• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II. LANDASAN TEORI

B. Konsep Diri

2. Faktor-faktor yang mempengaruhi konsep diri

Konsep diri tidak terbentuk secara spontan sewaktu individu lahir, akan tetapi konsep diri terbentuk seiring dengan perkembangan dan proses belajar sepanjang hidup individu. Willey (dalam Calhoun dan Acocella, 1995) mengemukakan bahwa dalam perkembangan konsep diri individu sumber informasi yang digunakan adalah interaksi individu dengan orang lain disekitar individu. Seperti halnya diungkapkan oleh Argyle (dalam Hardy dan Heyes, 1988) bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi pembentukan dan perkembangan konsep diri individu meliputi 4 faktor yaitu:

a. Perbandingan dengan dengan orang lain.

Konsep diri tergantung pada cara individu dalam membandingkan dirinya dengan orang lain yang serupa dengan dirinya. Individu akan membandingkan semua hal yang terdapat dalam dirinya dengan orang lain yang memiliki kesamaan dengan dirinya, misalnya seorang anak perempuan cenderung akan membandingkan dirinya dengan saudara perempuannya ataupun teman perempuannya mengenai hal yang dimilikinya mulai dari perilaku hingga penampilan.

b. Reaksi dari orang lain.

Reaksi yang memiliki pengaruh terhadap pembentukan konsep diri individu adalah reaksi yang berasal dari orang terdekat dilingkungan sekitar yang memiliki arti penting bagi individu seperti orang tua, sahabat

commit to user

dan guru. Orang tua merupakan kontak sosial yang paling awal dialami oleh seorang anak. Sesuatu yang diberikan oleh orang tua akan lebih mengena dalam diri anak hingga dewasa dibandingkan dengan sesuatu yang diberikan oleh orang lain.

c. Peranan seseorang.

Individu memiliki gambaran diri yang berbeda antara individu satu dengan individu yang lainnya, melalui penggambaran ini individu memainkan peranannya. Harapan dan pengalaman yang berkaitan dengan perbedaan peran tersebut memiliki pengaruh terhadap konsep diri individu. Individu akan menggabungkan lebih banyak peran dalam konsep dirinya seiring dengan perkembangan yang dialami individu tersebut.

d. Identifikasi dengan orang lain.

Pada dasarnya individu ingin memiliki beberapa sifat dari orang lain yang dikaguminya. Pada umumnya individu melakukan identifikasi dengan orang lain yang berjenis kelamin sama dengan dirinya. Anak-anak khususnya mengagumi orang dewasa dan seringkali mencoba untuk menjadi pengikut dari orang dewasa tersebut dengan meniru beberapa nilai, keyakinan, dan perbuatan.

Calhoun dan Acocella (1995) mengemukakan bahwa individu dengan konsep diri positif lebih dapat menerima keadaan yang sebenarnya mengenai dirinya, dalam hal ini penerimaan diri berarti individu mengenal dengan baik dirinya sendiri dan dapat menerima dirinya sendiri secara apa adanya yang meliputi kelebihan dan kekurangannya. Individu dengan konsep diri positif lebih

commit to user

dapat menerima dan memahami berbagai fakta tentang dirinya. Secara pribadi individu dapat menyerap semua informasi dari luar, sehingga tidak satupun dari informasi tersebut yang menjadi ancaman bagi dirinya.

Individu yang memiliki konsep diri positif ditandai dengan lima hal, yakni :

a. Individu yakin akan kemampuannya dalam mengatasi suatu masalah. Individu dalam menghadapi suatu masalah akan berusaha untuk mengatasi masalahnya tersebut dengan berbagai macam cara.

b. Individu merasa setara dengan orang lain. Artinya individu merasa bahwa dirinya layak untuk disejajarkan dengan orang lain dalam hal apapun dan individu merasa bahwa hasil dari pemikirannya patut untuk diperhitungkan.

c. Individu menerima pujian tanpa rasa malu. Individu akan menerima pujian sebagai penghargaan atas hasil kerjanya ataupun hasil pemikirannya, sehingga pujian tersebut dijadikan motivasi bagi individu untuk lebih baik kedepannya.

d. Individu sadar bahwa setiap orang memiliki berbagai perasaan, keinginan, dan perilaku yang tidak seluruhnya disetujui orang lain. Artinya individu dapat menyesuaikan diri dengan baik sesuai dengan harapan dan kebutuhan orang lain.

e. Individu mampu memperbaiki dirinya dengan cara berusaha untuk merubah perilaku yang menurutnya tidak diharapkan oleh orang lain. Hal tersebut berarti individu dapat menghadapi sesuatu yang menjadi

commit to user

tantangan bagi dirinya, karena merubah perilaku tersebut merupakan tantangan bagi individu agar dapat diterima oleh orang lain.

