HUBUNGAN ANTARA ORGANIZATIONAL CITIZENSHIP BEHAVIOR DAN INTENSI TURNOVER PADA KARYAWAN
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi
Program Studi Psikologi
Disusun Oleh: Veronica Anta Angelica
099114057
PROGRAM STUDI PSIKOLOGI JURUSAN PSIKOLOGI FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA
iv
HALAMAN MOTTO
Selalu
ada
harapan
dalam
situasi
apapun,
cara
terbaik
adalah
berserah
dalam
doa
v
HALAMAN PERSEMBAHAN
Perjuangan demi mendapat gelar S. Psi. akhirnya
selesai juga.
Hasil karya ini penulis persembahkan untuk :
Bapak Bagus dan Ibu Tinon
Pasangan yang kompak menemaniku menggapai ilmu
Agnes Anke Belin, adik ku satu-satunya
Arfian Bayu Anggoro yang selalu memberikan
vi
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA
Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini
tidak memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan
dalam kutipan dari daftar pustaka, layaknya karya ilmiah.
Yogyakarta, 23 Mei 2014
Penulis,
vii
HUBUNGAN ANTARA ORGANIZATIONAL CITIZENSHIP BEHAVIOR DAN INTENSI TURNOVER PADA KARYAWAN
Studi Pada Mahasiswa Psikologi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta
Veronica Anta Angelica ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara Organizational Citizenship Behavior dan Intensi Turnover pada karyawan. Hipotesis penelitian ini adalah dimensi-dimensi Organizational Citizenship Behavior memiliki hubungan negatif dengan intensi turnover .Teknik pengambilan sampel menggunakan convenience sampling, jumlah subjek penelitian sebanyak 259 karyawan. Subjek penelitian ini adalah karyawan dengan masa kerja maksimal 6 tahun. Metode pengumpulan data menggunakan dua jenis skala yaitu, skala Organizational Citizenship Behavior dan skala intensi turnover. Reliabilitas dari skala intensi turnover adalah 0.968. Reliabilitas dimensi altruisme adalah 0,803, reliabilitas dimensi courtesy adalah 0,789, reliabilitas dimensi conscientousness adalah 0,774, reliabilitas dimensi sportmanship adalah 0,758, dan reliabilitas dimensi civic virtue adalah 0,805. Metode analisis data dengan korelasi Spearman Rho karena data tidak normal. Hasil analisis menunjukkan dimensi civic virtue memperoleh koefisien korelasi sebesar -0,472 dengan taraf signifikansi 0,000. Dimensi conscientousness memperoleh koefisien korelasi sebesar -0,389 dengan taraf signifikansi 0,000. Dimensi courtesy memperoleh koefisien korelasi sebesar -0,341 dengan taraf signifikansi 0,000. Dimensi altruisme memperoleh koefisien korelasi sebesar -0,278 dengan taraf signifikansi 0,000. Dimensi yang terakhir yaitu, sportmanship memperoleh koefisien korelasi sebesar -0,222 dengan taraf signifikansi 0,000. Hasil ini menunjukkan dimensi-dimensi Organizational Citizenship Behavior memiliki hubungan negatif dan signifikan dengan intensi turnover.
viii
THE CORRELATION BETWEEN ORGANIZATIONAL CITIZENSHIP BEHAVIOR AND TURNOVER INTENTION TOWARD EMPLOYEES
Study in Psychology in Sanata Dharma University Veronica Anta Angelica
ABSTRACT
This research was aimed to find out the correlation between Organizational Citizenship Behavior and turnover intention on employees. Hyphotesis of this research was that the dimensions of Organizational Citizenship Behavior have a negative correlation with turnover intention. Sample was taken by convenience sampling, total of research sample was 259 employees. Subject of this research were employee with maximal 6 years period of employment. Data were taken by using two scales, those were Organizational Citizenship Behavior scale and Turnover Intention scale. Turnover intention reliability scale is 0,968. Altruisme dimension reliability is 0,803, courtesy dimension reliability is 0,789, conscientousness dimension reliability is 0,774, sportmanship dimension reliability is 0,758, civic virtue dimension reliability is 0,805. Data were analyzed using spearman rho correlation because the data were not normal. Result of the analysis shown that civic virtue dimension was obtain coefficient correlation -0,472 with 0,000 significances. conscientiousness was obtain coefficient correlation 0,389 with 0,000 significances. Courtesy dimension was obtain coefficient correlation 0,341 with 0,000 significances. Altruisme dimension was obtain coefficient correlation 0,278 with 0,000 significances. The last dimension, namely sportmanship was obtain coefficient correlation 0222 with 0,000 significances. The result shown dimensions of Organizational Citizenship Behavior have a negative correlation and significant with turnover intention.
Keywords: dimensions of Organizational Citizenship Behavior, Organizational Citizenship
ix
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN
PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma Nama : Veronica Anta Angelica
Nim : 099114057
Demi Pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma Yogyakarta karya ilmiah saya yang berjudul :
”HUBUNGAN ANTARA ORGANIZATIONAL CITIZENSHIP BEHAVIOR DAN INTENSI TURNOVER PADA KARYAWAN”
Beserta perangkat yang diperlukan (bila ada). Dengan demikian saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam bentuk pangkalan data, mendistribusikan secara terbatas, dan mempublikasikan di Internet atau media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta ijin dari saya maupun memberikan royalti kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis.
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.
Dibuat di Yogyakarta Pada Tanggal 23 Mei 2014 Yang menyatakan,
x
KATA PENGANTAR
Penyelesaian skripsi membutuhkan perjuangan yang sangat besar. Penulis
terjebak dalam kemalasan yang sangat panjang. Semangat yang kadang-kadang
sering menghilang, dapat timbul kembali karena orang-orang tersayang yang
selalu mengingatkan. Dorongan selalu datang saat penulis merasa bosan
mengerjakan skripsi. Sampai akhirnya penulis mampu menyelesaikan skripsinya.
Doa yang datang selalu menguatkan penulis. Puji syukur dihaturkan kepada
Tuhan Yesus yang selalu menyertai penulis dalam mengerjakan skripsi. Tak lupa
penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada beberapa pihak, yaitu :
1. Bapak Dr. T. Priyo Widiyanto, M.Si.. selaku dekan Fakultas Psikologi
Universitas Sanata Dharma yang memberikan ijin untuk penelitian ini.
2. Ibu P. Henrietta P. D. A. D. S., S. Psi, M.A. selaku dosen pembimbing skripsi
yang dengan sabar telah memberikan arahan, masukan, kritikan, dan
bimbingan saat mengerjakan skripsi. Dosen pembimbing yang selalu
memberikan dorongan positif dan meyakinkan penulis ketika mengalami
kebimbangan dalam mengerjakan skripsi.
3. Bapak Agung Santoso, M.A. selaku dosen pembimbing akademik selama 8
semester yang selalu memantau kemajuan skripsi anak bimbingan
akademiknya dan sudah mengajarkan banyak ilmu statistik yang tentunya
banyak digunkan dalam pengerjaan skripsi.
4. Ibu Dr. Tjipto Susana, M.Si selaku dosen pembimbing akademik selama
beberapa semester terakhir ini yang sudah membantu dalam proses
xi
5. Ibu Dewi Soerna Anggraeni, M.Psi. selaku dosen penguji skripsi yang selama
ini telah membantu dalam kelancaran ujian dan revisi skripsi. Terima kasih
atas bimbingannya selama ini.
6. R. Landung E. P., M.Si, S.Psi. selaku dosen penguji skripsi yang telah dengan
sabar memberikan arahan dan bimbingan selama ujian maupun revisi skripsi.
7. Seluruh dosen Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma yang telah
mendidik, mendampingi, serta membagikan ilmu serta pengalamannya
sehingga penulis mampu mengambil hikmah dari apa yang sudah diajarkan
selama ini.
8. Segenap karyawan Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma (Mas
Gandung, Bu Nanik, Pak Gie, Mas Muji dan Mas Doni) yang dengan ramah
telah melayani dan memberikan informasi hingga akhirnya penulis bisa
menyelesaikan sripsi.
9. Kedua orang tuaku yang dengan sabar selalu mengingatkan, mendoakan,
mendukung walaupun penulis selalu berperilaku tidak baik ketika orang tua
bertanya tentang skripsi. Terimakasih atas semua perhatian yang telah
diberikan sehingga mampu menyelesaikan skripsinya.
