ANALISIS PERMINTAAN DAGING SAPI
OLEH KONSUMEN RUMAH TANGGA DI KOTA
BANDAR LAMPUNG
(Skripsi)Oleh :
Novi Yeni Eka Susanti
SOSIAL EKONOMI PERTANIAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
ABSTRAK
ANALISIS PERMINTAAN DAGING SAPI OLEH KONSUMEN RUMAH TANGGA DI KOTA
BANDAR LAMPUNG
Oleh
Novi Yeni Eka S1, R. Hanung Ismono2, dan Rabiatul Adawiyah 2
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan daging sapi oleh konsumen rumah tangga di Kota Bandar Lampung, tingkat kepekaan (elastisitas) permintaan daging sapi oleh konsumen rumah tangga di Kota Bandar Lampung, dan kontribusi daging sapi yang dikonsumsi terhadap angka kecukupan protein pada konsumen rumah tangga di Kota
Bandar Lampung.
Penelitian dilaksanakan di Kota Bandar Lampung. Lokasi ini dipilih secara segaja ( purposive). Pengambilan sampel dilakukan secara multistage sampling.
Responden terdiri dari 76 orang yang merupakan ibu rumah tangga pada kelas menengah atas dan menengah bawah. Pengumpulan data dilaksanakan pada bulan Mei - Juli 2010. Metode analisis data yang digunakan adalah analisis kuantitatif (statistik) dan kualitatif (deskriptif).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa : (1) Faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan daging sapi oleh konsumen rumah tangga di Kota Bandar Lampung adalah harga ayam ras pedaging, harga ayam buras, harga tahu, jumlah anggota rumah tangga, pendapatan rumah tangga dan pengetahuan gizi, (2) Permintaan daging sapi bersifat tidak elastis terhadap perubahan harga daging sapi di tingkat konsumen, permintaan daging sapi terhadap harga ayam ras pedaging, harga ayam buras, dan harga tahu memiliki sifat subtitusi, dan daging sapi merupakan barang normal, (3) Kontribusi protein terhadap angka kecukupan protein pada rumah tangga menengah ke atas tertinggi sebesar 3,74 persen, sedangkan pada rumah tangga menengah kebawah tertinggi sebesar 2,32 persen.
ABSTRACT
ANALYSIS OF BEEF DEMAND BY HOUSEHOLD CONSUMERS IN BANDAR LAMPUNG CITY
By
Novi Yeni Eka S1, R. Hanung Ismono2, and Rabiatul Adawiyah 2
This study aimed to analyze the factors that affect consumer demand for beef by households in Bandar Lampung, the level of demand sensitivity (elasticity) for beef by consumer households in Bandar Lampung, and the contribution of the beef consumed on the number of protein adequacy in household consumers in Bandar Lampung.
The experiment was conducted in Bandar Lampung. This location is selected purposive. Sampling is done by multistage sampling. Respondents consisted of 76 people who are housewife at the upper middle and lower middle class based on the income. Data was conducted in May-July 2010. Data analysis methods that used in this research are quantitative analysis (statistical) and qualitative analysis (descriptive).
The results showed that: (1) the factors that affect consumer demand for beef by households in Bandar Lampung is the price of broiler chicken, domestic poultry prices, tofu price, the number of household members, household income and knowledge of nutritious, (2) demand for beef is inelastic to beef price change at the consumer level, demand for beef on broiler price, domestic poultry price, and tofu prices are subtitusions, and beef is a normal good, (3) contribution of protein to protein adeguacy in middle to upper household of 3.74 percent, while the highest medium household of 2.32 per cent.
Keyword: Beef, Household Consumers, Bandar Lampung
ANALISIS PERMINTAAN DAGING SAPI OLEH KONSUMEN RUMAH TANGGA DI KOTA
BANDAR LAMPUNG
Oleh
Novi Yeni Eka Susanti
Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar SARJANA PERTANIAN
pada
Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Lampung
FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS LAMPUNG
Judul : ANALISIS PERMINTAAN DAGING SAPI OLEH KONSUMEN RUMAH TANGGA DI KOTA BANDAR LAMPUNG
Nama : NOVI YENI EKA SUSANTI
NPM : 0514021036
Jurusan/P.S : Sosial Ekonomi Pertanian/Agribisnis
Fakultas : Pertanian
MENYETUJUI,
1. Komisi Pembimbing,
Dr. Ir. R. Hanung Ismono, M.P. Ir. Rabiatul Adawiyah, M.Si.
NIP. 196206231986031003 NIP. 196408251990032002
.
2. Ketua Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian,
MENGESAHKAN
1. Tim Penguji
Ketua : Dr.Ir. R. Hanung Ismono, M.P.
...
Sekretaris : Ir. Rabiatul Adawiyah, M.Si.
...
Penguji
Bukan Pembimbing : Dr.Ir. Dwi Haryono, M.S.
...
2. Dekan Fakultas Pertanian
Prof. Dr. Ir. Wan Abbas Zakaria, M.S. NIP. 19610826 198702 1 001
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Tegal pada tanggal 25 November 1986 sebagai anak
pertama dari empat bersaudara, pasangan Bapak Hermawan dan Ibu Hartini Budi
Wati.
Penulis menyelesaikan pendidikan Sekolah Dasar (SD) pada SDN 1 Tanjung
Gading Bandar Lampung pada tahun 1999, pendidikan Sekolah Lanjut Tingkat
Pertama (SLTP) pada SLTP Katika II-2 Bandar Lampung pada tahun 2002, dan
pendidikan Sekolah Menengah Atas (SMA) pada SMA Al-Kautsar Bandar
Lampung pada tahun 2005. Penulis terdaftar sebagai mahasiswa Jurusan
Sosial Ekonomi Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Lampung pada tahun
2005 melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB).
Pada tahun 2008 penulis juga mengikuti Kuliah Kerja Lapang (KKL) selama 8
hari ke Malang, Bali dan Yogyakarta. Pada tahun 2009 penulis melaksanakan
Praktik Umum selama 40 hari di PT. Juang Jaya Abdi Alam. Dalam kegiatan
kemahasiswaan, penulis pernah menjadi anggota Sosek English Club (SEC)
periode 2005 – 2006, anggota Himpunan Mahasiswa Sosial Ekonomi Pertanian
(Himaseperta) periode 2005 – 2006, dan anggota Unit Kegiatan Mahasiswa
SANWACANA
Bismillahirrohmanirrohim
Alhamdullilahirobbil ‘alamin, segala puji hanya kepada Allah SWT, atas segala
rahmat dan karunia sehingga penulis dapat dapat menyelesaikan skripsi ini.
Sholawat serta salam semoga senantiasa tercurah kepada Baginda Rasulullah
Muhammad SAW, teladan bagi seluruh umat manusia.
Banyak pihak yang telah memberikan bantuan, nasehat, serta saran yang
membangun dalam penyelesaian skripsi ini, yang berjudul “Analisis Permintaan
Permintaan Daging Sapi Oleh Konsumen Rumah Tangga Di Kota Bandar
Lampung”. Oleh karena itu, dengan rendah hati penulis mengucapkan terima
kasih yang tak terhingga kepada :
1. Dr. Ir. R. Hanung Ismono, M.P., sebagai Pembimbing Pertama, Pembimbing
Akademik, serta Ketua Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian Fakultas Pertanian
Universitas Lampung, atas bimbingan, arahan dan nasehatnya.
2. Ir. Rabiatul Adawiyah, M.Si., sebagai Pembimbing Kedua, atas bimbingan,
arahan dan nasehatnya.
3. Dr. Ir. Dwi Haryono, M.S., sebagai Dosen Penguji Skripsi atas masukan,
arahan dan nasehatnya.
4. Dr. Ir. Wan Abbas Zakaria, M.S., sebagai Dekan Fakultas Pertanian
5. Karyawan-karyawan di Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian, Mba Iin, Mba Ayi,
Mas Bo, Mas Kardi, dan Mas Boim atas bantuannya.
6. Mama dan papa tercinta, yang selalu memberikan dukungan dan semangat,
doa yang tiada henti, kasih sayang yang tidak berujung, atas pengorbanan,
serta cucuran keringat. Skripsi ini nanda persembahkan untuk mama.
7. Nenek Surini dan Om Welly Budiman yang telah memberikan dukungan
moril dan materil.
8. Adik-adikku tersayang, Rendi Pratama Putra, M. Maulana Khoirul Azmi dan
Bayu Prasetyo, atas doa, canda tawa, dan pelajaran berharga bagaimana
menjadi seorang kakak.
9. Ahmad Ade Guardo, S.Pt, yang telah memberikan dukungan dan semangat
10.Sahabat dan Teman-teman AGB 05; Elvita, Della, Shinta, Ganis, Anggun,
Resti, Hanum, Eni, Dayang,Yuli, Friska, Fitri, Ade, Mary, April, Twe, Aty,
Nining, Mitha, Resi, Kombe, Ninda, Dita, Ocha, Tio, Koko, Ari, Budi, Deni,
Indra, Arif, Iqbal, Sutris, Niko, Oki, Awang, Angga, dan yang senantiasa
memberikan bantuan dan semangat kepada penulis dalam menyelesaikan
skripsi ini serta atas kebersamaan dan keceriaaan yang kita lalui bersama.
