• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN

2.4 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penyaluran Kredit

Besarnya jumlah kredit yang disalurkan oleh bank merupakan usaha bank dalam

menyalurkan kembali kepada masyarakat yang membutuhkan. Penyaluran kredit

merupakan kegiatan usaha yang mendominasi pengalokasian dana bank. Penggunaan

dana untuk penyaluran kredit ini mencapai 70% -80% dari volume usaha bank.

Menurut Siamat (2005: 349), terkonsentrasinya usaha bank dalam penyaluran

kredit tersebut disebabkan beberapa alasan yaitu:

1. Sifat usaha bank yang berfungsi sebagai lembaga intermediasi antara unit surplus

dan unit defisit.

2. Penyaluran kredit merupakan memberikan keuntungan dari selisih bunga yang

pasti sehingga besarnya pendapatan dapat diperkirakan.

3. Melihat posisinya dalam bidang pelaksanaan kebijakan moneter, perbankan

merupakan sektor usaha yang kegiatannya paling diatur pemerintah.

4. Sumber dana utama bank berasal dari dana masyarakat sehingga secara moral

mereka harus menyalurkan kembali kepada masyarakat dalam bentuk kredit.

Warjiyo (2004: 83) menyebutkan bahwa “Perilaku perbankan dalam penyaluran

kredit selain dipengaruhi oleh dana yang tersedia yang bersumber dari Dana Pihak

Ketiga (DPK), juga dipengaruhi oleh persepsi bank terhadap prospek usaha debitur dan

kondisi perbankan itu sendiri seperti permodalan atau Capital Adequacy Ratio (CAR), jumlah kredit macet atau Non Performing Loan (NPL), dan Loan to Deposit Ratio

(LDR) yang merupakan perbandingan antara kredit yang diberikan terhadap Dana

Pihak Ketiga. Selian itu, ada indikator lain yang juga berpengaruh terhadap keputusan

bank untuk menyalurkan kredit kepada debitur, yakni faktor rentabilitas atau tingkat

2.4.1 Dana Pihak Ketiga (DPK)

Menurut Dendawijaya (2005: 49), “dana-dana yang dihimpun dari masyarakat

dapat mencapai 80% - 90% dari seluruh dana yang dikelola oleh bank dan kegiatan

penyaluran perkreditan yang optimal mencapai 70% - 80% dari total aktiva bank”.

Dana Pihak Ketiga (DPK) dibutuhkan suatu bank dalam menjalankan operasinya.

Dendawijaya (2005: 56), mendefinisikan “Dana Pihak Ketiga adalah dana berupa

simpanan dari masyarakat”. Bank dapat memanfaatkan dana dari pihak ketiga ini untuk

ditempatkan pada pos-pos yang menghasilkan pendapatan bagi bank, salah satunya

yaitu dalam bentuk kredit.

Pertumbuhan dana pihak ketiga akan mengakibatkan pertumbuhan kredit yang

pada akhirnya Loan to Deposit Ratio (LDR) juga akan meningkat. Masyarakat yang kelebihan dana dapat menyimpan dananya di dalam bank dalam bentuk tabungan,

deposito, giro, dan sertifikat deposit. Semakin banyak dana yang dimiliki suatu bank,

maka semakin besar peluang bagi bank tersebut untuk melakukan kegiatan-kegiatan

dalam mencapai tujuannya. Peranan bank sebagai lembaga keuangan tidak terlepas dari

Menurut Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 6/23/DPNP tanggal 31 Mei 2004

dana yang dipercayakan oleh masyarakat kepada bank atau dana yang bersumber dari

pihak ketiga dan dihimpun oleh sektor perbankan adalah:

1. Tabungan (saving deposit) adalah simpanan yang penarikannya hanya dapat dilakukan menurut syarat-syarat tertentu yang disepakati, tetapi tidak dapat ditarik

dengan cek, bilyet giro. Dana tabungan biasanya dimiliki oleh masyarakat dengan

kegiatan bisnis relatif kecil, bahkan tidak ada.

