• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS PERMINTAAN DAGING SAPI OLEH KONSUMEN RUMAH TANGGA DI KOTA BANDAR LAMPUNG

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "ANALISIS PERMINTAAN DAGING SAPI OLEH KONSUMEN RUMAH TANGGA DI KOTA BANDAR LAMPUNG"

Copied!
119
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS PERMINTAAN DAGING SAPI

OLEH KONSUMEN RUMAH TANGGA DI KOTA

BANDAR LAMPUNG

(Skripsi)

Oleh :

Novi Yeni Eka Susanti

SOSIAL EKONOMI PERTANIAN

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS LAMPUNG

(2)

ABSTRAK

ANALISIS PERMINTAAN DAGING SAPI OLEH KONSUMEN RUMAH TANGGA DI KOTA

BANDAR LAMPUNG

Oleh

Novi Yeni Eka S1, R. Hanung Ismono2, dan Rabiatul Adawiyah 2

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan daging sapi oleh konsumen rumah tangga di Kota Bandar Lampung, tingkat kepekaan (elastisitas) permintaan daging sapi oleh konsumen rumah tangga di Kota Bandar Lampung, dan kontribusi daging sapi yang dikonsumsi terhadap angka kecukupan protein pada konsumen rumah tangga di Kota

Bandar Lampung.

Penelitian dilaksanakan di Kota Bandar Lampung. Lokasi ini dipilih secara segaja ( purposive). Pengambilan sampel dilakukan secara multistage sampling.

Responden terdiri dari 76 orang yang merupakan ibu rumah tangga pada kelas menengah atas dan menengah bawah. Pengumpulan data dilaksanakan pada bulan Mei - Juli 2010. Metode analisis data yang digunakan adalah analisis kuantitatif (statistik) dan kualitatif (deskriptif).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa : (1) Faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan daging sapi oleh konsumen rumah tangga di Kota Bandar Lampung adalah harga ayam ras pedaging, harga ayam buras, harga tahu, jumlah anggota rumah tangga, pendapatan rumah tangga dan pengetahuan gizi, (2) Permintaan daging sapi bersifat tidak elastis terhadap perubahan harga daging sapi di tingkat konsumen, permintaan daging sapi terhadap harga ayam ras pedaging, harga ayam buras, dan harga tahu memiliki sifat subtitusi, dan daging sapi merupakan barang normal, (3) Kontribusi protein terhadap angka kecukupan protein pada rumah tangga menengah ke atas tertinggi sebesar 3,74 persen, sedangkan pada rumah tangga menengah kebawah tertinggi sebesar 2,32 persen.

(3)

ABSTRACT

ANALYSIS OF BEEF DEMAND BY HOUSEHOLD CONSUMERS IN BANDAR LAMPUNG CITY

By

Novi Yeni Eka S1, R. Hanung Ismono2, and Rabiatul Adawiyah 2

This study aimed to analyze the factors that affect consumer demand for beef by households in Bandar Lampung, the level of demand sensitivity (elasticity) for beef by consumer households in Bandar Lampung, and the contribution of the beef consumed on the number of protein adequacy in household consumers in Bandar Lampung.

The experiment was conducted in Bandar Lampung. This location is selected purposive. Sampling is done by multistage sampling. Respondents consisted of 76 people who are housewife at the upper middle and lower middle class based on the income. Data was conducted in May-July 2010. Data analysis methods that used in this research are quantitative analysis (statistical) and qualitative analysis (descriptive).

The results showed that: (1) the factors that affect consumer demand for beef by households in Bandar Lampung is the price of broiler chicken, domestic poultry prices, tofu price, the number of household members, household income and knowledge of nutritious, (2) demand for beef is inelastic to beef price change at the consumer level, demand for beef on broiler price, domestic poultry price, and tofu prices are subtitusions, and beef is a normal good, (3) contribution of protein to protein adeguacy in middle to upper household of 3.74 percent, while the highest medium household of 2.32 per cent.

Keyword: Beef, Household Consumers, Bandar Lampung

(4)

ANALISIS PERMINTAAN DAGING SAPI OLEH KONSUMEN RUMAH TANGGA DI KOTA

BANDAR LAMPUNG

Oleh

Novi Yeni Eka Susanti

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar SARJANA PERTANIAN

pada

Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Lampung

FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS LAMPUNG

(5)

Judul : ANALISIS PERMINTAAN DAGING SAPI OLEH KONSUMEN RUMAH TANGGA DI KOTA BANDAR LAMPUNG

Nama : NOVI YENI EKA SUSANTI

NPM : 0514021036

Jurusan/P.S : Sosial Ekonomi Pertanian/Agribisnis

Fakultas : Pertanian

MENYETUJUI,

1. Komisi Pembimbing,

Dr. Ir. R. Hanung Ismono, M.P. Ir. Rabiatul Adawiyah, M.Si.

NIP. 196206231986031003 NIP. 196408251990032002

.

2. Ketua Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian,

(6)

MENGESAHKAN

1. Tim Penguji

Ketua : Dr.Ir. R. Hanung Ismono, M.P.

...

Sekretaris : Ir. Rabiatul Adawiyah, M.Si.

...

Penguji

Bukan Pembimbing : Dr.Ir. Dwi Haryono, M.S.

...

2. Dekan Fakultas Pertanian

Prof. Dr. Ir. Wan Abbas Zakaria, M.S. NIP. 19610826 198702 1 001

(7)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Tegal pada tanggal 25 November 1986 sebagai anak

pertama dari empat bersaudara, pasangan Bapak Hermawan dan Ibu Hartini Budi

Wati.

Penulis menyelesaikan pendidikan Sekolah Dasar (SD) pada SDN 1 Tanjung

Gading Bandar Lampung pada tahun 1999, pendidikan Sekolah Lanjut Tingkat

Pertama (SLTP) pada SLTP Katika II-2 Bandar Lampung pada tahun 2002, dan

pendidikan Sekolah Menengah Atas (SMA) pada SMA Al-Kautsar Bandar

Lampung pada tahun 2005. Penulis terdaftar sebagai mahasiswa Jurusan

Sosial Ekonomi Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Lampung pada tahun

2005 melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB).

Pada tahun 2008 penulis juga mengikuti Kuliah Kerja Lapang (KKL) selama 8

hari ke Malang, Bali dan Yogyakarta. Pada tahun 2009 penulis melaksanakan

Praktik Umum selama 40 hari di PT. Juang Jaya Abdi Alam. Dalam kegiatan

kemahasiswaan, penulis pernah menjadi anggota Sosek English Club (SEC)

periode 2005 – 2006, anggota Himpunan Mahasiswa Sosial Ekonomi Pertanian

(Himaseperta) periode 2005 – 2006, dan anggota Unit Kegiatan Mahasiswa

(8)

SANWACANA

Bismillahirrohmanirrohim

Alhamdullilahirobbil ‘alamin, segala puji hanya kepada Allah SWT, atas segala

rahmat dan karunia sehingga penulis dapat dapat menyelesaikan skripsi ini.

Sholawat serta salam semoga senantiasa tercurah kepada Baginda Rasulullah

Muhammad SAW, teladan bagi seluruh umat manusia.

Banyak pihak yang telah memberikan bantuan, nasehat, serta saran yang

membangun dalam penyelesaian skripsi ini, yang berjudul “Analisis Permintaan

Permintaan Daging Sapi Oleh Konsumen Rumah Tangga Di Kota Bandar

Lampung”. Oleh karena itu, dengan rendah hati penulis mengucapkan terima

kasih yang tak terhingga kepada :

1. Dr. Ir. R. Hanung Ismono, M.P., sebagai Pembimbing Pertama, Pembimbing

Akademik, serta Ketua Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian Fakultas Pertanian

Universitas Lampung, atas bimbingan, arahan dan nasehatnya.

2. Ir. Rabiatul Adawiyah, M.Si., sebagai Pembimbing Kedua, atas bimbingan,

arahan dan nasehatnya.

3. Dr. Ir. Dwi Haryono, M.S., sebagai Dosen Penguji Skripsi atas masukan,

arahan dan nasehatnya.

4. Dr. Ir. Wan Abbas Zakaria, M.S., sebagai Dekan Fakultas Pertanian

(9)

5. Karyawan-karyawan di Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian, Mba Iin, Mba Ayi,

Mas Bo, Mas Kardi, dan Mas Boim atas bantuannya.

6. Mama dan papa tercinta, yang selalu memberikan dukungan dan semangat,

doa yang tiada henti, kasih sayang yang tidak berujung, atas pengorbanan,

serta cucuran keringat. Skripsi ini nanda persembahkan untuk mama.

7. Nenek Surini dan Om Welly Budiman yang telah memberikan dukungan

moril dan materil.

8. Adik-adikku tersayang, Rendi Pratama Putra, M. Maulana Khoirul Azmi dan

Bayu Prasetyo, atas doa, canda tawa, dan pelajaran berharga bagaimana

menjadi seorang kakak.

9. Ahmad Ade Guardo, S.Pt, yang telah memberikan dukungan dan semangat

10.Sahabat dan Teman-teman AGB 05; Elvita, Della, Shinta, Ganis, Anggun,

Resti, Hanum, Eni, Dayang,Yuli, Friska, Fitri, Ade, Mary, April, Twe, Aty,

Nining, Mitha, Resi, Kombe, Ninda, Dita, Ocha, Tio, Koko, Ari, Budi, Deni,

Indra, Arif, Iqbal, Sutris, Niko, Oki, Awang, Angga, dan yang senantiasa

memberikan bantuan dan semangat kepada penulis dalam menyelesaikan

skripsi ini serta atas kebersamaan dan keceriaaan yang kita lalui bersama.

