• Tidak ada hasil yang ditemukan

Faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan daging sap

Analisis ini ditentukan berdasarkan analisis regresi linier berganda dengan menggunakan program SPSS (Statistical Package for Social Science) versi 13.0 dengan memasukkan seluruh variabel bebas yang diduga berpengaruh terhadap

permintaan daging sapi. Model regresi yang digunakan adalah model Ordinary Least Square (OLS). Berdasarkan hasil pengolahan data tahap pertama dengan menggunakan metode enter, diperoleh variabel-variabel bebas yang diduga mempengaruhi permintaan terhadap daging sapi yang dapat dilihat di Tabel 14.

Tabel 15 menunjukkan bahwa hasil regresi pendugaan model permintaan daging sapi oleh konsumen rumah tangga di Kota Bandar Lampung memperlihatkan nilai F hitung untuk konsumen rumah tangga sebesar 22,837, dengan nilai

probabilitas 0,000. Hasil tersebut menunjukkan F hitung yang dihasilkan dari

analisis regresi permintaan daging sapi oleh konsumen rumah tangga di Kota Bandar Lampung tersebut menerangkan bahwa variabel – variabel bebas harga daging sapi (X1), harga ayam ras pedaging (X2), harga telur ayam (X3), harga

ayam buras (X4), harga ikan (X5), harga tahu (X6), harga tempe (X7), jumlah

anggota rumah tangga (X8), pendapatan (X9), pendidikan (X10), umur (X11), dan

pengetahuan gizi (Dm) secara bersama-sama berpengaruh terhadap permintaan daging sapi (Y) pada tingkat kepercayaan 95 persen.

Hasil analisis selanjutnya koefisien determinasi (R2) yang diperoleh sebesar 0,813 yang berarti bahwa 81,3 % dari variabel-variabel bebas yaitu, harga daging sapi (X1), harga ayam ras pedaging (X2), harga telur ayam (X3), harga ayam buras

(X4), harga ikan (X5), harga tahu (X6), harga tempe (X7), jumlah anggota rumah

tangga (X8), pendapatan (X9), pendidikan (X10), umur (X11), dan pengetahuan gizi

(Dm) menjelaskan keragaan permintaan daging sapi oleh konsumen rumah tangga di Kota Bandar Lampung, sedangkan 18,7 % sisanya dijelaskan oleh variabel lain yang tidak dimasukkan dalam model regresi.

Tabel 15. Hasil analisis regresi pendugaan model permintaan daging sapi

Variabel Koef. Regresi P-value

Konstanta -2434 0,004

Harga daging sapi (X1) -2,8 . 10 -6

0,577 Harga ayam ras pedaging (X2) 2,33 . 10-5 ** 0,137

Harga telur (X3) 1,54 . 10 -5

0,599 Harga ayam buras (X4) 4,36 . 10

-5 ***** 0,003 Harga ikan (X5) -4,0 . 10 -6 0,248 Harga tahu (X6) 1,17 . 10 -5 * 0,171 Harga tempe (X7) 1,01 . 10 -5 0,485 Jumlah anggota rumah tangga (X8) -0,023 *** 0,079

Pendapatan (X9) 1,13 . 10 -7 ***** 0,000 Pendidikan (X10) -0,005 0,353 Umur (X11) 0,000 0,750 Pengetahuan gizi (Dm) 0,054 ** 0,108 F-hitung 22,837 R2 adjutsted 0,777 R2 0,813 Durbin Watson Sig. 1,970 0,000

Keterangan : * = Nyata pada tingkat kepercayaan 80 persen ** = Nyata pada tingkat kepercayaan 85 persen *** = Nyata pada tingkat kepercayaan 90 persen **** = Nyata pada tingkat kepercayaan 95 persen ***** = Nyata pada tingkat kepercayaan 99 persen

1. Uji Asumsi Klasik

Untuk mendapatkan penaksir-penaksir yang bersifat BLUE (Best Liniar Unbiased Estimator) dari penaksir linear kuadrat terkecil (OLS) maka harus memenuhi asumsi-asumsi klasik yaitu tidak adanya multikolinearitas, heteroskedastisitas, dan autokorelasi. Multikolinearitas adalah adanya hubungan linear yang

sempurna atau pasti di antara beberapa atau semua variable yang menjelaskan dari model regresi. Menurut Neter et al.(1993) dalam Naftali (2007), multikolinearitas

dapat dideteksi dengan melihat nilai Variance Inflation Factor (VIF), yaitu jika nilai VIF kurang dari 10 maka tidak terdapat multikolinieritas.

