• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hubungan antara faktor-faktor yang mempengaruhi realisasi KUR dapat dituliskan dalam suatu fungsi permintaan. Dalam penelitian ini, diduga ada 13 faktor yang mempengaruhi realisasi KUR, yaitu usia debitur, jenis kelamin (dummy), tingkat pendidikan (dummy), jumlah tanggungan keluarga, waktu tempuh dari tempat tinggal ke BRI, jenis usaha (dummy), lama usaha, omzet usaha per bulan, pendapatan bersih per bulan, frekuensi peminjaman kredit, agunan, jumlah kredit yang diajukan, dan waktu perealisasian KUR. Variabel dummy untuk jenis kelamin debitur dibagi atas pria (D=1) dan wanita (D=0). Variabel dummy untuk jenis usaha yaitu off farm (D=1) dan on farm (D=0). Variabeldummy untuk agunan yaitu tanpa agunan (D=0) dan ada agunan (D=1). Hasil analisis terhadap faktor-faktor yang mempengaruhi realisasi KUR pada BRI Unit Cibinong dapat dilihat pada Tabel 42.

Tabel 42. Hasil Analisis terhadap Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Realisasi KUR pada BRI Unit Cibinong

Variabel Koefisien Regresi T-hit P-value

Konstanta -2591594 -1.55 0.129

X1 = Usia Debitur 69350 1.64 0.109

X2 = Jenis Kelamin -947010 -1.82 0.077**

X3 = Tingkat Pendidikan 315816 1.01 0.321

X4 = Jumlah Tanggungan Keluarga -787346 -4.09 0.000*

X5 = Waktu Tempuh Tempat Tinggal ke BRI 3161 0.17 0.863

X6 = Jenis Usaha 377490 0.40 0.694

X7 = Lama Usaha -1800 -0.06 0.954

X8 = Omzet Usaha Per Bulan 0.07528 1.00 0.326

X9 = Pendapatan Bersih Per Bulan -0.03357 -0.56 0.579

X10 = Frekuensi Peminjaman Kredit 214600 1.59 0.122

X11 = Nilai Agunan 411925 0.78 0.442

X12 = Jumlah Kredit yang Diajukan 0.89343 15.99 0.000*

X13 = Waktu Perealisasian KUR 196505 3.12 0.004*

R-sq = 92.5 % R-sq (adj) = 89.8 %

ANOVA DF SS MS F P Model

Regression 13 7.41829E+14 5.70638E+13 34.36 0.000

Residual 36 5.97905E+13 1.66085E+12

Total 49 8.01620E+14

Berdasarkan Tabel 42, diketahui bahwap-value dari statistik F lebih kecil dari taraf nyata sebesar lima persen dan 10 persen (P = 0,000 < 5%,10%) sehingga

kepuasannya adalah menolak H0, artinya setidak-tidaknya ada satu variabel

independentyang berpengaruh nyata terhadap variabel dependent.Akurasi model dugaan (goodness of fit) model dilakukan dengan memperhatikan koefisien deteminasi (R2) yaitu sebesar 92,5 persen. Hal ini menandakan bahwa sebesar 92,5 persen variasi variabeldependent(besar realisasi KUR) dapat dijelaskan oleh model dan sisanya sebesar 7,5 persen dapat dijelaskan oleh variabel error (variabel lain yang tidak dimasukkan ke dalam model).

Pengujian terhadap signifikansi pada masing-masing variabel independent secara individu dilakukan dengan uji T (Tabel 42), sehingga diketahui bahwa variabel-variabel yang berpengaruh siginifikan terhadap realisasi KUR pada BRI Unit Cibinong adalah variabel jenis kelamin pada tingkat kepercayaan 90 persen., sedangkan jumlah tanggungan keluarga, jumlah kredit yang diajukan, dan waktu perealisasian KUR pada tingkat kepercayaan 95 persen. Hal ini tidak sesuai dengan hipotesis penelitian, dimana semua variabel diduga berpengaruh nyata terhadap besarnya realisasi KUR yang diterima oleh debitur. Sedangkan variabel lainnya seperti usia debitur, tingkat pendidikan, waktu tempuh dari tempat tinggal ke BRI, jenis usaha, lama usaha, omzet usaha per bulan, pendapatan bersih per bulan, nilai agunan, dan frekuensi peminjaman kredit diketahui tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap besarnya realisasi KUR yang dapat diterima oleh debitur. Berdasarkan analisis regresi linier berganda, model regresi yang terbentuk adalah Realisasi = - 2.591.594 + 69.350 Usia 947.010 Jenis Kelamin

