BAB II LANDASAN TEORI
A. Intensi Turnover
5. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Turnover
Berdasarkan berbagai literatur, faktor-faktor yang dapat mempengaruhi
terjadinya turnover yaitu : a. Compensation dan Benefit
Banyak orang bekerja untuk hidup mereka. Masuk akal jika
karyawan meminta kompensasi yang tepat atas usaha yang telah mereka
lakukan. Kompensasi tersebut dapat ditawarkan dalam bentuk reward
langsung seperti gaji dan bonus atau reward yang tidak langsung seperti asuransi kesehatan (Mondy, 2010; dalam IM Lon, 2011). Beberapa
penelitian menunjukkan bahwa karyawan akan tertarik, mempertahankan,
dan termotivasi untuk mencapai tujuan organisasi ketika pemilik
organisasi menggunakan uang sebgai insentif mereka (Milkovich &
Newman, 2002; dalam IM Lon, 2011). Sekali karyawan menganggap
bahwa pemilik organisasi tidak dapat memberikan kompensasi sesuai
dengan yang diharapkan, kemungkinan mereka akan meninggalkan
organisasi (Mondy, 2010; dalam IM Lon, 2011).
b. Ekonomi
Keadaan Ekonomi dapat disusun dalam suatu daftar indeks dengan
berbagai cara, termasuk di dalamnya tingkat-tingkat pengangguran dan
pemekerjaan, laju lowongan pekerjaan, produk nasional bruto, neraca
perdagangan, laju inflasi, dan sebagainya. Ada hubungan yang jelas antara
Simon (1958, h.100; dalam Mobley 1986) mengemukakan bahwa dalam
hampir setiap keadaan, satu-satunya peramal pergantian tenaga kerja yang
paling tepat ialah keadaan ekonomi. Price (1977, dalam Mobley 1986),
dalam meninjau pustaka mengenai tingkat-tingkat pemekerjaan dan laju
pergantian karyawan, tidak menjumpai bukti-bukti yang menyanggah
hubungan ini.
c. Career Development (pengembangan karir)
Hal ini menjadi perhatian penting oleh Hartman dan Yrle (1996;
dalam IM Lon, 2011 ) untuk menyelidiki apakah kurangnya pengembangan
diri dapat memberikan kontribusi terhadap terjadinya turnover. Hasil studi tersebut mengatakan bahwa karyawan akan meninggalkan pekerjaannya
ketika mereka merasa kesempatan untuk mendapatkan promosi itu terbatas.
Woods, Sciarini, heck (1998; dalam IM Lon, 2011) juga melakukan survei
terhadap 5.000 manager hotel. Hasil survei tersebut menyimpulkan bahwa
kurangnya kesempatan untuk maju adalah salah satu penyebab terjadinya
turnover.
d. Stress
Stres adalah istilah yang samar-samar dalam arti hal ini sulit untuk
diukur. Spector (2003; dalam IM Lon, 2011) menyatakan bahwa stres kerja
berhubungan dengan beberapa hal seperti mengurangi produktivitas, absen,
Lon, 2011) mengidentifikasi beberapa sumber stres kerja yang berasal dari
lingkungan, termasuk faktor intrinsik pekerjaan, peran dalam organisasi, dan
hubungan antara pekerjaan dan rumah. Wallace (2003; dalam IM Lon,
2011) tentang pengelolaan shift kerja, ia mengemukakan bahwa jam kerja yang panjang, pergeseran waktu kerja yang tidak dapat diprediksi, waktu
istirahat yang terbatas, dan tuntutan mental, emosional serta fisik yang berat
inilah yang menyebabkan stres kerja.
e. Interpersonal Relationship
Interaksi antara atasan, bawahan, atau rekan kerja tidak dapat
dihindari dan dapat terjadi konflik (West, 2007; dalam IM Lon, 2011).
Adanya kepuasan dalam berinteraksi dengan atasan berhubungan negatif
dengan tingkat turnover (Gerstner & Day, 1997, cited in Harris, Wheeler & Kacmar, 2009 ; dalam IM Lon, 2011).
f. Komitmen Organisasi
Komitmen organisasi didefinisikan sebagai kekuatan hubungan
antara karyawan dan organisasi (Upchurch , DiPietro , Curtis , & Hahm ,
2010; dalam IM Lon, 2011). Dengan kata lain, hubungan kuat ketika
komitmennya tinggi dan sangat lemah ketika komitmennya rendah.
Kekuatan tersebut menunjukkan berapa banyak karyawan yang percaya dan
menerima tujuan serta nilai organisasi (Mowday , Porter , & Steers , 1982;
memberikan usaha mereka untuk organisasi (Meyer & Allen, 1991; dalam
IM Lon, 2011).
Berbagai faktor ditemukan berkorelasi dengan komitmen organisasi.
