• Tidak ada hasil yang ditemukan

HUBUNGAN KONSEP DIRI DAN KEPERCAYAAN DIRI DENGAN INTERAKSI SOSIAL REMAJA PANTI ASUHAN NUR HIDAYAH SURAKARTA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "HUBUNGAN KONSEP DIRI DAN KEPERCAYAAN DIRI DENGAN INTERAKSI SOSIAL REMAJA PANTI ASUHAN NUR HIDAYAH SURAKARTA"

Copied!
138
0
0

Teks penuh

(1)

commit to user

i

HUBUNGAN KONSEP DIRI DAN KEPERCAYAAN DIRI DENGAN INTERAKSI SOSIAL REMAJA PANTI ASUHAN NUR HIDAYAH

SURAKARTA

SKRIPSI

Dalam rangka penyusunan skripsi sebagai salah satu syarat

guna memperoleh gelar Sarjana Psikologi Program Pendidikan Strata I Psikologi

Oleh: Nuly Hartiyani

G 0105038

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA

(2)

commit to user iii

HALAMAN PERSETUJUAN

Skripsi dengan judul : Hubungan Konsep Diri dan Kepercayaan Diri dengan Interaksi Sosial Remaja Panti Asuhan Nur Hidayah Surakarta

Nama Peneliti : Nuly Hartiyani NIM/ Semester : G0105038

Tahun : 2011

Telah disetujui untuk dipertahankan dihadapan Pembimbing dan Penguji Skripsi Prodi Psikologi Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta pada:

Hari : ………….. Tanggal: …………..

Pembimbing Utama Pembimbing Pendamping

Dra. Sri Wiyanti, M.Si Aditya Nanda Priyatama, S.Psi, M.Si

NIP 195208141984032001 NIP 197810222005011001

Koordinator Skripsi

(3)

commit to user iv

HALAMAN PERSETUJUAN

Proposal dengan judul : Hubungan Konsep Diri dan Kepercayaan Diri dengan Interaksi Sosial Remaja Panti Asuhan Nur Hidayah Surakarta

Nama Peneliti : Nuly Hartiyani NIM/ Semester : G0105038

Tahun : 2005

Telah disetujui untuk dipertahankan dihadapan Pembimbing dan Penguji Proposal Prodi Psikologi Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta pada:

Hari : ………….. Tanggal: …………..

Pembimbing Utama Pembimbing Pendamping

Dra. Sri Wiyanti, M.Si Aditya Nanda Priyatama, S.Psi, M.Si

NIP 195208141984032001 NIP 197810222005011001

Koordinator Skripsi

(4)

commit to user iv

HALAMAN PENGESAHAN

Skripsi dengan judul:

Hubungan Konsep Diri dan Kepercayaan Diri dengan Interaksi Sosial Remaja Panti

Asuhan Nur Hidayah Surakarta

Nuly Hartiyani, G0105038, Tahun 2011

Telah diuji dan disahkan oleh Pembimbing dan Penguji Sripsi Prodi Psikologi Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta

Hari : ………….. Tanggal: …………..

1. Pembimbing Utama

Dra. Sri Wiyanti, M.Si (__________________)

2. Pembimbing Pendamping

Aditya Nanda P. S.Psi, M.Si (__________________)

3. Penguji I

Dra. Tuti Hardjajani, M.Si (__________________)

4. Penguji II

Nugraha Arif Karyanta, S.Psi (__________________)

Surakarta, _______________

Ketua Program Studi Psikologi Koordinator Skripsi

Drs. Hardjono, M.Si Rin Widya Agustin, M.Psi

(5)

commit to user v

MOTTO

Se tia p ke nikma ta n ya ng ka mu ra sa ka n, ma ka d a ta ng nya d a ri Alla h. (Q S. An-Na hl: 53)

Ke sa b a ra n me rup a ka n c a ha ya ya ng te ra ng d a la m ke hid up a n.

( HR. Muslim )

Do The b e st, Be The Be st, a nd

Le t G o d Ta ke The Re st

(6)

commit to user vi

Persembahan

Karya ini kupersembahkan kepada :

Mama dan Kakakku ( Nury ) dan seluruh keluargaku,

untuk segala motivasi, semangat, dorongan, dan kasih sayang

Teman-temanku, untuk menjadi inspirasi dan sumber keceriaan

Dan almamaterku, untuk semua ilmu yang berharga

(7)

commit to user

vii

KATA PENGANTAR

Puji syukur atas segala rahmat, nikmat, dan anugrah yang terlimpah serta

hidayah Allah SWT, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan

baik. Penyelesaian skripsi ini bukanlah akhir dari sebuah perjalanan, akan tetapi

sebagai awal bagi penulis untuk bisa melangkah ke depan dengan lebih baik

Penulis menyadari bahwa terselesaikannya skripsi ini tidak terlepas dari

bimbingan, bantuan, dukungan, dan doa dari berbagai pihak, oleh karena itu

penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Bapak Prof. Dr. dr. AA. Subiyanto, MS selaku Dekan Fakultas Kedokteran

Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah memberikan arahan diawal

memasuki perkuliahan dan penyusunan skripsi.

2. Bapak Drs. Hardjono, M.Si selaku Ketua Program Studi Psikologi Fakultas

Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah memberikan

kemudahan dalam perijinan penelitian.

3. Ibu Rin Widya Agustin, M.Psi., selaku Koordinator Skripsi Program Studi

Psikologi Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah

memberikan pengarahan diawal pembuatan skripsi ini.

4. Ibu Dra. Sri Wiyanti, M.Si selaku pembimbing utama dan Bapak Aditya

Nanda Priyatama, S.Psi, M.Si selaku pembimbing II yang telah meluangkan

waktu untuk memberikan bimbingan, pengarahan, saran, kritik, dan dukungan

(8)

commit to user

viii

5. Ibu Dra. Tuti Hardjajani, M.Si selaku penguji I dan Bapak Nugraha Arif

Karyanta, S.Psi selaku penguji II yang telah memberikan masukan, saran, dan

kritik yang bermanfaat bagi penulis.

6. Bapak Bagus Wicaksana, M.Si selaku pembimbing akademik untuk semua

bimbingan dan ilmu yang telah diberikan.

7. Bapak Muji Tri Priyono selaku Kepala Panti Asuhan Nur Hidayah Surakarta

yang telah memberikan ijin bagi peneliti sehingga dapat melakukan penelitian.

8. Bapak Jay selaku Koordinator pengasuh Panti Asuhan Nur Hidayah Surakarta

yang telah memberikan banyak bantuan selama penelitian dan kepada Mba

Eny dan Bu Ratna terima kasih atas bantuannya.

9. Seluruh dosen Program Studi Psikologi yang telah banyak memberikan ilmu,

motivasi serta pengalaman yang berarti dan staf Program Studi Psikologi yang

telah membantu dalam urusan administrasi.

10.Semua adik-adik Panti Asuhan Nur Hidayah Surakarta yang telah memberikan

inspirasi dan partisipasinya untuk penelitian ini.

11.Semua adik-adik Panti Asuhan Mardhatillah untuk partisipasinya dalam

penelitian ini.

12.Ibu Sudarminingsih, mamaku tersayang yang telah memberikan dorongan,

doa, kasih sayang dan motivasi untuk menyelesaikan skripsi ini.

13.Kakakku tersayang Nury Handayani terimakasih atas semangat yang telah

diberikan dalam penulisan skripsi ini.

14.Rohmat Adil Alhakim untuk semua motivasi, inspirasi, semangat, doa, dan

(9)

commit to user

ix

15.Semua teman-teman Wisma Putri Kemuning yang telah menjadi keluarga

kedua yang selalu memberikan dukungan, keceriaan, dan semangat.

16.Semua teman-teman Marching Band Sebelas Maret Surakarta untuk semua

semangat, doa, motivasi, keceriaan, dan pengalaman yang tak terlupakan.

Arem-aremku Galuh, Amna, Mba Jatu terima kasih untuk semangatnya.

17.Untuk Dana, Diah, Ditdut, Rikuuw, Desti, Vita, Maya, Nia dan semua

teman-teman Psikologi angkatan 2005 yang telah banyak memberikan motivasi,

bantuan, keceriaan, dan kekompakan yang tak terlupakan.

18.Terimakasih untuk kakak tingkat 2004, Mba Wita, Mas Fajar dan semuanya

atas bantuannya untuk mengajarkan segala hal dan adik angkatan 2006, 2007

yang telah memberikan semangat selama mengerjakan skripsi ini.