+ 315.816 Tingkat Pendidikan 787.346 Tanggungan Keluarga + 3.161 Waktu Tempuh dari Tempat Tinggal ke BRI

+ 377.490 Jenis Usaha 1.800 Lama Usaha

+ 0,0753 Omzet Usaha - 0,0336 Pendapatan Bersih Per Bulan + 214.600 Frekuensi Kredit + 411.925 Agunan

+ 0,893 Jumlah Kredit yang Diajukan + 196.505 Waktu Realisasi

Nilai konstanta sebesar 2.591.594 menggambarkan terjadinya penurunan realisasi KUR jika usia (X1) jenis kelamin (X2) tingkat pendidikan (X3), tanggungan keluarga (X4), waktu tempuh dari tempat tinggal ke BRI (X5), jenis usaha (X6), lama usaha (X7), omzet usaha (X8), pendapatan bersih per bulan (X9), frekuensi kredit (X10), agunan (X11), jumlah kredit yang diajukan (X12), waktu realisasi (X13) mempunyai nilai nol. Meskipun demikian, konstanta yang negatif ini tidak menjadi masalah sepanjang X1,X2,X3, X4, X5, X6,X7, X8, X9, X10,

X11, X12, dan X13 tidak mungkin sama dengan nol (0) karena tidak mungkin

dilakukan atau terjadi. Jadi, pada umumnya nilai konstanta yang negatif bukan menjadi alasan untuk menyimpulkan bahwa persamaannya salah (Rietvield dan Sunaryanto, 1994).

Menurut Yamin S, Rachmach LA, Kurniawan H (2011), regresi linear berganda digunakan untuk memodelkan hubungan antara variabel dependent dan variabel independent dengan jumlah variabel independent lebih dari satu. Dalam membuat suatu persamaan regresi linear berganda diperlukan beberapa tahap pemeriksaan, yaitu normalitas error, heteroskedastisitas, autokorelasi, dan mulitikolinearitas.

1. Pemeriksaan Pertama : Normalitas Error

Pemeriksaan ini dapat dilakukan dengan melihat Normal Probability Plot of The Residual, dimana jika nilai data ini berpencar di sekitar garis lurus melintang maka dapat dikatakan normal. Hasil Normal Probability Plot of The Residual (Lampiran 6) menunjukkan bahwa data berpencar di sekitar garis lurus melintang. Dengan demikian, berdasarkan grafik tersebut, dapat dikatakan bahwa dara error berdistribusi normal. Selain melalui Normal Probability Plot of The Residual, pemeriksaan juga dapat dilihat dariHistogram of The Residual, dimana hasil yang kita peroleh menunjukkan pola seperti fungsi distribusi normal. Meskipun demikian, terlihat adanya batang histogram yang menyimpang, dimana menunjukkan adanya dugaanoutlier(pencicilan).

2. Pemeriksaan Adanya Problem Heteroskedastisitas

tersebut sehingga dapat dikatakan bahwa data tersebut homogeni atau komponen error tidak heterokedastisitas atau dapat dikatakan komponen error bersifat homoskedastisitas.

3. Pemeriksaan Adanya Masalah Autokorelasi

Pemeriksaan ini dapat dilakukan dengan melihat pola Standardized Residual terhadap variabel independent yaitu besarnya realisasi KUR yang diterima oleh debitur (Lampiran 7). Grafik tersebut menunjukkan bahwa runtun Standardized Residual bersifat acak. Pemeriksaan melalui uji Durbin-Watson memberikan nilai Durbin Watson dimana diperoleh nilai d = 1.84070 (nilai d mendekati nilai d = 2), maka dapat dikatakan bahwa tidak terdapat Autokorelasi pada komponenerrorsehingga hasil uji T dan uji F adalah valid (Lampiran 7).