11.Teman-teman PKP 05; Taufik, Hengki, Helian, Erwin, Vidi, Teteh Amel,
Naris, Wayan, Dewi, Mela, Dora, Andika, Hovani, dan teman-teman lain yang
atas bantuan serta kebersamaan dan keceriaan yang kita lalui bersama.
12.Teman-teman 06; Eka lia, Saleh, Tiar, Amoy, Asima, Ayu, Dina I, Dina S,
Erni, Hendra, Lidiya, Lidiya W, Rini, Tari, Eliya dan teman-teman atas
bantuan dan semangat kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini serta
13.Buat teman-teman Sosek angkatan 2003, 2004, 2005, 2006, 2007, 2008 dan
2009 yang tidak dapat disebutkan satu persatu, atas dukungan dan doanya.
14.Untuk semua orang yang telah hadir dalam hidup penulis dan memberi makna
di setiap langkah yang tidak mampu penulis sebutkan satu persatu.
Semoga Allah SWT memberikan balasan terbaik atas segala bantuan yang telah
diberikan. Penulis meminta maaf jika ada kesalahan dan kepada Allah SWT
penulis mohon ampun.
Bandar Lampung, November 2010 Penulis,
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL ... i
DAFTAR GAMBAR ... ii
I. PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang dan Masalah ... 1
B. Tujuan Penelitian ... 6
C. Kegunaan Penelitian ... 7
II. TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS ... 8
A. Tinjauan Pustaka ... 8
1 . Sapi Potong ... 8
2 . Angka Kecukupan Gizi ... 11
3. Pola Konsumsi Pangan ... 11
4. Faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat konsumsi ... 12
5. Teori Permintaan ... 17
6. Konsep Elastisitas ... 27
7. Hasil Penelitian Terdahulu ... 33
B. Kerangka Pemikiran ... 34
C. Hipotesis ... 37
III.METODE PENELITIAN ... 39
A. Konsep Dasar dan Batasan Operasional ... 39
B. Lokasi Penelitian, Responden, dan Waktu Penelitian ... 41
C. Metode Pengumpulan Data ... 45
E. Perhitungan Elastisitas ... 48
IV. GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITAN... 52
A. Kota Bandar Lampung ... 52
B. Gambaran umum kelurahan yang menjadi daerah Penelitian ... 57
D. Faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan daging sapi oleh konsumen rumah tangga di Kota Bandar Lampung ... 71
E. Elastisitas Permintaan Daging Sapi ... 80
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
1. Populasi dan produksi sapi potong di Propinsi Lampung
berdasarkan Kabupaten/Kota tahun 2008 ... 3
2. Konsumsi, jumlah penduduk, dan konsumsi per kapita per tahun daging sapi potong berdasarkan Kabupaten/Kota di Propinsi
Lampung tahun 2007... 4
3. Perkembangan tingkat produksi dan konsumsi daging sapi potong
di Kota Bandar Lampung tahun 2004 – 2008 ... 5
4. Perincian penentu tempat penelitian analisis permintaan daging
sapi oleh konsumen rumah tangga di Kota Bandar Lampung ... 42
5. Luas wilayah, jumlah penduduk dan kepadatan per kecamatan di
Kota Bandar Lampung tahun 2008 ... 54
6. Tingkat pendidikan penduduk Kota Bandar Lampung
tahun 2008 ... 55
7. Penyebaran penduduk yang bekerja menurut lapangan usaha
di Kota Bandar Lampung ... 56
8. Sebaran umur dan jumlah konsumsi daging sapi oleh konsumen
rumah tangga di Kota Bandar Lampung ... 61
9. Sebaran tingkat pendidikan dan jumlah konsumsi daging sapi oleh
konsumen rumah tangga di Kota Bandar Lampung ... 62
10.Jumlah anggota keluarga dan konsumsi daging sapi oleh konsumen
rumah tangga di Kota Bandar Lampung ... 63
11.Jumlah konsumsi daging sapi oleh konsumen berdasarkan
penggolongan kelas rumah tangga di Kota Bandar Lampung .... 64
12.Rata-rata pengeluaran rumah tangga berdasarkan penggolongan
13.Jenis pekerjaan, jumlah, pendapatan, dan konsumsi daging sapi oleh konsumen rumah tangga di Kota Bandar Lampung ... 68
14.Alasan pembelian daging sapi ... 69
15.Hasil analisis regresi pendugaan model permintaan
daging sapi ... 73
16.Hasil pengujian Multikolinieritas ... 74
17.Konsumsi protein daging sapi serta kontribusinya terhadap angka kecukupan protein hewani pada konsumen rumah tangga di Kota
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
1. Pergeseran kurva permintaan ... 20
2. Kurva permintaan ... 22
3. Paradigma kerangka pemikiran analisis permintaan daging sapi
BAB I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang dan Masalah
Peningkatan ketahanan pangan Nasional pada hakekatnya mempunyai arti
strategis bagi pembangunan Nasional. Ketersediaan pangan yang cukup, aman,
merata, harga terjangkau dan bergizi merupakan pilar pembangunan sumberdaya
manusia. Pembangunan sumberdaya manusia yang berkualitas sebagai faktor
kunci peningkatan produktivitas dalam memacu pembangunan Nasional
( Suryana, 2000).
Pemerintah mempunyai komitmen untuk mewujudkan ketahanan pangan nasional,
termasuk menanggulangi kerawanan pangan dan kekurangan gizi. Komitmen
tersebut tertuang dalam program utama Departemen Pertanian yaitu Program
Peningkatan Ketahanan Pangan, sedangkan di bidang peternakan tertuang dalam
suatu program terobosan yaitu Program Kecukupan Pangan Hewani Asal Ternak,
khususnya daging sapi (Dinas Peternakan Propinsi Lampung, 2009).
Daging sapi merupakan salah satu sumber bahan pangan hewani, mengandung
unsur gizi yang cukup tinggi berupa protein dan energi. Permintaan terhadap
produk pangan hewani ini cenderung terus meningkat setiap tahun sejalan dengan
bertambahnya jumlah penduduk, peningkatan pendapatan dan kesejahteraan
masyarakat. Selain faktor tersebut, faktor yang turut mendorong meningkatnya
dari bahan pangan sumber protein nabati ke bahan pangan sumber protein hewani
(Erwidodo, 1997). Fenomena ini diperkirakan akan terus berlanjut kedepan.
Permintaan daging sapi di Indonesia saat ini 6,5 kg/kapita/tahun (Direktorat
Jendral Peternakan, 2009) dan cenderung mengalami peningkatan setiap
tahunnya, namun peningkatan tersebut belum diimbangi dengan penambahan
produksi yang memadai. Pada tahun 2007 permintaan daging sapi tercatat
sebanyak 453.844 ton sedangkan produksi daging sapi dalam negeri hanya
mampu memenuhi kebutuhan 418.210 ton (Subagyo, 2009). Hal ini berarti
terdapat kesenjangan yang cukup besar antara produksi daging sapi dengan
permintaan sebesar 35.634 ton. Besarnya kesenjangan tersebut dipasok dari
impor (Direktorat Jenderal Bina Produksi Peternakan, 2008).
Provinsi Lampung merupakan salah satu lumbung ternak Nasional, hal ini
ditunjukkan dengan produksi daging sapi pada tahun 2008 yang cukup besar yaitu
10.670,05ton (Dinas Peternakan Propinsi Lampung, 2009). Kebutuhan konsumsi
penduduk Propinsi Lampung sebesar 7.368.796 jiwa untuk daging secara
keseluruhan adalah 57.391, 821 ton, sedangkan sumber daging yang berasal dari
sapi potong tersedia 10.670 ton sehingga kontribusi daging yang berasal dari sapi
potong lebih kurang 18 persen dari kebutuhan daging secara keseluruhan (Dinas
Peternakan Propinsi Lampung, 2009).
Sentra produksi terbesar sapi potong di Propinsi Lampung adalah Kota Bandar
Lampung yaitu sebesar 31,5 % dari total produksi (Dinas Peternakan Propinsi
Lampung, 2009), akan tetapi sebagai sentra produksi daging sapi, Kota Bandar
populasi sapi potong yang terdapat di Propinsi Lampung. Populasi dan produksi
sapi potong di Propinsi Lampung berdasarkan Kabupaten/Kota tahun 2008 dapat
dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Populasi dan produksi sapi potong di Propinsi Lampung berdasarkan kabupaten/kota tahun 2008
No Kabupaten/Kota Populasi Sapi Potong (ekor) Produksi Daging Sapi (Kg)
1 Lampung Barat 15.492 601.910
2 Tanggamus 15.436 667.510
3 Lampung Selatan 48.337 739.890
4 Pesawaran 9.450 317.090
5 Lampung Timur 75.171 949.270
6 Lampung Tengah 140.579 824.410
7 Lampung Utara 19.892 811.740
8 Way Kanan 26.566 260.150
9 Tulang Bawang 70.892 1.867.240
10 Bandar Lampung 1.334 3.364.360
11 Metro 2.377 266.480
Jumlah 425.526 10.670.050
Sumber : Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Propinsi Lampung, 2009.
