• Tidak ada hasil yang ditemukan

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Nilai VO2maks

Dalam dokumen KARYA TULIS ILMIAH DI INDONESIA (Halaman 29-35)

TINJAUAN PUSTAKA

2.3 Konsumsi Oksigen Maksimal (VO2maks ) .1 Definisi VO2maks

2.3.2 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Nilai VO2maks

Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi nilai VO2maks dapat disebutkan sebagai berikut.

1. Usia

Pada suatu penelitian cross-sectional dan longitudinal, nilai VO2maks pada anak usia 8-16 tahun yang tidak dilatih menunjukkan kenaikan progresif dan linier dari puncak kemampuan aerobik, sehubungan dengan umur kronologis pada anak perempuan dan laki-laki. Puncak nilai VO2maks dicapai kurang lebih pada usia 18-20 tahun pada kedua jenis kelamin (Sudibyo, 2008). Sebaliknya, nilai VO2maks menurun satu persen (1%) per tahun mulai usia 25 tahun. Namun, penurunan ini hanya 0.5% per tahun bagi individu yang aktif. Secara umum, kemampuan aerobik turun perlahan setelah usia 25 tahun (Nafita, 2012).

2. Jenis Kelamin

Kemampuan aerobik wanita sekitar 20% lebih rendah dari pria pada usia yang sama. Hal ini dikarenakan perbedaan hormonal yang menyebabkan wanita memiliki konsentrasi hemoglobin lebih rendah dan lemak tubuh lebih besar. Wanita memiliki jaringan lemak 27% dari komposisi tubuhnya, lebih banyak dibandingkan pria hanya 15% dari komposisi tubuhnya. Wanita juga memiliki massa otot lebih kecil daripada pria. Hormon testosteron adalah suatu

anabolic steroid yang membuat otot jadi lebih besar dan lebih kuat. Hormon ini 10 kali lebih banyak pada laki-laki daripada perempuan, sehingga laki-laki akan memiliki kekuatan otot yang lebih besar yang berakibat nilai VO2maks laki-laki akan lebih tinggi. Mulai umur 10 tahun, nilai VO2maks anak laki-laki menjadi lebih tinggi 12% dari anak perempuan. Pada umur 12 tahun, perbedaannya menjadi 20%, dan pada umur 16 tahun VO2maks anak laki-laki 37% lebih tinggi dibanding anak perempuan (Depkes, 2002; Sudibyo, 2008; Lathiifa, 2009).

3. Latihan Fisik

Latihan fisik dapat meningkatkan nilai VO2maks. Namun begitu, VO2maks ini tidak terpaku pada nilai tertentu, tetapi dapat berubah sesuai tingkat dan intensitas aktifitas fisik. Pengaruh latihan fisik ditentukan oleh macam latihan yang dilakukan, intensitas, frekuensi, dan lama latihan (Nafita, 2012). Pada istirahat yang lama dapat menurunkan VO2maks antara 15%-25%, sementara latihan fisik rutin yang teratur dapat menaikkan VO2maks dengan nilai yang

hampir serupa (Sudibyo, 2008). Kegiatan fisik sangat mempengaruhi semua komponen kesegaran jasmani. Latihan yang bersifat aerobik akan meningkatkan daya tahan kardiorespirasi dan mengurangi lemak tubuh (Lathiifa, 2009).

4. Genetik

Genetik berpengaruh terhadap kapasitas jantung paru, hemoglobin/sel darah dan serat otot (Depkes, 2002). Perbedaan kebugaran aerobik diantara saudara kandung (dizygotic) dan kembar identik (monozygotic), lebih besar pada saudara kandung daripada kembar identik. Pengaruh genetik pada kekuatan otot dan daya tahan otot pada umumnya berhubungan dengan komposisi serabut otot yang terdiri dari serat merah dan serat putih. Seseorang yang memiliki lebih banyak serat merah digunakan untuk melakukan kegiatan bersifat aerobik, sedangkan yang lebih banyak memiliki serat otot rangka putih, lebih mampu melakukan kegiatan yang bersifat anaerobik (Lathiifa, 2009). Kemampuan yang dimiliki oleh keturunan tertentu diduga terkait dengan jumlah mitokondria yang dimilikinya. Orang kulit berwarna dari suku Afrika memiliki jumlah mitokondria yang lebih banyak, sehingga meningkatkan kemampuan sel menyediakan energi, sehingga orang tersebut tidak mudah merasa lelah (Budiasih, 2011).

5. Kebiasaan Merokok

Kebiasaan merokok dapat memberikan dampak negatif terhadap kapasitas VO2maks, yaitu dapat menurunkan kapasitas VO2maks. Penurunan ini terjadi

karena jumlah oksigen yang diabsorbsi paru-paru menurun, kandungan karbon monoksida dalam rokok mengikat hemoglobin, terjadinya gangguan pertukaran gas di paru-paru, dan terganggunya aliran darah ke otot. Kandungan karbon monoksida yang terdapat dalam rokok mengikat hemoglobin lebih kuat daripada oksigen. Hal ini yang menyebabkan terjadinya penurunan jumlah oksigen yang diabsorbsi paru-paru karena yang diangkut adalah karbon monoksida bukan oksigen. Karbon monoksida dalam rokok juga dapat merusak lapisan endotel dalam pembuluh darah. Jika terbentuk plak dalam pembuluh darah, dapat menyebabkan terjadinya arterosklerosis yang dapat menyebabkan berbagai penyakit kardiovaskular. Terjadinya gangguan jantung dan pembuluh darah akan menyebabkan penurunan kapasitas VO2maks (Nafita, 2012).