4. Pemeriksaan Adanya Multikolinearitas

Pemeriksaan ini dapat dilihat dari nilai VIF (Variance Inflation Factors). Hasil VIF (1) untuk variabel usia adalah 2,4; (2) variabel jenis kelamin adalah 2,0; (3) tingkat pendidikan adalah 1,6; (4) tanggungan keluarga adalah 1,8; (5) waktu tempuh adalah 1,3; (6) jenis usaha adalah 1,5; (7) lama Usaha adalah 1,1; (8) omzet usaha adalah 3,8; (9) pendapatan bersih per bulan adalah 3,6; (10) frekuensi kredit adalah 1,3; (11) agunan adalah 1,8; (12) jumlah kredit yang diajukan adalah 1,6; (13) waktu realisasi adalah 1,3. Berdasarkan nilai VIF dari semua variabel independent adalah lebih kecil dari 10, sehingga dapat dikatakan bahwa tidak terdapat problem multikolinier (Lampiran 8). Hal ini menunjukkan bahwa tidak ada multikolinearitas pada variabelindependentatau dapat dikatakan bahwa tidak ada hubungan yang kuat diantara variabel-variabel independent yang digunakan dalam penelitian ini.

Pada Tabel 42, dapat dilihat bahwa tidak semua variabel independent mempengaruhi besarnya realisasi KUR pada taraf nyata ( ) lima persen dan 10 persen. Variabel independent yang paling berpengaruh secara siginifikan adalah variabel jenis kelamin, jumlah tanggungan keluarga dengan pengaruh yang negatif terhadap besarnya KUR yang dapat diterima oleh debitur. Selain itu, variabel independent yang paling berpengaruh secara siginifikan dengan pengaruh yang

positif adalah variabel jumlah kredit yang diajukan, dan waktu perealisasian KUR. Sedangkan, variabel lainnya yaitu usia debitur, tingkat pendidikan, waktu tempuh dari tempat tinggal ke BRI, jenis usaha, lama usaha, omzet usaha per bulan, pendapatan bersih per bulan, nilai agunan, dan frekuensi peminjaman kredit diketahui tidak berpengaruh signifikan terhadap besarnya realisasi KUR yang dapat diterima oleh debitur.

7.1.1 Usia Debitur

Variabel usia debitur berpengaruh positif terhadap besarnya realisasi KUR, karena koefisien variabel terebut bernilai positif. Pengaruh ini sesuai dengan hipotesis penelitian, dimana semakin tinggi usia debitur maka akan semakin besar realisasi KUR yang diperoleh. Akan tetapi, variabel usia debitur tidak signifikan dalam mempengaruhi besarnya realisasi KUR, karena p-value variabel ini lebih besar dari taraf nyata 10 persen. Hal ini menandakan bahwa berapa pun usia debitur, maka tidak mempengaruhi besarnya realisasi KUR yang diterima oleh debitur.

Kesimpulan ini sesuai dengan analisis deskriptif sebelumnya, bahwa sebagian besar responden pada kisaran usia debitur 37 tahun hingga 47 tahun memiliki proporsi terbesar yaitu sekitar 38 persen dengan memperoleh realisasi KUR pada kisaran 5 juta rupiah hingga kurang dari 10 juta rupiah, sekitar 14 persen dengan realisasi KUR yaitu sebesar kurang dari lima juta rupiah, dan sekitar 12 persen memperoleh realisasi KUR pada kisaran 10 juta rupiah hingga maksimal 20 juta rupiah. Debitur pada kisaran usia di bawah 25 tahun memperoleh realisasi KUR pada kisaran dua juta rupiah hingga lima juta rupiah, sedangkan debitur pada kisaran usia di atas 48 tahun memperoleh realisasi KUR pada kisaran lima juta rupiah hingga 10 juta rupiah. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa usia debitur mempengaruhi besarnya realisasi KUR.