Kota Bandar Lampung merupakan pusat kegiatan pemerintah, sosial, politik,
pendidikan, dan kebudayaan, juga merupakan pusat kegiatan perekonomian di
Propinsi Lampung. Oleh karena itu, tidak heran jika wilayah Kota Bandar
Lampung merupakan wilayah permintaan daging sapi terbanyak di Propinsi
Lampung. Konsumsi, jumlah penduduk, dan konsumsi per kapita per tahun
daging sapi potong berdasarkan kabupaten/kota di Propinsi Lampung tahun 2007
Tabel 2. Konsumsi, jumlah penduduk, dan konsumsi per kapita per tahun daging
Sumber : Data diolah dari Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Propinsi Lampung, 2009
Berdasarkan Tabel 2, dapat dilihat bahwa meskipun jumlah penduduk di Kota
Bandar Lampung menempati urutan kelima di Propinsi Lampung, setelah
Lampung Selatan, Lampung Tengah, Lampung Timur dan Tanggamus, namun
konsumsi daging sapi oleh konsumen rumah tangga di Kota Bandar Lampung
menempati urutan pertama di propinsi, yaitu sebesar 3,76 kg/kapita/tahun.
Perkembangan produksi dan konsumsi daging sapi di Kota Bandar Lampung
Tabel 3. Perkembangan tingkat produksi dan konsumsi daging sapi potong di Kota Bandar Lampung tahun 2004 –2008
Tahun Produksi Konsumsi Konsumsi/kapita/tahun
Konsumsi Protein
Sumber : Data diolah dari Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Propinsi Lampung, 2009.
Pada Tabel 3, terlihat bahwa konsumsi daging sapi di Kota Bandar Lampung
mengalami peningkatan yang signifikan. Peningkatan konsumsi daging sapi di
Kota Bandar Lampung telah dapat diimbangi dengan produksi daging sapi yang
memadai, baik dari segi mutu maupun jumlahnya. Apabila dilihat dari konsumsi
daging sapi di Kota Bandar Lampung pada tahun 2008, maka daging sapi
memberikan kontribusi konsumsi sebesar 43 % dari total konsumsi daging yaitu
9,61 kg/kapita/tahun (Dinas Peternakan Propinsi Lampung, 2009). Hal ini berarti,
daging sapi di Kota Bandar Lampung mempunyai peranan yang penting dalam
memenuhi kebutuhan permintaan pangan hewani dan perbaikan gizi masyarakat.
Akan tetapi, dalam mengkonsumsi protein berasal dari daging sapi, Kota Bandar
Lampung masih belum memenuhi angka kecukupan protein dari hasil ternak yang
dianjurkan menurut WKNPG yaitu sebesar 6 gram/kapita/hari (Dinas Peternakan
Propinsi Lampung, 2008). Ditinjau dari angka kecukupan gizi tersebut, pada
tahun 2008, pemenuhan konsumsi protein daging sapi di Kota Bandar Lampung
Hal ini berarti konsumsi protein daging sapi di Kota Bandar Lampung masih
sangat rendah.
Berdasarkan uraian latar belakang tersebut di atas, maka dapat dirumuskan
permasalahan yang akan diteliti sebagai berikut :
1. Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi permintaan daging sapi oleh
konsumen rumah tangga di Kota Bandar Lampung?
2. Berapakah tingkat kepekaan (elastisitas) permintaan daging sapi oleh
konsumen rumah tangga di Kota Bandar Lampung akibat perubahan
masing-masing faktor?
3. Berapakah kontribusi daging sapi yang dikonsumsi terhadap angka kecukupan
protein pada konsumen rumah tangga di Kota Bandar Lampung?
B. Tujuan Penelitian
Berdasarkan latar belakang dan masalah yang ada, maka tujuan penelitian adalah :
1. Mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan daging sapi oleh
konsumen rumah tangga di Kota Bandar Lampung.
2. Mengetahui tingkat kepekaan (elastisitas) permintaan daging sapi oleh
konsumen rumah tangga di Kota Bandar Lampung akibat perubahan
masing-masing faktor.
3. Mengetahui kontribusi daging sapi yang dikonsumsi terhadap angka
C. Kegunaan Penelitian
Penelitian ini diharapkan berguna bagi :
1. Dinas atau instansi terkait sebagai bahan informasi dalam pengambilan
keputusan untuk perencanaan, pengelolaan, peningkatan dan pengembangan
produksi sapi potong di Propinsi Lampung.
2. Peternak untuk menentukan target produksi daging sapi potong, kualitas, dan
kuantitas yang dapat memenuhi permintaan pasar serta merencanakan strategi
pemasaran daging sapi potong.
II. TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS
A. Tinjauan Pustaka
1. Sapi Potong
Menurut Susanto (2001), jenis-jenis sapi potong yang terdapat di Indonesia saat
ini adalah sapi asli Indonesia dan sapi yang diimpor. Dari jenis-jenis sapi potong
itu, masing-masing mempunyai sifat-sifat yang khas, baik ditinjau dari bentuk
luarnya (ukuran tubuh, warna bulu) maupun dari genetiknya (laju pertumbuhan).
Sapi-sapi Indonesia yang dijadikan sumber daging adalah sapi Bali, sapi Ongole,
sapi PO (peranakan ongole) dan sapi Madura. Selain itu juga sapi Aceh yang
banyak diekspor ke Malaysia (Pinang). Dari populasi sapi potong yang ada, yang
penyebarannya dianggap merata masing-masing adalah: sapi Bali, sapi PO,
Madura dan Brahman.
Memelihara sapi potong sangat menguntungkan, karena tidak hanya
menghasilkan daging dan susu, tetapi juga menghasilkan pupuk kandang dan
sebagai tenaga kerja. Sapi juga dapat digunakan meranih gerobak, kotoran sapi
juga mempunyai nilai ekonomis, karena termasuk pupuk organik yang dibutuhkan
oleh semua jenis tumbuhan. Kotoran sapi dapat menjadi sumber hara yang dapat
Semua organ tubuh sapi dapat dimanfaatkan antara lain:
1) Kulit, sebagai bahan industri tas, sepatu, ikat pinggang, topi, jaket.
2) Tulang, dapat diolah menjadi bahan bahan perekat/lem, tepung tulang dan
barang kerajinan
3) Tanduk, digunakan sebagai bahan kerajinan seperti: sisir, hiasan dinding
dan masih banyak manfaat sapi bagi kepentingan manusia.
Menurut Susanto (2001), Daging kualitas pertama adalah daging di daerah paha
(round) kurang lebih 20%, nomor dua adalah daging daerah pinggang (loin), lebih
kurang 17%, nomor tiga adalah daging daerah punggung dan tulang rusuk (rib)
kurang lebih 9%, nomor empat adalah daging daerah bahu (chuck) lebih kurang
26%, nomor lima adalah daging daerah dada (brisk) lebih kurang 5%, nomor
enam daging daerah perut (frank) lebih kurang 4%, nomor tujuh adalah daging
daerah rusuk bagian bawah sampai perut bagian bawah (plate & suet) lebih
kurang 11%, dan nomor delapan adalah daging bagian kaki depan (foreshank)
lebih kurang 2,1%. Persentase bagian-bagian dari karkas tersebut di atas dihitung
dari berat karkas (100%).
Menurut Sugeng (2003), sapi potong merupakan salah satu sumber daya
penghasil bahan makanan berupa daging yang memiliki nilai ekonomi yang tinggi
dan penting artinya bagi masyarakat. Sebab seekor atau kelompok ternak sapi
bisa menghasilkan berbagai macam kebutuhan terutama bahan makanan berupa
daging, disamping itu hasil lainnya berupa pupuk kandang, kulit, tulang, dan lain
Daging sangat besar manfaatnya bagi pemenuhan gizi berupa protein hewani.
Beberapa bangsa sapi yang terdapat di Indonesia , yaitu : (1) sapi Bali, (3) sapi
Madura, (4) sapi ongol, dan (5) American Brahman
Menurut Triana (2009), daging sapi yang dianggap bagus untuk dikonsumsi
adalah yang berasal dari sapi jantan daripada sapi betina muda. Daging sapi
dikategorikan termasuk sebagai daging merah. Daging merah adalah daging (sapi
atau lembu) yang berwarna merah dalam kondisi mentah. Daging merah dari sapi
memang merupakan salah satu bahan makanan dengan sumber protein yang
paling tinggi. Selain kaya protein, daging merah juga merupakan salah satu
sumber zat besi tertinggi. Daging merah dari sapi juga mengandung beberapa
jenis creatine dan beberapa jenis mineral seperti zinc dan fosfor. Kandungan zinc
dalam daging merah terutama pada bagian antara leher dan bahu (chuck) dan kaki
bagian atas (shank). Daging merah dari sapi juga mengandung beberapa jenis
vitamin seperti niacin, vitamin B12, thiamin, dan riboflavin. Bahkan juga
merupakan sumber terbanyak Alpha Lipoic Acid (sejenis antioksidan yang kuat).