Berdasarkan nilai VIF, diketahui bahwa di dalam model regresi tidak terdapat mulitikolinieritas karena nilai VIF seluruh variabel bebas dalam model kurang dari 10 (Tabel 16).

Tabel 16. Hasil pengujian mulitikolinieritas

Variabel Tolerance VIF

Harga daging sapi 0,763 1,310

Harga ayam ras pedaging 0,844 1,184

Harga telur 0,863 1,158

Harga ayam buras 0,894 1,119

Harga ikan 0,556 1,797

Harga tahu 0,759 1,318

Harga tempe 0,777 1,287

Jumlah anggota rumah tangga 0,468 2,138

Pendapatan rumah tangga 0,326 3,071

Pendidikan 0,251 3,978

Umur 0,469 2,133

Pengetahuan gizi 0,372 2,688

Heteroskedastisitas adalah keadaan dimana faktor gangguan tidak memiliki varian yang sama. Adanya heteroskedastisitas dalam model analisis mengakibatkan varian dan koefisien-koefisien OLS tidak lagi minimum dan penaksir-penaksir OLS menjadi tidak efisien meskipun penaksir OLS tetap tidak bias dan konsisten. Dari hasil analisis menggunakan uji Glejser, diketahui model regresi mengalami masalah heteroskedastis. Uji Glejser dilakukan dengan meregresikan variabel- variabel bebas terhadap nilai absolut residualnya. Setelah model diketahui positif mengalami masalah heteroskedastis, dilakukan transformasi log sehingga masalah heteroskedastis dalam model berkurang.

Autokorelasi dapat didefinisikan sebagai korelasi antara anggota serangkaian observasi yang diurutkan menurut waktu (seperti dalam data deretan waktu) atau ruang (seperti dalam data cross-sectional). Secara sederhana dapat dikatakan model klasik mengasumsikan bahwa unsur gangguan yang berhubungan dengan observasi tidak dipengaruhi oleh unsur gangguan yang berhubungan dengan pengamatan lain yang manapun (Gujarati, 2003).

Untuk menguji apakah model bebas dari masalah autokolerasi digunakan uji durbin watson (DW). Hasil uji DW yang diperoleh adalah 1,970. Adapun nilai DW tabel pada α = 0,05 dengan n = 76 :

dL = 1,184 , 4 – dL = 2,816 dU = 2,118 , 4 – dU = 1,882

diketahui bahwa DW lebih besar dari 4 −dU dan kurang dari dU atau 1,882 <1,970 < 2,118 artinya model yang terdeteksi berada pada wilayah tidak ada korelasi positif maupun korelasi negatif yang artinya tidak terdapat gejala autokolerasi pada model.

2. Hasil Uji t (Uji Parsial) dan Interpretasi Hasil Regresi

Untuk mengetahui pengaruh antara variabel bebas (X) masing-masing terhadap variabel terikat (Y) dapat dijelaskan sebagai berikut :

a. Faktor harga daging sapi (X1)

Berdasarkan hasil analisis regresi yang terdapat pada Tabel 15, faktor harga daging sapi tidak berpengaruh nyata terhadap permintaan daging sapi dengan tingkat kepercayaan 95 % artinya semakin tinggi harga daging sapi tidak akan

mempengaruhi konsumsi daging sapi per bulannya. Hal ini dikarenakan bagi rumah tangga yang terbiasa mengkonsumsi daging sapi, dalam membeli daging sapi rumah tangga tidak memperhatikan harga.