7.1.2 Jenis Kelamin

Kepala keluarga adalah pria, sehingga pria dianggap sebagai pencari nafkah utama dalam suatu keluarga. Oleh karena itu, diduga pria lebih banyak mengajukan kredit dibandingkan wanita. Perbedaan jenis kelamin (gender)

wanita lebih mengutamakan perasaan daripada pikiran dalam melakukan suatu tindakan atau dalam mengambil keputusan. Selain itu, Account Officer(AO) atau yang biasa disebut mantri untuk kredit mikro yang sebagian besar adalah pria. Kaitannya dengan realisasi KUR berkaitan dengan perbedaan gender tersebut, dalam pemberian KUR di BRI Unit Cibinong sebenarnya tidak membedakan pria dan wanita.

Sebagai variabel dummy, jenis kelamin pria diberi nilai 1 (D=1) artinya mendukung realisasi KUR yang lebih besar dan wanita diberi nilai 0 (D=0). Berdasarkan hasil regresi linier berganda, diketahui koefisien variabel dummy jenis kelamin adalah negatif. Dapat diartikan bahwa jenis kelamin pria (bernilai 1) berpengaruh negatif terhadap besar realisasi kredit. Hasil ini sesuai dengan hipotesis penelitian, dimana realisasi KUR yang diperoleh debitur pria akan lebih kecil dibandingkan dengan yang diterima oleh debitur wanita. Oleh karena itu, variabel jenis kelamin memiliki pengaruh yang signifikan dalam realisasi KUR karenap-valueyang lebih besar dari taraf nyata ( ) 10 persen

Kesimpulan ini didukung oleh hasil deskriptif sebelumnya, dimana dalam realisasi KUR mempermasalahkan gender. Kaum wanita sebagai pengusaha mikro lebih dipercaya oleh bank dalam menggunakan dana bank untuk kemajuan usahanya. Dapat terlihat dari sebaran responden berdasarkan jenis kelamin dan besar realisasi KUR, diketahui bahwa sebagian besar responden wanita memperoleh realisasi KUR lebih besar dibandingkan pria. Pada realisasi KUR 10 juta hingga 20 juta rupiah wanita memperoleh proporsi terbesar yaitu sekitar 12 persen dibandingkan pria hanya sekitar empat persen saja. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa jenis kelamin berpengaruh siginifikan dalam menentukan besarnya realisasi KUR yang dapat diterima oleh debitur BRI Unit Cibinong.

7.1.3 Tingkat Pendidikan

Pada Tabel 39, dapat diketahui bahwa tingkat pendidikan tidak memiliki pengaruh nyata dalam kelancaran realisasi kredit KUR. Hal ini berbeda dengan hipotesis pada penelitian ini bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang maka dapat semakin berdisiplin dan bertanggungjawab serta mengetahui hak dan

kewajiban nasabah KUR terhadap pengembalian kredit sehingga diharapkan dapat memperkecil peluang keterlambatan pembayaran pinjaman.

Tingkat pendidikan tidak berpengaruh signifikan terhadap besarnya realisasi KUR yang dapat diterima oleh debitur, karena variabel dummy untuk tingkat pendidikan memilikip-valuelebih dari taraf nyata ( ) 10 persen. Artinya, tingkat pendidikan debitur responden tidak mempengaruhi tingkat perealisasian KUR. Hal ini didukung oleh hasil deskriptif sebelumnya, bahwa tidak terdapat perbedaan yang berarti terhadap tingkat pendidikan dalam besarnya realisasi KUR. Pihak BRI tidak terlalu mempertimbangkan pendidikan nasabahnya dalam perealisasian KUR.

7.1.4 Jumlah Tanggungan Keluarga

Jumlah tanggungan keluarga diduga berpengaruh negatif terhadap tingkat kepercayaan bank dalam meralisasikan kreditnya. Diasumsikan bahwa, semakin banyak tanggungan dalam keluarga maka semakin besar pengeluaran untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka sehari-hari sehingga menghabiskan sejumlah besar proporsi pendapatan keluarga. Dapat dikatakan bahwa, semakin besar jumlah tanggungan dalam keluarga diduga semakin kecil realisasi kredit yang diperoleh.