Menurut Pane (1986), sapi merupakan hewan ternak terpenting dari jenis-jenis
hewan ternak yang dipelihara oleh manusia sebagai sumber daging, susu, tenaga
kerja, dan kebutuhan manusia lainnya. Ternak sapi menghasilkan sekitar 50 %
kebutuhan daging di dunia, 95 % kebutuhan susu, dan kulitnya menghasilkan
2. Angka Kecukupan Gizi (AKG)
Menurut Muhilal, dkk (2004), angka kecukupan gizi (AKG) adalah nilai yang
menunjukkan jumlah zat gizi diperlukan tubuh untuk hidup sehat setiap hari bagi
hampir semua populasi menurut kelompok umur, jenis kelamin, dan kondisi
fisiologis tertentu seperti kehamilan dan menyusui. Angka kecukupan gizi
berguna sebagai rujukan yang digunakan untuk perencanaan dan penilaian
konsumsi makanan dan asupan gizi bagi orang sehat, agar tercegah dari
defisiensi/kekurangan ataupun kelebihan asupan gizi. Angka kecukupan gizi
dibagi dalam beberapa jenis, salah satunya adalah angka kecukupan protein
(AKP). Angka kecukupan protein (AKP) adalah rata-rata konsumsi protein untuk
menyeimbangkan protein yang hilang ditambah sejumlah tertentu, agar mencapai
hampir semua populasi sehat di suatu kelompok umur, jenis kelamin dan ukuran
tubuh tertentu pada tingkat aktivitas sedang. Angka kecukupan protein yang
dianjurkan dalam Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi VIII tahun 2004 adalah
52 gram/kapita/hari (Karmini dan Biawan. 2004).
3. Pola Konsumsi Pangan
Konsumsi pangan merupakan banyaknya atau jumlah pangan, secara tunggal
maupun beragam, yang dikonsumsi seseorang atau sekelompok orang yang
bertujuan untuk memenuhi kebutuhan fisiologis, psikologis dan sosiologis.
Ketersediaan pangan suatu daerah, akses, preferensi masyarakat, dan adanya
interaksi beragam faktor yang mempengaruhinya yang sudah terakumulatif
Menurut Almatsier (2002), pola pangan adalah cara seseorang atau sekelompok
orang memanfaatkan pangan yang tersedia sebagai reaksi terhadap tekanan
ekonomi dan sosio budaya yang dialaminya, dimana pola pangan erat kaitannya
dengan kebiasaan. Konsumsi pangan adalah susunan dari berbagai pangan dan
hasil olahannya yang biasa dimakan oleh seseorang yang dicerminkan dalam
jumlah, jenis, frekuensi dan sumber bahan makanan ( Suhardjo, dkk. 1986).
Menurut Suhardjo, dkk (1986) terdapat tiga faktor utama yang mempengaruhi
pola konsumsi pangan sebagian besar penduduk yaitu : (1) Produksi pangan untuk
keperluan rumah tangga, (2) pengeluaran untuk keperluan rumah tangga, dan (3)
pengetahuan gizi dan ketersediaan pangan.
Menurut Hardiansyah (1986) dalam Rangga, dkk (2002), hukum-hukum dasar
yang mengawali analisis gizi adalah Hukum Engel dan Hukum Bennet. Menurut
Engel, adalah persentase pengeluaran rumah tangga yang dibelanjakan untuk
pangan akan semakin berkurang dengan meningkatnya pendapatan sedangkan
Hukum Bennet adalah persentase bahan pangan pokok berpati dalam konsumsi
pangan rumah tangga semakin berkurang dengan meningkatnya pendapatan
rumah tangga dan cenderung beralih pada pangan yang berenergi lebih mahal.
4. Faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat konsumsi
Menurut Rahardja, dan Mandala (2000) banyak faktor yang mempengaruhi
besarnya pengeluaran konsumsi rumah tangga.
1) Faktor-faktor ekonomi
Empat faktor ekonomi yang menentukan tingkat konsumsi adalah :
a. Pendapatan rumah tangga
Pendapatan rumah tangga amat besar pengaruhnya terhadap tingkat
konsumsi. Biasanya makin tinggi tingkat pendapatan, tingkat konsumsi
makin tinggi, karena ketika pendapatan meningkat, kemampuan rumah
tangga untuk membeli aneka kebutuhan konsumsi menjadi makin besar
atau mungkin juga pola hidup menjadi konsumtif, setidak-tidaknya
semakin menuntut kualitas yang baik.
b. Kekayaan rumah tangga
Kekayaan rumah tangga adalah kekayaan riil (rumah, tanah, dan mobil)
dan finansial (deposito berjangka panjang, saham, dan surat-surat
berharga). Kekayaan tersebut dapat meningkatkan konsumsi, karena
menambah pendapatan.
c. Perkiraan tentang masa depan
Jika rumah tangga memperkirakan masa depannya makin baik, mereka
akan merasa lebih leluasa untuk melakukan konsumsi. Karenanya
pengeluaran konsumsi cenderung meningkat. Jika rumah tangga
memperkirakan masa depannya makin jelek, mereka pun mengambil
ancang-ancang dengan menekan pengeluaran konsumsi.
2) Faktor-faktor demografi
Menurut Sumarwan (2003), ada beberapa faktor demografi yang
a. Jumlah anggota rumah tangga
Jumlah anggota rumah tangga akan menentukan jumlah dan pola
konsumsi suatu produk atau jenis makanan tertentu. Rumah tangga
dengan jumlah anggota yang lebih banyak akan membeli dan
mengkonsumsi beras, daging, sayuran, buah-buahan, dan kacang-kacangan
yang lebih banyak dibandingkan dengan rumah tangga yang memiliki
anggota lebih sedikit.
b. Usia
Perbedaan usia juga akan mengakibatkan perbedaan selera dan kesukaan
terhadap jenis makanan tertentu. Anak-anak akan memiliki selera yang
berbeda dari orang dewasa, sehingga para ibu akan lebih banyak
menyajikan makanan sesuai dengan selera anggota rumah tangga.
Semakin banyak jenis yang harus dihidangkan, maka tingkat konsumsi
suatu rumah tangga akan semakin tinggi.
c. Pendidikan dan pekerjaan
Pendidikan dan pekerjaan adalah dua karakteristik konsumen yang saling
berhubungan. Pendidikan akan menentukan jenis pekerjaan yang
dilakukan oleh seorang konsumen. Profesi dan pekerjaan seseorang akan
mempengaruhi pendapatan yang diterima. Pendapatan dan pendidikan
tersebut kemudian akan mempengaruhi pola konsumsi seseorang.
3) Faktor-faktor non ekonomi
Faktor-faktor non ekonomi yang paling berpengaruh terhadap besarnya
konsumsi adalah faktor sosial budaya masyarakat. Misalnya, berubahnya pola
kelompok masyarakat lain yang dianggap lebih hebat.
Menurut Suhardjo (2003), untuk mengetahui pola makan sseorang dapat dilihat
dari dua segi salah satunya segi sosial budaya. Segi sosial budaya dibagi
menjadi :
a. Budaya pangan
Budaya suatu rumah tangga mempunyai pengaruh yang kuat terhadap pola
makan seseorang. Budaya juga dapat mempengaruhi seseorang dalam
memilih bahan makanan, hal ini juga mempengaruhi jenis, cara, dan
bagaimana makanan tersebut disajikan. Pada umumnya kebiasaan makan
sesesorang tidak didasarkan atas keperluan fisik akan zat gizi yang
terkandung dalam pangan. Kebiasaan ini berasal dari pola pangan yang
diterima budaya kelompok dan diajarkan seluruh anggota rumah tangga.
Sehingga masing-masing anggota rumah tangga mempunyai selera yang
berbeda untuk tiap jenis pangan tertentu.
b. Pola makanan
Jumlah jenis makanan serta banyaknya bahan makanan dalam pola pangan
suatu daerah tertentu, biasanya berkembang dari pangan yang telah
ditanam di tempat tersebut untuk jangka waktu panjang. Disamping itu
kelangkaan pangan dan kebiasaan bekerja dari rumah tangga berpengaruh
pula tehadap pola pangan.
c. Pembagian makan dalam rumah tangga
Secara tradisional, ayah mempunyai prioritas utama atas jumlah dan jenis
makanan tertentu dalam rumah tangga. Jika kebiasaan budaya tersebut
biasanya dimulai dari yang tertua. Wanita, anak wanita dan anak yang
masih kecil boleh makan bersama anggota rumah pria, tetapi beberapa
lingkungan budaya, mereka terpisah pada meja lain atau bahkan setelah
anggota pria selesai makan.
d. Besar rumah tangga
Hubungan antara laju kelahiran yang tinggi dan kurang gizi, sangat nyata
pada masing-masing rumah tangga. Sumber pangan rumah tangga
terutama mereka yang sangat miskin, akan lebih mudah memenuhi
kebutuhan makanannya yang harus diberi makanan jumlahnya sedikit.
Pangan yang tersedia untuk suatu rumah tangga yang besar mungkin
cukup untuk rumah tangga yang besarnya setengah dari rumah tangga
tersebut, tetapi tidak cukup untuk mencegah gangguan gizi pada rumah
tangga yang besar tersebut.
e. Faktor pribadi
Faktor pribadi dan kesukaan mempengaruhi jumlah dan jenis makanan
yang dikonsumsi penduduk. Beberapa diantaranya adalah : (1) banyaknya
informasi yang dimiliki seseorang tentang kebutuhan tubuh akan gizi
selama beberapa masa dalam perjalanan hidupnya, (2) kemampuan
seseorang untuk menerapkan pengetahuan gizi dalam pemilihan pangan
dan pengembangan cara pemanfaatan yang sesuai, (3) hubungan keadaan
kesehatan seseorang dengan kebutuhan akan pangan untuk pemeliharaan
kesehatan dan pengobatan penyakit.
f. Pengetahuan gizi
didasarkan pada tiga kenyataan : (1) status gizi yang cukup adalah penting
bagi kesehatan dan kesejahteraan, (2) setiap orang hanya akan cukup gizi
jika makanan yang dimakannya mampu menyediakan zat gizi yang
diperlukan untuk pertumbuhan tubuh yang optimal, pemeliharaan dan
energi, (3) ilmu gizi memberikan fakta-fakta yang perlu sehingga
penduduk dapat belajar menggunakan pangan dengan baik bagi perbaikan
gizi. Kurangnya pengetahuan dan salah konsepsi tentang kebutuhan
pangan dan nilai pangan adalah umum dijumpai setiap negara di dunia.