2. Deposito berjangka (time deposit) adalah simpanan yang penarikannya hanya dapat dilakukan pada waktu tertentu berdasarkan perjanjian nasabah penyimpan dengan

bank. Dana yang berasal dari deposito adalah dana termahal yang harus

ditangggung oleh bank. Dana dari simpanan berjangka pada umumnya dihimpun

dari pengusaha menengah dan masyarakat dari golongan menengah atas yang bukan

bisnis.

3. Giro (demand deposit) adalah simpanan yang penarikannya dapat dilakukan setiap saat dengan cek, bilyet giro, sarana pemerintah pembayaran lainnya, atau dengan

pemindah bukuan. Dana giro umumnya digunakan oleh pengusaha dengan likuiditas

tinggi, sehingga pergerakan dananya sangat cepat. Memiliki rekening giro untuk

pengusaha merupakan kebutuhan mutlak demi kelancaran bisnis dan urusan

pembayaran.

4. Sertifikat deposito (certificate of deposit) adalah simpanan dalam bentuk deposito yang sertifikat bukti penyimpanannya dapat di pindah tangankan.

2.4.2 Capital Adequacy Ratio (CAR)

Capital Adequacy Ratio (CAR) merupakan rasio permodalan yang menunjukkan kemampuan bank dalam menyediakan dana untuk keperluan

pengembangan usaha dan menampung risiko kerugian dana yang diakibatkan oleh

kegiatan operasi bank. Dendawijaya (2005: 121) menyatakan bahwa “Capital Adequacy Ratio merupakan rasio yang memperlihatkan seberapa jauh seluruh aktiva bank yang mengandung risiko (kredit penyertaan, surat berharga, tagihan pada bank

lain) untuk dibiayai dari dana modal bank sendiri, disamping memperoleh dana-dana

dari sumber-sumber di luar, seperti dana masyarakat, pinjaman (utang) dan lain-lain”.

Sesuai dengan Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 26/5/BPPP tanggal 29 Mei

1993 besarnya CAR yang harus dicapai oleh suatu bank minimal 8% sejak akhir tahun

1995, dan sejak akhir tahun 1997 CAR yang harus dicapai minimal 9%. Menurut

Peraturan Bank Indonesia Nomor 10/15/PBI/2008 menjelaskan “Bank wajib

menyediakan modal minimum sebesar 8% dari Aktiva Tertimbang Menurut Risiko

(ATMR)”. Dengan demikian semakin tinggi jumlah penyaluran kredit, maka akan

besar risiko kredit terhadap bank dan cadangan CAR yang disediakan bank harus lebih

besar, sehingga memungkinkan adanya pengaruh jumlah penyaluran kredit terhadap

CAR.

Menurut Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 6/23/DPNP tanggal 31 Mei 2004

CAR adalah rasio modal terhadap Aktiva Tertimbang Menurut Risiko (ATMR).

Modal terdiri dari modal inti dan modal pelengkap. ATMR adalah nilai total

masing-masing aktiva bank setelah dikalikan dengan masing-masing-masing-masing bobot risiko aktiva

tersebut. Semakin tinggi CAR, maka semakin besar pula sumber daya finansial yang

dapat digunakan untuk mengantisipasi potensi kerugian yang diakibatkan oleh

penyaluran kredit. Secara singkat dapat dikatakan besarnya nilai CAR akan

meningkatkan kepercayaan diri perbankan dalam menyalurkan kredit.Dengan CAR di

atas 20%, perbankan bisa memacu pertumbuhan kredit hingga 20%-25% setahun.

Adapun kriteria penetapan tingkat peringkat kompsit CAR yang telah ditetapkan

Bank Indonesia sebagai berikut:

Tabel 2.1

Kriteria Penetapan Peringkat Komposit Capital Adequacy Ratio (CAR)

Komponen

Peringkat

1 2 3 4 5

Sangat

Baik Baik Cukup Baik Kurang Baik

Tidak Baik CAR CAR > 12% 9% < CAR < 12% 8% < CAR < 9% 6% < CAR < 8% CAR < 6% Sumber: Surat Edaran Bank Indonesia No. 6/23/DPNP tanggal 31 Mei 2004

2.4.3 Non Performing Loan (NPL)

Non Performing Loan (NPL)merupakan rasio yang dipergunakan untuk mengukur kemampuan dalam meng-cover risiko kegagalan pengembalian kredit oleh debitur (Darmawan, 2004). Jadi, rasio ini menggambarkan kemampuan manajemen

risiko yang timbul apabila peminjam tidak dapat mengembalikan dana yang dipinjam

dan bunga yang harus dibayarnya.