10. Adikku satu-satunya dengan sikap cueknya selalu berada di kehidupanku,
terkadang merasa kasihan ketika penulis dimarahi oleh kedua orang tua.
11. Simbah, om, tante, pakdhe, budhe, semua saudara sepupuku yang selalu
mengingatkan untuk segera lulus. Begitu besar perhatian kalian kepadaku.
12. Pacarku Arfian Bayu Anggoro yang tinggal berbeda kota denganku,
xii
ada untuk membantuku, mendengarkan keluh kesahku, menerima semua
perilaku burukku ketika malas mengerjakan skripsi, mengingatkanku selalu
tentang masa depan, berbagi cerita bersamaku, dan memarahiku ketika aku
malas. Itulah caramu memberikan semangat kepadaku dan akhirnya aku bisa
menyelesaikan semua ini.
13. Ayu teman seperjuangan yang selalu bersama-sama dengan penulis
mengerjakan skripsi, mencari subjek, dan akhirnya daftar ujian bersama-sama
juga. Akhirnya kita membuktikan kalau kita bisa menyelesaikan ini semua.
14. Sherly yang selalu membantu dalam proses menyelesaikan skripsi,
mengejar-ngejar penulis agar segera mendaftar ujian, memberikan segala informasi
yang penulis butuhkan, terimakasih sudah menjadi sahabat yang baik.
15. Pingkan sahabat yang polos ini selalu memberikan keceriaan saat penulis
sedang bosan, terimakasih untuk semua film korea yang telah diberikan
sehingga menyebabkan penulis tidak bosan.
16. Riri sahabat yang selalu mau mendengarkan cerita penulis, memberikan
masukan sampai akhirnya penulis bisa menyelesikan semua ini.
17. Gita dan Gusbay yang telah membantu dalam mengolah data, kalian berdua
selalu ada ketika penulis merasa kebingungan.
18. Bryan, Putra, Gatyo, Sherly, Ayu,Pingkan, Riri, Ovin yang telah selama lima
tahun ini belajar, bermain, berbagi suka duka bersama dengan penulis.
19. Ndower, Omni, Yuldi, Adhi, dan semua teman-teman SMAku yang telah
membantu, terimakasih atas kesediaan kalian untuk membantuku, walaupun
xiii
20. Seluruh teman-teman angkatan 2009 Fakultas Psikologi Universitas Sanata
Dharma yang telah berproses bersama penulis.
21. Keluarga Langit Biru Adventure Team (Mas David, Devi, Lala) yang selalu
mau mendampingi dan memberikan pandangan ketika penulis ragu, aku
bangga dengan kalian.
22. Semua teman yang sudah mau membantu untuk menyebarkan skala
penelitian penulis, terimakasih untuk bantuan yang sudah diberikan selama
ini.
23. Semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi.
Terimakasih atas kesediaan untuk memberikan bantuan.
Penulis menyadari bahwa skripsi yang telah dibuat belum sempurna. Maka
dari itu pembaca dapat memberikan kritik dan saran yang membangun agar
skripsi ini menjadi lebih sempurna. Penulis berharap skripsi ini dapat memberikan
manfaat kepada pembaca.
Yogyakarta, 23 Mei 2014
Penulis
xiv
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ... i
HALAMAN PERSETUJUAN DOSEN PEMBIMBING ... ii
HALAMAN PENGESAHAN ... iii
HALAMAN MOTTO ... iv
HALAMAN PERSEMBAHAN ... v
HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vi
ABSTRAK ... vii
ABSTRACT ... viii
HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH ... ix
KATA PENGANTAR ... x
DAFTAR ISI ... xiv
DAFTAR TABEL ... xix
DAFTAR GAMBAR ... xx
DAFTAR LAMPIRAN ... xxi
BAB I PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Rumusan Masalah ... 10
C. Tujuan Penelitian ... 10
D. Manfaat Penelitian ... 11
1. Manfaat Teoritis... 11
xv
BAB II LANDASAN TEORI ... 12
A. Intensi Turnover ... 12
1. Pengertian Turnover ... 12
2. Tipe Turnover ... 12
3. Intensi Turnover... 13
4. Aspek-aspek Intensi Turnover ... 17
5. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Turnover ... 19
a. Compesation dan Benefit ... 19
b. Ekonomi ... 19
c. Career Development ... 20
d. Stress ... 20
e. Interpersonal Relationship ... 21
f. Komitmen Organisasi ... 21
g. Peluang Memilih Pekerjaan Lain ... 22
h. Kepuasan Kerja ... 23
i. Masa Kerja ... 23
j. Organizational Citizenship Behavior ... 24
B. Organizational Citizenship Behavior ... 25
1. Pengertian Organizational Citizenship Behavior ... 25
2. Dimensi-dimensi Organizational Citizenship Behavior ... 26
a. Altruisme ... 26
b. Courtesy ... 26
xvi
d. Sportmanship ... 27
e. Civic virtue ... 28
3. Implikasi Organizational Citizenship Behavior ... 28
C. Dinamika Hubungan antara Intensi Turnover dan Organizational Citizenship Behavior ... 29
D. Hipotesis ... 42
BAB III METODE PENELITIAN ... 43
A. Jenis Penelitian ... 43
B. Variabel Penelitian ... 43
1. Variabel Bebas ... 43
2. Variabel Tergantung ... 43
C. Definisi Operasional ... 43
1. Organizational Citizenship Behavior ... 43
2. Intensi Turnover... 45
D. Subjek Penelitian ... 45
E. Metode dan Alat Pengumpulan Data ... 46
1. Skala Organizational Citizenship Behavior ... 46
2. Skala Intensi Turnover ... 47
F. Validitas dan Reliabilitas ... 48
1. Validitas ... 48
2. Seleksi Aitem ... 49
a. Skala Organizational Citizenship Behavior ... 50
xvii
3. Reliabilitas ... 52
G. Metode Analisis Data ... 53
1. Uji Asumsi ... 53
a. Uji Normalitas ... 53
b. Uji Linearitas ... 53
2. Uji Hipotesis ... 54
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 55
A. Pelaksanaan Penelitian ... 55
B. Deskripsi Subjek Penelitian ... 55
C. Deskripsi Data Penelitian ... 56
D. Hasil Analisis Data ... 57
1. Uji Asumsi Penelitian ... 57
a. Uji Normalitas ... 57
b. Uji Linearitas ... 62
1. Intensi Turnover dan Altruisme ... 63
2. Intensi Turnover dan Courtesy ... 64
3. Intensi Turnover dan Conscientousness ... 66
4. Intensi Turnover dan Sportmanship ... 67
5. Intensi Turnover dan Civic Virtue ... 68
2. Uji Hipotesis ... 69
E. Analisis Tambahan ... 72
F. Pembahasan ... 73
xviii
A. Kesimpulan ... 80
B. Saran ... 80
1. Bagi Subjek ... 80
2. Bagi Organisasi ... 81
3. Bagi Penelitian Selanjutnya ... 81
DAFTAR PUSTAKA ... 82
xix
DAFTAR TABEL
HALAMAN Tabel 1. Blue Print Skala Organizational Citizenship Behavior
sebelum Uji Coba ... 47
Tabel 2. Blue Print Skala Intensi Turnover sebelum Uji Coba ... 48
Tabel 3. Blue Print Skala Organizational Citizenship Behavior setelah Uji Coba ... 51
Tabel 4. Hasil Uji Reliabilitas Skala Uji Coba Organizational Citizenship Behavior ... 52
Tabel 5. Subjek Penelitian berdasarkan Masa Kerja ... 56
Tabel 6. Subjek Penelitian berdasarkan Usia ... 56
Tabel 7. Subjek Penelitian berdasarkan Jenis Kelamin ... 56
Tabel 8. Hasil Pengukuran Deskriptif Variabel ... 57
Tabel 9. Hasil Uji Normalitas ... 58
Tabel 10. Hasil Uji Linearitas Intensi Turnover dan Altrisme ... 63
Tabel 11. Hasil Uji Linearitas Intensi Turnover dan Courtesy ... 64
Tabel 12. Hasil Uji Linearitas Intensi Turnover dan Conscientiuosness ... 66
Tabel 13. Hasil Uji Linearitas Intensi Turnover dan Sportmanship ... 67
Tabel 14. Hasil Uji Linearitas Intensi Turnover dan Civic Virtue ... 68
Tabel 15. Hasil Uji Hipotesis ... 70
xx
DAFTAR GAMBAR
HALAMAN