Kemiskinan dan kekurangan persediaan makanan yang bergizi merupakan
faktor penting dalam masalah kurang gizi.
a. Teori Permintaan
Kegunaaan yang dimiliki oleh suatu barang untuk memenuhi kebutuhan manusia
mengakibatkan barang tersebut dikonsumsi. Konsumsi seseorang terhadap suatu
barang dalam jangka waktu tertentu dengan harga tertentu menunjukkan kuantitas
(jumlah) barang yang diminta. Bila harga barang dihubungkan dengan dimensi
waktu, maka harga barang dapat berubah-ubah sepanjang waktu. Perubahan
tersebut dimungkinkan karena adanya perubahan dalam biaya produksi,
persaingan, keadaan perekonomian dan pengaruh lainnya. Dengan demikian
harga suatu barang dapat berbeda-beda pada jangka waktu tertentu. Kuantitas
barang yang diminta pada tingkat harga pada jangka waktu tertentu disebut
sebagai pemintaan.
Menurut Wijaya (1991), pemintaan menunjukkan berbagai jumlah suatu produk
mungkin selama suatu periode tertentu. Menurut Suhartati, dkk (2003),
permintaan adalah berbagai jumlah barang dan jasa yang diminta pada berbagai
tingkat harga pada suatu waktu tertentu. Menurut Winardi (1988), permintaan
merupakan jumlah barang yang sanggup dibeli oleh para pembeli pada saat
tertentu dengan harga yang berlaku pada saat itu. Definisi lain mengatakan
permintaan dalam terminology ekonomi adalah jumlah yang diinginkan dan dapat
dibeli konsumen dari pasar pada berbagai tingkat harga.
Menurut Leftwich (1984), permintaan atas barang adalah berbagai jumlah barang
yang akan dibeli oleh konsumen di pasar pada berbagai tingkat harga. Menurut
Winardi (1976) dalam Soekartawi (2002) menyatakan bahwa pengertian
permintaan adalah jumlah barang yang sanggup dibeli oleh para pembeli pada
tempat dan waktu tertentu dengan harga yang berlaku pada saat itu. Menurut
Kardariah (1994), jika orang menyatakan permintaan, maka yang dimaksud
adalah permintaan yang disertai daya beli terhadap suatu benda.
Dalam menganalisis suatu fungsi pemintaan harus dibedakan antara pemintaan
dan jumlah yang diminta. Permintaan menggambarkan keadaan keseluruhan
daripada hubungan diantara harga dan jumlah permintaan. Sedangkan jumlah
barang yang diminta dimaksudkan sebagai banyaknya permintaan pada suatu
tingkat harga tertentu (Sukirno, 2000).
Menurut Sugiarto, dkk (2005), permintaan seseorang atau masyarakat terhadap
suatu komoditas ditentukan oleh banyak faktor yaitu :
1. Harga komoditas itu sendiri
3. Pendapatan rumah tangga dan pendapatan rata-rata masyarakat
4. Corak distribusi pendapatan mayarakat
5. Citarasa masyarakat
6. Jumlah penduduk
7. Ramalan mengenai keadaan dimasa yang akan datang ,dll
Menurut Lipsey ( 1995), banyaknya barang yang akan dibeli semua rumah tangga
pada periode waktu tertentu dipengaruhi oleh : (1) Harga barang itu sendiri, (2)
Harga barang yang berkaitan, (3) Rata-rata penghasilan rumah tangga, (4) Selera,
(5) Distribusi pendapatan di antara rumah tangga, dan (6) Besarnya populasi atau
jumlah penduduk. Untuk mengetahui masing-masing faktor diasumsikan
faktor-faktor yang lain tetap (ceteris paribus).
Secara matematis dapat dirumuskan sebagai berikut :
Dx = f (Px,Py,Y,T,u)
Keterangan : Dx = Jumlah barang yang diminta Px = Harga barang itu sendiri Py = Harga barang yang berkaitan Y = Pendapatan konsumen
T = Selera
u = faktor lainnya
Selanjutnya Lipsey (1995), mengatakan bahwa perubahan faktor-faktor diatas
akan mempengaruhi kurva permintaan. Kurva permintaan menggambarkan
hubungan fungsional antara harga dan jumlah yang diminta. Perubahan harga
barang itu sendiri akan menyebabkan perpindahan sepanjang kurva permintaan,
kenaikan harga menyebabkan keatas kearah kiri sepanjang kurva permintaan,
dengan demikian kuantitas yang diminta akan menurun. Sedangkan perubahan
IC3
jumlah penduduk atau perubahan distribusi pendapatan akan menggeser seluruh
kurva permintaan kearah kiri atau kearah kanan.
Pergeseran kurva permintaan kearah kiri menunjukkan adanya penurunan
permintaan sedangkan pergeseran kurva kearah kanan menunjukkan adanya
kenaikan permintaan berarti bahwa banyak yang diminta pada setiap tingkat
harga. Proses tersebut dapat dijelaskan melalui Gambar 1.
Y
IC2 ICC
IC1
BL1 BL2 BL3
0 x1 x2 x3 X
P
D3
D1 D2
x1 x2 x3 X
Gambar 1. Pergeseran kurva permintaan
Hubungan antara harga dengan jumlah yang diminta adalah berbanding terbalik
(negatif). Jika harga barang naik maka jumlah yang diminta akan turun dan
sebaliknya jika harga turun maka jumlah yang diminta akan naik dengan faktor
ini dapat dijelaskan oleh dua keadaan, pertama jika harga suatu barang naik
konsumen akan mencari barang pengganti, hal ini dilakukan jika konsumen
menginginkan tingkat kepuasan yang lebih tinggi dari setiap rupiah yang dimiliki.
Kedua harga naik, pendapatan merupakan kendala (pembatas) bagi pembelian
yang lebih banyak (Arsyad, 1987).
Menurut Reksoprayitno (2000), faktor-faktor yang menyebabkan perubahan
permintaan adalah : (1) Perubahan pendapatan konsumen, (2) Perubahan barang
pengganti, (3) Perubahan harga barang komplementer, dan (4) Perubahan citra
rasa konsumen. Pada dasarnya permintaan menunjukkan hubungan antara harga
dan jumlah barang yang diminta. Hukum permintaan mengatakan bahwa apabila
harga suatu barang tinggi, maka jumlah barang yang diminta sedikit dan
sebaliknya apabila harga suatu barang rendah, maka jumlah yang diminta banyak.
Hukum permintaan tersebut tentunya dengan menggunakan asumsi faktor selain
harga dianggap tetap.
Dari hukum permintaan terlihat bahwa terjadi hubungan yang terbalik antara
harga dan jumlah yang diminta. Harga yang harus dibayar oleh konsumen
merupakan halangan yang mencegahnya untuk membeli barang tersebut.
Semakin tinggi harga, maka rintangan untuk membeli barang tersebut semakin
besar yang mengakibatkan semakin jumlah barang yang dibeli dan sebaliknya
Secara teoritis kurva permintaan digambarkan dengan fungsi garis lurus guna
memudahkan pemahaman, melalui Gambar 2.
H
H2
H1 D
0 Q2 Q1 Q
Gambar 2. Kurva Permintaan
Dari Gambar 2, dapat dijelaskan bahwa pada saat harga berada pada H1, maka
jumlah yang diminta sebanyak Q1 dan pada saat harga berada pada H2, maka
jumlah yang diminta sebanyak Q2. Dengan kata lain, semakin tinggi harga, maka
jumlah barang yang diminta semakin sedikit dan sebaliknya.
Kurva permintaan (demand curve) menyatakan berapa banyak para konsumen
bersedia membeli pada setiap harga per unit yang harus mereka bayar. Fungsi
permintaan tersebut menyatakan bahwa jumlah komoditas yang diminta
merupakan fungsi dari harganya. Jumlah komoditas yang diminta
menggambarkan jumlah komoditas yang diminta pada tingkat harga tertentu.