Konsep diri individu tidak selamanya positif. Sebagai perbandingan diungkapkan oleh Brooks dan Emmert (dalam Jalaludin, 2005) empat tanda orang yang memiliki konsep diri negatif, yakni :

a. Peka terhadap kritik. Individu tersebut tidak tahan dengan kritik yang diterimanya, mudah marah, dan mudah naik pitam. Bagi individu tersebut koreksi atau kritik dari orang lain seringkali dipandang sebagai usaha untuk menjatuhkan harga dirinya.

b. Responsif terhadap pujian. Individu tidak dapat menyembunyikan rasa senangnya pada waktu menerima pujian. Bersamaan dengan kesenangan terhadap pujian, maka individu cenderung akan bersikap hiperkritis terhadap orang lain dan cenderung untuk meremehkan sesuatu yang dihasilkan oleh orang lain.

c. Cenderung akan merasa tidak disukai orang lain. Individu akan merasa tidak diperhatikan, karenanya individu akan bereaksi pada orang lain sebagai musuh, sehingga tidak dapat melahirkan kehangatan dan keakraban persahabatan. Individu akan menganggap dirinya sebagai korban dari sistem sosial yang tidak benar.

d. Bersikap pesimis terhadap kompetisi. Hal tersebut terungkap dalam keengganan individu untuk bersaing dengan orang lain dalam membuat prestasi.

commit to user

Calhoun dan Acocella (1995) menjelaskan bahwa individu dengan konsep diri negatif hanya mengetahui sedikit mengenai dirinya. Ada dua jenis konsep diri negatif, yakni persepsi individu tentang dirinya yang tidak teratur, dalam hal ini individu tidak memiliki perasaan kestabilan dan keutuhan diri. Individu tersebut tidak mengetahui yang menjadi kelemahan ataupun kekuatan dalam dirinya. Jenis yang lainnya adalah konsep diri yang terlalu stabil dan terlalu teratur atau dapat dikatakan kaku. Individu dengan konsep diri tersebut memiliki citra diri yang cenderung terlalu stabil dan sulit untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan sekitarnya.

3. Aspek-aspek Konsep Diri

Konsep diri merupakan faktor yang dipelajari dan terbentuk dari pengalaman individu dalam berhubungan dengan dunia luar. Pudjijogyanti (1995) mengungkapkan bahwa konsep diri terbentuk dari proses individu menerima tanggapan yang diberikan oleh individu lain, selanjutnya tanggapan tersebut dijadikan cermin bagi individu untuk menilai dan memandang dirinya sendiri. Saat individu lahir kemudian menginjak tahun pertamanya orang tua atau anggota lain didalam keluarga merupakan orang yang pertama kali dikenal oleh individu, dengan demikian individu akan menerima tanggapan pertama adalah dari lingkungan keluarga. Proses ini akan terus berlanjut hingga individu mampu untuk melepas ketergantungannya pada keluarga dan berhubungan dengan lingkungan yang lebih luas. Konsep diri yang terbentuk dalam diri individu memiliki beberapa aspek yang terkandung didalamnya. Berzonsky (dalam Miftah dan Usmi, 2006) mengungkapkan bahwa aspek dari konsep diri antara lain :

commit to user

a. Aspek fisik, yakni cara penilaian individu terhadap segala sesuatu yang terlihat mata yang dimilikinya seperti tubuh, uang, dan barang. b. Aspek sosial, yakni tentang peranan sosial yang dimainkan individu

serta tentang penilaian individu terhadap kinerja peran tersebut.

c. Aspek moral, meliputi nilai dan prinsip yang memberikan arti serta arah bagi kehidupan individu.

d. Aspek psikis, meliputi pikiran, perasaan dan sikap individu terhadap dirinya sendiri.