Gambar 1. Teori Perilaku Terencana (Ajzen, 1991) ... 16
Gambar 2. Model Hubungan Perantara Mobley (Mobley, 1986)... 18
Skema 3. Hubungan Altruisme dan Intensi Turnover ... 37
Skema 4. Hubungan Courtesy dan Intensi Turnover ... 38
Skema 5. Hubungan Conscientiousness dan Intensi Turnover ... 39
Skema 6. Hubungan Sportmanship dan Intensi Turnover ... 40
Skema 7. Hubungan Civic Virtue dan Intensi Turnover ... 41
Gambar 8. Kurva Altruisme ... 59
Gambar 9. Kurva Courtesy ... 60
Gambar 10. Kurva Conscientiousness ... 60
Gambar 11. Kurva Sportmanship ... 61
Gambar 12. Kurva Civic Virtue ... 61
Gambar 13. Kurva Intensi Turnover ... 62
Gambar 14. Scatter Plot Altruisme dan Intensi Turnover ... 64
Gambar 15. Scatter Plot Courtesy dan Intensi Turnover ... 65
Gambar 16. Scatter Plot Conscientiousness dan Intensi Turnover ... 66
Gambar 17. Scatter Plot Sportmanship dan Intensi Turnover... 67
xxi
DAFTAR LAMPIRAN
HALAMAN
Skala Penelitian ... 86
Reliabilitas Skala Intensi Turnover ... 101
Reliabilitas Altruisme sebelum Tryout ... 102
Reliabilitas Courtesy sebelum Tryout ... 103
Reliabilitas Conscientiousness sebelum Tryout ... 104
Reliabilitas Sportmanship sebelum Tryout ... 104
Reliabilitas Civic Virtue sebelum Tryout ... 105
Reliabilitas Altruisme setelah Tryout ... 106
Reliabilitas Courtesy setelah Tryout ... 106
Reliabilitas Conscientiousness setelah Tryout ... 107
Reliabilitas Sportmanship setelah Tryout... 108
Hasil Uji Normalitas ... 109
Hasil Uji Linearitas Intensi Turnover dan Altruisme ... 110
Hasil Uji Linearitas Intensi Turnover dan Courtesy ... 110
Hasil Uji Linearitas Intensi Turnover dan Conscientiousness ... 111
Hasil Uji Linearitas Intensi Turnover dan Sportmanship ... 111
Hasil Uji Linearitas Intensi Turnover dan Civic Virtue ... 112
Hasil Uji Hipotesis Intensi Turnover dan Altruisme ... 113
Hasil Uji Hipotesis Intensi Turnover dan Courtesy ... 113
Hasil Uji Hipotesis Intensi Turnover dan Conscientiousness ... 114
xxii
Hasil Uji Hipotesis Intensi Turnover dan Civic Virtue ... 115
Mean Empiris Intensi Turnover ... 116
Mean Empiris Altruisme ... 116
Mean Empiris Courtesy... 116
Mean Empiris Conscientiousness ... 117
Mean Empiris Sportmanship ... 117
1
BAB I PENDAHULUAN
A.Latar Belakang Masalah
Persaingan antar organisasi saat ini semakin ketat. Setiap organisasi
menginginkan agar organisasinya berkembang dengan pesat dan dapat bersaing
dengan organisasi lain. Organisasi berlomba-lomba menjadi yang terbaik.
Maskapai penerbangan dapat menjadi contoh persaingan dalam hal transportasi.
Beberapa maskapai penerbangan meningkatkan pelayanan terhadap pelanggan
untuk menarik banyak penumpang. Maskapai penerbangan Lion Air belum lama
ini meluncurkan Batik Air yang memberikan layanan full service untuk menyaingi
Garuda Indonesia. Maskapai lain pun berusaha untuk menarik pelanggan dengan
meningkatkan pelayanan. Berbagai maskapai penerbangan bahkan berlomba
untuk memasang layanan internet di pesawat yang dimilikinya
(http://www.merdeka.com/uang/persaingan-fasilitas-maskapai-manjakan-penumpang.html).
Persaingan yang ketat juga dialami dalam dunia teknologi. Contohnya
adalah persaingan antara Apple dan Samsung. Persaingan tersebut dibawa hingga
ke ranah hukum. Apple menuduh Samsung telah mencontek teknologi serta
desain dari produk Apple yaitu iphone dan ipad. Apple dan Samsung mengalami
persaingan bisnis yang sengit melalui produk smartphone. Strategi persaingan
bisnis yang sering dilakukan Samsung adalah meluncurkan iklan produk Samsung
bagus terhadap pemasaran produk Samsung
(http://portal.paseban.com/article/98302/perusahaan-teknologi).
Produk minuman juga mengalami persaingan. Persaingan yang terjadi
antara Coca cola dan Pepsi cola. Persaingan perusahaan ini sangat sengit.
Persaingan tersebut terlihat dari iklan yang saling menjatuhkan antara kedua
produk tersebut
(http://trendingtren.blogspot.com/2012/08/10-persaingan-bisnis-dua-perusahaan.html).
Kondisi dan situasi pekerjaan dapat menyebabkan karyawan menjadi stres
dalam bekerja (Soewondo, 1992; dalam Waluyo 2013). Dalam hal ini kondisi
yang dialami karyawan adalah adanya persaingan dengan perusahaan lain yang
menyebabkan karyawan harus bekerja dengan giat. Konsekuensi yang harus
diterima perusahaan ketika karyawan stres dalam bekerja adalah meningkatnya
tingkat absensi, menurunnya tingkat produktivitas, dan secara psikologis dapat
menurunkan komitmen organisasi, memicu perasaan teralienasi, hingga turnover
(Greenberg & Baron, 1993; Quick & Quick, 1984; Robins, 1993; dalam Waluyo,
2013).
Mobley (1986) mengatakan bahwa turnover adalah berhentinya individu
sebagai anggota suatu organisasi disertai dengan pemberian imbalan keuangan
oleh organisasi yang bersangkutan. Kamus Psikologi APA (2006) mendefinisikan
turnover sebagai jumlah karyawan yang meninggalkan pekerjaan mereka selama
jangka waktu tertentu.
Turnover memiliki dua tipe yaitu involuntary turnover dan voluntary
Lambert, 2010). Involuntary turnover terjadi ketika karyawan dipecat oleh
organisasi. Involuntary turnover biasanya kurang dapat terkendali dan dalam
beberapa kasus ini bukan perhatian yang utama dari organisasi atau pekerja untuk
melanjutkan pekerjaan (Mowday et al., 1982; Stohr, Selt, & Lovrich, 1992 ;
McShane & Williams, 1993; Mitchell, Mac Kenzies, Styve, & Gover, 2000;
dalam Lambert, 2010). Voluntary turnover terjadi ketika karyawan memilih untuk
meninggalkan pekerjaannya. Ini cenderung lebih berbahaya untuk organisasi
karena akan mempengaruhi biaya yang dikeluarkan oleh organisasi. Blakely dan
Bumphus (2004; dalam Lambert 2010) melaporkan bahwa sekitar 60 sampai 70
persen turnover yang terjadi adalah voluntary turnover.
Turnover merupakan masalah yang sering dijumpai pada beberapa
organisasi. Beberapa kasus turnover terjadi pada organisasi yang bergerak dalam
bidang jasa. Beberapa organisasi multifinance mengeluhkan banyaknya karyawan
yang dengan mudah pindah ke organisasi yang lain
(http://economy.okezone.com/read/2013/05/15/457/807451/multifinance-keluhkan-keluar-masuknya-karyawan). Perbankan Syariah yang bergerak dalam
bidang jasa juga mengalami tingkat turnover yang tinggi setiap tahunnya.
Direktur Perbankan Syariah Bank Indonesia mengungkapkan bahwa pada tahun
2009, Perbankan Syariah mengalami turnover hingga 5%. Pada tahun 2010
tingkat turnover menanjak hingga 10%
Berdasarkan hasil survei Global Strategic Rewards 2007/2008, diperoleh
informasi bahwa turnover di industri perbankan terjadi antara 6,3 % sampai 7,5%.
Survei Global Strategic Rewards juga menemukan bahwa di industri pada
umumnya, turnover yang terjadi berkisar antara 0,1% sampai 0,74%
(http://purjono.wordpress.com/2008/01/15/tingginya-turnover-karyawan-di-indonesia/). Turnover juga dialami bidang jasa yang lain, seperti rumah sakit.