Secara umum hubungan antara harga dan jumlah komoditas yang diminta
mempunyai sifat hubungan yang berlawanan arah (negatif) sehingga pada
umumnya kurva permintaan suatu komoditas bersudut negatif terhadap sumbu
horizontal. Naiknya nilai suatu variabel diikuti dengan turunnya nilai variabel
yang satunya, sehingga kurva permintaan berbagai jenis komoditas pada
Menurut Suhartati dan Fathororrozi (2003), hukum permintaan tidak berlaku
dalam beberapa kasus yaitu :
a. Kasus barang Giffen
Barang giffen merupakan barang inferior, dimana barang giffen memiliki
pengertian semakin tinggi tingkat harga menyebabkan permintaan terhadap
barang ini menunjukkan angka yang semakin meningkat.
b. Kasus pengaruh harapan dinamis ( Dynamic Expectation Effect)
Dalam hal ini, perubahan jumlah yang diminta dipengaruhi oleh perubahan
harga yang terkait dengan harapan konsumen. Artinya kenaikan harga suatu
barang akan diikuti kenaikan permintaan terhadap barang tersebut, karena
terselip adanya harapan bahwa harga barang tersebut akan terus mengalami
kenaikan.
c. Kasus barang prestise
Pada kasus ini memasukkan kepuasan konsumen dalam membeli suatu
barang. Semakin tinggi harga suatu barang semakin tinggi kepuasan
konsumen sehingga meningkatkan unsur prestise.
Menurut Suhartati dan Fathororrozi (2003), perubahan permintaan terhadap suatu
barang disebabkan oleh perubahan pendapatan konsumen dapat digunakan untuk
mengidentifikasi jenis barang. Jenis barang tersebut adalah :
1. Barang Inferior
Yaitu jenis barang yang memiliki kualitas lebih rendah daripada barang
konsumen, semakin sedikit permintaan terhadap barang ini, karena konsumen
beralih pada barang yang lebih baik.
2. Barang Normal
Yaitu jenis barang yang mempunyai ciri khas mengalami kenaikan permintaan
sebagai akibat adanya kenaikan pendapatan konsumen.
3. Barang Esensial
Yaitu barang kebutuhan pokok atau barang yang sangat penting dalam
kehidupan sehari-hari. Peningkatan pendapatan tidak berpengaruh terhadap
peningkatan jumlah permintaannya selama dalam asumsi untuk kebutuhan
sehari-hari.
Menurut Reksoprayitno (2000), beberapa penyebab perubahan permintaan
adalah :
a. Perubahan pendapatan konsumen
b. Perubahan harga pengganti
c. Perubahan harga barang komplementer
d. Perubahan cita rasa konsumen
Menurut Sugiarto, dkk (2005), pengaruh faktor bukan harga terhadap permintaan
adalah :
a. Kaitan suatu komoditas dengan berbagai jenis komoditas lainnya. Dalam
hubungannya dengan permintaan akan suatu komoditas, kaitan suatu
komoditas dengan berbagai jenis komoditas lainnya dapat dibedakan
1) Komoditas pengganti
Komoditas pengganti adalah komoditas yang dapat menggantikan fungsi
dari komoditas lainnya sehingga harga dari komoditas pengganti dapat
mempengaruhi permintaan komoditas yang dapat menggantikannya.
2) Komoditas penggenap
Komoditas penggenap adalah suatu komoditas yang selalu digunakan
bersama-sama dengan komoditas yang lainnya.
3) Komoditas netral
Komoditas netral adalah komoditas yang tidak memiliki hubungan sama
sekali dengan komoditas lainnya sehingga perubahan permintaan atas
salah satu komoditas tidak akan mempengaruhi permintaan komoditas
lainnya.
b. Pendapatan para pembeli
Pendapatan para pembeli merupakan faktor yang sangat penting dalam
menentukan pola permintaan atas berbagai jenis barang.
c. Distribusi pendapatan
Perubahan distribusi pendapatan dapat mempengaruhi corak permintaan
terhadap berbagai jenis komoditas. Bila konsentrasi pendapatan berada di
kalangan kelas atas, maka permintaan akan komoditas-komoditas mewah
maupun komoditas sekunder meningkat. Sekarang bila konsentrasi
pendapatan bergeser ke kelas bawah, maka permintaan akan
komoditas-komoditas yang dibutuhkan oleh kelas bawah akan meningkat dan permintaan
d. Jumlah penduduk
Pertambahan jumlah penduduk biasanya diikuti dengan perkembangan dengan
permintaan suatu komoditas karena dalam kondisi tersebut akan lebih banyak
orang yang membutuhkan komoditas tersebut.
e. Cita rasa masyarakat
Perubahan cita rasa masyarakat mempengaruhi permintaan. Bila selera
konsumen terhadap suatu komoditas meningkat maka permintaan komoditas
tersebut akan meningkat, demikian pula bila selera konsumen berkurang maka
permintaan komoditas tersebut menurun
f. Ramalan mengenai masa datang
Perubahan-perubahan yang diramalkan mengenai keadaan di masa datang
dapat mempengaruhi permintaan akan suatu komoditas. Bila prospek suatu
komoditas di masa datang baik, maka permintaan komoditas tersebut akan
naik, dan bila sebaliknya maka permintaan akan komoditas tersebut akan
turun.
Setiap orang akan berusaha memaksimumkan nilai guna dari barang-barang yang
dikonsumsi, setiap orang akan berusaha untuk memaksimumkan kepuasan yang
dapat dinikmatinya. Seorang konsumen akan memilih barang-barang yang
dikonsumsinya yang dapat memaksimumkan utilitasnya dengan tunduk pada
kendala anggaran. Tingkat utilitas total yang dicapai seorang konsumen
merupakan fungsi kuantitas barnag yang dikonsumsinya, dan utilitas marginal dari
setiap unit tambahan barang yang dikonsumsi akan menurun. Syarat utilitas yang
maksimum adalah perbandingan antara utilitas marginal dan harga adalah sama
Menurut Sukirno (2000), nilaiguna atau utilitas total mengandung arti jumlah
seluruh kepuasan yang diperoleh dari mengkonsumsikan sejumlah barang tertentu.
Sedangkan nilaiguna marginal berarti pertambahan atau pengurangan kepuasan
sebagai akibat dari pertambahan atau pengurangan penggunaan satu unit barang
tertentu. Tambahan nilaiguna atau utilitas yang akan diperoleh seseorang dari
mengkonsumsi suatu barang akan semakin berkurang apabila orang tersebut terus
menerus menambahkan konsumsinya barang tersebut. Pada akhinya tambahan
utilitas akan menjadi negative, maka utilitas total akan semakin menurun.
Menurut Arsyad (1987), sekelompok barang yang memberikan tingkat kepuasan
tertinggi yang biasa dicapai konsumen tersebut dengan kendala anggaran tertentu
harus memenuhi dua syarat yaitu : (1) Keadaan tersebut terjadi pada kurva
indeferens tertinggi yang bersinggungan dengan garis anggaran, dan (2) Keadaan
tersebut akan terjadi pada titik singgung antara kurva indeferens tertinggi dengan
garis anggaran.
b. Konsep Elastisitas
Menurut Sugianto (2005), elastisitas permintaan merupakan suatu ukuran
kuantitatif yang menunjukkan besarnya pengaruh perubahan harga atau
faktor-faktor lainnya terhadap perubahan permintaan suatu komoditas
Elastisitas = % perubahan jumlah barang yang diminta % perubahan faktor yang mempengaruhinya
Menurut Sugianto (2005), terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi besarnya
(1) Tingkat kemampuan komoditas lain untuk menggantikan komoditas
tersebut.
Suatu komoditas yang mempunyai banyak komoditas pengganti, permintaan
cenderung bersifat elastis. Perubahan harga sedikit saja akan menimbulkan
perubahan besar atas jumlah komoditas tersebut yang diminta.
(2) persentase pendapatan yang akan dibelanjakan untuk membeli komoditas
tersebut. Makin besar bagian pendapatan yang diperlukan untuk membeli
suatu komoditas akan semakin elastis permintaan akan komoditas tersebut.
(3) jangka waktu untuk menganalisis permintaan
makin lama jangka waktu untuk menganalisis permintaan atas suatu
komoditas makin elastis sifat permintaan komoditas tersebut
(4) Katagori suatu komoditas
Elastisitas permintaan dibagi menjadi tiga yaitu elastisitas permintaan terhadap
harga, elastisitas silang atas permintaan, dan elastisitas permintaan terhadap
pendapatan.
(a). Elastisitas permintaan terhadap harga
elastisitas permintaan terhadap harga mengukur seberapa besar perubahan jumlah
komoditas yang diminta apabila harga berubah. Jadi elastisitas permintaan
terhadap harga adalah ukuran kepekaan perubahan jumlah komoditas yang
diminta terhadap perubahan harga komoditas tersebut dengan asumsi ceteris
paribus. Elastisitas permintaan terhadap perubahan harga dapat dihitung dengan
rumus :
= (dQ/Q) (dP/P) = (dQ/dP). P/Q
Keterangan : Q = Jumlah permintaan P = Harga
Menurut Sugianto (2005), permintaan dikatakan elastis jika jumlah komoditas
yang diminta peka terhadap perubahan harga dan dikatakan inelastis (tidak elastis)
jika jumlah komoditas yang diminta kurang peka terhadap perubahan harga. Bila
kurva permintaan komoditas yang dihadapi memiliki kecenderungan yang umum
berlaku dalam kehidupan sehari-hari (memiliki kemiringan negatif), maka nilai
elastis permintaan terhadap harga selalu negatif.
Klasifikasi elastisitas suatu komoditas mengikuti kaidah :
1. Elastisitas nol (tidak elastis sempurna). Dalam hal ini perubahan harga
suatu komoditas tidak akan merubah jumlah komoditas yang diminta.
Kurva permintaan komoditas sejajar dengan sumbu tegak.