11.Teman-teman PKP 05; Taufik, Hengki, Helian, Erwin, Vidi, Teteh Amel,

Naris, Wayan, Dewi, Mela, Dora, Andika, Hovani, dan teman-teman lain yang

atas bantuan serta kebersamaan dan keceriaan yang kita lalui bersama.

12.Teman-teman 06; Eka lia, Saleh, Tiar, Amoy, Asima, Ayu, Dina I, Dina S,

Erni, Hendra, Lidiya, Lidiya W, Rini, Tari, Eliya dan teman-teman atas

bantuan dan semangat kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini serta

(10)

13.Buat teman-teman Sosek angkatan 2003, 2004, 2005, 2006, 2007, 2008 dan

2009 yang tidak dapat disebutkan satu persatu, atas dukungan dan doanya.

14.Untuk semua orang yang telah hadir dalam hidup penulis dan memberi makna

di setiap langkah yang tidak mampu penulis sebutkan satu persatu.

Semoga Allah SWT memberikan balasan terbaik atas segala bantuan yang telah

diberikan. Penulis meminta maaf jika ada kesalahan dan kepada Allah SWT

penulis mohon ampun.

Bandar Lampung, November 2010 Penulis,

(11)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... i

DAFTAR GAMBAR ... ii

I. PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang dan Masalah ... 1

B. Tujuan Penelitian ... 6

C. Kegunaan Penelitian ... 7

II. TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS ... 8

A. Tinjauan Pustaka ... 8

1 . Sapi Potong ... 8

2 . Angka Kecukupan Gizi ... 11

3. Pola Konsumsi Pangan ... 11

4. Faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat konsumsi ... 12

5. Teori Permintaan ... 17

6. Konsep Elastisitas ... 27

7. Hasil Penelitian Terdahulu ... 33

B. Kerangka Pemikiran ... 34

C. Hipotesis ... 37

III.METODE PENELITIAN ... 39

A. Konsep Dasar dan Batasan Operasional ... 39

B. Lokasi Penelitian, Responden, dan Waktu Penelitian ... 41

C. Metode Pengumpulan Data ... 45

(12)

E. Perhitungan Elastisitas ... 48

IV. GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITAN... 52

A. Kota Bandar Lampung ... 52

B. Gambaran umum kelurahan yang menjadi daerah Penelitian ... 57

D. Faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan daging sapi oleh konsumen rumah tangga di Kota Bandar Lampung ... 71

E. Elastisitas Permintaan Daging Sapi ... 80

(13)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Populasi dan produksi sapi potong di Propinsi Lampung

berdasarkan Kabupaten/Kota tahun 2008 ... 3

2. Konsumsi, jumlah penduduk, dan konsumsi per kapita per tahun daging sapi potong berdasarkan Kabupaten/Kota di Propinsi

Lampung tahun 2007... 4

3. Perkembangan tingkat produksi dan konsumsi daging sapi potong

di Kota Bandar Lampung tahun 2004 – 2008 ... 5

4. Perincian penentu tempat penelitian analisis permintaan daging

sapi oleh konsumen rumah tangga di Kota Bandar Lampung ... 42

5. Luas wilayah, jumlah penduduk dan kepadatan per kecamatan di

Kota Bandar Lampung tahun 2008 ... 54

6. Tingkat pendidikan penduduk Kota Bandar Lampung

tahun 2008 ... 55

7. Penyebaran penduduk yang bekerja menurut lapangan usaha

di Kota Bandar Lampung ... 56

8. Sebaran umur dan jumlah konsumsi daging sapi oleh konsumen

rumah tangga di Kota Bandar Lampung ... 61

9. Sebaran tingkat pendidikan dan jumlah konsumsi daging sapi oleh

konsumen rumah tangga di Kota Bandar Lampung ... 62

10.Jumlah anggota keluarga dan konsumsi daging sapi oleh konsumen

rumah tangga di Kota Bandar Lampung ... 63

11.Jumlah konsumsi daging sapi oleh konsumen berdasarkan

penggolongan kelas rumah tangga di Kota Bandar Lampung .... 64

12.Rata-rata pengeluaran rumah tangga berdasarkan penggolongan

(14)

13.Jenis pekerjaan, jumlah, pendapatan, dan konsumsi daging sapi oleh konsumen rumah tangga di Kota Bandar Lampung ... 68

14.Alasan pembelian daging sapi ... 69

15.Hasil analisis regresi pendugaan model permintaan

daging sapi ... 73

16.Hasil pengujian Multikolinieritas ... 74

17.Konsumsi protein daging sapi serta kontribusinya terhadap angka kecukupan protein hewani pada konsumen rumah tangga di Kota

(15)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Pergeseran kurva permintaan ... 20

2. Kurva permintaan ... 22

3. Paradigma kerangka pemikiran analisis permintaan daging sapi

(16)

BAB I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang dan Masalah

Peningkatan ketahanan pangan Nasional pada hakekatnya mempunyai arti

strategis bagi pembangunan Nasional. Ketersediaan pangan yang cukup, aman,

merata, harga terjangkau dan bergizi merupakan pilar pembangunan sumberdaya

manusia. Pembangunan sumberdaya manusia yang berkualitas sebagai faktor

kunci peningkatan produktivitas dalam memacu pembangunan Nasional

( Suryana, 2000).

Pemerintah mempunyai komitmen untuk mewujudkan ketahanan pangan nasional,

termasuk menanggulangi kerawanan pangan dan kekurangan gizi. Komitmen

tersebut tertuang dalam program utama Departemen Pertanian yaitu Program

Peningkatan Ketahanan Pangan, sedangkan di bidang peternakan tertuang dalam

suatu program terobosan yaitu Program Kecukupan Pangan Hewani Asal Ternak,

khususnya daging sapi (Dinas Peternakan Propinsi Lampung, 2009).

Daging sapi merupakan salah satu sumber bahan pangan hewani, mengandung

unsur gizi yang cukup tinggi berupa protein dan energi. Permintaan terhadap

produk pangan hewani ini cenderung terus meningkat setiap tahun sejalan dengan

bertambahnya jumlah penduduk, peningkatan pendapatan dan kesejahteraan

masyarakat. Selain faktor tersebut, faktor yang turut mendorong meningkatnya

(17)

dari bahan pangan sumber protein nabati ke bahan pangan sumber protein hewani

(Erwidodo, 1997). Fenomena ini diperkirakan akan terus berlanjut kedepan.

Permintaan daging sapi di Indonesia saat ini 6,5 kg/kapita/tahun (Direktorat

Jendral Peternakan, 2009) dan cenderung mengalami peningkatan setiap

tahunnya, namun peningkatan tersebut belum diimbangi dengan penambahan

produksi yang memadai. Pada tahun 2007 permintaan daging sapi tercatat

sebanyak 453.844 ton sedangkan produksi daging sapi dalam negeri hanya

mampu memenuhi kebutuhan 418.210 ton (Subagyo, 2009). Hal ini berarti

terdapat kesenjangan yang cukup besar antara produksi daging sapi dengan

permintaan sebesar 35.634 ton. Besarnya kesenjangan tersebut dipasok dari

impor (Direktorat Jenderal Bina Produksi Peternakan, 2008).

Provinsi Lampung merupakan salah satu lumbung ternak Nasional, hal ini

ditunjukkan dengan produksi daging sapi pada tahun 2008 yang cukup besar yaitu

10.670,05ton (Dinas Peternakan Propinsi Lampung, 2009). Kebutuhan konsumsi

penduduk Propinsi Lampung sebesar 7.368.796 jiwa untuk daging secara

keseluruhan adalah 57.391, 821 ton, sedangkan sumber daging yang berasal dari

sapi potong tersedia 10.670 ton sehingga kontribusi daging yang berasal dari sapi

potong lebih kurang 18 persen dari kebutuhan daging secara keseluruhan (Dinas

Peternakan Propinsi Lampung, 2009).

Sentra produksi terbesar sapi potong di Propinsi Lampung adalah Kota Bandar

Lampung yaitu sebesar 31,5 % dari total produksi (Dinas Peternakan Propinsi

Lampung, 2009), akan tetapi sebagai sentra produksi daging sapi, Kota Bandar

(18)

populasi sapi potong yang terdapat di Propinsi Lampung. Populasi dan produksi

sapi potong di Propinsi Lampung berdasarkan Kabupaten/Kota tahun 2008 dapat

dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Populasi dan produksi sapi potong di Propinsi Lampung berdasarkan kabupaten/kota tahun 2008

No Kabupaten/Kota Populasi Sapi Potong (ekor) Produksi Daging Sapi (Kg)

1 Lampung Barat 15.492 601.910

2 Tanggamus 15.436 667.510

3 Lampung Selatan 48.337 739.890

4 Pesawaran 9.450 317.090

5 Lampung Timur 75.171 949.270

6 Lampung Tengah 140.579 824.410

7 Lampung Utara 19.892 811.740

8 Way Kanan 26.566 260.150

9 Tulang Bawang 70.892 1.867.240

10 Bandar Lampung 1.334 3.364.360

11 Metro 2.377 266.480

Jumlah 425.526 10.670.050

Sumber : Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Propinsi Lampung, 2009.