Menurut Surat Edaran Bank Indonesia No.3/30/DPNP tanggal 14 Desember

2001, NPL diukur dari rasio perbandingan antara kredit bermasalah terhadap total

kredit yang diberikan. NPL yang tinggi memperbesar biaya, sehingga berpotensi

terhadap kerugian bank. Semakin tinggi rasio ini, maka semakin buruk kualitas kredit

bank yang menyebabkan jumlah kredit yang bermasalah semakin besar. NPL

mencerminkan risiko kredit, semakin kecil NPL semakin kecil pula risiko kredit yang

ditanggung pihak bank. Bank Indonesia menetapkan nilai NPL maksimum adalah

sebesar 5%, apabila bank memperoleh nilai NPL melebihi batas yang diberikan, maka

bank tersebut dikatakan tidak sehat. Dalam Surat Keputusan Direktur Bank Indonesia

Nomor 31/147/KEP/DIR Tahun 1998 kredit digolongkan menjadi lima, yaitu lancar,

dalam perhatian khusus, kurang lancar, diragukan, dan macet. Komponen kredit

bermasalah di atas merupakan kredit yang kolektibilitasnya digolongkan ke dalam

tingkat kurang lancar, diragukan, dan macet. Dampak dari keberadaan NPL dalam

jumlah besar tidak hanya berdampak pada bank yang bersangkutan, tetapi juga meluas

dalam cakupan nasional yaitu memperlambat laju pertumbuhan perekonomian nasional

bila tidak dapat ditangani dengan tepat.

Menurut Dendawijaya (2005), kemacetan fasilitas kredit disebabkan oleh 2

(dua) faktor, yaitu:

Dalam hal ini analisis kredit kurang teliti, baik dalam mengecek kebenaran dan

keaslian dokumen maupun salah dalam menghitung rasio-rasio yang ada.

2. Dari pihak nasabah

Kemacetan kredit yang disebabkan nasabah diakibatkan oleh dua hal yaitu, pertama

adanya unsur kesengajaan, kedua adanya unsur tidak sengaja.

Menurut Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 6/23/DPNP tanggal 31 Mei

2004, NPL dirumuskan sebagai berikut:

Kredit bermasalah adalah kredit dengan kualitas kurang lancar, diragukan, dan

macet. Kredit yang diberikan adalah kredit yang diberikan bank uang sudah ditarik

atau dicairkan bank. Kredit yang diberikan tidak termasuk kredit kepada bank lain.

Kriteria penilaian tingkat kesehatan rasio NPL dapat dilihat pada Tabel 2.2

berikut ini:

Tabel 2.2

Kriteria Penetapan Peringkat Komposit Non Performing Loan(NPL)

Komponen

Peringkat

1 2 3 4 5

Sangat

Baik Baik Cukup Baik Kurang Baik

Tidak Baik NPL NPL < 2% 2% < NPL < 5% 5% < NPL < 8% 8% < NPL < 12% NPL > 6%

Sumber: Surat Edaran Bank Indonesia No.6/23/DPNP tanggal 31 Mei 2004

2.4.4 Loan to Deposit Ratio (LDR)

Fungsi utama bank adalah sebagai lembaga perantara keuangan atau financial intermediary. Fungsi intermediasi ini dapat ditunjukkan oleh Loan to Deposit Ratio

(LDR). Menurut Dendawijaya (2005: 116),“Loan to Deposit Ratio (LDR) adalah rasio antara seluruh jumlah kredit yang diberikan bank dengan dana yang diterima oleh

bank”. Sedangkan menurut Kasmir (2008), “Loan to Deposit Ratio merupakan rasio untuk mengukur komposisi jumlah kredit yang diberikan dibandingkan dengan jumlah

dana masyarakat dan modal sendiri yang digunakan”.