Berdasarkan hasil regresi linier berganda, diketahui koefisien variabel jumlah tanggungan keluarga debitur berpengaruh negatif terhadap besarnya realisasi KUR, hal ini terbukti karena koefisien variabel tersebut memberikan pengaruh yang signifikan namun bernilai negatif. Pengaruh ini sesuai dengan hipotesis penelitian ini, dimana semakin tinggi jumlah tanggungan keluarga debitur maka akan semakin kecil realisasi KUR yang akan diperoleh. Namun, variabel jumlah tanggungan keluarga ini signifikan dalam mempengaruhi besar realisasi KUR, karena p-value lebih kecil dari taraf nyata ( ) lima persen. Oleh karena itu, dapat diartikan bahwa jumlah tanggungan keluarga debitur mempengaruhi besaran realisasi kredit KUR yang diterima.

Kesimpulan ini sesuai dengan prediksi sebelumnya, dimana kisaran realisasi KUR yang terbesar diperoleh oleh debitur yang memiliki jumlah

diartikan bahwa jumlah tanggungan keluarga berpengaruh negatif terhadap besarnya realisasi KUR yang diterima oleh debitur responden, atau dengan kata lain semakin banyaknya tanggungan keluarga maka realisasi KUR yang diterima akan semakin kecil ataupun sebaliknya. Oleh karena itu, jumlah tanggungan keluarga dapat digunakan sebagai dasar penetuan besarnya realisasi KUR di BRI Unit Cibinong.

7.1.5 Waktu Tempuh Responden ke BRI

Nasabah KUR BRI Unit Cibinong diutamakan masyarakat yang tinggal dekat dengan ruang lingkup kerja BRI Unit Cibinong, karena berpengaruh terhadap aksesibilitas dan kontrol terhadap nasabah. Meskipun ada nasabah yang berada di luar ruang lingkupnya, maka pihak BRI akan tetap melayani apabila persyaratan yang dibutuhkan telah dilengkapi serta memiliki usaha yang layak dan minimal usaha tersebut telah berjalan selama satu tahun.

Berdasarkan hasil regresi linier berganda, diketahui koefisien variabel waktu tempuh responden ke BRI tidak berpengaruh signifikan terhadap besarnya realisasi KUR yang diterima oleh debitur, dimana p-value lebih besar dari taraf nyata ( ) 10 persen yaitu sebesar 0.863. Dapat disimpulkan bahwa dalam memberikan pelayanan kredit KUR, BRI Unit Cibinong tidak hanya mengutamakan nasabah yang tinggal dekat dengan ruang lingkup kerja BRI Unit Cibinong, melainkan juga nasabah yang berada di luar ruang lingkup kerjanya.

7.1.6 Jenis Usaha

Setiap usaha memiliki risiko yang berbeda-beda sehingga dapat mempengaruhi kemampuan usaha dalam menghasilkan keuntungan yang nantinya digunakan untuk membayar pinjaman. Usaha on farm diduga memiliki risiko yang lebih besar dibandingkan usaha off farm, sehingga usaha off farm diduga akan memperoleh realisasi KUR yang lebih besar dibandingkan usaha on farm. Variabeldummyuntuk jenis usaha dibagi atasoff farm(D = 1) danon farm(D=0). Berdasarkan hasil regresi linier berganda, diketahui koefisien variabel dummy untuk jenis usaha tidak berpengaruh secara signifikan terhadap besarnya realisasi KUR yang diterima oleh debitur KUR. Pengaruh variabel jenis usaha

(usaha off farm bernilai 1) tidak signifikan dalam menentukan besarnya realisasi KUR. Hal ini ditunjukkan dengan p-value lebih besar dari taraf nyata ( ) 10 persen. Kesimpulan ini berbeda dengan hasil analisis deskriptif sebelumnya, dimana jenis usaha responden yang secara keseluruhan di dominasi oleh usaha off farm dengan proporsi sebesar 94 persen, danon farmhanya sebesar enam persen. Dengan demikian adanya gap yang besar antara jenis usahaon farm danoff farm. Hal ini menunjukkan bahwa umumnya usaha off farm memiliki peluang yang besar untuk memperoleh realisasi kredit KUR. Jenis usaha debitur KUR BRI Unit Cibinong keseluruhannya merupakan usaha agribisnis yang bergerak pada usaha off farmatau subsistem hilir.