Surakarta, Januari 2011

(10)

commit to user

x ABSTRAK

HUBUNGAN KONSEP DIRI DAN KEPERCAYAAN DIRI DENGAN INTERAKSI SOSIAL REMAJA PANTI ASUHAN NUR HIDAYAH

SURAKARTA Nuly Hartiyani

G.0105038

Manusia sebagai mahluk sosial memiliki kebutuhan untuk berhubungan atau menjalin interaksi dengan orang lain. Interaksi dalam hal ini dapat berupa interaksi antara individu satu dengan yang lainnya hingga interaksi dengan masyarakat luas. Interaksi dapat berjalan dengan baik didukung oleh konsep diri dan kepercayaan diri yang dimiliki oleh individu. Terutama pada remaja, melakukan interaksi merupakan suatu kebutuhan untuk dapat mengembangkan potensi yang ada dalam dirinya. Remaja yang tinggal di panti asuhan cenderung bersikap pasif dan terkadang menutup diri dalam berinteraksi dengan orang lain disekitarnya, oleh karena itu diperlukan konsep diri yang positif dan kepercayaan diri yang tinggi tertanam dalam diri remaja panti asuhan agar dapat menjalin komunikasi yang baik dengan orang lain di lingkungan sekitar remaja maupun dengan masyarakat luas.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara konsep diri dan kepercayaan diri dengan interaksi sosial remaja Panti Asuhan Nur Hidayah Surakarta. Metode dalam penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif. Sampel penelitian ini adalah remaja Panti Asuhan Nur Hidayah yang berusia 13-17 tahun. Penelitian ini menggunakan teknik studi populasi dengan jumlah sampel keseluruhan sebanyak 40 orang. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah skala konsep diri, skala kepercyaan diri dan skala interaksi sosial. Analisis data menggunakan teknik analisis regresi ganda.

Hasil perhitungan menggunakan analisis regresi ganda menunjukkan korelasi rx1y sebesar 0,426 pada taraf signifikan p < 0,05. Artinya ada korelasi positif yang signifikan antara konsep diri dengan interaksi sosial, dan korelasi rx2y sebesar 0,379 pada taraf signifikan p < 0,05 memiliki arti ada korelasi positif yang signifikan antara kepercayaan diri dengan interaksi sosial. Selain itu berdasarkan hasil analisis data diketahui ada hubungan yang signifikan antara konsep diri dan kepercayaan diri dengan interaksi sosial ditunjukkan dengan nilai Ry (1,2) sebesar 0,432, p-value 0,022 < 0,05 dan Freg 4,244 > Ftabel 3,252. Sumbangan efektif konsep diri dan kepercayaan diri terhadap interaksi sosial dilihat dari koefisien determinan (R2) sebesar 18,7% yang berarti masih terdapat 81,3 % faktor lain yang mempengaruhi interaksi sosial selain konsep diri dan kepercayaan diri.

(11)

commit to user

xi ABSTRACT

THE RELATIONSHIP BETWEEN SELF CONCEPT AND SELF CONFIDENCE WITH SOCIAL INTERACTION OF ADOLESCENT IN

PANTI ASUHAN NUR HIDAYAH SURAKARTA Nuly Hartiyani

G.0105038

Human as a social creature needs to relate or make interaction with others. In this case, the interaction is not only between one person to another but also one person to all of the people of the society. Interaction is a need to develop human potential, especially for adolescents. Adolescents who live without their parents in any reasons, have a tendency to be an introvert person and sometimes become irresponsive with other people around them. Therefore, positive self concept and high self confidence are needed to make adolescents, who lived in orphanage, build a good communication with other people in their surroundings and widely society.

The aim of this research is to find out the relationship between self concept and self confidence with social interaction of adolescent in Panti Asuhan Nur Hidayah Surakarta. The method which was used in this study was quantitative approach. Subjects of this reaserch were adolescents who lived in Panti Asuhan Nur Hidayah Surakarta at age range between 13 years old until 17 years old. This research used population study with amount of all samples were 40. The instruments which was used to collect the data were self concept scale, self confidence scale, and social interaction scale. These were analyzed by multiple regression analysis technique.

The result of calculation using multiple regression analysis showed correlation rx1y of 0,426 at significant level p < 0,05. This was meant that there was a significant positive correlation between self concept with social interaction, and rx2y of 0,379 at significant level p < 0,05 showed that there was a significant positive correlation between self confidence with social interaction. Furthermore, based on the result analysis of the data was known that there was a significant correlation between self concept and self confidence with social interaction showed with Ry (1,2) value of 0,432, p-value 0,022 < 0,05 and Freg 4,244 > Ftable 3,252. The effective contribution of self concept and self confidence toward social interaction was seen from determinant coefficient (R2) is 18,7% which meant that there was still 81,3% of the other factors that affected social interaction besides self concept and self confidence.

(12)

commit to user

xii DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ………. i

PERNYATAAN KEASLIAN ……… ii

HALAMAN PERSETUJUAN ……….. iii

HALAMAN PENGESAHAN ……….. iv

MOTTO ….……… v

UCAPAN TERIMA KASIH DAN PENGHARGAAN ……… vi

KATA PENGANTAR ………... vii

ABSTRAK ..……….. x

ABSTRACT ……….………. xi

DAFTAR ISI ……….. xii

DAFTAR TABEL ……….. xv

DAFTAR GAMBAR …….……… xvi

DAFTAR LAMPIRAN ………. xvii

BAB I. PENDAHULUAN ……… A. Latar Belakang ………. 1

B. Rumusan Masalah ……….... 11

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ……….... 12

BAB II. LANDASAN TEORI A. Interaksi Sosial 1. Pengertian Interaksi Sosial ………. 14

2. Faktor-faktor yang mempengaruhi interaksi sosial ……….... 18

3. Bentuk-bentuk interaksi sosial ………... 24

4. Syarat-syarat terjadinya interaksi sosial ………. 27

B. Konsep Diri 1. Pengertian Konsep Diri ………. 32

2. Faktor-faktor yang mempengaruhi konsep diri ………. 35

3. Aspek-aspek dari konsep diri ……… 39

(13)

commit to user

xiii

5. Arti penting konsep diri dalam menentukan perilaku ……… 43

C. Kepercayaan Diri 1. Pengertian kepercayaan diri ……….. 45

2. Faktor-faktor yang mempengaruhi terbentuknya kepercayaan diri ……… 48

3. Aspek-aspek kepercayaan diri ……….. 50

4. Proses pembentukan rasa percaya diri ……….. 51

5. Ciri-ciri kepercayaan diri ……….. 52

6. Perkembangan kepercayaan diri ………... 56

D. Remaja Panti Asuhan ………. 58

E. Hubungan Antara Konsep Diri dan Kepercayaan Diri dengan Interaksi Sosial pada Remaja ………. 60

F. Hubungan Antara Konsep Diri dengan Interaksi Sosial pada Remaja ……… 64

G. Hubungan Antara Kepercayaan Diri dengan Interaksi Sosial pada Remaja ………... 65

H. Kerangka Pemikiran ………... 67

I. Hipotesis ………. 70

BAB III. METODE PENELITIAN A. Identifikasi Variabel Penelitian ……….. 71

B. Definisi Operasional Variabel Penelitian ……… 71

C. Populasi dan Sampel ……… 73

D. Teknik Pengumpulan Data ……….. 73

E. Validitas dan Reliabilitas ……… 80

F. Teknik Analisis Data ………... 81

BAB IV. HASIL PENELITIAN A. Persiapan Penelitian ……… 82

1. Orientasi Tempat Penelitian ………. 82

(14)

commit to user

xiv

3. Persiapan Alat Pengumpulan Data ………... 86

B. Pelaksanaan Penelitian 1. Review Professional Judgement ... 87

2. Pengumpulan Data untuk Uji Coba ……….. 87

3. Uji Validitas dan Reliabilitas ……… 88

4. Penyusunan Alat Ukur Penelitian ………. 95

5. Pelaksanaan Penelitian ……….. 99

C. Analisis Data 1. Uji Asumsi Dasar ……….. 100

2. Uji Asumsi Klasik ………. 102

3. Uji Hipotesis ………. 104

4. Mean Empirik dan Mean Hipotetik ………. 109

5. Sumbangan Relatif dan Sumbangan Efektif ……… 112

D. Pembahasan ……….. 113

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ……….. 118

B. Saran ……… 120

DAFTAR PUSTAKA ……….. 121

(15)

commit to user

xv

DAFTAR TABEL

Tabel 1 Tabel Distribusi Skor Skala ………. 74

Tabel 2 Blue Print Skala Interaksi Sosial ………. 75

Tabel 3 Blue Print Skala Konsep Diri ……….. 77

Tabel 4 Blue Print Skala Kepercayaan Diri ……….. 79

Tabel 5 Jumlah Anak Yatim Piatu Panti Asuhan Nur Hidayah tahun 2010 ………. 85

Tabel 6 Disitribusi Aitem Skala Interaksi Sosial yang Valid dan Gugur . 90 Tabel 7 Disitribusi Aitem Skala Konsep Diri yang Valid dan Gugur ….. 92