Pendapat lain dikemukakan oleh Burns (1993) bahwa konsep diri individu mengandung aspek-aspek antara lain yaitu:

a. Identitas yakni keadaan diri individu, dalam hal ini identitas merupakan pandangan individu secara keseluruhan mengenai dirinya. b. Kepuasan yakni perasaan individu dalam merasakan tentang dirinya

yang dipersepsikan.

c. Tingkah laku yakni cara individu mempersepsikan tingkah lakunya sendiri.

d. Diri fisik yakni cara individu dalam memandang kesehatan tubuh dan penampilanya.

e. Diri pribadi meliputi gambaran yang dimiliki individu mengenai tercapainya pribadi yang memadai.

f. Diri sosial meliputi gambaran yang dimiliki individu mengenai interaksi sosialnya dengan orang lain.

commit to user

Calhoun dan Acocella (1995) mengemukakan bahwa konsep diri merupakan gambaran mental yang dimiliki individu. Gambaran mental yang dimiliki oleh individu memiliki tiga aspek yakni :

a. Pengetahuan individu mengenai dirinya sendiri. Pengetahuan dalam hal ini merupakan pengetahuan yang dimiliki individu mengenai sesuatu yang individu ketahui tentang dirinya yang mengacu pada istilah kuantitas yakni usia, jenis kelamin, pekerjaan, serta mengacu pada istilah kualitas yakni individu yang baik hati, egois, tenang, dan memiliki temperamen tinggi.

b. Pengharapan individu mengenai dirinya sendiri di masa yang akan datang. Pengharapan tersebut meliputi pandangan individu mengenai segala sesuatu yang mungkin didapat oleh individu di masa mendatang. Pengharapan yang dimiliki individu berbeda antara individu satu dengan individu yang lainnya.

c. Penilaian individu terhadap dirinya sendiri. Penilaian tersebut meliputi pengukuran individu terhadap dirinya mengenai keadaan saat ini dengan sesuatu yang menurutnya dapat terjadi pada dirinya. Dalam hal ini individu berfungsi sebagai penilai terhadap dirinya sendiri. Melalui beberapa uraian diatas dapat dikatakan bahwa konsep diri memiliki beberapa aspek, yakni aspek fisik dari individu mencakup sesuatu kasat mata yang dimiliki oleh individu, aspek moral individu mencakup seluruh nilai dan prinsip yang mengarahkan kehidupan individu, aspek psikologis individu meliputi seluruh penilaian individu terhadap dirinya

commit to user

sendiri, dan peranan sosial yang dimainkan oleh individu dalam lingkungan sekitarnya maupun dalam masyarakat luas.

4. Komponen dalam Konsep Diri

Konsep diri merupakan bentuk keyakinan seseorang terhadap dirinya sendiri yang juga mempengaruhi sikap dan perilaku seseorang. Konsep diri memiliki beberapa komponen menurut Fitts (1996), yakni sebagai berikut:

a. Diri secara fisik

Merupakan gambaran kebanggaan individu akan citra tubuh yang terlihat maupun keseluruhan pribadinya. Hal tersebut menggambarkan pandangan individu terhadap keadaan fisiknya dan hal lain yang berhubungan dengan citra fisik individu, seperti kesehatan, penampilan, ketampanan.

b. Diri secara pribadi

Merupakan harapan ideal individu terhadap jangkauan hidup dan kehidupannya atau kemungkinan diri individu akan menjadi seperti yang diinginkan individu tersebut dan harapan tersebut merupakan aspirasi setiap individu. Hal ini merupakan gambaran penilaian individu dalam merasakan sebagai diri yang kuat dan menggambarkan pilihan terhadap kepribadian individu terlepas dari penilaian terhadap tubuh dan hubungan individu dengan orang lain disekitarnya.

c. Diri secara keluarga

Merupakan gambaran kebanggaan individu terhadap citra orang tua, ayah, ibu, serta anggota keluarga lainnya seperti sanak saudaranya.

commit to user

Hal ini menggambarkan persepsi diri individu dalam kaitannya dengan kelompok primer seperti keluarga dan teman dekatnya.

d. Diri secara sosial

Merupakan gambaran kebanggaan individu terhadap citra kelompok sosial yang didalamnya individu tersebut terkait dalam komitmen kelompok. Hal tersebut menggambarkan persepsi diri individu dalam kaitannya dengan interaksi sosial individu dengan orang lain.

e. Diri secara etika moral

Merupakan gambaran individu mengenai hubungan yang terjalin antara individu dengan Tuhan dan peraturan atau norma hidup yang berlaku dalam masyarakat.

Melalui uraian yang telah dipaparkan, dapat dikatakan bahwa komponen-komponen konsep diri yang mempengaruhi terbentuknya konsep diri pada setiap individu adalah diri secara fisik, diri secara pribadi, diri secara keluarga, diri secara sosial, dan diri secara etika moral.