Kota Bandar Lampung merupakan pusat kegiatan pemerintah, sosial, politik,

pendidikan, dan kebudayaan, juga merupakan pusat kegiatan perekonomian di

Propinsi Lampung. Oleh karena itu, tidak heran jika wilayah Kota Bandar

Lampung merupakan wilayah permintaan daging sapi terbanyak di Propinsi

Lampung. Konsumsi, jumlah penduduk, dan konsumsi per kapita per tahun

daging sapi potong berdasarkan kabupaten/kota di Propinsi Lampung tahun 2007

(19)

Tabel 2. Konsumsi, jumlah penduduk, dan konsumsi per kapita per tahun daging

Sumber : Data diolah dari Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Propinsi Lampung, 2009

Berdasarkan Tabel 2, dapat dilihat bahwa meskipun jumlah penduduk di Kota

Bandar Lampung menempati urutan kelima di Propinsi Lampung, setelah

Lampung Selatan, Lampung Tengah, Lampung Timur dan Tanggamus, namun

konsumsi daging sapi oleh konsumen rumah tangga di Kota Bandar Lampung

menempati urutan pertama di propinsi, yaitu sebesar 3,76 kg/kapita/tahun.

Perkembangan produksi dan konsumsi daging sapi di Kota Bandar Lampung

(20)

Tabel 3. Perkembangan tingkat produksi dan konsumsi daging sapi potong di Kota Bandar Lampung tahun 2004 –2008

Tahun Produksi Konsumsi Konsumsi/kapita/tahun

Konsumsi Protein

Sumber : Data diolah dari Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Propinsi Lampung, 2009.

Pada Tabel 3, terlihat bahwa konsumsi daging sapi di Kota Bandar Lampung

mengalami peningkatan yang signifikan. Peningkatan konsumsi daging sapi di

Kota Bandar Lampung telah dapat diimbangi dengan produksi daging sapi yang

memadai, baik dari segi mutu maupun jumlahnya. Apabila dilihat dari konsumsi

daging sapi di Kota Bandar Lampung pada tahun 2008, maka daging sapi

memberikan kontribusi konsumsi sebesar 43 % dari total konsumsi daging yaitu

9,61 kg/kapita/tahun (Dinas Peternakan Propinsi Lampung, 2009). Hal ini berarti,

daging sapi di Kota Bandar Lampung mempunyai peranan yang penting dalam

memenuhi kebutuhan permintaan pangan hewani dan perbaikan gizi masyarakat.

Akan tetapi, dalam mengkonsumsi protein berasal dari daging sapi, Kota Bandar

Lampung masih belum memenuhi angka kecukupan protein dari hasil ternak yang

dianjurkan menurut WKNPG yaitu sebesar 6 gram/kapita/hari (Dinas Peternakan

Propinsi Lampung, 2008). Ditinjau dari angka kecukupan gizi tersebut, pada

tahun 2008, pemenuhan konsumsi protein daging sapi di Kota Bandar Lampung

(21)

Hal ini berarti konsumsi protein daging sapi di Kota Bandar Lampung masih

sangat rendah.

Berdasarkan uraian latar belakang tersebut di atas, maka dapat dirumuskan

permasalahan yang akan diteliti sebagai berikut :

1. Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi permintaan daging sapi oleh

konsumen rumah tangga di Kota Bandar Lampung?

2. Berapakah tingkat kepekaan (elastisitas) permintaan daging sapi oleh

konsumen rumah tangga di Kota Bandar Lampung akibat perubahan

masing-masing faktor?

3. Berapakah kontribusi daging sapi yang dikonsumsi terhadap angka kecukupan

protein pada konsumen rumah tangga di Kota Bandar Lampung?

B. Tujuan Penelitian

Berdasarkan latar belakang dan masalah yang ada, maka tujuan penelitian adalah :

1. Mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan daging sapi oleh

konsumen rumah tangga di Kota Bandar Lampung.

2. Mengetahui tingkat kepekaan (elastisitas) permintaan daging sapi oleh

konsumen rumah tangga di Kota Bandar Lampung akibat perubahan

masing-masing faktor.

3. Mengetahui kontribusi daging sapi yang dikonsumsi terhadap angka

(22)

C. Kegunaan Penelitian

Penelitian ini diharapkan berguna bagi :

1. Dinas atau instansi terkait sebagai bahan informasi dalam pengambilan

keputusan untuk perencanaan, pengelolaan, peningkatan dan pengembangan

produksi sapi potong di Propinsi Lampung.

2. Peternak untuk menentukan target produksi daging sapi potong, kualitas, dan

kuantitas yang dapat memenuhi permintaan pasar serta merencanakan strategi

pemasaran daging sapi potong.

(23)

II. TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS

A. Tinjauan Pustaka

1. Sapi Potong

Menurut Susanto (2001), jenis-jenis sapi potong yang terdapat di Indonesia saat

ini adalah sapi asli Indonesia dan sapi yang diimpor. Dari jenis-jenis sapi potong

itu, masing-masing mempunyai sifat-sifat yang khas, baik ditinjau dari bentuk

luarnya (ukuran tubuh, warna bulu) maupun dari genetiknya (laju pertumbuhan).

Sapi-sapi Indonesia yang dijadikan sumber daging adalah sapi Bali, sapi Ongole,

sapi PO (peranakan ongole) dan sapi Madura. Selain itu juga sapi Aceh yang

banyak diekspor ke Malaysia (Pinang). Dari populasi sapi potong yang ada, yang

penyebarannya dianggap merata masing-masing adalah: sapi Bali, sapi PO,

Madura dan Brahman.

Memelihara sapi potong sangat menguntungkan, karena tidak hanya

menghasilkan daging dan susu, tetapi juga menghasilkan pupuk kandang dan

sebagai tenaga kerja. Sapi juga dapat digunakan meranih gerobak, kotoran sapi

juga mempunyai nilai ekonomis, karena termasuk pupuk organik yang dibutuhkan

oleh semua jenis tumbuhan. Kotoran sapi dapat menjadi sumber hara yang dapat

(24)

Semua organ tubuh sapi dapat dimanfaatkan antara lain:

1) Kulit, sebagai bahan industri tas, sepatu, ikat pinggang, topi, jaket.

2) Tulang, dapat diolah menjadi bahan bahan perekat/lem, tepung tulang dan

barang kerajinan

3) Tanduk, digunakan sebagai bahan kerajinan seperti: sisir, hiasan dinding

dan masih banyak manfaat sapi bagi kepentingan manusia.

Menurut Susanto (2001), Daging kualitas pertama adalah daging di daerah paha

(round) kurang lebih 20%, nomor dua adalah daging daerah pinggang (loin), lebih

kurang 17%, nomor tiga adalah daging daerah punggung dan tulang rusuk (rib)

kurang lebih 9%, nomor empat adalah daging daerah bahu (chuck) lebih kurang

26%, nomor lima adalah daging daerah dada (brisk) lebih kurang 5%, nomor

enam daging daerah perut (frank) lebih kurang 4%, nomor tujuh adalah daging

daerah rusuk bagian bawah sampai perut bagian bawah (plate & suet) lebih

kurang 11%, dan nomor delapan adalah daging bagian kaki depan (foreshank)

lebih kurang 2,1%. Persentase bagian-bagian dari karkas tersebut di atas dihitung

dari berat karkas (100%).

Menurut Sugeng (2003), sapi potong merupakan salah satu sumber daya

penghasil bahan makanan berupa daging yang memiliki nilai ekonomi yang tinggi

dan penting artinya bagi masyarakat. Sebab seekor atau kelompok ternak sapi

bisa menghasilkan berbagai macam kebutuhan terutama bahan makanan berupa

daging, disamping itu hasil lainnya berupa pupuk kandang, kulit, tulang, dan lain

(25)

Daging sangat besar manfaatnya bagi pemenuhan gizi berupa protein hewani.

Beberapa bangsa sapi yang terdapat di Indonesia , yaitu : (1) sapi Bali, (3) sapi

Madura, (4) sapi ongol, dan (5) American Brahman

Menurut Triana (2009), daging sapi yang dianggap bagus untuk dikonsumsi

adalah yang berasal dari sapi jantan daripada sapi betina muda. Daging sapi

dikategorikan termasuk sebagai daging merah. Daging merah adalah daging (sapi

atau lembu) yang berwarna merah dalam kondisi mentah. Daging merah dari sapi

memang merupakan salah satu bahan makanan dengan sumber protein yang

paling tinggi. Selain kaya protein, daging merah juga merupakan salah satu

sumber zat besi tertinggi. Daging merah dari sapi juga mengandung beberapa

jenis creatine dan beberapa jenis mineral seperti zinc dan fosfor. Kandungan zinc

dalam daging merah terutama pada bagian antara leher dan bahu (chuck) dan kaki

bagian atas (shank). Daging merah dari sapi juga mengandung beberapa jenis

vitamin seperti niacin, vitamin B12, thiamin, dan riboflavin. Bahkan juga

merupakan sumber terbanyak Alpha Lipoic Acid (sejenis antioksidan yang kuat).

Menurut Pane (1986), sapi merupakan hewan ternak terpenting dari jenis-jenis

hewan ternak yang dipelihara oleh manusia sebagai sumber daging, susu, tenaga

kerja, dan kebutuhan manusia lainnya. Ternak sapi menghasilkan sekitar 50 %

kebutuhan daging di dunia, 95 % kebutuhan susu, dan kulitnya menghasilkan

(26)

2. Angka Kecukupan Gizi (AKG)

Menurut Muhilal, dkk (2004), angka kecukupan gizi (AKG) adalah nilai yang

menunjukkan jumlah zat gizi diperlukan tubuh untuk hidup sehat setiap hari bagi

hampir semua populasi menurut kelompok umur, jenis kelamin, dan kondisi

fisiologis tertentu seperti kehamilan dan menyusui. Angka kecukupan gizi

berguna sebagai rujukan yang digunakan untuk perencanaan dan penilaian

konsumsi makanan dan asupan gizi bagi orang sehat, agar tercegah dari

defisiensi/kekurangan ataupun kelebihan asupan gizi. Angka kecukupan gizi

dibagi dalam beberapa jenis, salah satunya adalah angka kecukupan protein

(AKP). Angka kecukupan protein (AKP) adalah rata-rata konsumsi protein untuk

menyeimbangkan protein yang hilang ditambah sejumlah tertentu, agar mencapai

hampir semua populasi sehat di suatu kelompok umur, jenis kelamin dan ukuran

tubuh tertentu pada tingkat aktivitas sedang. Angka kecukupan protein yang

dianjurkan dalam Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi VIII tahun 2004 adalah

52 gram/kapita/hari (Karmini dan Biawan. 2004).