b. Faktor harga ayam ras pedaging (X2)

Faktor harga ayam ras pedaging berpengaruh nyata terhadap permintaan daging sapi dengan nilai probabilitas tingkat kepercayaan 86,3 % dan nilai koefisien regresi sebesar 2,33.10 -5 , artinya bila terjadi peningkatan harga ayam ras

pedaging sebesar satu persen maka akan mengakibatkan peningkatan permintaan terhadap daging sapi sebesar 2,33.10 -5 .

c. Faktor harga telur (X3)

Hasil regresi juga menyimpulkan bahwa faktor harga telur tidak berpengaruh nyata terhadap permintaan daging sapi dengan tingkat kepercayaan 95 % artinya semakin tinggi harga telur tidak akan mempengaruhi konsumsi daging sapi per bulannya. Hal ini dikarenakan bagi rumah tangga yang terbiasa mengkonsumsi daging sapi tidak dapat digantikan oleh telur, begitu pula sebaliknya.

d. Faktor harga ayam buras

Faktor harga ayam buras berpengaruh nyata terhadap permintaan daging sapi dengan tingkat kepercayaan 99 %, dan nilai koefisien regresi sebesar 4,3.10 -5 , artinya bila terjadi peningkatan harga ayam buras sebesar satu persen maka akan mengakibatkan peningkatan permintaan terhadap daging sapi sebesar 4,3.10 -5 dan begitu pula sebaliknya.

e. Faktor harga ikan

Hasil regresi juga menyimpulkan bahwa faktor harga ikan tidak berpengaruh nyata terhadap permintaan daging sapi dengan tingkat kepercayaan 95 % artinya apabila terjadi peningkatan atau penurunan harga ikan tidak akan mempengaruhi jumlah konsumsi daging sapi. Hal tersebut dikarenakan orang tetap

mengkonsumsi ikan walaupun harganya naik atau turun serta tidak

menggantikanya dengan daging sapi, dan juga dikarenakan harga ikan lebih murah.

f. Faktor harga tahu

Faktor harga tahu berpengaruh nyata terhadap permintaan daging sapi dengan tingkat kepercayaan 82,9 %, artinya apabila terjadi peningkatan atau penurunan harga tahu akan mempengaruhi jumlah konsumsi daging sapi pada rumah tangga. Koefisien regresi sebesar 1,17.10 -5 , artinya bila terjadi peningkatan harga tahu sebesar satu persen maka akan mengakibatkan peningkatan permintaan terhadap daging sapi sebesar 1,17.10 -5 dan begitu pula sebaliknya.

g. Faktor harga tempe

Hasil regresi juga menyimpulkan bahwa faktor harga tempe tidak berpengaruh nyata terhadap permintaan daging sapi dengan tingkat kepercayaan 95 %, artinya apabila terjadi peningkatan atau penurunan harga tempe tidak akan mempengaruhi jumlah konsumsi daging sapi pada rumah tangga. Hal ini dikarenakan tempe merupakan lauk yang selalu tersedia di rumah tangga, memiliki harga yang relatif murah, disukai oleh seluruh anggota rumah tangga sehingga rumah tangga akan

tetap mengkonsumsi daging sapi walaupun terjadi peningkatan atau penurunan harga tempe.

h. Jumlah anggota rumah tangga

Hasil regresi menyimpulkan bahwa faktor jumlah anggota rumah tangga

berpengaruh nyata terhadap permintaan daging sapi dengan tingkat kepercayaan 92,1%. Koefisien regresi sebesar -0,23, artinya bila terjadi peningkatan jumlah anggota rumah tangga sebesar satu persen akan mengakibatkan penurunan permintaan daging sapi oleh konsumen rumah tangga sebesar 0,23 persen.