Tabel 8 Disitribusi Aitem Skala Kepercayaan Diri yang Valid dan Gugur ……….. 94

Tabel 9 Distribusi Aitem Skala Interaksi Sosial untuk Penelitian ……… 96

Tabel 10 Distribusi Aitem Skala Konsep Diri untuk Penelitian …………. 97

Tabel 11 Distribusi Aitem Skala Kepercayaan Diri untuk Penelitian …… 98

Tabel 12 Uji Normalitas ………. 100

Tabel 13 Uji Linieritas ……… 101

Tabel 14 Uji Anova ………. 105

Tabel 15 Tabel Koefisien Analisis Regresi Berganda ……… 106

Tabel 16 Tabel Korelasi Antar Variabel ………..……..…………. 107

Tabel 17 Deskripsi Data Penelitian ……… 108

Tabel 18 Kategorisasi Skala Interaksi Sosial dan Distribusi Subjek …….. 109

Tabel 19 Kategorisasi Skala Konsep Diri dan Distribusi Subjek ………... 110

(16)

commit to user

xvi

DAFTAR BAGAN

Gambar 1 Kerangka Pikiran ……… 69

(17)

commit to user

xvii

DAFTAR LAMPIRAN

LAMPIRAN A

Alat Ukur Penelitian Sebelum Uji Coba

1. Skala Interaksi Sosial (I) ……… 128

2. Skala Konsep Diri (II) ……….... 130

3. Skala Kepercayaan Diri (III) ……….. 132

LAMPIRAN B

Data Uji Coba Skala Penelitian

1. Data Uji Coba Skala Interaksi Sosial ………. 137

2. Data Uji Coba Skala Konsep Diri ……….. 139

3. Data Uji Coba Skala Kepercayaan Diri ………. 141

LAMPIRAN C

Uji Validitas dan Reliabilitas Skala Penelitian

1. Uji Validitas dan Reliabilitas Skala Interaksi sosial ……….. 144

2. Uji Validitas dan Reliabilitas Skala Konsep diri ………... 146

3. Uji Validitas dan Reliabilitas Skala Kepercayaan diri ……….. 148

LAMPIRAN D

Alat Ukur Penelitian ( setelah uji coba )

1. Skala Interaksi sosial ………. 152

2. Skala Konsep Diri ………. 153

3. Skala Kepercayaan diri ………. 155

LAMPIRAN E

Data Penelitian

1. Data Skala Interaksi sosial ………. 158

2. Data Skala Konsep Diri ……….. 160

3. Data Skala Kepercayaan Diri ………. 162

LAMPIRAN F

Analisis Data Penelitian

1. Hasil Analisis Deskriptif ……… 167

(18)

commit to user

xviii

3. Uji Linearitas ………. 172

4. Uji Multikolinearitas ……….. 174

5. Uji Heteroskesdastisitas ………. 175

6. Uji Autokorelasi ………. 176

7. Uji Hipotesis Analisis Regresi ………... 177

8. Sumbangan Efektif dan Sumbangan Relatif ……….. 179

LAMPIRAN G 1. Surat Ijin Penelitian ……… 185

(19)

commit to user

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Manusia merupakan mahluk yang kompleks, dikatakan demikian karena

manusia mengalami perkembangan dan pertumbuhan baik secara fisik maupun

secara psikis sesuai dengan tahapan perkembangannya. Di dalam perjalanan

perkembangannya, seseorang akan melewati dan mengalami suatu perkembangan

remaja atau masa-masa remaja yang memiliki makna khusus dibanding dengan

masa perkembangan lainnya. Dikatakan memiliki makna khusus karena masa

remaja merupakan masa seseorang akan mengalami peralihan dari masa

anak-anak menuju masa dewasa. Pada masa peralihan ini remaja merasakan pergolakan

fisik dan psikis yang kuat ibarat badai dan topan. Masa remaja memiliki tempat

yang kurang jelas dalam tahapan perkembangan seseorang, karena berada pada

masa transisi antara masa kanak-kanak dengan masa dewasa. Masa anak-anak

adalah masa seseorang belum berkembang secara penuh, karena pada tahap ini

seseorang belajar untuk mengenal dunia luar atau lingkungan sekitarnya dengan

meniru bicara ataupun tindakan orang lain. Lain halnya dengan masa dewasa,

yakni masa seseorang telah berkembang secara penuh, telah melewati hampir

semua tahapan perkembangannya, dan siap dalam menerima kedudukannya dalam

masyarakat.

Perjalanan hidup yang dialami oleh seseorang tidak selamanya berjalan

dengan baik. Beberapa mengalami masa anak-anak dengan dihadapkan pada

(20)

commit to user

sebab, seperti ditinggalkan oleh salah satu diantara kedua orang tua atau bahkan

kedua orang tua sekaligus, bahkan beberapa sebab adalah karena keterbatasan

ekonomi dari orang tua sehingga anak ditelantarkan. Hal ini dapat menghambat

terpenuhinya kebutuhan psikologis pada diri anak, karena keadaan tersebut

membuat anak menjadi tidak berdaya. Terlebih lagi dengan tidak adanya sosok

seseorang yang dapat untuk diajak berbagi cerita atau seseorang yang menjadi

panutan dalam menyelesaikan masalah.

Anak-anak dengan keterbatasan tersebut dipelihara oleh pemerintah

maupun swasta dalam suatu lembaga yang disebut panti asuhan. Panti asuhan

merupakan suatu lembaga kesejahteraan sosial sebagai pengganti fungsi keluarga

yang bertanggung jawab dalam pemenuhan kebutuhan fisik, psikis, maupun sosial

kepada anak asuhannya serta memberikan bekal dasar yang dibutuhkan anak asuh

dalam perkembangannya. Pada saat anak melewati masa remaja pemenuhan

kebutuhan fisik, psikis, dan sosial merupakan hal yang penting bagi

perkembangan kepribadiannya.

Masa remaja dalam hal ini merupakan salah satu masa yang sulit untuk

dijalani karena pada masa ini seseorang akan mengalami berbagai perubahan,

diantaranya perubahan intelektual dan pola pikir, perubahan fisik, tanggung jawab,

perasaan, dan perubahan sosial yang menuntut remaja terjun kedalam masyarakat

luas. Berbagai penyesuaian diharapkan dapat dilakukan oleh remaja baik dalam

hal pola pikir, tanggung jawab, maupun secara fisik, sehingga anak dapat menjadi

dewasa secara fisik, psikologis, dan sosial. Pada remaja juga mengalami kondisi

(21)

commit to user

dengan pembentukan otonomi pribadi yang disebut sebagai penundaan psikologis

(Erikson dalam Ester, 2007).

Masa remaja adalah masa yang penuh dengan krisis, baik krisis fisik,

psikis, maupun sosial yang kesemuanya itu bertujuan untuk pengembangan diri

remaja. Hal yang tidak dapat dipungkiri bahwa remaja didalam perkembangannya

mengalami berbagai masalah sehubungan dengan meningkatnya daya pikir,

perasaan, dan penyesuaian diri dengan lingkungan sekitar. Khususnya dalam

melakukan penyesuaian diri dengan lingkungan sekitar, remaja dituntut untuk

berinteraksi dengan lingkungan tempat remaja tersebut tinggal, karena pada

hakikatnya remaja sebagai manusia merupakan mahluk sosial yang tidak dapat

lepas dari kehidupan bersama dalam kehidupannya. Sebagai mahluk sosial,

manusia akan selalu membutuhkan orang lain dalam hidupnya, oleh karena itu

manusia akan selalu mengadakan hubungan atau interaksi dengan orang lain.

Seperti halnya dengan remaja yang mulai memiliki peran didalam masyarakat

sebagai bagian dari sistem masyarakat dituntut untuk berinteraksi dengan

lingkungan disekitarnya. Interaksi dalam hal ini dapat berarti interaksi sesama

manusia dan juga interaksi antara manusia dengan masyarakat serta lingkungan

tempat individu tinggal (Erikson dalam Ester, 2007).

Interaksi dengan lingkungan sekitar termasuk keluarga turut memberi

peran pada remaja untuk mengembangkan potensi yang ada dalam dirinya. Sama

halnya dengan remaja yang tinggal di panti asuhan, interaksi dengan lingkungan

panti asuhan sebagai pengganti keluarga memberikan dorongan untuk

(22)

commit to user

asuhan pada umumnya cenderung untuk menutup diri atau mengabaikan pendapat

orang lain dilingkungan sekitarnya. Hal ini seperti diungkapkan oleh Nurul (2001)

dalam penelitiannya pada anak-anak panti asuhan memberikan hasil sebanyak

57% anak-anak panti asuhan cenderung untuk mengandalkan kemampuannya

sendiri dan cenderung untuk mengabaikan pendapat orang lain, baik pendapat

pengasuh di panti asuhan ataupun pendapat guru di sekolah. Hal ini

menggambarkan bahwa dalam lingkungan panti asuhan anak-anak belum

menemukan sosok yang dapat dijadikan panutan dan juga sosok teman yang dapat

berkomunikasi dengan baik, dengan kondisi tersebut interaksi pun tidak dapat

berjalan dengan baik.

Margareth (dalam Nurul, 2001) dalam laporan hasil penelitiannya

mengungkapkan bahwa perawatan anak di yayasan tidak cukup baik, karena anak

hanya dipandang sebagai makhluk biologis bukan sebagai makhluk psikologis

serta makhluk sosial. Pada kenyataannya selain pemenuhan kebutuhan fisiologis,

anak juga membutuhkan kasih sayang untuk mencapai perkembangan psikis yang

sehat seperti halnya vitamin dan protein bagi perkembangan biologis. Selain itu,

berbagai peraturan yang harus ditaati ditemui oleh remaja di dalam panti asuhan

juga seringkali membuat remaja merasa kurang bebas dan terbatasi sehingga

potensi dalam diri remaja kurang berkembang dengan baik. Disamping itu,

seringkali remaja menemui kesulitan untuk menyesuaikan diri dengan peraturan

ketat di dalam panti asuhan sehingga tidak jarang remaja dilanda rasa bosan dan

(23)

commit to user

Remaja yang pada dasarnya adalah mahluk sosial disamping mulai

memiliki peran didalam masyarakat juga membutuhkan orang lain di dalam

kehidupannya untuk melakukan interaksi dan melakukan berbagai kegiatan. Sears

(dalam Yioe dan Agoes, 2002) menjelaskan bahwa interaksi sosial merupakan hal

yang mendasar di dalam kehidupan manusia. Interaksi sosial terjadi bukan hanya

karena manusia sebagai mahluk sosial dan untuk mempertahankan hidupnya,

tetapi juga untuk melakukan berbagai kegiatan. Bagi remaja, melakukan interaksi

dengan orang lain di luar lingkungan keluarga merupakan kebutuhan yang penting.