Hasil wawancara peneliti dengan kepala HRD sebuah rumah sakit wilayah Jawa
Tengah mengungkap bahwa tingkat turnover di rumah sakit tersebut termasuk
cukup tinggi. Turnover yang terjadi hampir mencapai 1 % setiap tahunnya dan
dapat dikatakan cukup tinggi (Komunikasi pribadi, 10 Oktober 2013).
Bagi organisasi, turnover merupakan masalah yang cukup serius karena
dapat membawa dampak yang merugikan bagi organisasi. Perilaku menarik diri
seperti halnya turnover dianggap sebagai gangguan atau perusak dan ini
berpotensi merusak karyawan, kelompok kerja, dan organisasi (Pelted & Xin,
1999; dalam Khalid et al., 2009). Turnover berdampak pada biaya yang
dikeluarkan oleh organisasi. Koys (2003; dalam Khalit et al., 2009) menyatakan
bahwa turnover menambah biaya pemisahan kerja (separation costs), biaya
penggantian karyawan (replacement costs), dan biaya pelatihan (training costs).
Menurut Price (1977; dalam Mobley, 1986), pergantian karyawan dapat
menimbulkan efek negatif terhadap kekerabatan dan keterpaduan dalam
kelompok-kelompok yang telah banyak mengalami pergantian karyawan.
Turnover juga dapat menyebabkan merosotnya semangat kerja dalam organisasi
Terjadinya turnover dapat diprediksi sebelumnya dengan intensi turnover.
Lyer dan Rudramuniyaiah (2008; dalam Bothma, 2013) menjelaskan bahwa
intensi turnover adalah sejauh mana seorang karyawan berencana untuk
meninggalkan organisasi. Tett dan Mayer (1993; dalam Bothma, 2013)
mendefinisikan intensi turnover sebagai kesadaran dan kesengajaan untuk
meninggalkan organisasinya. Menurut model hubungan perantara Mobley, proses
terjadinya turnover adalah berpikir untuk berhenti bekerja atau keluar dari
organisasi setelah melakukan berbagai macam pertimbangan, intensi atau
keinginan untuk mencari aternatif pekerjaan lain, intensi atau keinginan untuk
keluar dari tempat bekerja (Mobley, 1986).
Turnover dapat disebabkan oleh banyak hal. Wright (1993; dalam Lambert
2010) melaporkan bahwa dalam penelitiannya, sebagian besar karyawan keluar
karena mereka mempunyai peluang kerja lain. Faktor lain yang menyebabkan
terjadinya turnover adalah ekonomi, variabel-variabel keorganisasian, dan
variabel individual (Mobley, 1986). Faktor ekonomi misalnya adalah tersedianya
pilihan-pilihan pekerjaan lain yang dapat memperbaiki keadaan perekonomian.
Variabel keorganisasian seperti kepemimpinan, rancangan pekerjaan, sistem
imbalan, dan sebagainya. Variabel individual menyangkut faktor-faktor
demografik dan pribadi seperti usia, pendidikan, masa kerja, kepribadian, dan
masih banyak yang lain.
Faktor lain yang dapat mempengaruhi turnover adalah Organizational
Citizenship Behavior. Penelitian yang dilakukan oleh Chen et al. (1998; dalam
Behavior merupakat predictor terjadinya intensi turnover. Hasil dari penelitian ini
memperlihatkan bahwa karyawan yang menunjukkan rendahnya penggunaan
Organizational Citizenship Behavior akan lebih memiliki keinginan untuk
meninggalkan organisasinya. Penelitian yang dilakukan oleh Mossholder et al.
(2005; dalam Ghosh, 2009) menunjukkan hasil yang serupa dengan penelitian
yang dilakukan oleh Chen et al. (1998; dalam Ghosh, 2009). Hasil penelitiannya
menunjukkan bahwa Organizational Citizenship Behavior merupakan predictor
yang signifikan terhadap terjadinya intensi turnover.
Organizational Citizenship Behavior (OCB) adalah perilaku individu yang
dilakukan secara sukarela, tidak secara langsung dan dengan tegas termasuk
dalam reward system yang ada dalam organisasi dan dapat meningkatkan
efektivitas perusahaan (Organ, 1988; dalam Khalid, 2009). Bateman dan Organ
(1983; dalam Lambert, 2010) menyatakan bahwa Organizational Citizenship
Behavior adalah melakukan pekerjaan tambahan di luar pekerjaan pokok
seseorang dan menguntungkan organisasi. Organizational Citizenship Behavior
juga dimengerti sebagai perilaku karyawan yang tidak termasuk pekerjaan
utamanya dan berpengaruh terhadap karyawan lain dan organisasi (Somech &
Drach-Zahavy, 2004; dalam Lambert, 2010). Dapat juga dikatakan bahwa
Organizational Citizenship Behavior menguntungkan karyawan dan
organisasinya.
Organizational Citizenship Behavior memberikan dampak yang baik
terhadap organisasi. OCB membantu organisasi menjadi lebih efektif dan efisien
Organizational Citizenship Behavior juga mempengaruhi keadaan lingkungan
sosial yang ada dalam organisasi (Podsakoff & Mac Kenzie, 1997; dalam
Lambert, 2010). Ini berarti bahwa menggunakan Organizational Citizenship
Behavior dalam bekerja mampu membuat tempat kerja menjadi tempat yang lebih
menyenangkan bagi pekerja. Lingkungan kerja yang menyenangkan
menyebabkan karyawan tetap ingin tinggal dalam organisasi. Organizational
Citizenship Behavior tidak hanya meningkatkan performansi kerja tetapi keadaan
psikologis dan sosial dalam bekerja menjadi lebih baik (Blakely, Andrews, &
Moorman, 2005; dalam Lambert, 2010).
Berdasarkan konsep yang dimiliki oleh Podsakoff, MacKenzie, Moorman,
dan Fetter (1990; dalam Organ et al., 2006) terdapat 5 dimensi Organizational
Citizenship Behavior yaitu Altruisme, Courtesy, Conscientousness, Sportmanship,
Civic virtue. Altruisme adalah perilaku yang dilakukan karyawan secara bebas,
berkaitan dengan membantu orang lain yang memiliki masalah dalam organisasi.
Courtesy termasuk perilaku yang berfokus pada pencegahan masalah yang
berkaitan dengan pekerjaan dan rekan kerja.
Dimensi selanjutnya adalah Conscientiousness. Conscientiousness adalah
perilaku bebas dimana karyawan melampaui persyaratan minimum untuk
berperan dalam organisasi, seperti kehadiran, mematuhi peraturan, dan
pemanfaatan waktu istirahat. Sportmanship adalah kesediaan karyawan untuk
mentoleransi keadaan yang kurang nyaman tanpa mengeluh. Civic virtue adalah
perilaku individu yang menunjukkan bahwa seseorang berpartisipasi, melibatkan
Penelitian yang dilakukan oleh Chen et al. (1998; dalam Ghosh 2009)
menemukan bahwa karyawan yang kurang memiliki Organizational Citizenship
Behavior lebih memiliki keinginan untuk meninggalkan organisasinya. Hasil
penelitiannya juga menunjukkan bahwa Organizational Citizenship Behavior
merupakan prediktor terjadinya intensi turnover (Chen et al., 1998). Senada
dengan Chen et al., Mossholder et al. (2005, dalam Ghosh 2009) menemukan
bahwa Organizational Citizenship Behavior merupakan prediktor intensi turnover
yang signifikan. Review dari beberapa literatur yang ada mengungkapkan bahwa
penelitian tentang Organizational Citizeship Behavior pada intensi turnover masih
jarang dilakukan (Khalid dkk, 2009). Hanya sedikit penelitian yang meneliti
hubungan antara Organizational Citizenship Behavior dan intensi turnover (Chen,
Hui, dan Sego, 1998; dalam Khalid dkk, 2009).
Penelitian yang dilakukan oleh Coyne dn Ong (2007; dalam Ghosh, 2009)
terhadap karyawan bagian produksi satu organisasi yang ada di Malaysia, Jerman,
dan Inggris menemukan bahwa Organizational Citizenship Behavior memiliki
hubungan yang negatif dengan intensi turnover. Hal ini berarti bahwa karyawan
yang menggunakan Organizational Citizenship Behavior dalam bekerja akan
memiliki intensi turnover yang rendah, sebaliknya karyawan yang tidak
menggunakan Organizational Citizenship Behavior dalam bekerja maka akan
memiliki intensi turnover yang tinggi. Penelitian yang dilakukan oleh Lambert
(2010) pada staf di salah satu penjara Amerika juga menunjukkan bahwa
Organizational Citizenship Behavior mempunyai hubungan negatif dengan intensi
menggunakan Organizational Citizenship Behavior dapat mengurangi keinginan
untuk meninggalkan pekerjaan.
