada perusahaan klien, (h) pengaruh dari direktur perusahaan yang dalam kenyataannya mengendalikan auditor yang ditunjuknya serta imbalannya, (i) ukuran klien, (j) beban perusahaan apabila terjadi penggantian auditor, (k) ketentuan pemerintah atau regulator, serta kebutuhan penggantian auditor,

xli

(l) risiko yang terjadi bagi kualitas audit yang jelek dan (m) peraturan tentang penugasan adanya fee auditor.

Dalam penelitian ini, membatasi faktor-faktor yang mempengaruhi integritas dan obyektivitas auditor yakni kualitas auditor, ukuran klien, ikatan kepentingan keuangan dan hubungan usaha dengan klien, ketaatan tehadap ketentuan, jasa non audit, audit fee, ukuran kantor akuntan publik, lamanya hubungan audit dan jangka waktu audit:

a. Kualitas Auditor

Menurut Wurangian (2005:400) kualitas auditor merupakan kemampuan profesional individu auditor dalam melakukan pekerjaanya. Disamping itu menurut Wurangian (2005:400) kualitas auditor ini diukur melalui indikator pendidikan formal atau informal, pelatihan, pengalaman, dan penguasaan ilmu diluar akuntansi (pajak, komputer, impor ekspor dan lainnya).

Kualitas auditor berarti auditor yang mempunyai keahlian yang kompeten untuk melakukan audit. Pengertian keahlian menurut Bedard (1986) dalam Murtanto dan Gudono (1999:39) adalah seseorang yang memiliki pengetahuan dan keterampilan prosedural yang luas yang ditunjukkan dalam pengalaman audit. Beberapa peneliti selanjutnya dalam Murtanto dan Gudono (1999:39) telah memasukkan unsur kemampuan (ability), pengetahuan (knowledge), dan pengalaman (experience) kedalam penelitian mereka (Bonner dan

xlii

Lewis, 1990; Libby dan Luft, 1993; Libby dan Tan, 1994; Libby, 1995).

b. Ukuran Klien

Menurut Wurangian (2005:411) ukuran klien meliputi nama besar klien dan klien dengan rata-rata aset dengan nilai yang cukup besar. Apabila akuntan publik melakukan audit terhadap klien yang mempunyai nama yang cukup besar yang dapat dikategorikan perusahaan yang sudah go public, ada kemungkinan auditor dapat lebih integritas dan obyektivitas.

c. Ikatan Kepentingan Keuangan dan Hubungan Usaha dengan

Klien

Hubungan keuangan dengan klien dapat mempengaruhi obyektivitas dan bisa mengakibatkan bahwa obyektif tidak dapat dipertahankan. Dengan adanya kepentingan keuangan seorang akuntan publik jelas berkepentingan dengan laporan audit yang akan dikeluarkan.

Ikatan hubungan usaha juga dapat diperoleh melalui kepemilikan saham pada perusahaan klien, kepemilikan tersebut baik secara langsung atau tidak langsung mungkin diperoleh melalui warisan, perkawinan dengan pemegang saham atau pengambilalihan (Resi, 2009). Dalam hal seperti itu, penugasan pemeriksaan

xliii

berhubungan tidak boleh diterima, atau dilanjutkan kecuali jika hubungan keuangan tersebut diputuskan.

Menurut Novianty dan Indra Wijaya Kusuma (2001:4) ada beberapa jenis ikatan keuangan dan hubungan usaha tersebut diantaranya selama periode perjanjian kerja atau saat menyatakan opininya, akuntan publik atau kantornya memiliki kepentingan keuangan langsung atau tidak langsung yang material di dalam perusahaan yang menjadi kliennya, memiliki utang atau piutang yang diauditnya, dan sebagainya.

d. Ketaatan terhadap Ketentuan

Adanya keharusan penggantian klien yang diaudit oleh partner tertentu dalam 3 tahun, dan 5 tahun untuk Kantor Akuntan Publik (KAP), Sistem Pengendalian Mutu Kantor Akuntan Publik (SPM KAP), pernyataan independensi bagi asisten, supervisor, manajer, partner yang mengaudit klien (Wurangian, 2005:402).

Menurut Keputusan Ketua Bapepam Nomor Kep-20/PM/2002 menyatakan pembatasan penugasan audit:

1) Pemberian jasa audit umum atas laporan keuangan klien hanya dapat dilakukan oleh kantor akuntan publik paling lama adalah lima tahun buku berturut-turut dan oleh seorang akuntan paling lama untuk tiga tahun berturut-turut,

xliv

2) Kantor akuntan publik dan akuntan dapat menerima penugasan audit kembali untuk klien tersebut setelah tiga tahun buku atau berturut-turut tidak mengaudit klien tersebut, dan

3) Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b diatas tidak berlaku bagi laporan keuangan interim yang diaudit untuk kantor akuntan publik secara umum.

e. Jasa Non Audit

Semakin besarnya peranan akuntansi pada dunia bisnis, maka dalam prakteknya kantor akuntan publik tidak hanya memberikan jasa audit dalam pelayanan mereka terhadap masyarakat. Jasa-jasa lain yang disediakan misalnya jasa perpajakan, jasa konsultasi manajemen, serta jasa akuntansi dan pembukuan (Messier, 2006). Pemberian jasa lain ini memungkinkan hilangnya integritas dan obyektivitas akuntan publik karena akuntan publik cenderung memihak kepada kliennya.