2. Elastisitas sempurna. Perubahan yang kecil sekali dalam harga akan
mengakibatkan perubahan yang besar sekali dalam permintaan. Kurva
permintaan komoditas sejajar dengan sumbu datar.
3. Elastisitas uniter (nilai mutlak elastisitas sama dengan 1). Perubahan
harga komoditas tersebut dalam suatu persentase tertentu, akan diikuti
dengan perubahan jumlah komoditas yang diminta tersebut dalam
4. Tidak elastis (nilai mutlak elastisitas bernilai diantara 0 dan 1). Dalam hal
ini, persentase perubahan harga adalah lebih daripada persentase
perubahan jumlah yang diminta.
5. Elastis (nilai mutlak Ep>1). Jumlah komoditas yang diminta akan
mengalami perubahan dengan persentase yang melebihi persentase
perubahan harga.
(b). Elastisitas silang atas permintaan
Barang-barang yang dikonsumsi dalam kehidupan sehari-hari untuk memenuhi
kebutuhan manusia biasanya tidak berdiri sendiri, tetapi mempunyai hubungan
yang erat dengan barang lain. Hubungan tersebut dapat bersifat subtitusi terhadap
barang lain bila barang tersebut dapat menggantikan fungsinya terhadap barang
lain bila barang semula tidak dapat dimiliki. Sedangkan barang memiliki sifat
komplementer terhadap barang lain bila barang tersebut dapat melengkapi
kegunaan barang lain.
Sifat subtitusi dan komplementer yang dimiliki suatu barang terhadap barang
lain sangat berhungan erat dengan harga barang masing-masing. Dalam keadaan
demikian menurut Mubyarto (1989), perubahan harga barang yang satu tidak saja
mempengaruhi jumlah yang diminta atas barang itu, tetapi juga mempengaruhi
jumlah yang diminta atas barang lainnya. Perubahan jumlah barang yang diminta
sebagai akibat dari perubahan atas harga barang lain disebut sebagai elastisitas
Menurut Sugianto (2005), koefisien elastis permintaan silang sering digunakan
untuk mengukur kekuatan hubungan komplemen atau substitusi diantara berbagai
komoditas. Nilai elastisitas permintaan silang berkisar dari negatif tak hingga
sampai positif tak hingga. Rumus perhitungan elastisitas permintaan silang
komoditas X terhadap komoditas Y adalah :
Ec = Persentase perubahan jumlah komoditas X yang diminta Persentase perubahan harga komoditas Y
= (dQx/Qx)
(dPy/Py)
= (dQx/dPy). Py/Qx
Keterangan : Qx = Jumlah barang X yang diminta Qy = Jumlah barang Y yang diminta Px = Harga barang X
Py = Harga barang Y
Menurut Sugianto (2005), tanda dari elastisitas silang akan tergantung kepada
komoditas apakah komoditas yang terkait merupakan komoditas pelengkap atau
komoditas pengganti. Untuk komoditas pelengkap (complements), elastisitas
silang bernilai negatif. Sedangkan untuk komoditas pengganti (substitusi),
elastisitas silang bernilai positif.
Menurut Reksoprayitno (2000), Acuan umum pengelompokan katagori suatu
komoditas adalah sebagai berikut :
Ec = 0. Ini memiliki makna tidak ada hubungan antara barang X dengan barang Y
Ec < 0. Ini memiliki makna bahwa antara barang X dan barang Y terdapat
hubungan komplementer.
Ec > 0. Ini memiliki makna bahwa antara barang X dengan barang Y terdapat
(c). Elastisitas Permintaan Terhadap Pendapatan (Ei)
Elastisitas permintaan terhadap pendapatan adalah besar kecilnya perubahan
jumlah yang diminta sebagai akibat dari perubahan pendapatan konsumen.
Kenaikan pendapatan konsumen akan menaikkan daya beli yang selanjutnya akan
meningkatkan jumlah barang yang diminta. Menurut Sugianto (2005), elastisitas
permintaan terhadap pendapatan merupakan suatu besaran yang berguna untuk
menunjukan responsivitas konsumsi suatu komoditas terhadap suatu perubahan
pendapatan.
Menurut Suhartati dan Fathororrozi (2003), Nilai yang diperoleh dapat
digunakan untuk membedakan komoditas apakah termasuk dalam katagori
komoditas mewah, normal, atau inferior.
Rumus elastisitas permintaan terhadap pendapatan adalah :
Ei = persentase perubahan jumlah komoditas X yang diminta Persentase perubahan pendapatan
= (dQ/Q) (dI/I)
= (dQ/dI). I/Q
Keterangan : Q = Jumlah permintaan I = Pendapatan
Acuan umum pengelompokan katagori suatu komoditas adalah sebagai berikut :
Ei = - Komoditas inferior (komoditas bermutu rendah)
Ei = + Komoditas normal
Ei = >1 Komoditas mewah
c. Hasil Penelitian Terdahulu
Faktor-faktor yang mempengaruhi daging sapi oleh konsumen rumah tangga di
Sulawesi Tenggara menurut Rusma dan Suharyanto (2001),adalah harga daging
sapi, harga daging ayam, harga ikan dan konsumsi daging sapi tahun sebelumnya.
Daging sapi bagi masyarakat Sulawesi Tenggara merupakan barang normal,
artinya semakin tinggi pendapatan konsumen maka tidak berpengaruh terhadap
permintaan daging sapi.
Permintaan ayam ras pedaging oleh konsumen rumah tangga di Kota Bandar
Lampung menurut Andaryani (2004), dipengaruhi oleh harga ayam ras pedaging,
harga telur ayam, harga ikan, harga tahu, harga tempe, umur dan pendidikan.
Sedangkan tingkat pendapatan tidak mempengaruhi permintaan ayam ras
pedaging.
Permintaan kopi bubuk oleh konsumen rumah tangga di Bandar Lampung bersifat
inelastis, bersubtitusi dengan teh bubuk dan susu bubuk. Kopi bubuk termasuk
barang inferior, artinya semakin tinggi pendapatan konsumen maka akan semakin
rendah tingkat permintaan kopi bubuk.
Menurut Marlinda (2006), pada rumah tangga menengah bawah rata-rata
konsumsi protein kacang kedelai, kacang tanah, dan kacang hijau mencapai 80,05
gram per hari dengan kontribusi protein terhadap angka kecukupan protein
sebesar 36,68 % per hari, sementara pada rumah tangga menengah atas rata-rata
konsumsi protein sebesar 76,046 gram per hari dengan kontribusi sebesar 31,09 %
g. Kerangka Pemikiran
Salah satu tujuan konsumen mengkonsumsi suatu komoditas adalah untuk
memuaskan keinginan dan kebutuhan. Teori permintaan konsumen didasarkan
pada teori tingkah laku konsumen yaitu teori kegunaan (Utility theory) dimana
konsumen akan memaksimumkan utilitasnya (kepuasannya). Konsumen akan
membeli barang jika barang tersebut berguna baginya, namun dalam
memaksimumkan utilitas, konsumen dibatasi oleh ketersediaan anggaran.
Bertambahnya jumlah penduduk, peningkatan pendapatan dan kesejahteraan serta
kesadaran pemenuhan pangan yang bergizi menyebabkan terjadinya perubahan
konsumsi bahan makanan, yaitu terjadi penurunan konsumsi energi yang berasal
dari karbohidrat dan peningkatan konsumsi energi yang berasal dari protein baik
protein nabati maupun protein hewani. Daging sapi merupakan salah satu sumber
protein hewani yang disukai oleh konsumen. Selain itu, daging sapi juga
memiliki kandungan protein dan zat besi paling tinggi dibandingkan dengan
bahan pangan hewani yang lainnya.
Kota Bandar Lampung memiliki tingkat kepadatan penduduk paling tinggi yaitu
4.209/km2 pada tahun 2007. Tingkat kepadatan yang tinggi menyebabkan wilayah Kota Bandar Lampung merupakan wilayah permintaan daging sapi
terbanyak dan konsumsinya di Kota Bandar Lampung pada setiap tahunnya
mengalami peningkatan yang signifikan.
Permintaan daging sapi oleh konsumen rumah tangga dipengaruhi oleh harga
harga ayam buras, harga ikan, harga tahu, dan harga tempe), jumlah anggota,
tingkat pendapatan, tingkat pendidikan, dan umur.
Harga barang yang bersangkutan mempengaruhi permintaan atas suatu barang
karena sesuai dengan hukum permintaan yaitu semakin tinggi harga suatu barang
maka permintaan akan barang tersebut akan semakin rendah dan sebaliknya jika
harga barang tersebut rendah maka permintaan semakin banyak. Ini berarti
pendapatan riil dan daya beli konsumen semakin bertambah. Demikian halnya
dengan harga daging sapi, semakin tinggi harga daging sapi maka semakin sedikit
jumlah daging sapi yang dikonsumsi oleh konsumen rumah tangga.
Harga barang lain juga mempengaruhi permintaan terhadap suatu barang
tergantung keterkaitan penggunaan antara barang yang satu dengan barang yang
lain. Keterkaitan itu dapat berupa saling melengkapi atau saling menggantikan.