Sebuah penelitian dilakukan oleh Larson dkk (dikutip oleh Sears, dalam Yioe dan

Agoes, 2002), hasilnya adalah 74,1% waktu remaja dihabiskan dengan orang lain

di luar lingkungan keluarganya, terutama dengan teman-teman sebayanya.

Berdasarkan hasil tersebut dapat dikatakan bahwa interaksi sosial merupakan

kebutuhan yang penting dan mendasar bagi remaja mengingat sebagian besar

waktu mereka dihabiskan bersama orang-orang di luar lingkungan keluarganya.

Berinteraksi dengan teman-teman sebayanya seringkali membuat remaja

memiliki keinginan untuk menjadi pusat perhatian, karena remaja merasa dirinya

telah memiliki peran di dalam lingkungannya. Sama halnya dengan remaja yang

tinggal di panti asuhan juga memiliki keinginan untuk memiliki peran di dalam

lingkungannya, baik lingkungan di dalam panti asuhan maupun di luar panti

asuhan seperti di sekolah karena remaja panti asuhan juga menempuh pendidikan

di sekolah umum, akan tetapi adanya perbedaan lingkungan sosial antara remaja

(24)

commit to user

tidak dapat dihindarkan dalam memberikan pengalaman interaksi sosial bagi

remaja.

Remaja di panti asuhan dihadapkan pada para pengasuh yang berperan

sebagai pengganti orang tua. Melalui para pengasuh ini maka sosok orang tua

yang hilang akan tergantikan. Akan tetapi kenyataan ini sulit untuk dicapai secara

memuaskan karena di dalam panti asuhan pengasuh dihadapkan pada kenyataan

untuk mengasuh dalam jumlah yang cukup besar (mencapai 30 anak),

dibandingkan dengan di dalam keluarga atau di rumah yang diasuh oleh orang tua

sendiri dengan jumlah yang relatif sedikit. Sehubungan dengan adanya kondisi

tersebut seringkali remaja panti asuhan merasa kurang mendapat perhatian dari

pengasuh, bahkan tidak jarang yang merasa kurang terpenuhinya fasilitas fisik.

Remaja dalam lingkungan panti asuhan mengalami masa perkembangan dan

meniti hidupnya dalam lingkungan yang terbatas dan suasananya juga jauh

berbeda dengan suasana di rumah sendiri. Hal ini memberikan akibat pada remaja

dalam mengadakan interaksi dengan lingkungan sekitarnya cenderung

menunjukkan sikap pendiam, pasif, serta kurang responsif terhadap orang lain.

Disamping itu, remaja yang tinggal di panti asuhan cenderung menunjukkan sikap

menutup diri atau introvert terhadap orang lain yang berada dilingkungannya.

Kecenderungan remaja panti asuhan untuk bersikap pendiam dan pasif

turut didorong oleh penilaian remaja tersebut terhadap keadaan dirinya. Remaja

panti asuhan cenderung memiliki penilaian yang negatif terhadap keadaan dirinya

yang hanya anak panti asuhan dan memiliki pikiran “saya hanya anak panti

(25)

commit to user

panti asuhan yang mengharuskan remaja untuk mengikuti semua aturan-aturan

yang dibuat di dalam panti asuhan, sehingga remaja merasa dirinya tidak memiliki

kesempatan untuk berkembang menjadi lebih baik. Permasalahan tersebut

berkembang sebagai akibat dari kurangnya dimiliki konsep diri yang positif dalam

diri remaja panti asuhan. Konsep diri merupakan pandangan atau persepsi

individu mengenai dirinya yang bersifat fisik, psikologis maupun sosial. Hurlock

(1978) menjelaskan bahwa konsep diri adalah pandangan individu mengenai

dirinya.

Konsep diri terdiri dari dua komponen yakni konsep diri sebenarnya yang

merupakan gambaran mengenai diri dan konsep diri ideal yang merupakan

gambaran individu mengenai kepribadian yang diinginkan. Wima (2009)

mengungkapkan bahwa konsep diri memiliki pengaruh yang cukup besar dalam

menentukan perilaku seseorang, oleh karena itu seseorang akan berperilaku sesuai

dengan konsep diri yang dimiliki. Hasil penelitian Parlikar (dalam Ester, 2007)

menyatakan bahwa konsep diri memiliki korelasi positif dengan kemampuan

penyesuaian personal, sosial, dan berbagai penyesuaian di bidang lain. Konsep

diri yang positif akan menimbulkan perilaku yang positif pula. Sebaliknya jika

individu memiliki konsep diri yang negatif, maka akan menimbulkan perilaku

yang kurang baik dan pada umumnya lebih banyak mengalami psikopatologi atau

gangguan psikologis. Sebuah penelitian dilakukan oleh Rosenberg (dalam Ester,

2007) mendukung hal ini, dijelaskan bahwa remaja dengan konsep diri yang

rendah menunjukkan karakteristik neurotic dan penyesuaian sosial yang kurang

(26)

commit to user

positif cenderung mendorong untuk bersikap optimis dalam menghadapi situasi

apa saja diluar diri individu. Remaja dengan konsep diri yang positif akan lebih

dapat menyesuaikan diri dalam situasi apapun yang terjadi dilingkungannya dan

tidak jarang cenderung untuk memiliki peran didalamnya. Keinginan untuk

memiliki peran bahkan menjadi pusat perhatian di dalam lingkungan, tentunya

tidak dapat terlepas dari rasa percaya diri yang dimiliki dalam diri remaja.

Seseorang yang memiliki percaya diri yang tinggi akan lebih dapat menjalin

interaksi dengan orang-orang disekitarnya dengan lebih baik. Sebaliknya

seseorang dengan percaya diri yang rendah akan selalu merasa rendah diri dan

cenderung untuk menarik diri dari pergaulan.

Kepercayaan diri merupakan hal yang tidak asing lagi dalam kehidupan

para remaja. Terkadangpun remaja mengalami krisis kepercayaan diri dalam

menentukan perilaku yang dapat diterima oleh lingkungan sekitarnya. Neill

(2005), menjelaskan bahwa kepercayaan diri merupakan keyakinan yang dimiliki

oleh seseorang tentang penilaian terhadap kemampuannya, sehingga dapat

memperoleh keberhasilan yang diharapkan. Kepercayaan diri tersebut merupakan

perpaduan antara perasaan positif terhadap diri dan keyakinan akan sesuatu yang

berharga didalam diri dengan keyakinan akan kompetensi yang dimiliki untuk

dapat menjalankan tugas ataupun menyelasaikan masalah yang dihadapi.

Kepercayaan diri dapat diartikan sebagai suatu yang menunjukkan

keyakinan terhadap tinggi atau rendahnya kemampuan yang dimiliki. Seseorang

dengan kepercayaan diri tinggi memiliki keyakinan yang kuat terhadap

(27)

commit to user

ada dalam dirinya. Sebaliknya, seseorang dengan kepercayaan diri rendah atau

kehilangan kepercayaan diri, memiliki perasaan negatif terhadap dirinya, serta

memiliki keyakinan lemah terhadap kemampuan dirinya dan juga memiliki

pengetahuan yang kurang akurat terhadap kapasitas yang ada dalam dirinya.

Kepercayaan diri seseorang terkait dengan dua hal yang paling mendasar dalam

praktek kehidupan (Neill, 2005). Pertama adalah kepercayaan diri berkaitan

dengan perjuangan seseorang dalam meraih sesuatu yang diinginkan. Seperti

halnya diungkapkan oleh Mark Twin (2005), bahwa memiliki komitmen yang

utuh dan rasa percaya diri merupakan hal yang dibutuhkan dalam mencapai

prestasi yang dicita-citakan. Kedua adalah kepercayaan diri berkaitan dengan

kemampuan seseorang dalam menghadapi masalah yang menghambat

perjuangannya. Seseorang dengan kepercayaan diri tinggi akan cenderung

memiliki pandangan bahwa dirinya mampu untuk mencari penyelesaian dari

masalah yang ada dihadapannya. Sebaliknya, seseorang dengan kepercayaan diri

rendah akan cenderung memiliki pandangan bahwa dirinya tidak mampu untuk

menyelesaikan masalah yang dihadapinya. Mohammad Ali (2005)

mengungkapkan bahwa lemahnya kepercayaan diri seseorang akan membuatnya

lari dari tantangan yang membentang dihadapannya. (www.kreasiqukaryaqu.com)

Beberapa penelitian mengenai kepercayaan diri pada remaja telah

dilakukan sebelumnya. Salah satunya yang dilakukan oleh Indriyati (2007)

dengan subjek siswi SMP Negeri 3 Salatiga menunjukkan bahwa kepercayaan diri

pada remaja juga dipengaruhi oleh komunikasi yang terjalin dengan orang tua.

