• Tidak ada hasil yang ditemukan

2 TINJAUAN PUSTAKA

2.3 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kekuatan Papan Komposit

Menurut Maloney (1993), faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kekuatan papan adalah : spesies kayu, tipe bahan baku, tipe perekat, kadar air dan distribusi, kadar air mat, zat aditif yang digunakan, gradasi ukuran partikel, gradasi kerapatan, kerapatan papan dan orientasi partikel.

Menurut Nemli et al. (2005), kadar air lapik, penggunaan limbah, kadar perekat dan waktu kempa berpengaruh terhadap sifat fisik dan mekanik papan, juga terhadap kehalusan permukaan papan.

Jenis Kayu

1. Kerapatan

Maloney (1993), menyatakan bahwa kayu berkerapatan rendah dapat dipadatkan menjadi papan partikel berkerapatan sedang dengan lebih terjaminnya terjadi kontak antar partikel yang cukup selama pengempaan panas berlangsung sehingga dapat menghasilkan rekatan yang baik.

2. Asiditas

Umumnya kayu yang digunakan mempunyai pH asam (4,0-4,5), sementara hampir semua perekat dikondisikan pada pH netral, sehingga dibutuhkan penambahan katalis untuk mempercepat terjadinya curing.

3. Kadar Air (KA)

Jenis kayu dengan KA yang tinggi menyusahkan dalam pembuatan dan membutuhkan energi yang lebih besar untuk pengeringan. Pada kayu dengan KA yang sangat rendah akan memberikan sifat partikel yang sebaliknya.

4. Ekstraktif

Ekstraktif dapat menyebabkan beberapa masalah dalam pembuatan papan partikel, di antaranya menghambat dalam penyerapan dan pengerasan perekat, mengurangi sifat tahan air dari papan dan dapat menimbulkan blowing pada waktu pengempaan panas.

Perekat

Penggunaan tipe perekat dan jumlah perekat yang berbeda akan menghasilkan papan dengan kualitas yang berbeda. Semakin tinggi jumlah perekat yang digunakan, kualitas papan yang dihasilkan akan semakin baik.

Zat Aditif

Maloney (1993) mengatakan bahwa penggunaan parafin pada kadar 0,5-1% di dalam pembuatan papan dapat memperbaiki daya tahan terhadap air dan stabilitas

dimensi papan. Parafin (C25H52) umumnya berwarna putih, tidak berbau, berasa

tawar, titik leleh 47-64oC dengan kerapatan 0,93 g/cm3. Parafin ini tidak larut dalam

air tapi larut dalam ether, benzen dan esther (Wikipedia, 2007).

Menurut Carll (1996), parafin mempunyai struktur microcrystallin yang mengandung minyak, dimana minyak ini dapat berpindah ke permukaan papan dan melapisi papan tersebut sehingga papan lebih tahan terhadap air.

Hsu et al. (1990) diacu dalam Muehl dan Krzysik (1997), menyatakan bahwa penambahan parafin akan menurunkan pengembangan tebal dan cenderung meningkatkan sifat mekanis papan, tetapi efeknya tidak secara proporsional dengan penambahan kandungan parafin. Sementara penelitian oleh Youngquist et al. (1990) dalam Muehl dan Krzysik (1997), melaporkan bahwa hasil pengujian perendaman 24 jam, dengan adanya peningkatan kandungan resin dan parafin umumnya menurunkan daya serap air dan pengembangan tebal, tetapi menurunkan sifat mekanis papan (bending properties). Hasil penelitian Muehl dan Krzysik (1997) dengan penggunaan parafin pada kadar 0%, 0,8% dan 1,6% menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan signifikan secara statistik pengaruh peningkatan kadar parafin terhadap MOE dan MOR papan.

Penelitian oleh Winistorfer et al. (1992) yang diacu dalam Muehl dan Krzysik (1997) dengan pemakaian parafin pada berbagai kadar yaitu 0,5%, 1% dan 1,5% berdasarkan BKT, memperlihatkan bahwa pemakaian parafin menurunkan kualitas rekatan, tetapi semakin tinggi kadar parafin yang digunakan, penurunan daya serap

air, penurunan pengembangan tebal dan penurunan pengembangan linier juga semakin tinggi pula.