3. Pola Konsumsi Pangan

Konsumsi pangan merupakan banyaknya atau jumlah pangan, secara tunggal

maupun beragam, yang dikonsumsi seseorang atau sekelompok orang yang

bertujuan untuk memenuhi kebutuhan fisiologis, psikologis dan sosiologis.

Ketersediaan pangan suatu daerah, akses, preferensi masyarakat, dan adanya

interaksi beragam faktor yang mempengaruhinya yang sudah terakumulatif

(27)

Menurut Almatsier (2002), pola pangan adalah cara seseorang atau sekelompok

orang memanfaatkan pangan yang tersedia sebagai reaksi terhadap tekanan

ekonomi dan sosio budaya yang dialaminya, dimana pola pangan erat kaitannya

dengan kebiasaan. Konsumsi pangan adalah susunan dari berbagai pangan dan

hasil olahannya yang biasa dimakan oleh seseorang yang dicerminkan dalam

jumlah, jenis, frekuensi dan sumber bahan makanan ( Suhardjo, dkk. 1986).

Menurut Suhardjo, dkk (1986) terdapat tiga faktor utama yang mempengaruhi

pola konsumsi pangan sebagian besar penduduk yaitu : (1) Produksi pangan untuk

keperluan rumah tangga, (2) pengeluaran untuk keperluan rumah tangga, dan (3)

pengetahuan gizi dan ketersediaan pangan.

Menurut Hardiansyah (1986) dalam Rangga, dkk (2002), hukum-hukum dasar

yang mengawali analisis gizi adalah Hukum Engel dan Hukum Bennet. Menurut

Engel, adalah persentase pengeluaran rumah tangga yang dibelanjakan untuk

pangan akan semakin berkurang dengan meningkatnya pendapatan sedangkan

Hukum Bennet adalah persentase bahan pangan pokok berpati dalam konsumsi

pangan rumah tangga semakin berkurang dengan meningkatnya pendapatan

rumah tangga dan cenderung beralih pada pangan yang berenergi lebih mahal.

4. Faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat konsumsi

Menurut Rahardja, dan Mandala (2000) banyak faktor yang mempengaruhi

besarnya pengeluaran konsumsi rumah tangga.

(28)

1) Faktor-faktor ekonomi

Empat faktor ekonomi yang menentukan tingkat konsumsi adalah :

a. Pendapatan rumah tangga

Pendapatan rumah tangga amat besar pengaruhnya terhadap tingkat

konsumsi. Biasanya makin tinggi tingkat pendapatan, tingkat konsumsi

makin tinggi, karena ketika pendapatan meningkat, kemampuan rumah

tangga untuk membeli aneka kebutuhan konsumsi menjadi makin besar

atau mungkin juga pola hidup menjadi konsumtif, setidak-tidaknya

semakin menuntut kualitas yang baik.

b. Kekayaan rumah tangga

Kekayaan rumah tangga adalah kekayaan riil (rumah, tanah, dan mobil)

dan finansial (deposito berjangka panjang, saham, dan surat-surat

berharga). Kekayaan tersebut dapat meningkatkan konsumsi, karena

menambah pendapatan.

c. Perkiraan tentang masa depan

Jika rumah tangga memperkirakan masa depannya makin baik, mereka

akan merasa lebih leluasa untuk melakukan konsumsi. Karenanya

pengeluaran konsumsi cenderung meningkat. Jika rumah tangga

memperkirakan masa depannya makin jelek, mereka pun mengambil

ancang-ancang dengan menekan pengeluaran konsumsi.

2) Faktor-faktor demografi

Menurut Sumarwan (2003), ada beberapa faktor demografi yang

(29)

a. Jumlah anggota rumah tangga

Jumlah anggota rumah tangga akan menentukan jumlah dan pola

konsumsi suatu produk atau jenis makanan tertentu. Rumah tangga

dengan jumlah anggota yang lebih banyak akan membeli dan

mengkonsumsi beras, daging, sayuran, buah-buahan, dan kacang-kacangan

yang lebih banyak dibandingkan dengan rumah tangga yang memiliki

anggota lebih sedikit.

b. Usia

Perbedaan usia juga akan mengakibatkan perbedaan selera dan kesukaan

terhadap jenis makanan tertentu. Anak-anak akan memiliki selera yang

berbeda dari orang dewasa, sehingga para ibu akan lebih banyak

menyajikan makanan sesuai dengan selera anggota rumah tangga.

Semakin banyak jenis yang harus dihidangkan, maka tingkat konsumsi

suatu rumah tangga akan semakin tinggi.

c. Pendidikan dan pekerjaan

Pendidikan dan pekerjaan adalah dua karakteristik konsumen yang saling

berhubungan. Pendidikan akan menentukan jenis pekerjaan yang

dilakukan oleh seorang konsumen. Profesi dan pekerjaan seseorang akan

mempengaruhi pendapatan yang diterima. Pendapatan dan pendidikan

tersebut kemudian akan mempengaruhi pola konsumsi seseorang.

3) Faktor-faktor non ekonomi

Faktor-faktor non ekonomi yang paling berpengaruh terhadap besarnya

konsumsi adalah faktor sosial budaya masyarakat. Misalnya, berubahnya pola

(30)

kelompok masyarakat lain yang dianggap lebih hebat.

Menurut Suhardjo (2003), untuk mengetahui pola makan sseorang dapat dilihat

dari dua segi salah satunya segi sosial budaya. Segi sosial budaya dibagi

menjadi :

a. Budaya pangan

Budaya suatu rumah tangga mempunyai pengaruh yang kuat terhadap pola

makan seseorang. Budaya juga dapat mempengaruhi seseorang dalam

memilih bahan makanan, hal ini juga mempengaruhi jenis, cara, dan

bagaimana makanan tersebut disajikan. Pada umumnya kebiasaan makan

sesesorang tidak didasarkan atas keperluan fisik akan zat gizi yang

terkandung dalam pangan. Kebiasaan ini berasal dari pola pangan yang

diterima budaya kelompok dan diajarkan seluruh anggota rumah tangga.

Sehingga masing-masing anggota rumah tangga mempunyai selera yang

berbeda untuk tiap jenis pangan tertentu.

b. Pola makanan

Jumlah jenis makanan serta banyaknya bahan makanan dalam pola pangan

suatu daerah tertentu, biasanya berkembang dari pangan yang telah

ditanam di tempat tersebut untuk jangka waktu panjang. Disamping itu

kelangkaan pangan dan kebiasaan bekerja dari rumah tangga berpengaruh

pula tehadap pola pangan.

c. Pembagian makan dalam rumah tangga

Secara tradisional, ayah mempunyai prioritas utama atas jumlah dan jenis

makanan tertentu dalam rumah tangga. Jika kebiasaan budaya tersebut

(31)

biasanya dimulai dari yang tertua. Wanita, anak wanita dan anak yang

masih kecil boleh makan bersama anggota rumah pria, tetapi beberapa

lingkungan budaya, mereka terpisah pada meja lain atau bahkan setelah

anggota pria selesai makan.

d. Besar rumah tangga

Hubungan antara laju kelahiran yang tinggi dan kurang gizi, sangat nyata

pada masing-masing rumah tangga. Sumber pangan rumah tangga

terutama mereka yang sangat miskin, akan lebih mudah memenuhi

kebutuhan makanannya yang harus diberi makanan jumlahnya sedikit.

Pangan yang tersedia untuk suatu rumah tangga yang besar mungkin

cukup untuk rumah tangga yang besarnya setengah dari rumah tangga

tersebut, tetapi tidak cukup untuk mencegah gangguan gizi pada rumah

tangga yang besar tersebut.

e. Faktor pribadi

Faktor pribadi dan kesukaan mempengaruhi jumlah dan jenis makanan

yang dikonsumsi penduduk. Beberapa diantaranya adalah : (1) banyaknya

informasi yang dimiliki seseorang tentang kebutuhan tubuh akan gizi

selama beberapa masa dalam perjalanan hidupnya, (2) kemampuan

seseorang untuk menerapkan pengetahuan gizi dalam pemilihan pangan

dan pengembangan cara pemanfaatan yang sesuai, (3) hubungan keadaan

kesehatan seseorang dengan kebutuhan akan pangan untuk pemeliharaan

kesehatan dan pengobatan penyakit.

f. Pengetahuan gizi

(32)

didasarkan pada tiga kenyataan : (1) status gizi yang cukup adalah penting

bagi kesehatan dan kesejahteraan, (2) setiap orang hanya akan cukup gizi

jika makanan yang dimakannya mampu menyediakan zat gizi yang

diperlukan untuk pertumbuhan tubuh yang optimal, pemeliharaan dan

energi, (3) ilmu gizi memberikan fakta-fakta yang perlu sehingga

penduduk dapat belajar menggunakan pangan dengan baik bagi perbaikan

gizi. Kurangnya pengetahuan dan salah konsepsi tentang kebutuhan

pangan dan nilai pangan adalah umum dijumpai setiap negara di dunia.