Ketika auditor mempertimbangkan peraturan yang berhubungan pada jasa non audit dan independensi, maka memerlukan pemahaman mengenai pengaplikasian peraturan yang berbeda untuk perusahaan auditor yang publik dengan perusahaan auditor yang privat (Elder, Beasly dan Arens, 2006:120). Disamping itu, menurut Cosseral (2005:19) bahwa pendapatan jasa konsultasi manajemen merupakan proporsi yang signifikan dari total pendapatan atas banyak akuntansi.

xlv

Audit fee adalah imbalan yang diterima dari suatu kantor akuntan publik dari klien tertentu. Audit fee mungkin merupakan sebagian kecil dari total pandapatan kantor akuntan publik tersebut, karena meskipun pendapatan atau imbalan atas jasa audit bukan satu-satunya sumber pendapatan dari sebuah kantor akuntan, namun imbalan dari klien tertentu dapat menjadi bagian yang besar bahkan terbesar dari total pendapatannya. Sebaliknya, imbalan dari klien tertentu mungkin saja tidak signifikan dan merupakan bagian kecil dari total pendapatan kantor akuntan.

Menurut Novianty dan Indra Wijaya (2001:5) audit fee yang jumlahnya besar kemungkinan akan mengakibatkan berkurangnya independensi akuntan publik. Hal ini disebabkan oleh beberapa alasan, yaitu: (1) kantor akuntan yang melakukan audit merasa tergantung pada klien sehingga cenderung segan untuk menentang kehendak klien, (2) jika tidak memberikan opini yang sesuai dengan keinginan klien, kantor akuntan merasa khawatir akan kehilangan kliennya mengingat pendapatan yang akan diterima realtif besar.

Menurut Pernyataan Etika Profesi Nomor: 1 dalam Mulyadi dan Kanak Puradiredja (1998:349) Auditor harus memperhatikan imbalan jasa professional diantaranya adalah:

a. Imbalan jasa profesional tidak boleh tergantung pada hasil atau temuan audit,

xlvi

b. Akuntan publik tidak boleh mendapatkan klien yang telah diaudit oleh kantor akuntan publik lain dengan cara menawarkan atau menjanjikan imbalan yang jauh lebih rendah,

c. Jika klien belum membayar imbalan jasa seorang akuntan publik sejak beberapa tahun lalu (lebih dari 1 tahun), maka dapat dianggap bahwa akuntan publik tersebut memberikan pinjaman kepada kliennya, dan hal tersebut dapat mempengaruhi integritas dan obyektivitasnya, d. Jika akuntan publik bertindak sebagai financial consultant dari suatu

perusahaan yang akan go public, maka akuntan publik tidak boleh menentukan imbalan jasa profesionalnya berdasarkan persentase tertentu dari hasil emisi saham, dan

e. Seorang akuntan publik tidak boleh memberikan jasa profesionalnya tanpa menerima imbalan, kecuali untuk yayasan ( non-profitorganization).

Halim (2001:89) membagi beberapa cara dalam penetapan fee

audit, yaitu: 1) Per Diem Basis

Pada cara ini fee audit ditentukan dengan dasar waktu yang digunakan oleh tim auditor pertama kali per jam ditentukan, kemudian dikalikan dengan jumlah waktu atau jam yang dihabiskan oleh tim.

xlvii

Pada cara ini fee audit dihitung sekaligus secara borongan tanpa memperhatikan waktu audit yang dihabiskan, yang penting pekerjaan terselesaikan sesuai dengan aturan atau perjanjian.

3) Maksimum Fee Basis

Cara ini merupakan gabungan dari kedua cara diatas. Pertama kali tentukan tarif per jam, kemudian dikalikan dengan jumlah waktu tertentu, tetapi dengan batasan maksimum.

Selain itu, Halim (2001:89) mengungkapkan beberapa faktor penentu besarnya fee audit, yaitu:

1) Karakteristik keuangan, seperti tingkat penghasilan, laba, aktiva, modal dan lain-lain,

2) Lingkungan, seperti persaingan, pasar tenaga profesional dan lainnya,

3) Karakteristik operasi, seperti jenis industri, jumlah lokasi perusahaan, jumlah lini produk dan sebagainya, dan

4) Kegiatan eksternal auditor, seperti pengalaman, tingkat koordinasi dengan internal auditor.

g. Ukuran Kantor Akuntan Publik (KAP)

Elder, Beasly dan Arens (2008:27) mengakategorikan ukuran KAP menjadi empat sebagimana diadopsi oleh Jusuf (1997: 11), yaitu: 1) Kantor akuntan publik internasional “Big Four”,

2) Kantor akuntan publik nasional,

xlviii 4) Kantor akuntan publik lokal kecil.

Menurut Hendarjatno dan Budi Rahardja (2003:121) menyatakan bahwa KAP besar adalah KAP yang melaksanakan audit pada perusahaan-perusahaan go public, sedangkan KAP kecil adalah KAP yang tidak melaksanakan audit pada perusahaan go public.

h. Lamanya Hubungan Audit

Menurut Supriyono (1988:52) lamanya penugasan audit seorang partner kantor akuntan publik pada klien tertentu digolongkan menjadi dua, yaitu: 1) lima tahun atau kurang dan 2) lebih dari lima tahun. Penugasan audit lebih dari lima tahun dianggap dapat mempengaruhi integritas dan obyektivitas secara negatif karena jangka waktu tersebut dianggap terlalu lama

i. Jangka Waktu audit

Jangka waktu audit meliputi jangka waktu pemeriksaan yang disesuaikan dengan kebutuhan klien (kapan suatu laporan keuangan auditan diumumkan atau harus diserahkan kepada instansi tertentu yang berwenang sehingga mempengaruhi auditor untuk dapat membuat prosedur audit yang cepat dan tepat tanpa risiko dikemudian hari) (Wurangian, 2005:411).

Dokumen terkait