(28)

commit to user

yang tinggi dengan komunikasi yang baik dengan orang tuanya. Hal ini

menunjukkan bahwa lingkungan disekitar individu turut berperan dalam

terbentuknya kepercayaan diri seseorang. Dapat dikatakan bahwa kepercayaan diri

yang dimiliki oleh ramaja tidak dapat terbentuk secara spontan, akan tetapi

terbentuk seiring dengan perkembangan kepribadian individu serta pengalaman

yang diperoleh individu tersebut.

Permasalahan internal pada diri remaja panti asuhan selain masalah dalam

tercapainya konsep diri yang positif juga mengenai kepercayaan diri yang dimiliki

oleh remaja panti asuhan. Konsep diri positif terbentuk dengan dukungan tidak

hanya dari dalam diri remaja itu sendiri, tetapi juga dukungan dari orang-orang

sekitar terutama keluarga. Remaja panti asuhan dihadapkan pada kenyataan

bahwa sosok keluarga terutama orang tua telah tergantikan oleh para pengasuh

yang dapat mendukung sepenuhnya terbentuknya konsep diri positif dalam diri

remaja. Sama halnya dengan kepercayaan diri, Hambly (1992) mengungkapkan

bahwa kepercayaan diri lebih banyak berkaitan dengan hubungan seseorang

dengan orang lain, dengan cara tidak merasa inferior dihadapan siapapun dan

merasa sebaik seperti orang lain, tidak merasa canggung dihadapan orang banyak,

dan merasa nyaman dengan kehidupan yang diinginkan. Bagi remaja yang tinggal

di panti asuhan memiliki kepercayaan diri akan membuat remaja tentram dengan

dirinya sendiri dan juga dengan lingkungan disekitarnya, baik dilingkungan panti

asuhan maupun dilingkungan sekolah. Perasaan tentram yang dimiliki remaja

panti asuhan juga tidak dapat lepas dari konsep dirinya sebagai pandangan

(29)

commit to user

remaja panti asuhan akan mampu untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan

sekitarnya serta mampu untuk berperilaku baik sesuai dengan norma dan aturan

yang berlaku dalam masyarakat. Konsep diri yang dimiliki oleh remaja

berkembang melalui proses seiring dengan perkembangan individu tersebut.

Proses untuk membentuk konsep diri positif dan kepercayaan diri pada diri remaja

tentunya tidak hanya datang dari sisi individu itu sendiri, akan tetapi dukungan

dari orang-orang sekitar sangatlah penting terutama dari keluarga yang akan

membentuk perilaku individu. Perilaku yang sesuai membuat remaja akan dengan

mudah berkomunikasi dengan orang lain selanjutnya akan mengarah terjadinya

suatu interaksi. Hal tersebut akan membuat remaja panti asuhan dapat menjalin

interaksi yang baik berawal dari interaksi dengan teman-teman sesama penghuni

panti asuhan, interaksi dengan teman-teman yang berada disekolah, dapat

menjalin komunikasi yang baik dengan guru disekolah hingga interaksi dengan

masyarakat luas.

Berdasarkan latar belakang diatas, maka penulis mengambil judul

penelitian : Hubungan Antara Konsep Diri dan Kepercayaan Diri dengan Interaksi

Sosial Pada Remaja Panti Asuhan Nur Hidayah Surakarta.

B. Rumusan Masalah

Mengacu pada uraian diatas maka rumusan masalah yang akan diungkapkan

adalah:

1. Apakah terdapat hubungan positif antara konsep diri dan kepercayaan diri

(30)

commit to user

2. Apakah terdapat hubungan positif antara konsep diri dengan interaksi

sosial pada remaja di Panti Asuhan?

3. Apakah terdapat hubungan positif antara kepercayaan diri dengan interaksi

sosial pada remaja di Panti Asuhan?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah :

a. Mengetahui hubungan positif antara konsep diri dan kepercayaan diri

dengan interaksi sosial pada remaja di Panti Asuhan

b. Mengetahui hubungan positif antara konsep diri dengan interaksi sosial

pada remaja di Panti Asuhan

c. Mengetahui hubungan positif antara kepercayaan diri dengan interaksi

sosial pada remaja di Panti Asuhan

2. Manfaat Penelitian

a. Manfaat teoritis

1. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi serta deskripsi

mengenai hubungan antara faktor-faktor internal yang ada pada diri

individu seperti konsep diri dan kepercayaan diri dalam membentuk

interaksi sosial, serta faktor eksternal seperti interaksi sosial khususnya

pada remaja yang hidup dalam panti asuhan.

2. Memberi informasi kepada remaja tentang pentingnya konsep diri yang

positif dan kepercayaan diri yang tinggi untuk mencapai interaksi

(31)

commit to user b. Manfaat praktis

1. Bagi remaja, dapat memberikan informasi dan pandangan mengenai

pentingnya konsep diri dalam pergaulan sehingga remaja dapat lebih

mengerti keadaan dirinya dan lebih memahami berinteraksi didalam

masyarakat.

2. Bagi panti asuhan, dapat memberi masukan tentang cara untuk

menumbuhkan konsep diri yang positif dan kepercayaan diri yang

tinggi pada anak asuh sehingga dapat berinteraksi secara baik dengan

(32)

commit to user

14 BAB II

LANDASAN TEORI A. Interaksi Sosial

1. Pengertian Interaksi Sosial

Setiap manusia dituntut untuk mengadakan hubungan dengan manusia

lainnya. Sebagai mahluk sosial, manusia akan saling membutuhkan satu dengan

yang lainnya dalam segala hal di dalam kehidupannya. Hubungan yang terjalin

antara individu satu dengan yang lainnya dapat terbentuk dalam sebuah interaksi.

Interaksi berarti satu pertalian sosial antara individu satu dengan individu lainnya,

sehingga individu yang bersangkutan saling mempengaruhi satu dan yang lainnya

(Chaplin, 1981). Interaksi dalam hal ini dapat berupa interaksi antara individu satu

dengan individu yang lainnya, serta antara kelompok satu dengan kelompok

lainnya. Setiap anggota dalam suatu kelompok memiliki peranannya

masing-masing, dan peran tersebut saling mempengaruhi satu sama lain. Seperti contoh

dalam sebuah keluarga, dalam hal ini keluarga merupakan kelompok terkecil

didalam masyarakat, orang tua memiliki peran penting dalam membimbing

anak-anaknya sebelum terjun ke dalam masyarakat yang lebih luas. Yarkin (1981)

secara umum menjelaskan bahwa interaksi sosial terbentuk dari rangkaian bentuk

pandangan atau pikiran tentang orang lain. Hal serupa dikemukakan oleh Bimo

(2002), bahwa interaksi sosial merupakan hubungan yang terjadi antara individu

satu dengan yang lainnya, dalam hal ini individu yang satu mempengaruhi

(33)

commit to user

timbal balik, hubungan ini dapat individu dengan individu lain, individu dengan

kelompok, ataupun kelompok individu dengan kelompok yang lain.

Melalui interaksi sosial individu menyesuaikan diri dengan individu yang

lain. Penyesuaian diri dalam hal ini mengandung arti bahwa individu dapat

menyatukan diri dengan lingkungan sekitarnya, ataupun juga dapat mengubah

lingkungan menjadi sesuai dengan keadaan individu tersebut dan juga sesuai

dengan yang diinginkan individu. Interaksi sosial yang terlihat sederhana ini

sebenarnya merupakan suatu proses yang cukup kompleks yang dilandasi oleh

berbagai faktor psikologis. Pendapat tersebut diperkuat oleh Bonner (dalam

Soelaiman dan Noer, 1981) yang mengungkapkan bahwa interaksi sosial

merupakan hubungan antara dua atau lebih individu manusia, didalamnya perilaku

individu yang satu mempengaruhi, mengubah, atau memperbaiki perilaku

individu yang lain, atau sebaliknya.

Soekanto (2000) mengungkapkan bahwa interaksi sosial merupakan syarat

utama terjadinya berbagai aktivitas sosial. Dapat dikatakan bahwa interaksi sosial

merupakan kunci utama dari semua kehidupan seseorang. Tanpa adanya interaksi

sosial maka akan sulit dicapai kehidupan bersama. Seperti halnya yang

diungkapkan Gillin dan Gillin (dalam Soekanto, 2000) bahwa interaksi sosial juga

merupakan hubungan sosial yang menyangkut hubungan antara perorangan

individu, kelompok-kelompok individu maupun antara individu dengan kelompok,

dan hubungan ini merupakan hubungan yang bersifat dinamis. Berjabat tangan,

saling menegur, dan saling berbicara pada saat dua orang bertemu dapat dikatakan

(34)

commit to user

Gillin dan Gillin (dalam Soekanto, 2000) sebelumnya bahwa interaksi sosial juga

terjadi antara kelompok-kelompok individu, yang biasanya terjadi pada kelompok

sebagai suatu kesatuan tanpa melibatkan perasaan pribadi anggotanya. Contohnya

seperti yang dikemukakan oleh Gillin dan Gillin (dalam Soekanto, 2000) adalah

dalam Perang Dunia kedua saat negara Perancis yang berseteru dengan Jerman.