Kemiskinan dan kekurangan persediaan makanan yang bergizi merupakan

faktor penting dalam masalah kurang gizi.

a. Teori Permintaan

Kegunaaan yang dimiliki oleh suatu barang untuk memenuhi kebutuhan manusia

mengakibatkan barang tersebut dikonsumsi. Konsumsi seseorang terhadap suatu

barang dalam jangka waktu tertentu dengan harga tertentu menunjukkan kuantitas

(jumlah) barang yang diminta. Bila harga barang dihubungkan dengan dimensi

waktu, maka harga barang dapat berubah-ubah sepanjang waktu. Perubahan

tersebut dimungkinkan karena adanya perubahan dalam biaya produksi,

persaingan, keadaan perekonomian dan pengaruh lainnya. Dengan demikian

harga suatu barang dapat berbeda-beda pada jangka waktu tertentu. Kuantitas

barang yang diminta pada tingkat harga pada jangka waktu tertentu disebut

sebagai pemintaan.

Menurut Wijaya (1991), pemintaan menunjukkan berbagai jumlah suatu produk

(33)

mungkin selama suatu periode tertentu. Menurut Suhartati, dkk (2003),

permintaan adalah berbagai jumlah barang dan jasa yang diminta pada berbagai

tingkat harga pada suatu waktu tertentu. Menurut Winardi (1988), permintaan

merupakan jumlah barang yang sanggup dibeli oleh para pembeli pada saat

tertentu dengan harga yang berlaku pada saat itu. Definisi lain mengatakan

permintaan dalam terminology ekonomi adalah jumlah yang diinginkan dan dapat

dibeli konsumen dari pasar pada berbagai tingkat harga.

Menurut Leftwich (1984), permintaan atas barang adalah berbagai jumlah barang

yang akan dibeli oleh konsumen di pasar pada berbagai tingkat harga. Menurut

Winardi (1976) dalam Soekartawi (2002) menyatakan bahwa pengertian

permintaan adalah jumlah barang yang sanggup dibeli oleh para pembeli pada

tempat dan waktu tertentu dengan harga yang berlaku pada saat itu. Menurut

Kardariah (1994), jika orang menyatakan permintaan, maka yang dimaksud

adalah permintaan yang disertai daya beli terhadap suatu benda.

Dalam menganalisis suatu fungsi pemintaan harus dibedakan antara pemintaan

dan jumlah yang diminta. Permintaan menggambarkan keadaan keseluruhan

daripada hubungan diantara harga dan jumlah permintaan. Sedangkan jumlah

barang yang diminta dimaksudkan sebagai banyaknya permintaan pada suatu

tingkat harga tertentu (Sukirno, 2000).

Menurut Sugiarto, dkk (2005), permintaan seseorang atau masyarakat terhadap

suatu komoditas ditentukan oleh banyak faktor yaitu :

1. Harga komoditas itu sendiri

(34)

3. Pendapatan rumah tangga dan pendapatan rata-rata masyarakat

4. Corak distribusi pendapatan mayarakat

5. Citarasa masyarakat

6. Jumlah penduduk

7. Ramalan mengenai keadaan dimasa yang akan datang ,dll

Menurut Lipsey ( 1995), banyaknya barang yang akan dibeli semua rumah tangga

pada periode waktu tertentu dipengaruhi oleh : (1) Harga barang itu sendiri, (2)

Harga barang yang berkaitan, (3) Rata-rata penghasilan rumah tangga, (4) Selera,

(5) Distribusi pendapatan di antara rumah tangga, dan (6) Besarnya populasi atau

jumlah penduduk. Untuk mengetahui masing-masing faktor diasumsikan

faktor-faktor yang lain tetap (ceteris paribus).

Secara matematis dapat dirumuskan sebagai berikut :

Dx = f (Px,Py,Y,T,u)

Keterangan : Dx = Jumlah barang yang diminta Px = Harga barang itu sendiri Py = Harga barang yang berkaitan Y = Pendapatan konsumen

T = Selera

u = faktor lainnya

Selanjutnya Lipsey (1995), mengatakan bahwa perubahan faktor-faktor diatas

akan mempengaruhi kurva permintaan. Kurva permintaan menggambarkan

hubungan fungsional antara harga dan jumlah yang diminta. Perubahan harga

barang itu sendiri akan menyebabkan perpindahan sepanjang kurva permintaan,

kenaikan harga menyebabkan keatas kearah kiri sepanjang kurva permintaan,

dengan demikian kuantitas yang diminta akan menurun. Sedangkan perubahan

(35)

IC3

jumlah penduduk atau perubahan distribusi pendapatan akan menggeser seluruh

kurva permintaan kearah kiri atau kearah kanan.

Pergeseran kurva permintaan kearah kiri menunjukkan adanya penurunan

permintaan sedangkan pergeseran kurva kearah kanan menunjukkan adanya

kenaikan permintaan berarti bahwa banyak yang diminta pada setiap tingkat

harga. Proses tersebut dapat dijelaskan melalui Gambar 1.

Y

IC2 ICC

IC1

BL1 BL2 BL3

0 x1 x2 x3 X

P

D3

D1 D2

x1 x2 x3 X

Gambar 1. Pergeseran kurva permintaan

Hubungan antara harga dengan jumlah yang diminta adalah berbanding terbalik

(negatif). Jika harga barang naik maka jumlah yang diminta akan turun dan

sebaliknya jika harga turun maka jumlah yang diminta akan naik dengan faktor

(36)

ini dapat dijelaskan oleh dua keadaan, pertama jika harga suatu barang naik

konsumen akan mencari barang pengganti, hal ini dilakukan jika konsumen

menginginkan tingkat kepuasan yang lebih tinggi dari setiap rupiah yang dimiliki.

Kedua harga naik, pendapatan merupakan kendala (pembatas) bagi pembelian

yang lebih banyak (Arsyad, 1987).

Menurut Reksoprayitno (2000), faktor-faktor yang menyebabkan perubahan

permintaan adalah : (1) Perubahan pendapatan konsumen, (2) Perubahan barang

pengganti, (3) Perubahan harga barang komplementer, dan (4) Perubahan citra

rasa konsumen. Pada dasarnya permintaan menunjukkan hubungan antara harga

dan jumlah barang yang diminta. Hukum permintaan mengatakan bahwa apabila

harga suatu barang tinggi, maka jumlah barang yang diminta sedikit dan

sebaliknya apabila harga suatu barang rendah, maka jumlah yang diminta banyak.

Hukum permintaan tersebut tentunya dengan menggunakan asumsi faktor selain

harga dianggap tetap.

Dari hukum permintaan terlihat bahwa terjadi hubungan yang terbalik antara

harga dan jumlah yang diminta. Harga yang harus dibayar oleh konsumen

merupakan halangan yang mencegahnya untuk membeli barang tersebut.

Semakin tinggi harga, maka rintangan untuk membeli barang tersebut semakin

besar yang mengakibatkan semakin jumlah barang yang dibeli dan sebaliknya

(37)

Secara teoritis kurva permintaan digambarkan dengan fungsi garis lurus guna

memudahkan pemahaman, melalui Gambar 2.

H

H2

H1 D

0 Q2 Q1 Q

Gambar 2. Kurva Permintaan

Dari Gambar 2, dapat dijelaskan bahwa pada saat harga berada pada H1, maka

jumlah yang diminta sebanyak Q1 dan pada saat harga berada pada H2, maka

jumlah yang diminta sebanyak Q2. Dengan kata lain, semakin tinggi harga, maka

jumlah barang yang diminta semakin sedikit dan sebaliknya.

Kurva permintaan (demand curve) menyatakan berapa banyak para konsumen

bersedia membeli pada setiap harga per unit yang harus mereka bayar. Fungsi

permintaan tersebut menyatakan bahwa jumlah komoditas yang diminta

merupakan fungsi dari harganya. Jumlah komoditas yang diminta

menggambarkan jumlah komoditas yang diminta pada tingkat harga tertentu.

Secara umum hubungan antara harga dan jumlah komoditas yang diminta

mempunyai sifat hubungan yang berlawanan arah (negatif) sehingga pada

umumnya kurva permintaan suatu komoditas bersudut negatif terhadap sumbu

horizontal. Naiknya nilai suatu variabel diikuti dengan turunnya nilai variabel

yang satunya, sehingga kurva permintaan berbagai jenis komoditas pada

(38)

Menurut Suhartati dan Fathororrozi (2003), hukum permintaan tidak berlaku

dalam beberapa kasus yaitu :

a. Kasus barang Giffen

Barang giffen merupakan barang inferior, dimana barang giffen memiliki

pengertian semakin tinggi tingkat harga menyebabkan permintaan terhadap

barang ini menunjukkan angka yang semakin meningkat.

b. Kasus pengaruh harapan dinamis ( Dynamic Expectation Effect)

Dalam hal ini, perubahan jumlah yang diminta dipengaruhi oleh perubahan

harga yang terkait dengan harapan konsumen. Artinya kenaikan harga suatu

barang akan diikuti kenaikan permintaan terhadap barang tersebut, karena

terselip adanya harapan bahwa harga barang tersebut akan terus mengalami

kenaikan.

c. Kasus barang prestise

Pada kasus ini memasukkan kepuasan konsumen dalam membeli suatu

barang. Semakin tinggi harga suatu barang semakin tinggi kepuasan

konsumen sehingga meningkatkan unsur prestise.

Menurut Suhartati dan Fathororrozi (2003), perubahan permintaan terhadap suatu

barang disebabkan oleh perubahan pendapatan konsumen dapat digunakan untuk

mengidentifikasi jenis barang. Jenis barang tersebut adalah :

1. Barang Inferior

Yaitu jenis barang yang memiliki kualitas lebih rendah daripada barang

(39)

konsumen, semakin sedikit permintaan terhadap barang ini, karena konsumen

beralih pada barang yang lebih baik.