7.1.7 Lama Usaha

Dalam penelitian ini, lama usaha merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi perealisasian KUR. Lama usaha debitur diduga berpengaruh positif terhadap realisasi kredit karena semakin lama suatu usaha bertahan maka semakin menjamin bahwa usaha tersebut layak untuk dibiayai dan dikembangkan. Lama usaha para debitur KUR yang menjadi responden dalam penelitian ini berkisar dua hingga 32 tahun. Proporsi terbesar dimiliki oleh responden dengan lama usaha satu sampai dengan lima tahun yaitu sekitar 52 persen dari jumlah keseluruhan responden.

Variabel lama usaha memberikan pengaruh yang negatif terhadap besarnya realisasi KUR karena koefisien variabel ini negatif. Hal ini tidak sesuai dengan hipotesis penelitian, dimana semakin lama usaha debitur maka semakin besar realisasi KUR yang diterima debitur atau semakin lama suatu usaha bertahan maka semakin menjamin bahwa usaha tersebut layak untuk dibiayai dan dikembangkan. Berdasarkan hasil analisis regresi pada Tabel 39 menunjukkan bahwa variabel lama usaha tidak signifikan dalam mempengaruhi besarnya realisasi KUR, karena p-value variabel ini lebih besar dari taraf nyata ( ) 10 persen. Artinya, bahwa berapa lama pun usaha debitur tersebut telah berjalan, tidak akan mempengaruhi besarnya realisasi KUR yang diterima.

realisasi KUR BRI Unit Cibinong, diketahui bahwa sebagian besar responden pada semua tingkat kisaran lama usaha memperoleh realisasi KUR yang sama yaitu lima hingga 10 juta rupiah. Artinya, lama usaha tidak terlalu berpengaruh dalam penentuan besar realisasi KUR di BRI Unit Cibinong. Dapat dikatakan bahwa KUR memang benar merupakan Kredit Modal Kerja (KMK) yang dapat membantu memberikan modal tambahan bagi UMKM yang berada di wilayah kerja BRI Unit Cibinong.

7.1.8 Omzet Usaha Per Bulan

Omzet usaha adalah jumlah usaha keseluruhan penjualan yang dicapai oleh suatu usaha pada kurun waktu tertentu.Dalam hal ini,omzet usaha diukur sesuai dengan pola angsuran pembayaran pinjaman dan bunga KUR-Kupedes yaitu bulanan.Omzet usaha debitur per bulan diduga berpengaruh positif terhadap realisasi kredit karena semakin besar omzet usaha maka kemampuan membayar angsuran dan beban bunga akan semakin besar.Hal ini mengindikasikan adanya peluang untuk memperoleh realisasi kredit dalam jumlah yang lebih besar.

Variabel omzet usaha per bulan berpengaruh positf terhadap besarnya realisasi kredit karena koefisien variabel ini bernilai positif. Pengaruh ini tidak sesuai dengan hipotesis penelitian, dimana semakin tinggi omzet usaha debitur per bulannya maka semakin besar realisasi kredit yang mungkin diterima. Hasil analisis menunjukkan besarnya omzet usaha per bulan tidak berpengaruh secara signifikan terhadap besarnya realisasi kredit,karena p-value variabel ini lebih besar dari taraf nyata. Hasil ini sesuai dengan analisis deskriptif sebelumnya, dimana sebagian besar responden memiliki omzet usaha di atas 2,5 juta rupiah per bulannya yaitu sebesar 34 persen dari jumlah keseluruhan responden. Ditinjau dari sebaran responden berdasarkan omzet usaha responden per bulan dan besar realisasi KUR, diketahui bahwa sebagian besar responden dengan omzet usaha yang rendah per bulannya (kurang dari satu juta rupiah) memperoleh kisaran realisasi yang rendah juga yaitu lima juta hingga kurang dari 10 juta rupiah. Begitu juga pada responden dengan kisaran omzet usaha yang lebih tinggi juga (di atas 2,5 juta rupiah) memperoleh kisaran realisasi yaitu maksimal 20 juta rupiah. Hal ini sesuai dengan prediksi sebelumnya, dimana semakin besar omzet

usaha debitur per bulannya maka realisasi KUR yang diperoleh juga akan semakin besar. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa omzet usaha per bulan sangat mempengaruhi besar realisasi KUR yang diterima debitur responden.