Pada suatu patroli, Perancis berhasil menawan tiga orang tentara Jerman setelah

dibawa oleh tentara Perancis ternyata dua orang diantara tentara tersebut saling

mengenal dan berteman sebelum terjadinya perang. Hal ini membuktikan bahwa

interaksi sosial tersebut tidak bersifat pribadi, karena tentara tersebut bukanlah

bermusuhan secara pribadi, akan tetapi bermusuhan secara kelompok, dalam hal

ini negara Perancis dan Jerman, yang saling berseteru.

Interaksi sosial bersifat positif, seperti halnya yang diungkapkan oleh

Sarwono (1987) bahwa interaksi sosial adalah hubungan antara dua orang atau

lebih yang keduanya saling bergantung untuk mencapai hal yang positif. Dapat

dilihat dalam kelompok-kelompok murid yang berada didalam sebuah kelas, saat

guru memberikan tugas kelompok pada muridnya maka setiap anggota kelompok

akan bahu-membahu menyelesaikan tugas tersebut dengan sebaik-baiknya agar

dapat nilai yang bagus dan pujian dari guru mereka. Disamping bersifat positif,

interaksi sosial juga dapat berakibat negatif, karena adanya interaksi sosial maka

terjadi perbenturan atau perbedaan pendapat yang dapat menimbulkan konflik,

bahkan akhirnya dapat menimbulkan permusuhan.

Burgio (1981) mengungkapkan bahwa interaksi sosial adalah aktifitas

(35)

commit to user

individu yang memiliki kesulitan berhubungan dengan orang lain sering merasa

tidak nyaman, cemas, terkucilkan, atau perilaku yang menyimpang. Dinamika

interaksi sosial mencakup penilaian harapan akan kemampuan untuk

meminimalisir ketidakcocokkan antara keberhasilan penyajian diri dengan

perilaku yang sebenarnya. Seperti halnya dikatakan Calhoun dan Acocella (1995),

seseorang membutuhkan orang lain dan cenderung menghabiskan sebagian besar

dari waktunya untuk berinteraksi sosial. Kegiatan sosial tersebut mengajarkan

pada keyakinan, nilai, dan perilaku yang dapat diterima orang lain disekitar

individu. Proses belajar untuk menjadi sosial dinamakan sosialisasi, dengan

interaksi dengan orang lain seseorang belajar mengendalikan tubuhnya, berbicara,

berpikir, menggunakan kebiasaan dan peraturan masyarakat, memberikan

tanggapan kepada orang lain, mempedulikannya, dan mengambil perilaku yang

cocok dengan mereka. Fazio (1981) menjelaskan bahwa interaksi sosial terbentuk

dari persepsi seseorang melalui proses penyimpulan terhadap orang lain yang

diamatinya dan ditemuinya.

Berdasarkan beberapa pengertian di atas dapat dikatakan bahwa interaksi

sosial adalah hubungan antara dua orang atau lebih yang bersifat dinamis,

didalamnya terdapat saling ketergantungan secara psikologis untuk mencapai

sesuatu yang bersifat positif. Interaksi sosial juga merupakan suatu kebutuhan

dalam kehidupan manusia. Setiap individu pada hakikatnya adalah mahluk sosial

yang memiliki dorongan untuk bermasyarakat dan juga mendorong manusia untuk

(36)

commit to user

perubahan tingkah laku, gagasan, dan akan memberikan corak pada kehidupan

pribadinya.

2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Interaksi Sosial

Kelangsungan interaksi sosial walaupun bentuknya sederhana, ternyata

merupakan proses yang kompleks. Berawal dari sebuah interaksi yang sederhana

seringkali muncul masalah yang perlu diselesaikan sehingga diperlukan suatu

strategi penanganan yang efektif sesuai dengan masalah yang dihadapi. Apabila

individu memiliki strategi penanganan masalah yang menuju ke arah positif, maka

hal tersebut akan menunjang interaksi individu dengan lingkungannya.

Interaksi sosial dapat diartikan sebagai hubungan-hubungan sosial yang

bersifat dinamis. Hubungan sosial yang dimaksud dapat berupa hubungan antara

individu yang satu dengan individu lainnya, antara kelompok yang satu dengan

kelompok lainnya, maupun antara individu dengan kelompok. Interaksi juga

memiliki simbol didalamnya yang diartikan sebagai sesuatu yang memiliki nilai

atau makna yang diberikan kepada individu atau suatu kelompok yang

menggunakannya. Soekanto (2000) mengatakan bahwa suatu proses interaksi

berlangsung didasarkan pada berbagai faktor yang bergerak secara terpisah

maupun dalam keadaan tergabung. Faktor-faktor tersebut yakni faktor imitasi,

sugesti, identifikasi, dan simpati.

a. Faktor imitasi

Faktor imitasi menurut Gerungan (2004) memiliki peranan yang besar

dalam proses interaksi sosial. Seperti halnya seorang anak yang belajar

(37)

commit to user

tuanya, selanjutnya dengan berbicara merupakan alat komunikasi yang

terpenting untuk mengarah pada proses interaksi. Dampak positif dari

imitasi adalah dapat mendorong seseorang untuk mematuhi kaidah-kaidah

dan nilai-nilai yang berlaku. Disamping dampak positif, imitasi juga dapat

menimbulkan dampak negatif apabila yang ditiru adalah tindakan-tindakan

yang salah ataupun menyimpang secara moral atau hukum, dan apabila hal

ini ditiru oleh individu dalam jumlah besar, maka proses imitasi dapat

menimbulkan kesalahan kolektif dalam jumlah yang besar. Soekanto

(2000) menjelaskan bahwa dampak negatif lain dari imitasi adalah dapat

melemahkan pengembangan daya kreasi seseorang. Salah satu sebab

individu melakukan imitasi adalah karena merasa perlu untuk meniru apa

yang dilakukan oleh orang lain, terutama orang yang dikagumi oleh

individu tersebut. Pendapat serupa dikemukakan oleh G. Tarde (dalam

Bimo, 2002) bahwa imitasi merupakan faktor yang mendasari atau

melandasi interaksi sosial. Masyarakat adalah sekelompok manusia yang

individu-individu didalamnya mengimitasi antara satu dengan yang

lainnya. Bahkan masyarakat yang sebenarnya adalah apabila manusia

mulai untuk meniru kegiatan manusia lainnya. Imitasi tidak berlangsung

secara spontan, akan tetapi ada faktor yang mendorong individu untuk

melakukan imitasi diantaranya adalah faktor psikologis. Chorus (dalam

Soelaiman dan Noer, 1981) menambahkan bahwa masyarakat tidak

dengan mudah melakukan imitasi, ada beberapa syarat yang harus

(38)

commit to user

besar terhadap sesuatu yang akan diimitasi, adanya sikap menjunjung

tinggi dan mengagumi hal yang akan diimitasi, dan adanya perbedaan

pengertian, tingkat perkembangan, serta tingkat pengetahuan dari individu

yang melakukan imitasi.

b. Faktor sugesti

Sugesti merupakan sebuah pengaruh psikologis yang datang dari diri

sendiri maupun dari orang lain. Umumnya sugesti diterima oleh individu

tanpa diiringi oleh kritik dari individu tersebut. Seperti halnya

diungkapkan oleh Bimo (2002) bahwa sugesti memiliki tujuan dan

maksud yang jelas karena seseorang dengan secara aktif memberikan

pandangan-pandangannya agar dapat diterima oleh orang lain. Sugesti

memiliki peran penting dalam interaksi sosial karena dengan sugesti

berbagai pandangan akan secara cepat menyebar diantara banyak orang.

Di sisi lain, sugesti juga dapat memberikan dampak negatif dalam

perkembangan kepribadian seseorang, karena akan menimbulkan sifat

ketergantungan dengan orang lain dan juga menurunnya daya kreatif

individu. Gerungan (2004) berpendapat bahwa sugesti memiliki peranan

dalam pembentukan norma-norma yang ada dalam masyarakat karena

banyaknya pedoman tingkah laku yang diambil dari adat kebiasaan tanpa

adanya pertimbangan lebih lanjut dari orang tua, guru, ataupun lingkungan

sekitarnya. Menurut Soekanto (2000) faktor sugesti berlangsung pada saat

seseorang memiliki suatu pandangan atau suatu sikap dari dalam dirinya,

(39)

commit to user

diterima oleh pihak yang bersangkutan. Pada dasarnya proses sugesti

memiliki kesamaan dengan imitasi, hanya saja titik tolaknya yang berbeda.