6. Status Gizi

Status gizi adalah hasil akhir dari keseimbangan antara makanan yang masuk ke dalam tubuh (nutrient input) dengan kebutuhan tubuh (nutrient output) akan zat gizi tersebut. Penilaian status gizi dapat dilakukan melalui beberapa cara antara lain : pemeriksaan klinis, biokimiawi, dan antropometri. Cara pengukuran status gizi dengan pemeriksaan klinis dan biokimiawi memerlukan biaya yang cukup mahal dan ketrampilan khusus. Cara pengukuran yang sederhana dan mudah dilakukan adalah dengan antropometri. Antropometri disajikan dalam berbagai indeks antara lain : berat badan menurut umur, tinggi badan menurut umur, berat badan menurut tinggi

badan, lingkar kepala, lingkar lengan atas, lapisan lemak bawah kulit,dan Indeks Massa Tubuh (IMT). Antropometri atau ukuran tubuh dapat memberikan gambaran tentang status energi dan protein seseorang. Zat gizi sendiri dapat diartikan adalah ikatan kimia yang diperlukan tubuh untuk melakukan fungsinya, yaitu menghasilkan energi, membangun dan memelihara jaringan, serta mengatur proses-proses kehidupan. Daya tahan tubuh akan berada dalam keadaan optimal bila mengkonsumsi tinggi karbohidrat (60-70%). Diet tinggi protein terutama untuk memperbesar otot dan untuk olah raga yang memerlukan kekuatan otot yang besar (Budiasih, 2011).

7. Komposisi Tubuh

Komposisi tubuh merupakan komponen kebugaran yang berhubungan dengan jumlah total relatif dari otot, lemak, tulang dan bagian-bagian vital lain alam tubuh. Seseorang yang komposisi tubuhnya lebih banyak lemak daripada otot akan memiliki tingkat kebugaran relatif rendah dibandingkan dengan orang yang komposisi tubuhnya lebih banyak otot/bukan lemak (Nafita, 2012).

2.3.3 Faktor-Faktor yang Menentukan Nilai VO2maks 1. Paru – Paru

Permukaan alveoli dalam volume paru yang bersih akan menentukan difusi (pertukaran) gas. Pada saat melakukan aktivitas fisik yang intens, terjadi peningkatan kebutuhan oksigen oleh otot yang sedang bekerja. Kebutuhan

oksigen inii didapat dari ventilasi dan pertukaran oksigen dalam paru-paru. Konsumsi oksigen dan ventilasi paru total meningkat sekitar 20 kali pada saat ia melakukan latihan dengan intensitas maksimal (Sudibyo, 2012).

2. Sistem Kardiovaskular

Sistem kardiovaskular adalah yang mengangkut dan mendistribusikan oksigen dalam darah ke seluruh tubuh (Lathiifa, 2009). Respon kardiovaskular yang paling utama terhadap aktivitas fisik adalah peningkatan cardiac output. Peningkatan ini disebabkan oleh peningkatan isi sekuncup jantung maupun

heart rate yang dapat mencapai sekitar 95% dari tingkat maksimalnya. Karena pemakaian oksigen oleh tubuh tidak dapat lebih dari kecepatan sistem kardiovaskular menghantarkan oksigen ke jaringan, maka dapat dikatakan bahwa sistem kardiovaskular dapat membatasi nilai VO2maks (Sudibyo, 2012).

3. Sel Darah Merah (Hemoglobin)

Oksigen berikatan dengan hemoglobin, maka kadar oksigen dalam darah juga ditentukan oleh kadar hemoglobin yang tersedia. Jika kadar hemoglobin berada di bawah normal, misalnya pada anemia, maka jumlah oksigen dalam darah juga lebih rendah. Sebaliknya, bila kadar hemoglobin lebih tinggi dari normal, seperti pada keadaan polisitemia, maka kadar oksigen dalam darah akan meningkat (Sudibyo, 2012).

4. Pembuluh Darah

Pembuluh darah yang bersih dan elastis akan menentukan kualitas sirkulasi darah. Ketika berlatih harus lebih banyak darah yang beredar, pembuluh harus

dapat mampu melebar (dilatasi) agar aliran dapat lebih lancar. Pembuluh darah yang mengalami arteriosklerosis akan kaku, sulit untuk dilatasi. Pembuluh darah yang cukup banyak akan juga mempermudah aliran darah. Orang yang berlatih daya tahan aerobik akan dapat mengaktifkan pembuluh-pembuluh yang tidak aktif (Sudibyo, 2012).

Dalam dokumen KARYA TULIS ILMIAH DI INDONESIA (Halaman 29-35)

Dokumen terkait