5. Arti Penting Konsep Diri dalam Menentukan Perilaku

Perilaku yang timbul pada diri individu tidak lepas dari konsep diri yang terkandung dalam diri individu tersebut. Pudjijogyanti (1995) mengungkapkan bahwa konsep diri mempunyai peranan penting dalam menentukan perilaku individu. Penggambaran diri individu akan tampak dari keseluruhan perilaku yang timbul. Hal tersebut berarti bahwa perilaku individu akan sesuai dengan cara individu dalam memandang dirinya sendiri. Pudjijogyanti (1995) mengemukakan

commit to user

tiga alasan yang dapat menjelaskan peran penting konsep diri dalam menentukan perilaku individu, yakni :

a. Konsep diri memiliki peranan dalam mempertahankan keselarasan batin (inner consistency). Alasan tersebut berawal karena pada dasarnya individu berusaha mempertahankan keselarasan batinnya, apabila timbul perasaan, pikiran, atau persepsi pada diri individu yang tidak seimbang atau saling bertentangan maka akan terjadi situasi psikologis yang kurang menyenangkan. Selanjutnya individu akan mengubah perilakunya untuk menghilangkan ketidakselarasan tersebut.

b. Seluruh sikap dan pandangan individu terhadap dirinya mempengaruhi individu tersebut dalam menafsirkan pengalamannya. Setiap individu akan memiliki pandangan yang berbeda dalam menafsirkan sebuah kejadian yang terjadi dihadapannya karena masing-masing individu memiliki sikap dan pandangan yang berbeda terhadap dirinya sendiri. Penafsiran positif ataupun negatif pada sebuah kejadian dipengaruhi oleh sikap dan cara individu dalam memandang keadaan dirinya.

c. Konsep diri turut menentukan harapan dalam diri individu. Pengharapan individu tersebut merupakan inti dari konsep diri. Seperti halnya yang diungkapkan oleh McCandless (dalam Pudjijogyanti, 1995) bahwa konsep diri merupakan kesatuan harapan serta penilaian perilaku yang merujuk kepada harapan individu tersebut.

Pudjijogyanti (1995) mengemukakan bahwa konsep diri mempunyai peranan penting dalam menentukan perilaku individu. Mengenai cara individu

commit to user

dalam memandang dirinya akan tampak dari keseluruhan perilaku, dapat dikatakan bahwa perilaku individu akan sesuai dengan cara individu memandang dirinya sendiri. Apabila individu memandang negatif terhadap dirinya dalam menghadapi suatu masalah dengan beranggapan bahwa individu tersebut tidak memiliki cukup kemampuan untuk menyelesaikan masalah tersebut, maka seluruh perilakunya akan menunjukkan ketidakmampuan dalam menghadapi permasalahan tersebut.

Berdasarkan uraian diatas dapat dikatakan bahwa perilaku individu ditentukan serta diarahkan oleh konsep diri yang dimiliki oleh individu tersebut. Pengarahan perilaku individu merupakan peran dari konsep diri yang ditunjukkan dengan kenyatan bahwa individu berusaha untuk memperoleh keseimbangan dalam dirinya, individu juga dihadapkan pada pengalaman dalam kehidupannya, serta individu dipenuhi kebutuhannya untuk tercapainya suatu prestasi.

C. Kepercayaan Diri 1. Pengertian Kepercayaan Diri

Setiap individu memiliki keyakinan atau kepercayaan sendiri terhadap sesuatu yang dimiliki dalam dirinya, disamping itu juga terhadap sesuatu yang dapat dilakukan oleh individu untuk orang lain dilingkungan sekitarnya. Thursan (2002) secara sederhana menggambarkan rasa percaya diri sebagai suatu keyakinan individu terhadap segala aspek kelebihan yang dimilikinya dan keyakinan tersebut membuat individu merasa memiliki kemampuan untuk dapat mencapai berbagai tujuan dalam hidupnya. Rasa percaya diri tersebut merupakan