Dengan demikian LDR menggambarkan kemampuan bank membayar kembali

penarikan yang dilakukan nasabah deposan dengan mengandalkan kredit yagn

diberikan sebagai sumber likuiditasnya. Semakin tinggi rasio ini, semakin rendah

kemampuan likuiditas bank. Hal ini dikarenakan penyaluran kredit merupakan salah

satu tujuan dari penghimpunan dana bank, yang sekaligus memberikan kontribusi

pendapatan terbesar bagi bank. Semakin banyak kredit yang disalurkan, maka semakin

tidak likuid (illiquid) suatu bank, karena seluruh dana yang berhasil dihimpun telah disalurkan dalam bentuk kredit, sehingga tidak terdapat kelebihan dana untuk

dipinjamkan lagi atau untuk diinvestasikan.

Tingginya rasio LDR ini, di satu sisi menunjukkan pendapatan bank yang

semakin besar, tetapi menyebabkan suatu bank menjadi tidak likuid dan memberikan

konsekuensi meningkatnya risiko yang harus ditanggung oleh bank, berupa

meningkatnya jumlah NPL atau Credit Risk, yang mengakibatkan bank mengalami kesulitan untuk mengembalikan dana yang telah dititipkan oleh nasabah, karena kredit

yang disalurkan mengalami kegagalan atau bermasalah.

Namun di sisi lain, rendahnya rasio LDR cenderung menunjukkan tingkat

menganggur, yang apabila tidak dimanfaatkan dapat menghilangkan kesempatan bank

untuk memperoleh pendapatan yang sebesar-besarnya dan menunjukkan bahwa fungsi

utama bank sebagai financial intermediary tidak berjalan efisien.

Menurut Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 6/23/DPNP tanggal 31 Mei

2004,LDR dirumuskan sebagai berikut:

Dari penjelasan tersebut disimpulkan bahwa rasio LDR dihitung dari

pembagian kredit yang diberikan kepada pihak ketiga (tidak termasuk antarbank)

dengan Dana Pihak Ketiga (DPK) yang mencakup giro, tabungan, dan deposito (tidak

termasuk antarbank). Berdasarkan ketentuan Bank Indonesia, besarnya standar nilai

Loan to Deposit Ratio (LDR) menurut Bank Indonesia adalah 85%-100%. Tujuan perhitungan LDR adalah untuk mengetahui serta menilai sampai seberapa jauh suatu

bank memiliki kondisi sehat dalam menjalankan kegiatan operasinya. Dengan kata

lain, LDR digunakan sebagai suatu indikator untuk mengetahui tingkat kerawanan

suatu bank.

Kriteria penilaian tingkat kesehatan rasio NPL dapat dilihat pada Tabel 2.3

berikut ini:

Tabel 2.3

Kriteria Penetapan Peringkat Komposit Loan to Deposit Ratio (LDR)

Komponen

Peringkat

1 2 3 4 5

Sangat Baik Baik Cukup Baik Kurang Baik Tidak Baik

LDR 50% < LDR<75% 75% <LDR<85% 85% <LDR<100% 100% <LDR< 120% LDR>120%

2.4.5 Return on Asset (ROA)

Dapat dipahami secara konsep bahwa dana dari pihak ketiga dihimpun,

kemudian disalurkan oleh bank kepada masyarakat dalam bentuk aktiva produktif

berupa kredit. Kredit merupakan sumber pendapatan dan keuntungan bank yang

terbesar. Dana yang tertanam dalam bentuk kredit yang diberikan merupakan bagian

yang terbesar dari aset operasional. Kredit inilah yang dimaksudkan dengan total aset

yang digunakan untuk menghitung ROA sebuah bank. Oleh sebab itu, setiap perubahan

yang terjadi pada jumlah dana pihak ketiga serta jumlah kredit yang disalurkan akan

berdampak pada perubahan besar kecilnya persentase ROA suatu bank.

Kemudian ROA dipilih sebagai indikator pengukur kinerja keuangan perbankan,

karena ROA digunakan untuk mengukur efektivitas perusahaan di dalam menghasilkan

keuntungan dengan memanfaatkan aset yang dimilikinya. Dengan semakin tingginya

ROA, maka hal tersebut menunjukkan bahwa bank telah menyalurkan kredit guna

mendapatkan keuntungan.