Berlangsungnya sugesti dapat terjadi karena pihak yang menerima dilanda

oleh emosi, dan emosi tersebut yang menghambat daya berfikirnya secara

rasional. Apabila orang yang memberikan pandangan adalah orang yang

berwibawa atau yang memiliki kekuasaan, maka hal tersebut dapat juga

memicu terjadinya sugesti, karena pandangan atau sikap yang diberikan

olehnya merupakan bagian terbesar dari kelompok yang bersangkutan atau

masyarakat. Hal serupa dikemukakan oleh Soelaiman dan Noer (1981),

bahwa pandangan yang mendapatkan banyak dukungan oleh mayoritas

dari masyarakat akan cenderung diterima oleh banyak orang tanpa

pertimbangan apapun. Seperti contohnya suatu pandangan atau pendapat

yang dikemukakan oleh seorang tokoh masayarakat tertentu besar

kemungkinan untuk dipercaya bahkan diikuti oleh anggota masyarakat

tersebut.

c. Faktor identifikasi

Identifikasi menurut Freud (dalam Bimo, 2002) merupakan sebuah

dorongan untuk menjadi sama atau identik dengan orang lain. Seperti

halnya pada anak yang diajarkan norma-norma atau aturan-aturan sosial

dari orang tuanya, maka akan tertanam dalam diri anak sesuatu yang baik

dilakukan dan juga yang tidak baik dilakukan. Soekanto (2002)

menjelaskan bahwa faktor identifikasi bersifat lebih mendalam daripada

(40)

commit to user

berdasarkan proses identifikasi. Identifikasi sebenarnya merupakan suatu

perasaan dalam diri individu yang mendorong individu tersebut untuk

menjadi sama dengan pihak lain. Proses identifikasi itu sendiri dapat

berlangsung tanpa adanya kesadaran dari individu, maupun dengan diikuti

kesadaran dari individu atau secara disengaja karena seringkali individu

cenderung membutuhkan sosok ideal tertentu didalam proses

kehidupannya. Sosok ideal tersebut merupakan sosok yang dikenal dengan

baik oleh individu sehingga identifikasi dapat belangsung, dan pandangan

serta sikap yang dimiliki sosok tersebut dapat menyatu kedalam diri

individu. Seperti halnya dikemukakan oleh Bimo (2002) seorang anak

yang mengidentifikasi sikap dan norma-norma dari orang tuanya,

kemudian menjadikan sikap tersebut perilakunya sehari-hari. Seiring

dengan perkembangan anak yang beranjak remaja dan mulai berinteraksi

dengan lingkungan yang lebih luas maka anak mulai beralih dengan

mengidentifikasi orang-orang didalam masyarakat yang dianggap ideal.

Pendapat lain dikemukakan oleh Gerungan (2004) bahwa seseorang yang

telah dikatakan dewasa seringkali akan mengidentifikasi dirinya dalam

kondisi tertentu, misalnya orang tua yang mengidentifikasi dirinya dengan

anak-anak mereka dalam suatu keadaan tertentu, sehingga akan terjadi

keadaan timbal balik yang merupakan ciri dari interaksi sosial. Dengan

demikian berlangsungnya identifikasi mengakibatkan terjadinya

(41)

commit to user

sugesti walaupun kemungkinan proses identifikasi pada mulanya diawali

oleh imitasi sehingga sugesti tersebut tetap ada.

d. Faktor simpati

Soelaiman dan Noer (1981) merumuskan simpati sebagai perasaan tertarik

seseorang terhadap orang lain. Simpati lebih didasarkan pada perasaan,

seseorang dapat secara tiba-tiba merasa tertarik dengan orang lain seperti

dengan dirinya. Seperti halnya yang diungkapkan oleh Soekanto (2000)

bahwa proses simpati sebenarnya merupakan suatu proses seseorang

merasa tertarik pada pihak lain. Dorongan utama dalam proses ini adalah

keinginan untuk memahami pihak lain dan untuk bekerja sama dengannya.

Proses simpati akan dapat berkembang di dalam suatu keadaan individu

yang satu sama lain saling mengerti, berbeda dengan identifikasi yang

didorong oleh keinginan untuk belajar dari pihak lain yang dianggap

kedudukannya lebih tinggi dan harus dihormati karena memiliki kelebihan

dan kemampuan tertentu yang patut dijadikan contoh. Disamping individu

tertarik dengan individu lain, Bimo (2002) mengemukakan bahwa individu

juga dapat menunjukkan penolakan terhadap sikap orang lain, sikap ini

yang disebut dengan antipati. Berbeda dengan simpati yang bersifat positif,

antipati memiliki sifat negatif. Adanya simpati antara individu satu dengan

yang lainnya maka akan terjalin saling pengertian yang mendalam.

Dengan demikian interaksi sosial yang terjalin atas dasar simpati akan

lebih mendalam bila dibandingkan dengan interaksi atas dasar sugesti

(42)

commit to user

Hal-hal tersebut diatas merupakan faktor-faktor minimal yang menjadi

dasar bagi berlangsungnya proses interaksi sosial yakni adanya faktor imitasi,

faktor sugesti, faktor identifikasi, dan faktor simpati. Dikatakan demikian karena

didalam kenyataannya proses interaksi sosial tersebut memang sangat kompleks,

sehingga terkadang sulit mengadakan pembedaan tegas antara faktor-faktor

tersebut (Soekanto, 2000).

Herbert Blumer (dalam Kamanto, 2004) berpendapat bahwa interaksi

adalah pada saat manusia bertindak terhadap sesuatu atas dasar makna yang

dimiliki sesuatu tersebut bagi manusia. Selanjutnya makna yang dimiliki sesuatu

itu berasal dari interaksi antara seseorang dengan sesamanya. Banyak orang

menganggap bahwa warna merah berarti berani dan warna putih berarti suci.

Makna warna tersebut menurut Blumer (dalam Kamanto, 2004) berasal atau

muncul dari interaksi sosial. Makna tidak bersifat tetap namun dapat dirubah,

perubahan terhadap makna dapat terjadi melalui proses penafsiran yang dilakukan

orang ketika menjumpai sesuatu, proses tersebut disebut dengan interpretative

process. Blumer (dalam Kamanto, 2004) menekankan bahwa makna yang muncul

dari interaksi tersebut tidak langsung diterima oleh individu, akan tetapi

ditafsirkan terlebih dahulu.

3. Bentuk-bentuk Interaksi Sosial

Interaksi sosial berlangsung dalam berbagai wujud ataupun bentuk yang

menggambarkan suatu proses interaksi berlangsung. Soekanto (2002)

mengemukakan interaksi sosial dapat berupa kerja sama (co-operation),

(43)

commit to user

(accommodation). Sebagai contoh dalam sebuah kelompok individu, kemudian

kelompok tersebut kedatangan anggota baru didalamnya. Tentunya tidak semua

anggota kelompok yang lama dapat menerima kehadiran anggota baru, yang

akhirnya menimbulkan suatu konflik didalam kelompok tersebut. Untuk

mencegah agar konflik yang terjadi tidak berlanjut, maka pemimpin kelompok

berusaha untuk mereda konflik yang terjadi dan mengatasi masalah yang ada,

sehingga tercapai suatu keadaan akomodasi yang menjadi dasar suatu kerja sama.

Pendapat lain dikemukakan oleh Gillin dan Gillin (dalam Soekanto, 2002)

bahwa ada dua macam proses sosial yang timbul sebagai akibat dari interaksi

sosial, yakni proses asosiatif dan proses disosiatif. Bentuk-bentuk interaksi sosial

yang berkaitan dengan proses asosiatif dapat terbagi atas bentuk kerja sama,

akomodasi, dan asimilasi. Kerja sama merupakan suatu usaha bersama individu

dengan individu atau kelompok dengan kelompok untuk mencapai satu atau

beberapa tujuan. Akomodasi dapat diartikan sebagai suatu keadaan yang

didalamnya terjadi keseimbangan dalam interaksi antara individu dengan individu

atau kelompok dengan kelompok berkaitan dengan norma-norma sosial dan

nilai-nilai sosial yang berlaku dalam masyarakat. Usaha-usaha tersebut dilakukan untuk

mencapai suatu kestabilan. Asimilasi merupakan suatu proses yang didalamnya

terdapat pihak-pihak yang berinteraksi mengidentifikasikan dirinya dengan

kepentingan serta tujuan kelompok. Proses asosiatif ini dapat dilihat misalnya

pada masyarakat suatu kompleks perumahan dalam melaksanakan kerja bakti

membersihkan kompleks. Kerja bakti ini dilakukan secara gotong royong sebagai

(44)

commit to user

dilakukan tidak hanya melibatkan satu atau dua orang saja tetapi juga

kelompok-kelompok masyarakat sehingga terjadi suatu keseimbangan peran didalamnya.

Kerja bakti ini secara perlahan-lahan menimbulkan pemahaman bahwa kebersihan

lingkungan kompleks adalah tanggung jawab semua masyarakat yang tinggal

didalamnya.

Bentuk interaksi yang berkaitan dengan proses disosiatif ini dapat terbagi

atas bentuk persaingan, kontravensi, dan pertentangan. Persaingan merupakan

suatu proses sosial individu ataupun beberapa kelompok manusia yang bersaing

secara personal ataupun secara kelompok, mencari keuntungan melalui

bidang-bidang kehidupan. Bentuk kontravensi merupakan bentuk interaksi sosial yang

sifatnya berada antara persaingan dengan pertentangan. Hal ini ditandai oleh

gejala-gejala adanya ketidakpastian mengenai diri seseorang atau suatu rencana

dan juga perasaan tidak suka yang disembunyikan. Kontravensi dapat juga

merupakan sikap mental yang tersembunyi terhadap orang lain ataupun terhadap

unsur-unsur kebudayaan dari suatu masyarakat tertentu. Sikap tersembunyi

tersebut dapat berubah menjadi kebencian apabila terus tertanam dalam diri

individu, namun tidak menimbulkan suatu pertikaian atau pertentangan.