commit to user

keyakinan diri yang mendorong individu untuk meraih segala sesuatu yang menjadi cita-citanya. Gould dan Weinberg (dalam Marko dan Monty, 2005) menjelaskan bahwa rasa percaya diri merupakan keyakinan yang dimiliki individu mengenai kemampuan dirinya dalam mencapai suatu keberhasilan. Kepercayaan diri merupakan milik pribadi individu yang penting dan turut menentukan dalam kebahagiaan hidup individu tersebut. Hal serupa diungkapkan oleh Waterman (dalam Wisjnu, 1991) bahwa individu dengan kepercayaan diri yang baik merupakan individu yang dapat bekerja secara efektif dan melaksanakan tugas dengan baik, serta memiliki rencana terhadap masa depannya. Individu yang tidak memiliki kepercayaan diri akan tumbuh menjadi individu yang tidak kreatif dan tidak produktif. Hal serupa diungkapkan oleh Mastuti dan Aswi (2008) bahwa kepercayaan diri adalah sikap positif individu yang membuat dirinya mampu untuk mengembangkan penilaian positif, baik terhadap diri sendiri maupun terhadap lingkungan sekitar individu ataupun situasi yang sedang dihadapi. Hal tersebut menggambarkan bahwa kepercayaan diri merupakan pandangan positif individu terhadap kemampuannya dalam menghadapi semua masalah dalam hidupnya.

Angelis (dalam Ana dkk, 2006) menjelaskan bahwa kepercayaan diri berawal dari tekad pada diri sendiri untuk melakukan segala hal yang diinginkan ataupun segala hal yang dibutuhkan dalam hidup, dan kepercayaan diri individu terbina dari keyakinan individu terhadap dirinya sendiri. Keyakinan individu pada diri sendiri terhadap kemampuan untuk mencari penyelesaian dari masalah yang dihadapi, serta sikap positif yang didasari pada keyakinan mengenai kemampuan

commit to user

yang dimiliki individu. Selanjutnya White (2009) mengungkapkan bahwa kepercayaan diri individu meliputi tiga hal yakni keyakinan terhadap tercapainya suatu prestasi, ketekunan, dan kesadaran terhadap diri sendiri mengenai segala sesuatu yang ada dalam dirinya.

Adler (dalam Lauster, 1997) menjelaskan bahwa kebutuhan manusia yang paling penting adalah kebutuhan akan kepercayaan terhadap diri sendiri, karena dengan kepercayaan terhadap diri sendiri manusia akan mampu untuk mencapai sesuatu yang diinginkan dan sesuatu yang dibutuhkan. Melalui kepercayaan diri yang dimiliki individu mampu memahami kebutuhan diri yang seharusnya dipenuhi untuk mencapai sesuatu yang diinginkan. Anthony (dalam Ana dkk, 2006) menyatakan bahwa kepercayaan diri merupakan sikap positif pada diri individu dalam menerima dirinya sesuai dengan kenyataan, mengembangkan kesadaran diri, berpikir positif terhadap diri sendiri, memiliki kemandirian, dan mampu untuk mencapai segala sesuatu yang diinginkan. Individu yang memiliki kepercayaan diri akan berusaha untuk mencapai segala sesuatu yang menjadi harapan serta cita-citanya. Tina dan Sri (1998) mengungkapkan bahwa kepercayaan diri merupakan aspek kepribadian individu yang berfungsi dalam pengaktualisasian potensi yang dimiliki individu tersebut. Selanjutnya Anita (2003) menjelaskan bahwa individu yang memiliki percaya diri merasa mampu untuk menyelesaikan suatu pekerjaan yang diserahkan kepadanya dan masalah yang ada dihadapannya serta mampu untuk mengambil keputusan. Individu tersebut mampu mempertimbangkan berbagai pilihan untuk mencari solusi dari berbagai tantangan yang menghadangnya.

commit to user

Berdasarkan uraian di atas dapat dikatakan bahwa kepercayaan diri merupakan suatu keyakinan dalam diri individu terhadap segala aspek yang terdapat dalam dirinya. Keyakinan tersebut membuat individu merasa mampu untuk dapat mencapai segala tujuan dalam hidupnya, merasa mampu dalam menghadapi berbagai tantangan yang ada dihadapannya, serta mampu menumbuhkan sikap positif dalam menghadapi segala masalah dalam hidupnya.