Dendawijaya (2005) mengemukakan bahwa “ROA bertujuan untuk mengukur

kemampuan perusahaan dalam mendayagunakan aset untuk memperoleh laba dan

mengukur hasil total untuk seluruh kreditor dari pemegang saham selaku penyedia

sumber dana”. Dengan kata lain, rasio ini menunjukkan tingkat pengembalian laba

bersih terhadap penggunaan keseluruhan jumlah aset serta dinyatakan dalam bentuk

Return on Asset (ROA) dapat diukur dengan perbandingan antara laba sebelum pajak terhadap total aset. Menurut Surat Edaran Bank Indonesia No.6/23/DPNP

tanggal 31 Mei 2004, ROA dirumuskan sebagai berikut:

Laba sebelum pajak adalah laba bersih dari kegiatan operasional bank sebelum

pajak. Total aset yang dimilki oleh bank yang bersangkutan. Semakin besar ROA

menunjukkan kinerja keuangan yang semakin baik, karena tingkat return semakin besar. Bank Indonesia selaku pembina dan pengawas perbankan lebih mengutamakan

nilai profitabilitas suatu bank yang diukur dengan aset yang perolehan dananya

sebagian besar berasal dari simpanan masyarakat (Siamat, 2005). Menurut ketentuan

Bank Indonesia ROA dikatakan cukup baik apabila rasio ROA berkisar antara 0,5%

sampai dengan 1,25%.

2.5 Penelitian Terdahulu

Penelitian-penelitian yang digunakan sebagai bahan referensi dalam penelitian

ini antara lain:

Adawiyah (2012) dalam penelitiannya yang berjudul “Analisis Penyaluran

Kredit Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) pada PT. Bank Riau Kepri

Provinsi Riau”. Penelitian ini menggunakan variabel dependen yaitu Kredit dan

variabel independen meliputi Dana Pihak Ketiga (DPK), Capital Adequacy Ratio

(CAR), Return on Asset (ROA), dan Non Performing Loan (NPL). Teknik analisis yang digunakan adalah regresi linier berganda. Hasil penelitiannya menyatakan bahwa

DPK berpengaruh negatif dan tidak signifikan terhadap Kredit pada PT. Bank Bank

Riau Kepri Provinsi Riau, CAR berpengaruh negatif dan signifikan terhadap Kredit

pada PT. Bank Bank Riau Kepri Provinsi Riau, sedangkan ROA NPL berpengaruh

positif dan tidak signifikan terhadap Kredit pada PT. Bank Bank Riau Kepri Provinsi

Riau.

Dewi (2012) dalam penelitiannya yang berjudul “Pengaruh Risiko Kredit,

DPK, Likuiditas, dan Tingkat Efisiensi Usaha pada Volume Kredit”. Penelitian ini

menggunakan variabel dependen yaitu Kredit dan variabel independen meliputi Non Performing Loan (NPL), Dana Pihak Ketiga (DPK), Loan to Deposit Ratio (LDR), Biaya Operasional terhadap Pendapatan Operasional (BOPO). Teknik analisis yang

digunakan adalah regresi data panel. Hasil penelitiannya menyatakan bahwa NPL

berpengaruh negatif dan tidak signifikan terhadap Kredit pada BPR kota Denpasar,

DPK dan LDR berpengaruh positif dan signifikan terhadap Kredit pada BPR kota

Denpasar, sedangkan BOPO berpengaruh positif dan tidak signifikan terhadap Kredit

pada BPR kota Denpasar.

Oktaviani (2012) dalam penelitiannya yang berjudul “Pengaruh DPK, ROA,

CAR, NPL, dan Jumlah SBI terhadap Penyaluran Kredit Perbankan (Studi pada Bank

Umum Go Public di Indonesia Periode 2008-2011)”. Penelitian ini menggunakan variabel dependen yaitu Kredit dan variabel independen meliputi Dana Pihak Ketiga

(DPK), Return on Asset (ROA), Capital Adequacy Ratio (CAR), Non Performing Loan

(NPL), Sertifikat Bank Indonesia (SBI). Teknik analisis yang digunakan adalah regresi

positif dan signifikan terhadap Kredit pada Bank Umum Go Public di Indonesia, ROA dan NPL berpengaruh positif dan tidak signifikan terhadap Kredit pada Bank Umum

Go Public di Indonesia, sedangkan SBI berpengaruh negatif dan signifikan terhadap Kredit pada Bank Umum Go Public di Indonesia.