Pertentangan merupakan suatu proses sosial individu atau kelompok yang

berusaha untuk memenuhi tujuannya dengan jalan menantang pihak lawan yang

disertai dengan ancaman dan kekerasan.

Untuk tahapan proses asosiatif dan disosiatif Mark L. Knapp (dalam

Kamanto, 2004) menjelaskan tahapan interaksi sosial untuk mendekatkan dan

(45)

commit to user

(initiating), menjajaki (experimenting), meningkatkan (intensifying),

menyatupadukan (integrating) dan mempertalikan (bonding). Sebagai contoh

dalam tahapan-tahapan ini, misalnya saat seseorang mendapatkan pekerjaan baru

kemudian memasuki lingkungan kerja yang baru kemungkinan besar seseorang

akan memulai suatu obrolan ringan dengan rekan-rekan di tempat kerjanya. Hasil

komunikasi tersebut akan dijadikan dasar untuk hubungan selanjutnya. Tahapan

untuk merenggangkan meliputi membeda-bedakan (differentiating), membatasi

(circumscribing), memacetkan (stagnating), menghindari (avoiding), dan

memutuskan (terminating). Hal-hal yang semula dilakukan secara bersama-sama

lambat laun mulai dilakukan sendiri-sendiri. Keegoisan dari tiap individu mulai

muncul dan menguat, sedangkan toleransi terhadap orang lain mulai menurun.

Kemudian komunikasi mulai menjadi suatu hal yang menimbulkan konflik karena

cenderung ditanggapi dengan bantahan ataupun sangkalan.

Dapat dikatakan bahwa interaksi sosial berlangsung dalam bentuk positif

dan juga dalam bentuk negatif. Bentuk positif dari interaksi sosial dapat berupa

kerja sama dalam suatu kelompok individu untuk mencapai suatu tujuan bersama,

sedangkan bentuk negatif dari interaksi sosial dapat berupa pertentangan antara

individu dalam suatu kelompok atau antara kelompok satu dengan yang lainnya

yang menimbulkan konflik dan akhirnya menjadi terputusnya suatu komunikasi.

4. Syarat-syarat Terjadinya Interaksi Sosial

Interaksi sosial tidak akan mungkin terjadi apabila tidak ada kontak sosial

(social contact) dan komunikasi sebagai syarat yang harus dipenuhi untuk

(46)

commit to user a. Kontak sosial (social contact)

Kontak sosial merupakan tahap pertama dari terjadinya hubungan sosial.

Soekanto (2002) menjelaskan bahwa kontak secara fisik terjadi apabila

terjadi hubungan antara anggota badan seperti misalnya bersalaman atau

berjabat tangan. Sebagai gejala sosial, kontak tidak selalu harus bersifat

fisik karena individu dapat menjalin hubungan dengan individu lainnya

tanpa harus bersentuhan langsung secara fisik, misalnya dengan berbicara

dengan orang lain maka telah terjadi kontak sosial. Seiring dengan

perkembangan teknologi, manusia dapat melakukan hubungan atau kontak

dengan pihak lain tanpa harus bertatap muka secara langsung, misalnya

dengan menggunakan pesawat telepon, individu dapat menjalin kontak

dengan pihak lain yang berada ditempat yang tidak terjangkau bila harus

bertatap muka secara langsung. Kontak sosial dapat berlangsung antara

individu satu dengan individu lainnya, antara individu satu dengan suatu

kelompok tertentu ataupun sebaliknya, serta antara kelompok manusia

dengan kelompok manusia lainnya.

b. Komunikasi

Komunikasi merupakan penyampaian suatu informasi dan diikuti oleh

pemberian sebuah penafsiran serta reaksi terhadap informasi yang

disampaikan tersebut. Bimo (2002) mengemukakan bahwa melalui

komunikasi individu dapat menyampaikan berbagai ide, pemikiran,

ataupun pengetahuan yang didapatnya kepada orang lain secara timbal

(47)

commit to user

dapat melangsungkan kehidupan bermasyarakat. Hal serupa dikemukakan

oleh Soekanto (2002) bahwa komunikasi memiliki arti penting yakni

sebuah tafsiran yang diberikan oleh individu terhadap perilaku orang lain,

dalam hal ini perilaku berupa cara berbicara, gerak bahasa tubuh ataupun

sikap, selain itu juga penafsiran terhadap perasaan yang ingin

disampaikan. Kemudian orang tersebut akan memberikan reaksi terhadap

sesuatu yang ingin disampaikan tersebut. Penafsiran yang muncul dalam

komunikasi memiliki berbagai macam arti, terutama terhadap tingkah laku

orang lain. Seperti contoh adalah seulas senyum dapat memberikan

bermacam-macam arti bagi orang lain, dapat diartikan sebagai sikap

bersahabat dan ramah, akan tetapi juga dapat memunculkan arti sikap sinis

dan sikap ingin menunjukkan kemenangan. Bimo (2002) selanjutnya

mengungkapkan bahwa apabila komunikasi berlangsung secara

terus-menerus maka akan terjadi interaksi, yakni proses saling mempengaruhi

antara individu satu dengan individu lainnya.

Dapat dikatakan bahwa interaksi sosial terjadi bila adanya kontak sosial

diantara individu satu dengan yang lainnya, akan tetapi tanpa adanya komunikasi

maka interaksi tidak dapat berjalan dengan baik. Seorang individu melakukan

kontak sosial dengan orang lain seperti berjabat tangan dapat dikatakan telah

terjadi interaksi sosial, namun apabila tidak diiringi dengan suatu komunikasi

maka dapat dikatakan bahwa interaksi sosial tidak terjadi, karena tidak adanya

(48)

commit to user

apapun dari pihak lain. Kontak sosial dan komunikasi berjalan saling melengkapi

untuk mewujudkan terjadinya suatu interaksi sosial.

Disamping itu Kamanto (2004) mengungkapkan bahwa interaksi sosial

juga memiliki aturan, dan aturan tersebut dapat dilihat melalui dimensi ruang dan

dimensi waktu dari Robert T Hall serta definisi situasi dari W.I. Thomas (dalam

Kamanto, 2004). Hall (dalam Kamanto, 2004) menjelaskan dimensi ruang

dengan membagi ruangan dalam interaksi sosial menjadi 4 batasan jarak, yaitu

jarak intim, jarak pribadi, jarak sosial, dan jarak publik. Masing-masing jarak

tersebut memiliki dua tahap didalamnya, yakni tahap dekat dan tahap jauh. Jarak

intim meliputi keterlibatan individu dengan orang lain secara fisik yang juga

disertai oleh keterlibatan intensif dari organ panca indera seperti penglihatan,

sentuhan kulit, hembusan nafas, dan juga suara. Interaksi dalam jarak intim

berlangsung pada saat misalnya dua orang atlet gulat yang terlibat dalam suatu

pertandingan gulat. Gulat dapat dikatakan sebagai olahraga dengan jarak dekat

karena atlet satu sama lain terlibat intensif secara fisik seperti bersentuhan kulit,

hembusan nafas serta penglihatan. Tahap jauh dalam jarak intim terjadi apabila

individu terpaksa berada pada jarak intim dengan orang lain yang tidak dikenalnya,

seperti dalam kendaraan umum, maka individu tersebut akan berusaha sebisa

mungkin menghindari kontak fisik dengan orang lain disekitarnya. Jarak pribadi

meliputi individu yang memiliki hubungan dekat dengan individu lainnya, seperti

sepasang suami dan istri, hubungan ini pun dapat dikatakan sebagai interaksi

tahap dekat pada jarak pribadi. Interaksi tahap jauh pada jarak pribadi adalah

Gambar

Gambar 2 Pengujian Autokorelasi ………………………………………..
gambaran individu mengenai kepribadian yang diinginkan. Wima (2009)
gambaran diri dari individu tentang dirinya disetiap waktu. Pudjijogyanti (1995)
  commit to user Gambar 1
+7

Referensi

Dokumen terkait

Praktik Pengalaman Lapangan (PPL) adalah semua kegiatan kurikuler yang harus dilakukan oleh mahasiswa praktikan, sebagai pelatihan untuk menerapkan teori yang

Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui hasil penentuan harga jual produk dengan menggunakan metode Cost Plus Pricing dan Mark Up Pricing pada

Keadaan sosial ekonomi orang tua berkaitan dengan pemenuhan kebutuhan, termasuk biaya serta sarana dan prasarana belajar sebagai faktor pendukung siswa dalam belajar

The method used in this study is library research, which means that the data from both, primary and secondary sources are collected and recorded as a sort document used as

Berdasarkan hasil analisis model structural (SEM) dan analisis moderasi regresi (MRA) yang menguji hipotesis dalam penelitian ini didapatkan hasil antara lain :

motivasi sebagai karakter yang dapat meningkatkan keunggulan kompetitif; Para karyawan perlu mengembangkan komitmen dan determinasi, kepemimpinan, obsesi terhadap

Tapakan barong dan rangda yang hadir nunas pasupati di Pura Luhur Natar Sari merupakan penyeledi (pengganti) simbol Ida Bhatara Pura Luhur Natar Sari yang disungsung di

Penelitian ini bertujuan untuk menerapkan model pembelajaran RME Berbasis ethnomatematika untuk meningkatkan kemampuan pemecahan masalah mahasiswa calon guru