Dengan demikian, calon debitur perlu memperhatikan variabel ini jika ingin memperoleh realisasi KUR yang lebih besar di BRI Unit Cibinong yaitu dengan cara meningkatkan penjualan bulanannya. Pihak BRI Unit Cibinong juga dapat memanfaatkan informasi ini untuk mencapai target realisasi KUR dengan lebih memperhatikan omzet usaha per bulan para calon debitur dalam menyetujui pengajuan kredit. Kesimpulannya bahwa usaha dengan omzet usaha per bulan yang lebih besar tidak dapat dipastikan akan menghasilkan keuntungan yang lebih besar di bandingkan dengan usaha yang memiliki omzet yang lebih kecil.

7.1.9 Pendapatan Bersih Per Bulan

Pendapatan usaha bersih per bulan merupakan jumlah dana yang memungkinkan untuk dialokasikan debitur dalam membayar kewajibannya baik dalam membayar angsuran pokok dan bunga pinjaman pada setiap bulannya. Pendapatan bersih per bulan diduga berpengaruh positif terhadap realisasi kredit karena semakin besar pendapatan bersih per bulannya maka kemampuan membayar angsuran dan beban bunga akan semakin besar. Hal ini mengindikasikan bahwa pendapatan bersih per bulan yang lebih besar di duga lebih berpeluang dalam mendapatkan realisasi kredit yang lebih besar.

Berdasarkan hasil regresi linier berganda, diketahui koefisien variabel pendapatan bersih per bulan berpengaruh negatif terhadap besarnya realisasi KUR. Pada koefisien variabel tersebut memberikan pengaruh yang tidak signifikan namun bernilai negatif, dimana p-value bernilai 0,579 atau lebih besar dari taraf nyata ( ) 10 persen. Pengaruh ini tidak sesuai dengan hipotesis penelitian ini, dimana pendapatan usaha bersih debitur per bulan diduga berpengaruh positif terhadap realisasi kredit, dimana semakin besar pendapatan bersih usaha per bulanny maka kemampuan membayar angsuran dan beban bunga akan semakin besar. Hal ini mengindikasikan bahwa pendapatan bersih per bulan yang lebih besar diduga lebih berpeluang dalam mendapatkan realisasi KUR yang

Kesimpulan ini sesuai dengan prediksi sebelumnya, pendapatan bersih per bulan debitur KUR yang menjadi responden dalam penelitian ini berkisar antara dua ratus ribu rupiah (nilai terendah) hingga 29,5 juta rupiah (nilai tertinggi). Sebagian besar responden memiliki pendapatan bersih kurang dari satu juta rupiah per bulannya yaitu sebesar 48 persen. Hal ini menunjukkan bahwa, dalam perealisasian KUR pada BRI Unit Cibinong tidak terlalu memperhatikan pendapatan bersih per bulan.

7.1.10 Frekuensi Peminjaman Kredit

Frekuensi peminjaman kredit mgnidikasikan bahwa semakin sering meminjam makadebitur akan lebih memahami bagaimana pola kredit yang diambil dan bagaimana menggunakannya.Tingginya frekuensi peminjaman dapat meningkatkan kepercayaan bank sebagai kreditur dalam menyalurkan kreditnya sehingga faktor ini diduga berpengaruh positif terhadap proses realisasi kredit yang dapat diterima oleh debitur.

Berdasarkan hasil regresi linier berganda, diketahui koefisien variabel frekuensi peminjaman kredit berpengaruh positif terhadap besarnya realisasi KUR. Namun, pada koefisien variabel tersebut memberikan pengaruh yang tidak signifikan namun bernilai positif, dimana p-value bernilai 0,122 atau lebih besar dari taraf nyata ( ) 10 persen. Pengaruh ini sesuai dengan hipotesis penelitian ini dimana semakin sering meminjam maka debitur akan lebih memahami bagaimana pola kredit yang diambil, prosedur kredit baik pengajuan kredit, perealisasian hingga pengembalian kredit serta memahami bagaimana menggunakan kredit