Wijayanto (2012) dalam penelitiannya yang berjudul “Pengaruh Dana Pihak

Ketiga (DPK), Capital Adequacy Ratio (CAR), Non Performing Loan (NPL), Return on Asset (ROA), dan Loan to Deposit Ratio (LDR) terhadap Volume Kredit yang Disalurkan Bank Persero (Studi Empirik pada Bank Persero di Indonesia Periode

2006-2011)”. Penelitian ini menggunakan variabel dependen yaitu Kredit dan variabel

independen meliputi Dana Pihak Ketiga (DPK), Capital Adequacy Ratio (CAR), Non Performing Loan (NPL), Return on Asset (ROA), dan Loan to Deposit Ratio (LDR). Teknik analisis yang digunakan adalah regresi linier berganda. Hasil penelitiannya

menyatakan bahwa DPK dan ROA berpengaruh positif dan signifikan terhadap Kredit

pada Bank Persero di Indonesia, sedangkan CAR, LDR, dan NPL berpengaruh positif

dan tidak signifikan terhadap Kredit pada Bank Persero di Indonesia.

Muklis (2011) dalam penelitiannya yang berjudul “Penyaluran Kredit Bank

Ditinjau dari Jumlah Dana Pihak Ketiga dan Tingkat Non Performing Loans”. Penelitian ini menggunakan variabel dependen yaitu Kredit dan variabel independen

meliputi Dana Pihak Ketiga (DPK), dan Non Performing Loan (NPL). Teknik analisis yang digunakan adalah regresi dinamis versi error correction model (ECM). Hasil penelitiannya menyatakan bahwa DPK berpengaruh positif dan tidak signifikan

berpengaruh negatif dan tidak signifikan terhadap Kredit pada PT. Bank Rakyat

Indonesia (Persero) Tbk.

Tabel 2.4 Penelitian Terdahulu No Peneliti/

Tahun Judul Penelitian

Variabel Teknik

Analisis Hasil Penelitian Dependen Independen 1 Adawiyah (2012) Analisis Penyaluran Kredit Usaha Mikro Kecil dan Menengah

(UMKM) pada PT. Bank Riau Kepri Provinsi Riau

Kredit Dana Pihak Ketiga (DPK), Capital Adequacy Ratio (CAR), Return on Asset (ROA), Non Performing Loan (NPL) Regresi Linier Berganda 1. DPK berpengaruh negatif dan tidak signifikan terhadap Kredit pada PT. Bank Riau Kepri Provinsi Riau. 2. CAR berpengaruh negatif dan signifikan terhadap Kredit pada PT. Bank Riau Kepri Provinsi Riau. 3. ROA dan NPL berpengaruh positif dan tidak signifikan terhadap Kredit pada PT. Bank Riau Kepri Provinsi Riau.

2 Dewi (2012) Pengaruh Risiko Kredit, DPK, Likuiditas, dan Tingkat Efisiensi Usaha pada Volume Kredit

Kredit Non Performing Loan (NPL), Dana Pihak Ketiga (DPK), Loan to Deposit Ratio (LDR), Regresi Data Panel 1. NPL berpengaruh negatif dan tidak signifikan terhadap Kredit pada BPR kota Denpasar. 2. DPK dan LDR

Biaya Operasional terhadap Pendapatan Operasional (BOPO)

berpengaruh positif dan signifikan terhadap Kredit pada BPR kota Denpasar. 3. BOPO berpengaruh positif dan tidan signifikan terhadap Kredit pada BPR kota Denpasar. 3 Oktaviani (2012) Pengaruh DPK, ROA, CAR, NPL, dan Jumlah SBI terhadap Penyaluran Kredit Perbankan (Studi pada Bank Umum Go Public

di Indonesia Periode 2008-2011)