2. Barang Normal

Yaitu jenis barang yang mempunyai ciri khas mengalami kenaikan permintaan

sebagai akibat adanya kenaikan pendapatan konsumen.

3. Barang Esensial

Yaitu barang kebutuhan pokok atau barang yang sangat penting dalam

kehidupan sehari-hari. Peningkatan pendapatan tidak berpengaruh terhadap

peningkatan jumlah permintaannya selama dalam asumsi untuk kebutuhan

sehari-hari.

Menurut Reksoprayitno (2000), beberapa penyebab perubahan permintaan

adalah :

a. Perubahan pendapatan konsumen

b. Perubahan harga pengganti

c. Perubahan harga barang komplementer

d. Perubahan cita rasa konsumen

Menurut Sugiarto, dkk (2005), pengaruh faktor bukan harga terhadap permintaan

adalah :

a. Kaitan suatu komoditas dengan berbagai jenis komoditas lainnya. Dalam

hubungannya dengan permintaan akan suatu komoditas, kaitan suatu

komoditas dengan berbagai jenis komoditas lainnya dapat dibedakan

(40)

1) Komoditas pengganti

Komoditas pengganti adalah komoditas yang dapat menggantikan fungsi

dari komoditas lainnya sehingga harga dari komoditas pengganti dapat

mempengaruhi permintaan komoditas yang dapat menggantikannya.

2) Komoditas penggenap

Komoditas penggenap adalah suatu komoditas yang selalu digunakan

bersama-sama dengan komoditas yang lainnya.

3) Komoditas netral

Komoditas netral adalah komoditas yang tidak memiliki hubungan sama

sekali dengan komoditas lainnya sehingga perubahan permintaan atas

salah satu komoditas tidak akan mempengaruhi permintaan komoditas

lainnya.

b. Pendapatan para pembeli

Pendapatan para pembeli merupakan faktor yang sangat penting dalam

menentukan pola permintaan atas berbagai jenis barang.

c. Distribusi pendapatan

Perubahan distribusi pendapatan dapat mempengaruhi corak permintaan

terhadap berbagai jenis komoditas. Bila konsentrasi pendapatan berada di

kalangan kelas atas, maka permintaan akan komoditas-komoditas mewah

maupun komoditas sekunder meningkat. Sekarang bila konsentrasi

pendapatan bergeser ke kelas bawah, maka permintaan akan

komoditas-komoditas yang dibutuhkan oleh kelas bawah akan meningkat dan permintaan

(41)

d. Jumlah penduduk

Pertambahan jumlah penduduk biasanya diikuti dengan perkembangan dengan

permintaan suatu komoditas karena dalam kondisi tersebut akan lebih banyak

orang yang membutuhkan komoditas tersebut.

e. Cita rasa masyarakat

Perubahan cita rasa masyarakat mempengaruhi permintaan. Bila selera

konsumen terhadap suatu komoditas meningkat maka permintaan komoditas

tersebut akan meningkat, demikian pula bila selera konsumen berkurang maka

permintaan komoditas tersebut menurun

f. Ramalan mengenai masa datang

Perubahan-perubahan yang diramalkan mengenai keadaan di masa datang

dapat mempengaruhi permintaan akan suatu komoditas. Bila prospek suatu

komoditas di masa datang baik, maka permintaan komoditas tersebut akan

naik, dan bila sebaliknya maka permintaan akan komoditas tersebut akan

turun.

Setiap orang akan berusaha memaksimumkan nilai guna dari barang-barang yang

dikonsumsi, setiap orang akan berusaha untuk memaksimumkan kepuasan yang

dapat dinikmatinya. Seorang konsumen akan memilih barang-barang yang

dikonsumsinya yang dapat memaksimumkan utilitasnya dengan tunduk pada

kendala anggaran. Tingkat utilitas total yang dicapai seorang konsumen

merupakan fungsi kuantitas barnag yang dikonsumsinya, dan utilitas marginal dari

setiap unit tambahan barang yang dikonsumsi akan menurun. Syarat utilitas yang

maksimum adalah perbandingan antara utilitas marginal dan harga adalah sama

(42)

Menurut Sukirno (2000), nilaiguna atau utilitas total mengandung arti jumlah

seluruh kepuasan yang diperoleh dari mengkonsumsikan sejumlah barang tertentu.

Sedangkan nilaiguna marginal berarti pertambahan atau pengurangan kepuasan

sebagai akibat dari pertambahan atau pengurangan penggunaan satu unit barang

tertentu. Tambahan nilaiguna atau utilitas yang akan diperoleh seseorang dari

mengkonsumsi suatu barang akan semakin berkurang apabila orang tersebut terus

menerus menambahkan konsumsinya barang tersebut. Pada akhinya tambahan

utilitas akan menjadi negative, maka utilitas total akan semakin menurun.

Menurut Arsyad (1987), sekelompok barang yang memberikan tingkat kepuasan

tertinggi yang biasa dicapai konsumen tersebut dengan kendala anggaran tertentu

harus memenuhi dua syarat yaitu : (1) Keadaan tersebut terjadi pada kurva

indeferens tertinggi yang bersinggungan dengan garis anggaran, dan (2) Keadaan

tersebut akan terjadi pada titik singgung antara kurva indeferens tertinggi dengan

garis anggaran.

b. Konsep Elastisitas

Menurut Sugianto (2005), elastisitas permintaan merupakan suatu ukuran

kuantitatif yang menunjukkan besarnya pengaruh perubahan harga atau

faktor-faktor lainnya terhadap perubahan permintaan suatu komoditas

Elastisitas = % perubahan jumlah barang yang diminta % perubahan faktor yang mempengaruhinya

Menurut Sugianto (2005), terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi besarnya

(43)

(1) Tingkat kemampuan komoditas lain untuk menggantikan komoditas

tersebut.

Suatu komoditas yang mempunyai banyak komoditas pengganti, permintaan

cenderung bersifat elastis. Perubahan harga sedikit saja akan menimbulkan

perubahan besar atas jumlah komoditas tersebut yang diminta.

(2) persentase pendapatan yang akan dibelanjakan untuk membeli komoditas

tersebut. Makin besar bagian pendapatan yang diperlukan untuk membeli

suatu komoditas akan semakin elastis permintaan akan komoditas tersebut.

(3) jangka waktu untuk menganalisis permintaan

makin lama jangka waktu untuk menganalisis permintaan atas suatu

komoditas makin elastis sifat permintaan komoditas tersebut

(4) Katagori suatu komoditas

Elastisitas permintaan dibagi menjadi tiga yaitu elastisitas permintaan terhadap

harga, elastisitas silang atas permintaan, dan elastisitas permintaan terhadap

pendapatan.

(a). Elastisitas permintaan terhadap harga

elastisitas permintaan terhadap harga mengukur seberapa besar perubahan jumlah

komoditas yang diminta apabila harga berubah. Jadi elastisitas permintaan

terhadap harga adalah ukuran kepekaan perubahan jumlah komoditas yang

diminta terhadap perubahan harga komoditas tersebut dengan asumsi ceteris

paribus. Elastisitas permintaan terhadap perubahan harga dapat dihitung dengan

rumus :

(44)

= (dQ/Q) (dP/P) = (dQ/dP). P/Q

Keterangan : Q = Jumlah permintaan P = Harga

Menurut Sugianto (2005), permintaan dikatakan elastis jika jumlah komoditas

yang diminta peka terhadap perubahan harga dan dikatakan inelastis (tidak elastis)

jika jumlah komoditas yang diminta kurang peka terhadap perubahan harga. Bila

kurva permintaan komoditas yang dihadapi memiliki kecenderungan yang umum

berlaku dalam kehidupan sehari-hari (memiliki kemiringan negatif), maka nilai

elastis permintaan terhadap harga selalu negatif.

Klasifikasi elastisitas suatu komoditas mengikuti kaidah :

1. Elastisitas nol (tidak elastis sempurna). Dalam hal ini perubahan harga

suatu komoditas tidak akan merubah jumlah komoditas yang diminta.

Kurva permintaan komoditas sejajar dengan sumbu tegak.

2. Elastisitas sempurna. Perubahan yang kecil sekali dalam harga akan

mengakibatkan perubahan yang besar sekali dalam permintaan. Kurva

permintaan komoditas sejajar dengan sumbu datar.

3. Elastisitas uniter (nilai mutlak elastisitas sama dengan 1). Perubahan

harga komoditas tersebut dalam suatu persentase tertentu, akan diikuti

dengan perubahan jumlah komoditas yang diminta tersebut dalam

(45)

4. Tidak elastis (nilai mutlak elastisitas bernilai diantara 0 dan 1). Dalam hal

ini, persentase perubahan harga adalah lebih daripada persentase

perubahan jumlah yang diminta.

5. Elastis (nilai mutlak Ep>1). Jumlah komoditas yang diminta akan

mengalami perubahan dengan persentase yang melebihi persentase

perubahan harga.

(b). Elastisitas silang atas permintaan

Barang-barang yang dikonsumsi dalam kehidupan sehari-hari untuk memenuhi

kebutuhan manusia biasanya tidak berdiri sendiri, tetapi mempunyai hubungan

yang erat dengan barang lain. Hubungan tersebut dapat bersifat subtitusi terhadap

barang lain bila barang tersebut dapat menggantikan fungsinya terhadap barang

lain bila barang semula tidak dapat dimiliki. Sedangkan barang memiliki sifat

komplementer terhadap barang lain bila barang tersebut dapat melengkapi

kegunaan barang lain.