Mobley (1986) menjelaskan bahwa faktor ekonomi yang ditunjukkan
melalui tingkat pengangguran suatu negara dapat mempengaruhi terjadinya
turnover. Mobley (1986) juga mengatakan bahwa apabila angka pengangguran
tinggi maka, tingkat turnover karyawan menurun. Sebaliknya apabila angka
pengangguran rendah maka tingkat turnover menjadi lebih tinggi.
Pengangguran berhubungan dengan ketersediaan lapangan kerja,
ketersediaan lapangan kerja berhubungan dengan investasi, sedangkan investasi
didapatkan dari akumulasi tabungan, tabungan adalah sisa dari pendapatan yang
tidak dikonsumsi. Semakin tinggi pendapatan nasional maka semakin besar lah
harapan untuk pembukaan kapasitas produksi baru yang tentu saja akan menyerap
tenaga kerja baru. Pendapatan nasional yang tinggi tercermin dari tingginya
pendapatan perkapita dan tumbuh secara positif secara berarti. Dengan demikian
secara relatif makin baik pertumbuhan ekonom, maka makin besar lah harapan
untuk tidak menganggur, sebaliknya bila pertumbuhan ekonomi turun, maka
semakin besarlah tingkat pengangguran (Putong, 2009).
Tingkat pengangguran antara Amerika dan Indonesia mempunyai nilai
yang berbeda. Pada tahun 2013, Amerika memiliki tingkat pengangguran sebesar
6,25% (http://id.tradingeconomics.com/united-states/indicators). Pada tahun yang
sama Indonesia memiliki tingkat pengangguran sebesar 7,3%
(http://id.tradingeconomics.com/indonesia/indicators). Hal ini menandakan bahwa
mempengaruhi intensi turnover sehingga penelitian yang sama masih perlu
dilakukan.
Triyanto dan Santosa (2009) melakukan penelitian pada anggota
kepolisian di daerah Jawa Barat. Penelitian tersebut menghasilkan bahwa terdapat
hubungan positif antara Organizational Citizenship Behavior dan intensi turnover.
Hasil yang berbeda ditunjukkan dengan penelitian yang dilakukan oleh Coyne dn
Ong (2007; dalam Ghosh, 2009) terhadap karyawan bagian produksi satu
organisasi yang ada di Malaysia, Jerman, dan Inggris menemukan bahwa
Organizational Citizenship Behavior memiliki hubungan yang negatif dengan
intensi turnover. Oleh karena itu peneliti masih ingin melakukan penelitian lagi
untuk mengetahui hubungan antara Organizational Citizenship Behavior dan
intensi turnover pada karyawan.
B.Rumusan Masalah
Masalah dalam penelitian ini adalah apakah ada hubungan antara
Organizational Citizenship Behavior dan intensi turnover pada karyawan?
C.Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara Organizational
D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoretis
Penelitian ini dapat memberikan sumbangan terhadap bidang Psikologi
Industri dan Organisasi tentang intensi turnover dan OCB. Penelitian ini juga
dapat digunakan sebagai literatur dalam melakukan penelitian selanjutnya.
2. Manfaat Praktis
a. Bagi Subyek Penelitian
Hasil dari penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan evaluasi
subyek dalam bekerja berkaitan dengan intensi turnover dan
Organizational Citizenship Behaviornya.
b. Bagi Organisasi
Hasil dari penelitian ini dapat digunakan untuk menambah
wawasan organisasi tentang hubungan Organizational Citizenship
12
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Intensi Turnover
1. Pengertian Turnover
Mobley (1986) mengatakan bahwa turnover adalah berhentinya
individu sebagai anggota suatu organisasi disertai dengan pemberian imbalan
keuangan oleh organisasi yang bersangkutan. Senada dengan Mobley, Spector
(2008) juga mendefinisikan turnover sebagai berhentinya karyawan. Kamus
Psikologi APA (2006) mendefinisikan turnover sebagai jumlah karyawan yang
meninggalkan pekerjaan mereka selama jangka waktu tertentu. Turnover
terjadi ketika anggota organisasi secara sukarela mengundurkan diri dari
pekerjaan mereka dan meninggalkan organisasi (Allen, Weeks & Moffitt,
2005; Mobley, 1977; dalam Sheng Kuo Tung dkk, 2013 ).
Berdasarkan definisi-definisi turnover yang telah diuraikan, peneliti
menyimpulkan bahwa turnover adalah perilaku karyawan meninggalkan
organisasi tempat mereka bekerja.
2. Tipe Turnover
Turnover memiliki 2 tipe yaitu involuntary (tidak sukarela) dan
voluntary (sukarela) (Mowday, Porter, & Steers, 1982; Price &Mueller, 1986,
dalam Eric G. Lambert, 2010). Involuntary turnover terjadi ketika karyawan
meninggalkan pekerjaannya. Hal ini cenderung lebih berbahaya untuk
organisasi karena biaya secara langsung maupun tidak langsung sering tidak
terduga. Voluntary turnover adalah tipe yang biasanya disebut sebagai
turnover. Blakely dan Bumphus (2004; dalam Lambert, 2010) melaporkan
bahwa sekitar 60% sampai 70% turnover adalah voluntary turnover.
3. Intensi Turnover
Ajzen (1991) menjelaskan intensi sebagai dorongan dari dalam diri
individu yang mengacu pada keinginan untuk melakukan perilaku tertentu.
Fishbein dan Ajzen (dalam Ajzen, 1991) menjelaskan bagaimana seseorang
menunjukkan suatu perilaku melalu teori perilaku terencana (theory of planned
behavior). Intensi diasumsikan sebagai faktor motivasi yang mempengarui
suatu perilaku. Hal ini mengindikasikan pada seberapa keras kesediaan
seseorang untuk mencoba, seberapa besar usaha mereka untuk menunjukkan
rencana mereka, untuk melakukan perilaku tersebut. Semakin kuat keinginan
mereka untuk melakukan sesuatu, maka semakin besar kecenderungan mereka
untuk melakukan perilaku tersebut (Ajzen,1991).
Intensi untuk berperilaku bisa terwujud menjadi perilaku yang
sebenarnya hanya jika perilaku tersebut berada di bawah kontrol individu yang
bersangkutan. Seseorang dapat memutuskan untuk melakukan atau tidak
melakukan suatu perilaku (Ajzen, 1991). Individu akan menunjukkan perilaku
tertentu juga tergantung faktor nonmotivational. Beberapa contoh faktor
daya (misal waktu, uang, keterampilan, dan kerjasama dari orang lain). Secara
kolektif, faktor-faktor ini menggambarkan kontrol nyata yang dilakukan
seseorang terhadap perilaku yang dimunculkan. Semakin seseorang memiliki
kesempatan, kemampuan, dan keinginan untuk menunjukkan perilaku tertentu
maka kemungkinan perilaku itu muncul akan semakin besar (Ajzen, 1991).
Berdasarkan theory of planned behavior, intensi seseorang untuk
berperilaku tertentu didasari oleh 3 hal yaitu sikap terhadap perilaku (attitude
toward the behavior), norma subyektif (subjective norm), kontrol terhadap
perilaku (perceived behavioral control). Attitude toward the behavior mengacu
pada tingkatan yang seseorang miliki dalam melakukan penilaian terhadap
perilaku yang sifatnya favorable atau unfavorable. Subjective norm merujuk
kepada tekanan sosial yang mempengaruhi seseorang akan melakukan perilaku
tertentu atau tidak melakukan perilaku tertentu. Perceived behavioral control
mengacu pada kontrol terhadap perilaku yang dilihat dari kesulitan atau
kemudahan dalam melakukan perilaku dan asumsi yang dibuat oleh individu
yang mencerminkan pengalaman masa lalu sebagai antisipasi dalam
menghadapi rintangan (Ajzen, 1991).
Berdasarkan theory of planned behavior, sikap terhadap perilaku
(attitude toward the behavior) ditentukan oleh kepercayaan terhadap
konsekuensi dari perilaku yang disebut dengan behavioral beliefs. Secara
umum, orang yang percaya bahwa melakukan perilaku tertentu akan
memberikan hasil yang positif akan terus menunjukkan sikap yang baik dalam
tertentu akan memberikan hasil yang negatif akan menunjukkan sikap yang
tidak baik dalam melakukan perilaku tersebut.