Kredit Dana Pihak

Ketiga (DPK), Return on Asset (ROA), Capital Adequacy Ratio (CAR), Non Performing Loan (NPL), Sertifikat Bank Indonesia (SBI) Regresi Linier Berganda 1. DPK dan CAR berpengaruh positif dan signifikan terhadap Kredit pada Bank Umum

Go Public di Indonesia. 2. ROA dan NPL berpengaruh positif dan tidak signifikan terhadap Kredit pada Bank Umum Go Public di Indonesia. 3. SBI berpengaruh negatif dan signifikan terhadap Kredit pada Bank Umu Go Public di Indonesia.

Tabel 2.4 Penelitian Terdahulu No Peneliti/

Tahun Judul Penelitian

Variabel Teknik

Analisis Hasil Penelitian Dependen Independen

4 Wijayanto (2012)

Pengaruh Dana Pihak Ketiga (DPK), Capital Adequacy Ratio (CAR),

Non Performing Loan

(NPL), Return on Asset

(ROA), dan Loan to

Deposit Ratio (LDR) terhadap Volume Kredit yang Disalurkan Bank Persero (Studi Empirik

Kredit Dana Pihak

Ketiga (DPK), Capital Adequacy Ratio (CAR), Non Performing Loan (NPL), Return on Regresi Linier Berganda 1. DPK dan ROA berpengaruh positif dan signifikan terhadap Kredit pada Bank Persero di Indonesia. 2. CAR, LDR, dan NPL berpengaruh positif dan tidak signifikan terhadap

Indonesia Periode 2006-2011) Loan to Deposit Ratio (LDR) Persero di Indonesia. 5 Muklis (2011) Penyaluran Kredit Ditinjau dari Jumlah Dana Pihak Ketiga dan Tingkat Non Performing Loans

Kredit Dana Pihak

Ketiga (DPK), Non Performing Loan (NPL) Regresi Dinamis versi Error Correction Model (ECM) 1. DPK berpengaruh positif dan tidak signifikan terhadap Kredit pada PT. Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk. 2. NPL berpengaruh negatif dan tidak signifikan terhadap Kredit pada PT. Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk. 2.6 Kerangka Konseptual

2.6.1 Pengaruh Dana Pihak Ketiga terhadap Penyaluran Kredit

Dalam Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 dikatakan bahwa “bank adalah

badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan

menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan/atau bentuk-bentuk

lainnya, dalam rangka meningkatkan taraf hidup masyarakat banyak”. Dengan

demikian, bank merupakan bagian dari lembaga keuangan yang memiliki fungsi

intermediasi yaitu menghimpun dana dari masyarakat yang kelebihan dana dan

menyalurkan dana yang dihimpunnya kepada masyarakat yang kekurangan dana

(Abdullah, 2005: 17). Dana Pihak Ketiga merupakan sumber dana bank yang berasal

dari masyarakat sebagai nasabah dalam bentuk simpanan giro, tabungan, dan deposito.

Kegiatan bank setelah menghimpun dana dari masyarakat luas adalah menyalurkan

Berdasarkan Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998, dapat dikatakan bahwa

besarnya penyaluran kredit bergantung pada besarnya dana pihak ketiga yang dapat

dihimpun oleh perbankan. Umumnya dana yang dihimpun oleh perbankan dari

masyarakat akan digunakan untuk pendanaan aktivitas sektor riil melalui penyaluran

kredit. Dengan demikian menurut (Warjiyo, 2005: 432) dapat dikatakan bahwa

“besarnya penyaluran kredit bergantung kepada besarnya dana pihak ketiga yang dapat

dihimpun oleh perbankan”. Berdasarkan dari penjelasan di atas dapat disimpulkan

bahwa dana pihak ketiga akan mempengaruhi penyaluran kredit pada perbankan.

Dengan demikian, dana pihak ketiga memiliki hubungan dengan penyaluran kredit

yang berarti bila terjadi peningkatan dalam penghimpunan dana pihak ketiga akan

diikuti dengan peningkatan penyaluran kredit. Semakin tinggi dana pihak ketiga yang

Dokumen terkait