Maxwell dan Steele ( 2003; dalam IM Lon, 2011) menemukan bahwa beban
kerja, hubungan interpersonal, penghargaan, dan harapan tentang bayaran memiliki dampak terhadap komitmen organisasi. Peneliti menemukan danya
hubungan antara komitmen organisasi dan turnover. Milkovich dan Newman (2002; dalam IM Lon, 2011) berpendapat bahwa hanya karyawan
yang mempunyai komitmen tinggi yang akan tetap berada dalam organisasi
walaupun organisasi lain menawarkan gaji yang lebih tinggi. Wong, Chun,
and Law (1995; dalam IM Lon, 2011) menemukan bahwa komitmen
organisasi adalah prediktor dari turnover. Survei yang dilakukan oleh Vong (2003; dalam IM Lon, 2011) menemukan bahwa ada hubungan negatif
antara komitmen organisasi dan turnover.
g. Peluang Memilih Pekerjaan Lain
Pada awal studinya, Hulin , Roznowski , dan Hachiya (1985; dalam
IM Lon, 2011) mengungkapkan bahwa ada hubungan yang signifikan
antara ketersediaan lapangan kerja dan turnover. Latar belakang pendidikan mempengaruhi adanya peluang kerja. Mor Barak et al. (2001; dalam IM
Lon, 2011) menyelidiki bahwa karyawan dengan latar belakang pendidikan
yang tinggi menerima lebih banyak peluang kerja. Karyawan dengan
karyawan dengan pendidikan yang lebih rendah karena memiliki lebih
banyak alternatif posisi.
h. Kepuasan Kerja
Kepuasan kerja mencerminkan seberapa banyak individu puas
terhadap pekerjaan mereka. Kepuasan ini dapat dikonsepsikan sebagai
ketidaksesuaian antara apa yang dinilai oleh individu dengan apa yang
disediakan oleh situasi (Locke, 1976; dalam Mobley, 1986 p. 122). Menurut
Locke (1976; dalam Mobley 1986) suatu relasi keperilakuan terhadap
perasaan tidak puas ialah pengunduran diri. Kepuasan kerja ditemukan
berhubungan negatif dengan turnover (Griffeth et al. , 2000; Khatri et al. , 2001; Tett & Meyer , 1993; Vong , 2003; dalam IM Lon, 2011). Dalam
setiap penelitian, kekuatan dari hubungan keduanya berbeda-beda. Tett dan
Meyer (2003; dalam IM Lon, 2011) mengemukakan bahwa kepuasan kerja
adalah salah satu faktor yang sangat mempengaruhi terjadinya turnover. Penelitian yang dilakukan oleh Vong (2003) dan Humborstad (2006)
menemukan bahwa ada hubungan yang negatif antara kepuasan kerja dan
turnover.
i. Masa Kerja
Mobley (1986) mengatakan bahwa pergantian karyawan jauh lebih
banyak terdapat pada karyawan-karyawan dengan masa kerja lebih singkat.
bervariasi, mendapati bahwa panjangnya masa kerja adalah faktor peramal
pergantian karyawan yang terbaik. U.S. Civil Service (1977, dalam Mobley
1986) mendapati bahwa pada setiap kelompok tertentu dari orang-orang
yang dipekerjakan, dua pertiga sampai tiga perempat bagian dari mereka
yang keluar terjadi pada akhir tiga tahun pertama masa bakti.
j. Organizational Citizenship Behavior
Penelitian yang dilakukan oleh Chen et al. (1998; dalam Ghosh,
2009) di negara Cina menunjukkan bahwa Organizational Citizenship Behavior merupakat predictor terjadinya intensi turnover. Hasil dari penelitian ini memperlihatkan bahwa karyawan yang menunjukkan
rendahnya penggunaan Organizational Citizenship Behavior akan lebih memiliki keinginan untuk meninggalkan organisasinya. Penelitian yang
dilakukan oleh Mossholder et al. (2005; dalam Ghosh, 2009) menunjukkan
hasil yang serupa dengan penelitian yang dilakukan oleh Chen et al. (1998;
dalam Ghosh, 2009). Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa
Organizational Citizenship Behavior merupakan predictor yang signifikan terhadap terjadinya intensi turnover.
Penelitian yang dilakukan oleh Coyne dn Ong (2007; dalam Ghosh,
2009) terhadap karyawan bagian produksi satu organisasi yang ada di
Malaysia, Jerman, dan Inggris menemukan bahwa Organizational Citizenship Behavior memiliki hubungan yang negatif dengan intensi
Organizational Citizenship Behavior dalam bekerja akan memiliki intensi
turnover yang rendah, sebaliknya karyawan yang tidak menggunakan
Organizational Citizenship Behavior dalam bekerja maka akan memiliki intensi turnover yang tinggi. Penelitian yang dilakukan oleh Lambert (2010) pada staf di salah satu penjara Amerika juga menunjukkan bahwa
Organizational Citizenship Behavior mempunyai hubungan negatif dengan intensi turnover. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa keterlibatan untuk menggunakan Organizational Citizenship Behavior dapat mengurangi keinginan untuk meninggalkan pekerjaan.