Dua faktor lain yaitu subjective norm dan perceived behavioral control
dipengaruhi juga oleh kepercayaan. Kepercayaan yang dimaksud dalam
subjective norm yaitu keyakinan seseorang bahwa individu atau kelompok
tertentu menyetujui atau tidak menyetujui melakukan perilaku. Kepercayaan
tersebut disebut dengan normative beliefs. Kepercayaan dalam perceived
behavioral control merujuk pada keyakinan tentang ada atau tidak adanya
faktor-faktor yang memfasilitasi atau menghambat suatu perilaku. Kepercayaan
Gambar 1
Teori Perilaku Terencana (Ajzen, 1991)
Lyer dan Rudramuniyaiah (2008, p. 228; dalam Bothma et al., 2013)
menjelaskan bahwa intensi turnover adalah sejauh mana seorang karyawan
berencana untuk meninggalkan organisasi. Tett dan Mayer memiliki definisi
mendefinisikan intensi turnover sebagai kesadaran dan kesengajaan untuk
meninggalkan organisasinya (Tett dan Mayer, 1993; dalam Mahdi dkk, 2012).
Intensi turnover mengarah kepada kemungkinan perasaan individu untuk tetap
tinggal atau meninggalkan organisasi (Cotton dan Tuttle, 1986; dalam Mahdi
dkk, 2012).
Berdasarkan definisi-definisi tersebut, peneliti menyimpulkan bahwa
intensi turnover adalah keinginan karyawan yang disadari untuk meninggalkan
organisasinya.
4. Aspek-aspek Intensi Turnover
Model hubungan perantara Mobley (1986) tersebut menunjukkan
bahwa sebelum seseorang memiliki keinginan untuk keluar dari organisasi,
mereka akan mengevaluasi terlebih dahulu pekerjaan mereka saat ini. Perasaan
puas atau tidak puas terhadap pekerjaan itulah yang nantinya membuat
seseorang berpikir untuk meninggalkan organisasi. Mereka juga akan mencari
alternatif pekerjaan lain sebelum memutuskan untuk keluar dari organisasi.
Mereka akan membandingkan pekerjaan yang sekarang mereka miliki dengan
pilihan pekerjaan-pekerjaan lain. Hasil dari membandingkan pekerjaan ini yang
nantiya akan mempengaruhi keputusan mereka untuk tetap tinggal atau
meninggalkan organisasi.
Berdasarkan model hubungan perntara Mobley (1986) dapat diambil
1. Berpikir untuk berhenti bekerja atau keluar dari organisasi setelah
melakukan berbagai macam pertimbangan.
2. Intensi atau keinginan untuk mencari aternatif pekerjaan lain.
3. Intensi atau keinginan untuk keluar dari tempat bekerja.
Gambar 2
Model Hubungan Perantara Mobley Evaluasi terhadap pekerjaan yang ada
Pengalaman pekerjaan, yang menyangkut kepuasan atau ketidakpuasan dalam bekerja
Berpikir untuk berhenti bekerja / keluar
Keinginan untuk riset mengenai alternatif-alternatif lain.
Riset mengenai alternati-alternatif lain.
Evaluasi terhadap kegunaan penelitian yang dihaarapkan dan biaya pengunduran
Evaluasi terhadap alternatif-alternatif lain.
Membandingkan alternatif lain dengan pekerjaan yang sekarang
Keinginan untuk keluar atau tinggal
Keluar atau tinggal 1
2
5. Faktor-faktor yang mempengaruhi Turnover
Berdasarkan berbagai literatur, faktor-faktor yang dapat mempengaruhi
terjadinya turnover yaitu :
a. Compensation dan Benefit
Banyak orang bekerja untuk hidup mereka. Masuk akal jika
karyawan meminta kompensasi yang tepat atas usaha yang telah mereka
lakukan. Kompensasi tersebut dapat ditawarkan dalam bentuk reward
langsung seperti gaji dan bonus atau reward yang tidak langsung seperti
asuransi kesehatan (Mondy, 2010; dalam IM Lon, 2011). Beberapa
penelitian menunjukkan bahwa karyawan akan tertarik, mempertahankan,
dan termotivasi untuk mencapai tujuan organisasi ketika pemilik
organisasi menggunakan uang sebgai insentif mereka (Milkovich &
Newman, 2002; dalam IM Lon, 2011). Sekali karyawan menganggap
bahwa pemilik organisasi tidak dapat memberikan kompensasi sesuai
dengan yang diharapkan, kemungkinan mereka akan meninggalkan
organisasi (Mondy, 2010; dalam IM Lon, 2011).
b. Ekonomi
Keadaan Ekonomi dapat disusun dalam suatu daftar indeks dengan
berbagai cara, termasuk di dalamnya tingkat-tingkat pengangguran dan
pemekerjaan, laju lowongan pekerjaan, produk nasional bruto, neraca
perdagangan, laju inflasi, dan sebagainya. Ada hubungan yang jelas antara
Simon (1958, h.100; dalam Mobley 1986) mengemukakan bahwa dalam
hampir setiap keadaan, satu-satunya peramal pergantian tenaga kerja yang
paling tepat ialah keadaan ekonomi. Price (1977, dalam Mobley 1986),
dalam meninjau pustaka mengenai tingkat-tingkat pemekerjaan dan laju
pergantian karyawan, tidak menjumpai bukti-bukti yang menyanggah
hubungan ini.
c. Career Development (pengembangan karir)
Hal ini menjadi perhatian penting oleh Hartman dan Yrle (1996;
dalam IM Lon, 2011 ) untuk menyelidiki apakah kurangnya pengembangan
diri dapat memberikan kontribusi terhadap terjadinya turnover. Hasil studi
tersebut mengatakan bahwa karyawan akan meninggalkan pekerjaannya
ketika mereka merasa kesempatan untuk mendapatkan promosi itu terbatas.
Woods, Sciarini, heck (1998; dalam IM Lon, 2011) juga melakukan survei
terhadap 5.000 manager hotel. Hasil survei tersebut menyimpulkan bahwa
kurangnya kesempatan untuk maju adalah salah satu penyebab terjadinya
turnover.
d. Stress
Stres adalah istilah yang samar-samar dalam arti hal ini sulit untuk
diukur. Spector (2003; dalam IM Lon, 2011) menyatakan bahwa stres kerja
berhubungan dengan beberapa hal seperti mengurangi produktivitas, absen,
Lon, 2011) mengidentifikasi beberapa sumber stres kerja yang berasal dari
lingkungan, termasuk faktor intrinsik pekerjaan, peran dalam organisasi, dan
hubungan antara pekerjaan dan rumah. Wallace (2003; dalam IM Lon,
2011) tentang pengelolaan shift kerja, ia mengemukakan bahwa jam kerja
yang panjang, pergeseran waktu kerja yang tidak dapat diprediksi, waktu
istirahat yang terbatas, dan tuntutan mental, emosional serta fisik yang berat
inilah yang menyebabkan stres kerja.
e. Interpersonal Relationship
Interaksi antara atasan, bawahan, atau rekan kerja tidak dapat
dihindari dan dapat terjadi konflik (West, 2007; dalam IM Lon, 2011).
Adanya kepuasan dalam berinteraksi dengan atasan berhubungan negatif
dengan tingkat turnover (Gerstner & Day, 1997, cited in Harris, Wheeler &
Kacmar, 2009 ; dalam IM Lon, 2011).
f. Komitmen Organisasi
Komitmen organisasi didefinisikan sebagai kekuatan hubungan
antara karyawan dan organisasi (Upchurch , DiPietro , Curtis , & Hahm ,
2010; dalam IM Lon, 2011). Dengan kata lain, hubungan kuat ketika
komitmennya tinggi dan sangat lemah ketika komitmennya rendah.
Kekuatan tersebut menunjukkan berapa banyak karyawan yang percaya dan
menerima tujuan serta nilai organisasi (Mowday , Porter , & Steers , 1982;
memberikan usaha mereka untuk organisasi (Meyer & Allen, 1991; dalam
IM Lon, 2011).
Berbagai faktor ditemukan berkorelasi dengan komitmen organisasi.