Kadar Air dan Distribusi

Kadar air dan keseragaman kadar air lapik sangat menentukan sifat akhir papan yang dihasilkan. Jika kadar air pada bagian permukaan tinggi dan pada bagian tengah (core) rendah, akan terjadi kerapatan papan yang lebih tinggi pada bagian permukaan dibandingkan bagian tengah papan, sehingga menghasilkan papan dengan kekuatan tekan dan kekakuan yang tinggi tetapi keteguhan rekat yang rendah. Sebaliknya jika kadar air lebih tinggi pada bagian core akan menghasilkan papan dengan kerapatan yang tinggi pada bagian core sehingga papan tersebut mempunyai keteguhan rekat yang tinggi tetapi kekuatan tekan dan kekakuan yang rendah (Maloney, 1993).

Menurut Chelak dan Newman (1991), pada kadar air yang rendah, partikel kayu membutuhkan proses pengeringan yang lebih lama dan atau temperatur yang lebih tinggi sehingga partikel lebih kering dan mempunyai temperatur yang lebih tinggi (surface tempering). Hal tersebut dapat mengakibatkan tidak terjadinya ikatan hydrogen sehingga berkurangnya natural bonding. Kadar air yang lebih tinggi juga mengakibatkan struktur selulosa lebih plastis sehingga mudah untuk terjadinya kontak antar serat. Hal tersebut dapat meningkatkan kekuatan ikatan secara alami (natural bonding).

Dalam proses pembentukan kayu seperti pelengkungan atau pemadatan, dinding sel kayu harus bersifat lunak atau plastis sehingga lebih mudah di bentuk (Wardhani, 2005). Plastisasi dinding sel dapat dilakukan dengan berbagai cara , baik secara kimiawi, fisik atau kombinasi keduanya. Secara kimia dapat dilakukan dengan perendaman dengan bahan kimia, dan secara fisik dapat dilakukan dengan peningkatan kadar air atau pemberian panas. Dinding sel kayu merupakan komposit dengan serat sebagai tulangan yang terdiri dari beberapa lapisan yang heterogen, baik struktur maupun komposisi kandungan kimianya. Komponen utama penyusun

dinding sel adalah rantai selulosa yang tergabung membentuk satu ikatan dan mempunyai arah orientasi yang sama disebut mikrofibril. Tiap lapisan dinding sel mempunyai arah mikrofibril yang berbeda, yang diselubungi oleh matrik berupa lignin dan hemiselulosa (Dwianto et al., 1998 diacu dalam Wardhani, 2005). Molekul air yang masuk ke kayu tidak dapat masuk ke daerah kristalin mikrofibril tetapi berikatan denagn matrik dan ruang antara matrik-mikrofibril serta bertindak sebagai agen pengembang dan plasticizer.

Ketika kayu dipanaskan dalam kondisi basah maka terjadi pelunakan komponen matrik sehingga terjadi plastisasi dinding sel, sedangkan mikrofibril selulosa tetap dalam keadaan gelas karena mikrofibril hampir tidak terpengaruh oleh lembab dan panas. Pengempaan kayu basah atau kadar air tinggi dapat menyebabkan terjadinya tekanan hidrostatis pada bagian tengah kayu yang berakibat kerusakan tekan. Sedangkan jika kadar air terlalu rendah, diperlukan waktu yang lama untuk proses plastisasi.

Kerapatan Papan

Kerapatan papan merupakan faktor yang sangat mempengaruhi kekuatan papan. Semakin tinggi kerapatan papan, kekuatan papan semakin baik kecuali pengembangan tebal dan pengembangan linier karena pada umumnya kayu pada papan partikel berkerapatan tinggi akan mempunayi pengembangan yang lebih tinggi setelah menyerap air/uap air.

Tipe dan geometri partikel

Berbagai penelitian yang dirangkum oleh Maloney (1993), menunjukkan bahwa bentuk dan ukuran partikel sangat mempengaruhi kekuatan papan yang dihasilkan. MOR dan MOE papan meningkat dengan bertambahnya ukuran (tebal dan panjang) partikel sampai titik tertentu dan jika tebal dan panjang partikel semakin bertambah, kekuatan papan akan menurun.