Kenaikan harga barang subtitusi akan menaikan permintaan barang yang
disubtitusi. Harga subtitusi adalah harga barang lain yang dapat menggantikan
nilai suatu barang semula, apabila barang semula tidak dapat diperoleh atau
dimiliki. Sebagai barang substitusi dalam penelitian ini adalah ayam ras, ayam
buras, ikan, telur, tahu dan tempe. Semakin tinggi harga ayam ras, ayam buras,
ikan, telur, tahu dan tempe, maka jumlah daging sapi yang diminta akan semakin
banyak dan sebaliknya.
Faktor pendapatan sangat berpengaruh pada jumlah dan barang yang akan
dikonsumsi. Meningkatnya pendapatan konsumen akan meningkatkan
permintaan terhadap suatu barang. Dalam hal ini semakin tinggi pendapatan
dialokasikan untuk konsumsi daging sapi, sehingga permintaan akan daging sapi
oleh konsumen rumah tangga akan semakin tinggi.
Meningkatnya jumlah penduduk merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi
permintaan suatu barang. Namun, peningkatan jumlah penduduk harus diikuti
dengan kemampuan daya beli, jika tidak akan mengakibatkan penurunan
permintaan terhadap suatu barang. Seperti halnya jumlah penduduk, jumlah
anggota keluarga juga mempengaruhi permintaan terhadapi daging sapi. Semakin
besar jumlah anggota keluarga, maka semakin besar jumlah konsumsi daging sapi
oleh konsumen rumah tangga.
Faktor lama pendidikan juga mempengaruhi permintaan terhadap suatu barang.
Hal ini berkaitan dengan tingkat pengetahuan seseorang terhadap kesehatan dan
kebutuhan akan gizi. Seorang dengan tingkat pendidikan tinggi, maka tinggi pula
pengetahuan tentang gizi. Sehingga dengan pengetahuan tersebut, ia akan
mengkonsumsi zat gizi sesuai dengan kebutuhan. Dengan demikian semakin
tinggi tingkat pendidikan maka semakin tinggi daging sapi yang dikonsumsi.
Hubungan antara variabel bebas yaitu variabel yang mempengaruhi permintaan
atas daging sapi dan variabel terikat yaitu jumlah jumlah permintaan daging sapi
h. Hipotesis
Hipotesis yang diajukan pada penelitian ini adalah bahwa permintaan daging sapi
oleh konsumen rumah tangga di Kota Bandar Lampung diduga dipengaruhi oleh
harga daging sapi itu sendiri, harga ayam ras pedaging, harga ayam buras, harga
telur, harga ikan, harga tahu, harga tempe, jumlah anggota keluarga, pendapatan
Gambar 3. Paradigma kerangka pemikiran analisis permintaan daging sapi di Kota Bandar Lampung.
Faktor-faktor yang mempengaruhi :
- Harga daging sapi - Jumlah anggota rumah tangga - Harga ayam ras pedaging - Pendapatan rumah tangga - Harga ayam buras - Pengetahuan gizi
- Harga telur - Umur - Harga ikan - Pendidikan - Harga tahu
- Harga tempe
Analisis permintaan daging sapi Konsumsi daging sapi
Peningkatan permintaan daging sapi oleh konsumen di Kota Bandar Lampung Peningkatan jumlah penduduk
Peningkatan pendapatan dan daya beli masyarakat
Pemenuhan kebutuhan gizi
AKG
III. METODE PENELITIAN
A. Konsep Dasar dan Batasan Operasional
Responden adalah ibu rumah tangga atau anggota keluarga lain yang
mengkonsumsi atau melakukan pembelian daging sapi potong di Kota Bandar
Lampung dan bersedia diwawancarai dengan bantuan kuisioner.
Permintaaan daging sapi potong adalahjumlah daging sapi potong yang
dikonsumsi oleh konsumen rumah tangga di Kota Bandar Lampung yang
dinyatakan dalam satuan kilogram per bulan.
Harga daging sapi adalah jumlah uang yang dikeluarkan responden untuk
mendapatkan daging sapi, yang diukur dalam satuan rupiah per kilogram (Rp/kg).
Harga ayam ras pedaging adalah jumlah uang yang dikeluarkan responden
untuk mendapatkan ayam ras pedaging, yang diukur dalam satuan rupiah per
kilogram (Rp/kg).
Harga telur ayam adalah jumlah uang yang dikeluarkan responden untuk
mendapatkan telur, yang diukur dalam satuan rupiah per kilogram (Rp/kg).
Harga ayam buras adalah jumlah uang yang dikeluarkan responden untuk
Harga ikan adalah jumlah uang yang dikeluarkan responden untuk mendapatkan
ikan, yang diukur dalam satuan rupiah per kilogram (Rp/kg).
Harga tahu adalah jumlah uang yang dikeluarkan responden untuk mendapatkan
tahu, yang diukur dalam satuan rupiah per kilogram (Rp/kg).
Harga tempe adalah jumlah uang yang dikeluarkan responden untuk
mendapatkan tempe, yang diukur dalam satuan rupiah per kilogram (Rp/kg).
Jumlah anggota rumah tangga adalah banyaknya orang atau individu yang
menjadi tanggungan keluarga diukur berdasarkan anggota yang menjadi
tanggungan atau tinggal dalam satu rumah dinyatakan dalam jiwa.
Jumlah pendapatan rumah tangga dilihat melalui pendekatan tingkat
pengeluaran total rumah tangga per bulan,diukur dalam satuan rupiah per bulan
(Rp/bln).
Pendidikan adalah tingkat atau jenjang sekolah dimiliki responden yang diukur
dengan lamanya mengenyam pendidikan, diukur dalam satuan tahun.
Pengetahuan gizi adalah pengetahuan gizi istri tentang makanan, gizi, dan
kesehatan diukur dengan skor yang diperoleh dari jawaban kuesioner, hasil
penilaian akan dikatagorikan baik dan rendah.
Rumah tangga adalah sekelompok orang yang tinggal bersama dalam satu
rumah dengan atau tanpa adanya hubungan darah dan pengelompokan keuangan
Umur adalah umur ibu rumah tangga yang menjadi reponden, diukur dalam
satuan tahun.
Angka Kecukupan Gizi (AKG) adalah suatu kecukupan rata-rata zat gizi setiap
hari bagi hampir semua orang menurut golongan umur, jenis kelamin, ukuran
tubuh, dan aktivitas untuk mencapai derajat kesehatan yang optimal.
Kontribusi konsumsi protein daging sapi adalah sumbangan besarnya jumlah
protein yang berasal dari daging sapi yang dikonsumsi terhadap angka kecukupan
protein yang dianjurkan dalam satuan persen.
B. Lokasi Penelitian, Responden, dan Waktu penelitian
Penelitian dilakukan di Kota Bandar Lampung, pada bulan mei sampai Juli 2010 .
Lokasi penelitian dipilih secara sengaja (purposive), dengan pertimbangan Kota
Bandar Lampung merupakan pusat aktivitas ekonomi Propinsi Lampung dan
masyarakatnya memiliki karakteristik yang beragam seperti tingkat pendidikan,
pekerjaan, serta pendapatan yang berdampak pada perilaku konsumen dalam
mengkonsumsi daging sapi.
Teknik penentuan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah
pengambilan sampel gugus bertahap (multistage sampling). Tahap pertama, yaitu
mengelompokan kecamatan-kecamatan yang ada di Kota Bandar Lampung
menjadi dua kelompok, kecamatan yang mewakili masyarakat kelas menengah
atas dan kecamatan yang mewakili masyarakat kelas menengah kebawah.
Berdasarkan data yang diperoleh dari Badan Koordinasi Berencana BKKBN
kecamatan telah terbagi menjadi kelompok keluarga prasejahtera, keluarga
sejahtera tahap I, keluarga sejahtera tahap II, keluarga sejahtera tahap III, dan
keluarga sejahtera tahap III plus. Berdasarkan kelompok keluarga tersebut,
kecamatan yang mewakili masyarakat kelas menengah atas menggunakan
kelompok keluarga sejahtera tahap III dan keluarga sejahtera tahap III plus dan
kecamatan yang mewakili masyarakat kelas menengah bawah menggunakan
kelompok keluarga prasejahtera dan keluarga sejahtera tahap I.
Untuk menentukan kecamatan yang dianggap mewakili kelompok menengah atas
dan menengah bawah dilakukan secara sengaja (purposive) yang didasarkan
dengan memilih kecamatan yang dianggap memenuhi kriteria. Menurut BKKBN
Kota Bandar Lampung (2009), kriteria untuk mewakili wilayah menengah
kebawah yaitu memiliki jumlah keluarga prasejahtera dan keluarga sejahtera I
terbanyak dibandingkan dengan daerah lain di Kota Bandar Lampung, kriteria lain
adalah ciri fisik yang terlihat yaitu rumah bertipe sederhana, berukuran sedang
dan berdekatan, sehingga terpilih Kecamatan Teluk Betung Selatan.
Untuk wilayah menengah atas diwakili oleh Kecamatan Tanjung Karang Timur,
karena memiliki jumlah keluarga sejahtera tahap III dan keluarga sejahtera tahap
III plus terbanyak serta memiliki ciri fisik rumah tertata rapi, rumah bertipe
mewah, jalan penghubung lingkungan biasanya dilalui oleh kendaraan roda
empat. Perincian penentu tempat penelitian analisis permintaan daging sapi oleh