Kemampuan masyarakat dalam mengkonsumsi daging sapi sangat ditentukan oleh daya beli masyarakat. Semakin banyak anggota rumah tangga dalam keluarga terlebih lagi yang masih menjalani pendidikan akan meningkatkan pengeluaran rumah tangga. Hal ini akan menyebabkan konsumen lebih mendahulukan

mengeluarkan biaya untuk kebutuhan pokok dari pada untuk membeli daging sapi karena konsumen akan mengkonsumsi bahan pangan yang lebih murah daripada daging sapi.

i. Faktor pendapatan rumah tangga

Berdasarkan Tabel 15, faktor pendapatan rumah tangga yang diukur dari

pengeluaran berpengaruh nyata terhadap permintaan daging sapi oleh konsumen rumah tangga di Kota Bandar Lampung dengan tingkat kepercayaan 99 %. Nilai koefisien regresi sebesar 1,13.10-7 menunjukkan bahwa setiap kenaikan

pendapatan sebesar satu persen, maka akan mengakibatkan peningkatan

ini dikarenakan semakin tinggi pendapatan responden, maka ia akan lebih memilih daging sebagai alternatif menu makanan yaitu daging sapi.

Nilai koefisien pendapatan rumah tangga yang berbanding lurus dengan

permintaan daging sapi ini sesuai dengan penelitian terdahulu mengenai faktor- faktor yang mempengaruhi permintaan ayam ras pedaging ( Andaryani, 2004) . Dari hasil penelitian diketahui bahwa rata-rata pendapatan konsumen rumah tangga adalah sebesar Rp. 2.168.841.

j. Pendidikan

Hasil regresi menyimpulkan bahwa faktor pendidikan tidak berpengaruh nyata terhadap permintaan daging sapi dengan tingkat kepercayaan 95 %. Hal ini dikarenakan tingkat kesukaan konsumen terhadap daging sapi berbeda-beda sehingga walaupun pendidikan yang dimiliki oleh konsumen tinggi, tidak berpengaruh terhadap permintaan daging sapi.

k. Umur

Faktor umur responden tidak berpengaruh nyata terhadap permintaan daging sapi dengan tingkat kepercayaan 95 %. Hal tersebut menunjukkan bahwa tinggi rendahnya umur yang dimiliki oleh responden tidak akan mempengaruhi

permintaan daging sapi, karena responden mengkonsumsi daging sapi berdasarkan kebutuhan dan keinginan.

l. Variabel boneka (dummy variable) Pengetahuan gizi (D)

Pada penelitian ini memasukkan variabel boneka yaitu pengetahuan gizi tinggi dan rendah terhadap daging sapi, pangan serta gizi . Variabel tersebut sengaja

digunakan untuk menerangkan apakah permintaan daging sapi dipengaruhi oleh pengetahuan gizi responden. Dari hasil regresi menyimpulkan bahwa faktor pengetahuan gizi berpengaruh nyata terhadap permintaan daging sapi dengan tingkat kepercayaan 89,2 %. Koefisien regresi sebesar 0.054 menunjukkan bahwa setiap kenaikan pengetahuan gizi sebesar satu persen, maka akan mengakibatkan peningkatan permintaan daging sapi sebesar 0.054 persen, dan begitu pula sebaliknya.

Berdasarkan hasil analisis uji t terdapat enam variabel bebas yang berpengaruh nyata terhadap permintaan daging sapi, yaitu harga ayam ras pedaging, harga ayam buras, harga tahu, jumlah anggota rumah tangga, pendapatan rumah tangga, dan pengetahuan gizi. enam variabel lainnya tidak berpengaruh nyata terhadap permintaan daging sapi, yaitu harga daging sapi, harga telur, harga ikan, harga tempe, pendidikan, dan umur.

Dari hasil analisis di atas maka secara matematis bentuk persamaan permintaan daging sapi oleh konsumen rumah tangga di Kota Bandar Lampung adalah : Yd = - 2434 - 2,8.10 -6X1 + 2,33.10 -5X2 + 1,54.10 -5X3 + 4,36.10 -5X4

- 4,0.10 -6X5 + 1,17.10 -5X6 + 1,01.10 -5X7 - 0,023X8 + 1,13.10 -7X9

- 0,005X10 + 0,000X11 + 0,054 + e

Dokumen terkait