Sifat subtitusi dan komplementer yang dimiliki suatu barang terhadap barang

lain sangat berhungan erat dengan harga barang masing-masing. Dalam keadaan

demikian menurut Mubyarto (1989), perubahan harga barang yang satu tidak saja

mempengaruhi jumlah yang diminta atas barang itu, tetapi juga mempengaruhi

jumlah yang diminta atas barang lainnya. Perubahan jumlah barang yang diminta

sebagai akibat dari perubahan atas harga barang lain disebut sebagai elastisitas

(46)

Menurut Sugianto (2005), koefisien elastis permintaan silang sering digunakan

untuk mengukur kekuatan hubungan komplemen atau substitusi diantara berbagai

komoditas. Nilai elastisitas permintaan silang berkisar dari negatif tak hingga

sampai positif tak hingga. Rumus perhitungan elastisitas permintaan silang

komoditas X terhadap komoditas Y adalah :

Ec = Persentase perubahan jumlah komoditas X yang diminta Persentase perubahan harga komoditas Y

= (dQx/Qx)

(dPy/Py)

= (dQx/dPy). Py/Qx

Keterangan : Qx = Jumlah barang X yang diminta Qy = Jumlah barang Y yang diminta Px = Harga barang X

Py = Harga barang Y

Menurut Sugianto (2005), tanda dari elastisitas silang akan tergantung kepada

komoditas apakah komoditas yang terkait merupakan komoditas pelengkap atau

komoditas pengganti. Untuk komoditas pelengkap (complements), elastisitas

silang bernilai negatif. Sedangkan untuk komoditas pengganti (substitusi),

elastisitas silang bernilai positif.

Menurut Reksoprayitno (2000), Acuan umum pengelompokan katagori suatu

komoditas adalah sebagai berikut :

Ec = 0. Ini memiliki makna tidak ada hubungan antara barang X dengan barang Y

Ec < 0. Ini memiliki makna bahwa antara barang X dan barang Y terdapat

hubungan komplementer.

Ec > 0. Ini memiliki makna bahwa antara barang X dengan barang Y terdapat

(47)

(c). Elastisitas Permintaan Terhadap Pendapatan (Ei)

Elastisitas permintaan terhadap pendapatan adalah besar kecilnya perubahan

jumlah yang diminta sebagai akibat dari perubahan pendapatan konsumen.

Kenaikan pendapatan konsumen akan menaikkan daya beli yang selanjutnya akan

meningkatkan jumlah barang yang diminta. Menurut Sugianto (2005), elastisitas

permintaan terhadap pendapatan merupakan suatu besaran yang berguna untuk

menunjukan responsivitas konsumsi suatu komoditas terhadap suatu perubahan

pendapatan.

Menurut Suhartati dan Fathororrozi (2003), Nilai yang diperoleh dapat

digunakan untuk membedakan komoditas apakah termasuk dalam katagori

komoditas mewah, normal, atau inferior.

Rumus elastisitas permintaan terhadap pendapatan adalah :

Ei = persentase perubahan jumlah komoditas X yang diminta Persentase perubahan pendapatan

= (dQ/Q) (dI/I)

= (dQ/dI). I/Q

Keterangan : Q = Jumlah permintaan I = Pendapatan

Acuan umum pengelompokan katagori suatu komoditas adalah sebagai berikut :

Ei = - Komoditas inferior (komoditas bermutu rendah)

Ei = + Komoditas normal

Ei = >1 Komoditas mewah

(48)

c. Hasil Penelitian Terdahulu

Faktor-faktor yang mempengaruhi daging sapi oleh konsumen rumah tangga di

Sulawesi Tenggara menurut Rusma dan Suharyanto (2001),adalah harga daging

sapi, harga daging ayam, harga ikan dan konsumsi daging sapi tahun sebelumnya.

Daging sapi bagi masyarakat Sulawesi Tenggara merupakan barang normal,

artinya semakin tinggi pendapatan konsumen maka tidak berpengaruh terhadap

permintaan daging sapi.

Permintaan ayam ras pedaging oleh konsumen rumah tangga di Kota Bandar

Lampung menurut Andaryani (2004), dipengaruhi oleh harga ayam ras pedaging,

harga telur ayam, harga ikan, harga tahu, harga tempe, umur dan pendidikan.

Sedangkan tingkat pendapatan tidak mempengaruhi permintaan ayam ras

pedaging.

Permintaan kopi bubuk oleh konsumen rumah tangga di Bandar Lampung bersifat

inelastis, bersubtitusi dengan teh bubuk dan susu bubuk. Kopi bubuk termasuk

barang inferior, artinya semakin tinggi pendapatan konsumen maka akan semakin

rendah tingkat permintaan kopi bubuk.

Menurut Marlinda (2006), pada rumah tangga menengah bawah rata-rata

konsumsi protein kacang kedelai, kacang tanah, dan kacang hijau mencapai 80,05

gram per hari dengan kontribusi protein terhadap angka kecukupan protein

sebesar 36,68 % per hari, sementara pada rumah tangga menengah atas rata-rata

konsumsi protein sebesar 76,046 gram per hari dengan kontribusi sebesar 31,09 %

(49)

g. Kerangka Pemikiran

Salah satu tujuan konsumen mengkonsumsi suatu komoditas adalah untuk

memuaskan keinginan dan kebutuhan. Teori permintaan konsumen didasarkan

pada teori tingkah laku konsumen yaitu teori kegunaan (Utility theory) dimana

konsumen akan memaksimumkan utilitasnya (kepuasannya). Konsumen akan

membeli barang jika barang tersebut berguna baginya, namun dalam

memaksimumkan utilitas, konsumen dibatasi oleh ketersediaan anggaran.

Bertambahnya jumlah penduduk, peningkatan pendapatan dan kesejahteraan serta

kesadaran pemenuhan pangan yang bergizi menyebabkan terjadinya perubahan

konsumsi bahan makanan, yaitu terjadi penurunan konsumsi energi yang berasal

dari karbohidrat dan peningkatan konsumsi energi yang berasal dari protein baik

protein nabati maupun protein hewani. Daging sapi merupakan salah satu sumber

protein hewani yang disukai oleh konsumen. Selain itu, daging sapi juga

memiliki kandungan protein dan zat besi paling tinggi dibandingkan dengan

bahan pangan hewani yang lainnya.

Kota Bandar Lampung memiliki tingkat kepadatan penduduk paling tinggi yaitu

4.209/km2 pada tahun 2007. Tingkat kepadatan yang tinggi menyebabkan wilayah Kota Bandar Lampung merupakan wilayah permintaan daging sapi

terbanyak dan konsumsinya di Kota Bandar Lampung pada setiap tahunnya

mengalami peningkatan yang signifikan.

Permintaan daging sapi oleh konsumen rumah tangga dipengaruhi oleh harga

(50)

harga ayam buras, harga ikan, harga tahu, dan harga tempe), jumlah anggota,

tingkat pendapatan, tingkat pendidikan, dan umur.

Harga barang yang bersangkutan mempengaruhi permintaan atas suatu barang

karena sesuai dengan hukum permintaan yaitu semakin tinggi harga suatu barang

maka permintaan akan barang tersebut akan semakin rendah dan sebaliknya jika

harga barang tersebut rendah maka permintaan semakin banyak. Ini berarti

pendapatan riil dan daya beli konsumen semakin bertambah. Demikian halnya

dengan harga daging sapi, semakin tinggi harga daging sapi maka semakin sedikit

jumlah daging sapi yang dikonsumsi oleh konsumen rumah tangga.

Harga barang lain juga mempengaruhi permintaan terhadap suatu barang

tergantung keterkaitan penggunaan antara barang yang satu dengan barang yang

lain. Keterkaitan itu dapat berupa saling melengkapi atau saling menggantikan.

Kenaikan harga barang subtitusi akan menaikan permintaan barang yang

disubtitusi. Harga subtitusi adalah harga barang lain yang dapat menggantikan

nilai suatu barang semula, apabila barang semula tidak dapat diperoleh atau

dimiliki. Sebagai barang substitusi dalam penelitian ini adalah ayam ras, ayam

buras, ikan, telur, tahu dan tempe. Semakin tinggi harga ayam ras, ayam buras,

ikan, telur, tahu dan tempe, maka jumlah daging sapi yang diminta akan semakin

banyak dan sebaliknya.

Faktor pendapatan sangat berpengaruh pada jumlah dan barang yang akan

dikonsumsi. Meningkatnya pendapatan konsumen akan meningkatkan

permintaan terhadap suatu barang. Dalam hal ini semakin tinggi pendapatan

(51)

dialokasikan untuk konsumsi daging sapi, sehingga permintaan akan daging sapi

oleh konsumen rumah tangga akan semakin tinggi.

Meningkatnya jumlah penduduk merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi

permintaan suatu barang. Namun, peningkatan jumlah penduduk harus diikuti

dengan kemampuan daya beli, jika tidak akan mengakibatkan penurunan

permintaan terhadap suatu barang. Seperti halnya jumlah penduduk, jumlah

anggota keluarga juga mempengaruhi permintaan terhadapi daging sapi. Semakin

besar jumlah anggota keluarga, maka semakin besar jumlah konsumsi daging sapi

oleh konsumen rumah tangga.

Faktor lama pendidikan juga mempengaruhi permintaan terhadap suatu barang.

Hal ini berkaitan dengan tingkat pengetahuan seseorang terhadap kesehatan dan

kebutuhan akan gizi. Seorang dengan tingkat pendidikan tinggi, maka tinggi pula

pengetahuan tentang gizi. Sehingga dengan pengetahuan tersebut, ia akan

mengkonsumsi zat gizi sesuai dengan kebutuhan. Dengan demikian semakin

tinggi tingkat pendidikan maka semakin tinggi daging sapi yang dikonsumsi.