Maxwell dan Steele ( 2003; dalam IM Lon, 2011) menemukan bahwa beban
kerja, hubungan interpersonal, penghargaan, dan harapan tentang bayaran
memiliki dampak terhadap komitmen organisasi. Peneliti menemukan danya
hubungan antara komitmen organisasi dan turnover. Milkovich dan
Newman (2002; dalam IM Lon, 2011) berpendapat bahwa hanya karyawan
yang mempunyai komitmen tinggi yang akan tetap berada dalam organisasi
walaupun organisasi lain menawarkan gaji yang lebih tinggi. Wong, Chun,
and Law (1995; dalam IM Lon, 2011) menemukan bahwa komitmen
organisasi adalah prediktor dari turnover. Survei yang dilakukan oleh Vong
(2003; dalam IM Lon, 2011) menemukan bahwa ada hubungan negatif
antara komitmen organisasi dan turnover.
g. Peluang Memilih Pekerjaan Lain
Pada awal studinya, Hulin , Roznowski , dan Hachiya (1985; dalam
IM Lon, 2011) mengungkapkan bahwa ada hubungan yang signifikan
antara ketersediaan lapangan kerja dan turnover. Latar belakang pendidikan
mempengaruhi adanya peluang kerja. Mor Barak et al. (2001; dalam IM
Lon, 2011) menyelidiki bahwa karyawan dengan latar belakang pendidikan
yang tinggi menerima lebih banyak peluang kerja. Karyawan dengan
karyawan dengan pendidikan yang lebih rendah karena memiliki lebih
banyak alternatif posisi.
h. Kepuasan Kerja
Kepuasan kerja mencerminkan seberapa banyak individu puas
terhadap pekerjaan mereka. Kepuasan ini dapat dikonsepsikan sebagai
ketidaksesuaian antara apa yang dinilai oleh individu dengan apa yang
disediakan oleh situasi (Locke, 1976; dalam Mobley, 1986 p. 122). Menurut
Locke (1976; dalam Mobley 1986) suatu relasi keperilakuan terhadap
perasaan tidak puas ialah pengunduran diri. Kepuasan kerja ditemukan
berhubungan negatif dengan turnover (Griffeth et al. , 2000; Khatri et al. ,
2001; Tett & Meyer , 1993; Vong , 2003; dalam IM Lon, 2011). Dalam
setiap penelitian, kekuatan dari hubungan keduanya berbeda-beda. Tett dan
Meyer (2003; dalam IM Lon, 2011) mengemukakan bahwa kepuasan kerja
adalah salah satu faktor yang sangat mempengaruhi terjadinya turnover.
Penelitian yang dilakukan oleh Vong (2003) dan Humborstad (2006)
menemukan bahwa ada hubungan yang negatif antara kepuasan kerja dan
turnover.
i. Masa Kerja
Mobley (1986) mengatakan bahwa pergantian karyawan jauh lebih
banyak terdapat pada karyawan-karyawan dengan masa kerja lebih singkat.
bervariasi, mendapati bahwa panjangnya masa kerja adalah faktor peramal
pergantian karyawan yang terbaik. U.S. Civil Service (1977, dalam Mobley
1986) mendapati bahwa pada setiap kelompok tertentu dari orang-orang
yang dipekerjakan, dua pertiga sampai tiga perempat bagian dari mereka
yang keluar terjadi pada akhir tiga tahun pertama masa bakti.
j. Organizational Citizenship Behavior
Penelitian yang dilakukan oleh Chen et al. (1998; dalam Ghosh,
2009) di negara Cina menunjukkan bahwa Organizational Citizenship
Behavior merupakat predictor terjadinya intensi turnover. Hasil dari
penelitian ini memperlihatkan bahwa karyawan yang menunjukkan
rendahnya penggunaan Organizational Citizenship Behavior akan lebih
memiliki keinginan untuk meninggalkan organisasinya. Penelitian yang
dilakukan oleh Mossholder et al. (2005; dalam Ghosh, 2009) menunjukkan
hasil yang serupa dengan penelitian yang dilakukan oleh Chen et al. (1998;
dalam Ghosh, 2009). Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa
Organizational Citizenship Behavior merupakan predictor yang signifikan
terhadap terjadinya intensi turnover.
Penelitian yang dilakukan oleh Coyne dn Ong (2007; dalam Ghosh,
2009) terhadap karyawan bagian produksi satu organisasi yang ada di
Malaysia, Jerman, dan Inggris menemukan bahwa Organizational
Citizenship Behavior memiliki hubungan yang negatif dengan intensi
Organizational Citizenship Behavior dalam bekerja akan memiliki intensi
turnover yang rendah, sebaliknya karyawan yang tidak menggunakan
Organizational Citizenship Behavior dalam bekerja maka akan memiliki
intensi turnover yang tinggi. Penelitian yang dilakukan oleh Lambert (2010)
pada staf di salah satu penjara Amerika juga menunjukkan bahwa
Organizational Citizenship Behavior mempunyai hubungan negatif dengan
intensi turnover. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa keterlibatan untuk
menggunakan Organizational Citizenship Behavior dapat mengurangi
keinginan untuk meninggalkan pekerjaan.
B. Organizational Citizenship Behavior
1. Pengertian Organizational Citizenship Behavior
Spector (2008) menjelaskan bahwa Organizational Citizenship
Behavior adalah perilaku di luar syarat-syarat tugas inti dalam sebuah
pekerjaan dan itu menguntungkan organisasi. Senada dengan Spector, Somech
dan Drach-Zahavy (2004, dalam Lambert 2010) mendefinisikan OCB sebagai
perilaku karyawan yang tidak berdasarkan pekerjaannya dan berpengaruh
terhadap karyawan lain dan perusahaan. Berbeda dengan Spector dan Somech,
Schultz (2010) menempatkan Organizational Citizenship Behavior sebagai
usaha ekstra, melakukan hal yang lebih untuk atasannya dari persyaratan
minimum pekerjaan yang harus dilakukan. Organ memiliki pendapat yang
berbeda untuk menjelaskan Organizational Citizenship Behavior. Organ (1988;
sebagai perilaku individu yang dilakukan secara sukarela, tidak secara
langsung atau dengan tegas dapat dikenali dalam reward system yang ada dan
dapat meningkatkan efektivitas perusahaan.
Berdasarkan uraian yang telah dipaparkan tersebut, peneliti
mendefinisikan Organizational Citizenship Behavior sebagai perilaku
karyawan di luar tugas pekerjaan pokok yang dilakukan secara sukarela, tidak
termasuk dalam reward system dan dapat meningkatkan keefektifan organisasi.
2. Dimensi – dimensi Organizational Citizenship Behavior
Berdasarkan konsep yang dimiliki oleh Podsakoff, MacKenzie,
Moorman, dan Fetter (1990; dalam Organ et al., 2006) terdapat 5 dimensi
Organizational Citizenship Behavior , yaitu :
a. Altruisme
Altruisme adalah perilaku yang dilakukan karyawan secara bebas,
berkaitan dengan membantu orang lain yang memiliki masalah dalam
organisasi (Podsakoff et al., 1990).
b. Courtesy
Courtesy termasuk perilaku yang berfokus pada pencegahan masalah
yang berkaitan dengan pekerjaan dan rekan kerja (Podsakoff et all., 1990).
Courtesy terjadi ketika seorang karyawan memberikan dorongan kepada
mengembangkan kemampuan mereka (Podsakoff et al.,2000 ; dalam
Yaghoubi, Mashinchi, & Hadi, 2011).
c. Conscientiousness
Conscientiousness adalah perilaku bebas dimana karyawan
melampaui persyaratan minimum untuk berperan dalam organisasi, seperti
kehadiran, mematuhi peraturan, dan pemanfaatan waktu istirahat (Podsakoff
et al., 1990). Karyawan juga secara sukarela bersedia untuk meningkatkan
kemampuan mereka demi kemajuan organisasi, seperti mengikuti seminar
dan pelatihan yang diadakan oleh organisasi (Organ 1988; dalam Triyanto
& Santosa, 2009).
d. Sportmanship
Sportmanship adalah kesediaan karyawan untuk mentoleransi
keadaan yang kurang nyaman tanpa mengeluh (Podsakoff et al., 1990).
Beberapa contoh dari perilaku sportmanship adalah karyawan yang tidak
mengeluh ketika terganggu dengan perilaku oranglain, tetapi juga
mempertahankan sikap yang positif bahkan ketika sesuatu berjalan tidak
sesuai dan tidak akan tersinggung ketika seseorang tidak mengikuti saran
e. Civic virtue
Civic virtue adalah perilaku individu yang menunjukkan bahwa
seseorang berpartisipasi, melibatkan diri, dan peduli terhadap kelangsungan
kehidupan oganisasi (Podsakoff et al.,1990).