2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Terbentuknya Kepercayaan Diri Rasa percaya diri yang dimiliki oleh individu tidak terbentuk dengan sendirinya, akan tetapi berkaitan dengan kepribadian individu secara keseluruhan. Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi terbentuknya kepercayaan diri individu, yakni:

a. Keadaan fisik

Sumadi Suryabrata (1984) mengungkapkan bahwa bila individu memiliki keadaan jasmani yang kurang sempurna, maka muncul perasaan dalam diri individu bahwa dirinya kurang berharga untuk dibandingkan dengan orang lain. Perasaan yang demikian dapat disebut sebagai rasa rendah diri. Hal serupa diungkapkan Lauster (1997) bahwa ketidakmampuan fisik dapat menyebabkan rasa rendah diri yang terlihat dengan jelas. Perasaan rendah diri tersebut selanjutnya menyebabkan individu menjadi kurang percaya diri. Individu yang memiliki fisik yang menurutnya kurang sempurna, cenderung akan merasa dikucilkan dari lingkungannya dan hal tersebut yang membuat individu cenderung untuk menarik diri dari pergaulan, misalnya menjadi pendiam dan penyendiri.

commit to user b. Harga diri

Harga diri menurut Neill (2005) adalah perasaan positif individu terhadap dirinya, perasaan individu terhadap sesuatu yang dimilikinya yang dirasakan memiliki nilai atau berharga, dan sikap individu dalam meyakini bahwa terdapat sesuatu yang bernilai, bermartabat atau berharga di dalam dirinya. Thursan (2002) menjelaskan bahwa individu yang memiliki harga diri yang tinggi cenderung memiliki kepercayaan diri yang tinggi pula. Melalui harga diri yang tinggi, individu akan dapat mengaktualisasi potensi yang ada dalam dirinya. Pengaktualisasian potensi tersebut dapat berdampak positif, maka akan meningkatkan kepercayaan diri individu, sebaliknya dapat berdampak negatif yang selanjutnya menimbulkan rasa rendah diri dan dapat membuat individu mudah tersinggung, sehingga individu akan menjauhi pergaulan dengan orang lain, menyendiri, tidak berani mengemukakan pendapat, dan tidak berani bertindak. Lama kelamaan hal tersebut dapat menyebabkan hilangnya kepercayaan diri individu.

c. Tingkat pendidikan

Monks (1994) menyatakan bahwa tingkat pendidikan memiliki pengaruh dalam menentukan kepercayaan diri. Semakin tinggi tingkat pendidikan individu, maka semakin banyak yang telah dipelajari individu berarti individu semakin mengenal dirinya baik kelebihan maupun kekurangannya sehingga individu mampu dalam menentukan standar keberhasilannya. Thursan (2002) menambahkan bahwa tingkat pendidikan formal dapat

commit to user

menjadi salah satu alat utama yang menentukan tinggi rendahnya status sosial individu, selain itu adanya gelar-gelar yang dapat diperoleh oleh individu yang telah menamatkan pendidikan tinggi tertentu juga turut menentukan semakin tingginya status sosial pada diri individu. Anthony (dalam Ana dkk, 2006) menyatakan bahwa individu yang memiliki tingkat pendidikan yang tinggi akan mampu memenuhi tantangan hidup dengan penuh percaya diri serta memperhatikan sesuatu dari sudut pandang kenyataan.

Berdasarkan uraian di atas dapat dikatakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi terbentuknya kepercayaan diri individu adalah keadaan fisik dari inidividu, harga diri dari individu, dan tingkat pendidikan yang telah dicapai oleh individu.

3. Aspek-aspek Kepercayaan Diri

Kepercayaan diri yang terdapat dalam diri individu memiliki beberapa aspek yang terkandung didalamnya. Lauster (1997) mengemukakan aspek-aspek kepercayaan diri, yakni:

a. Keyakinan terhadap kemampuan diri, yakni sikap individu tentang dirinya yang mengerti dengan baik terhadap tindakan yang dilakukannya. Hal tersebut berarti bahwa individu mengerti mengenai tindakan yang harus dilakukan dalam menghadapi tantangan hidup. Tercermin dari sikap individu yang berhati-hati, ketidaktergantugan, toleransi terhadap orang lain, dan memiliki cita-cita.

commit to user

b. Optimis, yakni sikap individu yang selalu berpandangan baik dalam menghadapi segala hal tentang diri, harapan, dan kemampuannya. Individu dengan sikap optimis akan selalu memiliki penilaian positif dan keyakinan terhadap sesuatu yang telah dilakukan dan yang akan dilakukan.

Berdasarkan uraian di atas dapat dikatakan bahwa aspek kepercayaan diri yang dimiliki individu yakni keyakinan terhadap kemampuan diri sendiri dan sikap optimis dalam menghadapi suatu masalah.

4. Proses Pembentukan Rasa Percaya Diri

Rasa percaya diri tidak muncul secara spontan, akan tetapi terbentuk melalui beberapa proses. Thursan (2002) mengemukakan bahwa secara garis

Dokumen terkait