Hubungan antara variabel bebas yaitu variabel yang mempengaruhi permintaan

atas daging sapi dan variabel terikat yaitu jumlah jumlah permintaan daging sapi

(52)

h. Hipotesis

Hipotesis yang diajukan pada penelitian ini adalah bahwa permintaan daging sapi

oleh konsumen rumah tangga di Kota Bandar Lampung diduga dipengaruhi oleh

harga daging sapi itu sendiri, harga ayam ras pedaging, harga ayam buras, harga

telur, harga ikan, harga tahu, harga tempe, jumlah anggota keluarga, pendapatan

(53)

Gambar 3. Paradigma kerangka pemikiran analisis permintaan daging sapi di Kota Bandar Lampung.

Faktor-faktor yang mempengaruhi :

- Harga daging sapi - Jumlah anggota rumah tangga - Harga ayam ras pedaging - Pendapatan rumah tangga - Harga ayam buras - Pengetahuan gizi

- Harga telur - Umur - Harga ikan - Pendidikan - Harga tahu

- Harga tempe

Analisis permintaan daging sapi Konsumsi daging sapi

Peningkatan permintaan daging sapi oleh konsumen di Kota Bandar Lampung  Peningkatan jumlah penduduk

 Peningkatan pendapatan dan daya beli masyarakat

Pemenuhan kebutuhan gizi

AKG

(54)

III. METODE PENELITIAN

A. Konsep Dasar dan Batasan Operasional

Responden adalah ibu rumah tangga atau anggota keluarga lain yang

mengkonsumsi atau melakukan pembelian daging sapi potong di Kota Bandar

Lampung dan bersedia diwawancarai dengan bantuan kuisioner.

Permintaaan daging sapi potong adalahjumlah daging sapi potong yang

dikonsumsi oleh konsumen rumah tangga di Kota Bandar Lampung yang

dinyatakan dalam satuan kilogram per bulan.

Harga daging sapi adalah jumlah uang yang dikeluarkan responden untuk

mendapatkan daging sapi, yang diukur dalam satuan rupiah per kilogram (Rp/kg).

Harga ayam ras pedaging adalah jumlah uang yang dikeluarkan responden

untuk mendapatkan ayam ras pedaging, yang diukur dalam satuan rupiah per

kilogram (Rp/kg).

Harga telur ayam adalah jumlah uang yang dikeluarkan responden untuk

mendapatkan telur, yang diukur dalam satuan rupiah per kilogram (Rp/kg).

Harga ayam buras adalah jumlah uang yang dikeluarkan responden untuk

(55)

Harga ikan adalah jumlah uang yang dikeluarkan responden untuk mendapatkan

ikan, yang diukur dalam satuan rupiah per kilogram (Rp/kg).

Harga tahu adalah jumlah uang yang dikeluarkan responden untuk mendapatkan

tahu, yang diukur dalam satuan rupiah per kilogram (Rp/kg).

Harga tempe adalah jumlah uang yang dikeluarkan responden untuk

mendapatkan tempe, yang diukur dalam satuan rupiah per kilogram (Rp/kg).

Jumlah anggota rumah tangga adalah banyaknya orang atau individu yang

menjadi tanggungan keluarga diukur berdasarkan anggota yang menjadi

tanggungan atau tinggal dalam satu rumah dinyatakan dalam jiwa.

Jumlah pendapatan rumah tangga dilihat melalui pendekatan tingkat

pengeluaran total rumah tangga per bulan,diukur dalam satuan rupiah per bulan

(Rp/bln).

Pendidikan adalah tingkat atau jenjang sekolah dimiliki responden yang diukur

dengan lamanya mengenyam pendidikan, diukur dalam satuan tahun.

Pengetahuan gizi adalah pengetahuan gizi istri tentang makanan, gizi, dan

kesehatan diukur dengan skor yang diperoleh dari jawaban kuesioner, hasil

penilaian akan dikatagorikan baik dan rendah.

Rumah tangga adalah sekelompok orang yang tinggal bersama dalam satu

rumah dengan atau tanpa adanya hubungan darah dan pengelompokan keuangan

(56)

Umur adalah umur ibu rumah tangga yang menjadi reponden, diukur dalam

satuan tahun.

Angka Kecukupan Gizi (AKG) adalah suatu kecukupan rata-rata zat gizi setiap

hari bagi hampir semua orang menurut golongan umur, jenis kelamin, ukuran

tubuh, dan aktivitas untuk mencapai derajat kesehatan yang optimal.

Kontribusi konsumsi protein daging sapi adalah sumbangan besarnya jumlah

protein yang berasal dari daging sapi yang dikonsumsi terhadap angka kecukupan

protein yang dianjurkan dalam satuan persen.

B. Lokasi Penelitian, Responden, dan Waktu penelitian

Penelitian dilakukan di Kota Bandar Lampung, pada bulan mei sampai Juli 2010 .

Lokasi penelitian dipilih secara sengaja (purposive), dengan pertimbangan Kota

Bandar Lampung merupakan pusat aktivitas ekonomi Propinsi Lampung dan

masyarakatnya memiliki karakteristik yang beragam seperti tingkat pendidikan,

pekerjaan, serta pendapatan yang berdampak pada perilaku konsumen dalam

mengkonsumsi daging sapi.

Teknik penentuan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah

pengambilan sampel gugus bertahap (multistage sampling). Tahap pertama, yaitu

mengelompokan kecamatan-kecamatan yang ada di Kota Bandar Lampung

menjadi dua kelompok, kecamatan yang mewakili masyarakat kelas menengah

atas dan kecamatan yang mewakili masyarakat kelas menengah kebawah.

Berdasarkan data yang diperoleh dari Badan Koordinasi Berencana BKKBN

(57)

kecamatan telah terbagi menjadi kelompok keluarga prasejahtera, keluarga

sejahtera tahap I, keluarga sejahtera tahap II, keluarga sejahtera tahap III, dan

keluarga sejahtera tahap III plus. Berdasarkan kelompok keluarga tersebut,

kecamatan yang mewakili masyarakat kelas menengah atas menggunakan

kelompok keluarga sejahtera tahap III dan keluarga sejahtera tahap III plus dan

kecamatan yang mewakili masyarakat kelas menengah bawah menggunakan

kelompok keluarga prasejahtera dan keluarga sejahtera tahap I.

Untuk menentukan kecamatan yang dianggap mewakili kelompok menengah atas

dan menengah bawah dilakukan secara sengaja (purposive) yang didasarkan

dengan memilih kecamatan yang dianggap memenuhi kriteria. Menurut BKKBN

Kota Bandar Lampung (2009), kriteria untuk mewakili wilayah menengah

kebawah yaitu memiliki jumlah keluarga prasejahtera dan keluarga sejahtera I

terbanyak dibandingkan dengan daerah lain di Kota Bandar Lampung, kriteria lain

adalah ciri fisik yang terlihat yaitu rumah bertipe sederhana, berukuran sedang

dan berdekatan, sehingga terpilih Kecamatan Teluk Betung Selatan.

Untuk wilayah menengah atas diwakili oleh Kecamatan Tanjung Karang Timur,

karena memiliki jumlah keluarga sejahtera tahap III dan keluarga sejahtera tahap

III plus terbanyak serta memiliki ciri fisik rumah tertata rapi, rumah bertipe

mewah, jalan penghubung lingkungan biasanya dilalui oleh kendaraan roda

empat. Perincian penentu tempat penelitian analisis permintaan daging sapi oleh

Gambar

Tabel 1. Populasi dan produksi sapi potong di Propinsi Lampung berdasarkan                kabupaten/kota tahun 2008
Tabel 2.  Konsumsi, jumlah penduduk, dan konsumsi per kapita per tahun daging                 sapi potong berdasarkan kabupaten/kota di Propinsi Lampung tahun                 2007
Tabel 3.  Perkembangan tingkat produksi dan konsumsi daging sapi potong                di Kota Bandar Lampung tahun 2004 –2008
Gambar 1. Pergeseran kurva permintaan
+7

Referensi

Dokumen terkait

Sedangkan acara seliannya berfungsi sebagai penyemarak seperti seni gulat okol, wayang kulit, ludruk, dan sebagainya; (c) dimensi-dimensi teologis dalam ritual sedekah

Selain itu juga untuk mengetahui pengaruh umur babi terhadap titer antibodi pada Hog Cholera di Desa Naitimu Kecamatan Tasifeto Barat Kabupaten Belu Provinsi Nusa

4) Students coming late after attendance checked will be considered as absent. 6) Students who are disrupted will be dismissed from the class. 7) Students who do not do the

Observasi dilakukan bersamaan dengan pelaksanaan pada setiap pertemuan di siklus I, yaitu pertemuan 1, dan 2. Observasi untuk mengamati guru dan siswa. Hasil observasi

Oleh karena itu dilakukan penelitian ”Pengembangan Pembelajaran Pemecahan Masalah Untuk Meningkatkan Penguasaan Dimensi Pengetahuan dan Penalaran Siswa SMA Pada

Sistem administrasi bagian booking rekaman dan penyewaan alat studio di Promusic masih menggunakan pendaftaran serta bayar uang muka secara langsung ketempat studio, bila

The CLT: states that for a population with mean µ and variance σ , the sampling distribution of the sample means for any sample of size n will be approximately normally

Berdasarkan hasil penelitian dapat dipahami bahwa orang tua yang memiliki perilaku cukup dalam pemilihan makanan bergizi pada anak usia pra sekolah seperti