3. Implikasi Organizational Citizenship Behavior
Organizational Citizenship Behavior memberi keuntungan kepada
karyawan dan organisasi. Ini dapat membantu karyawan dan organisasi
menjadi lebih efektif dan efisien (Kemery, Bedeian, & Zakur, 1996; Podsakoff
et al., 2000; dalam Lambert, 2010). Organizational Citizenship Behavior tidak
hanya meningkatkan performasi organisasi, tetapi dapat membuat keadaan
psikologis dan sosial dalam bekerja menjadi lebih baik (Blakely, Andrews, &
Moorman, 2005; dalam Lambert, 2010). Organizational Citizenship Behavior
juga digunakan dalam evaluasi performansi kerja. Manager akan memberikan
evaluasi kerja yang lebih tinggi dan reward yang lebih banyak terhadap
karyawan yang menggunakan Organizational Citizenship Behavior (Blau,
1964; Homans, 1961; dalam Podsakoff et al., 2009).
Organizational Citizenship Behavior juga berdampak pada intensi
turnover. Tingginya level Organizational Citizenship Behavior sangat
menggambarkan kesediaan karyawan untuk menjadi bagian dari organisasi
(Shore et al., 1995; Chen et al., 1998; dalam Pare et al., 2007). Seseorang yang
menggunakan Organizational Citizenship Behavior akan menghasilkan
Lambert 2010). Hal ini berarti bahwa ketika seseorang memiliki perasaan
positif terhadap organisasinya maka ia akan tetap tinggal dalam organisasi.
C. Dinamika Hubungan antara Intensi Turnover dan Organizational Citizenship Behavior
Organizational Citizenship Behavior adalah salah satu hal yang penting
dalam organisasi. Organizational Citizenship Behavior dapat membantu karyawan
dan organisasi menjadi lebih efektif dan efisien (Kemery, Bedeian, & Zakur,
1996; Podsakoff et al., 2000; dalam Lambert, 2010). Spector (2008) menjelaskan
bahwa Organizational Citizenship Behavior adalah perilaku di luar syarat-syarat
tugas inti dalam sebuah pekerjaan dan itu menguntungkan organisasi. Organ
(1988; dalam Khalid et al., 2009) mendefinisikan Organizational Citizenship
Behavior sebagai perilaku karyawan di luar tugas pekerjaan pokok yang dilakukan
secara sukarela, tidak termasuk dalam reward system dan dapat meningkatkan
efektivitas perusahaan.
Organizational Citizenship Behavior memiliki 5 dimensi yaitu Altruisme,
Courtesy, Conscientousness, Sportmanship, Civic virtue. Altruisme adalah
perilaku yang dilakukan karyawan secara bebas, berkaitan dengan membantu
orang lain yang memiliki masalah dalam organisasi (Podsakoff et al., 1990).
Karyawan yang membantu rekan kerja lain dalam menyelesaikan pekerjaannya
akan meyebabkan pekerjaan cepat selesai dan organisasi menjadi lebih efektif.
Karyawan dengan perilaku altruisme yang tinggi memiliki pengalaman bahwa
menjadi lebih efektif. Karyawan akan memiliki keyakinan bahwa dengan
melakukan perilaku tersebut organisasi akan efektif dan karyawan mendapatkan
penilaian yang baik dari rekan kerja dan organisasi. Karyawan pun menjadi
berpikiran positif terhadap organisasi sehingga akan tetap tinggal dalam
organisasi. Sedangkan karyawan dengan perilaku altruisme yang rendah tidak
memiliki pengalaman bahwa membantu rekan kerja akan meyebabkan pekerjaan
cepat selesai dan organisasi menjadi lebih efektif. Karyawan tidak memiliki
keyakinan bahwa dengan melakukan perilaku tersebut organisasi akan efektif dan
rekan kerja atau organisasi menganggap bantuan yang diberikan tidak berguna.
Karyawan pun berpikiran negatif terhadap organisasi sehingga memiliki
keinginan untuk keluar dari organisasi.
Courtesy termasuk perilaku yang berfokus pada pencegahan masalah yang
berkaitan dengan pekerjaan dan rekan kerja (Podsakoff et all., 1990). Courtesy
terjadi ketika seorang karyawan memberikan dorongan kepada karyawan lain saat
mereka kehilangan semangat dan merasa takut mengenai mengembangkan
kemampuan mereka (Podsakoff et al.,2000 ; dalam Yaghoubi, Mashinchi, &
Hadi, 2011). Karyawan dengan courtesy yang tinggi memiliki pengalaman bahwa
memberikan semangat atau dukungan ke rekan kerja lain akan menyebabkan
perasaan senang dalam bekerja karena mendapatkan banyak dukungan dan
suasana kerja pun menjadi lebih menyenangkan. Karyawan pun memiliki
keyakinan bahwa dengan memberikan semangat dapat menyebabkan perasaan
senang dalam bekerja karyawan dianggap memiliki kepedulian terhadap sesama
organisasi sehingga tidak memiliki keinginan untuk keluar dari organisasi.
Karyawan dengan courtesy yang rendah tidak memiliki pengalaman bahwa
memberikan semangat atau dukungan ke rekan kerja lain akan menyebabkan
perasaan senang dalam bekerja karena mendapatkan banyak dukungan dan
suasana kerja pun menjadi lebih menyenangkan. Karyawan pun tidak memiliki
keyakinan bahwa memberikan semangat kepada rekan kerja dapat menimbulkan
perasaan senang dalam bekerja dan rekan kerja menganggap karyawan kurang
peduli terhadap organisasi. Karyawan pun memiliki pikiran yang negatif terhadap
organisasi sehingga memiliki keinginan untuk keluar dari organisasi.
Conscientiousness adalah perilaku bebas dimana karyawan melampaui
persyaratan minimum untuk berperan dalam organisasi, seperti kehadiran,
mematuhi peraturan, dan pemanfaatan waktu istirahat (Podsakoff et al., 1990).
Karyawan juga secara sukarela bersedia untuk meningkatkan kemampuan mereka
demi kemajuan organisasi, seperti mengikuti seminar dan pelatihan yang diadakan
oleh organisasi (Organ 1988; dalam Triyanto & Santosa, 2009). Karyawan dengan
conscientiousness yang tinggi akan patuh terhadap organisasi dan mau
mengembangkan kemampuan yang dimiliki. Pengalaman ini menyebabkan
karyawan mempunyai rasa memiliki sebagai anggota organisasi (group
membership). Ketika karyawan menyatakan bahwa ia adalah anggota suatu
organisasi maka ia memiliki keyakinan sebagai anggota dan karyawan dianggap
memiliki loyalitas terhadap organisasi. Karyawan pun berpikiran positif terhadap
organisasi sehingga tidak akan keluar dari organisasi. Sebaliknya, karyawan
anggota organisasi. Ketika karyawan tidak mempunyai rasa memiliki sebagai
anggota organisasi maka karyawan tidak memiliki keyakinan sebagai anggota dan
karyawan dianggap kurang memiliki loyalitas terhadap organisasi. Karyawan pun
menjadi berpikiran negatif terhadap organisasi sehingga memiliki keinginan untuk
keluar dari organisasi.
Sportmanship adalah kesediaan karyawan untuk mentoleransi keadaan
yang kurang nyaman tanpa mengeluh (Podsakoff et al., 1990). Beberapa contoh
dari perilaku sportmanship adalah karyawan yang tidak mengeluh ketika
terganggu dengan perilaku oranglain, tetapi juga mempertahankan sikap yang
positif bahkan ketika sesuatu berjalan tidak sesuai dan tidak akan tersinggung
ketika seseorang tidak mengikuti saran yang kita berikan (Podsakoff et al., 2000).
Karyawan dengan sportmanship yang tinggi memiliki pengalaman bahwa tidak
mengeluh dalam bekerja dan menerima dengan sportif segala keputusan yang ada
akan mengurangi konflik dalam bekerja dan lingkungan kerja menjadi
menyenangkan. Pengalaman tersebut menyebabkan karyawan memiliki keyakinan
bahwa bersikap sportif akan mengurangi konflik dan lingkungan kerja lebih
menyenangkan dan karyawan dianggap bijaksana dalam bekerja. Karyawan pun
berpikiran positif terhadap organisasi sehingga tidak akan meninggalkan
organisasi. Sebaliknya, karyawan dengan sportmanship yang rendah tidak
memiliki pengalaman bahwa tidak mengeluh dalam bekerja dan menerima dengan
sportif segala keputusan yang ada akan mengurangi konflik dalam bekerja dan
lingkungan kerja menjadi menyenangkan. Karyawan pun tidak memiliki