• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II LANDASAN TEORI

L. Faktor-faktor yang Meningkatkan Minat

Segala sesuatu yang menarik minat orang lain belum tentu menarik minat kita selama objek itu tidak bersentuhan dengan kebutuhannya. Untuk menarik minat dan mengembangkannya, seseorang butuh motivasi.

80

Andi Mappiare,Psikologi Orang Dewasa,(Surabaya: Usaha Nasional, 1993), h. 63.

81

James M. Sawrey & C.W Telford,Educational Psychology,3rd edition, (Boston: Allyn & Bacon Incorporation, 1969), h. 154

Sebagaimana kita ketahui, minat dasar diekspresikan dengan kekaguman (adority) dan rasa senang (fan). Untuk mendongkrak minat dasar tersebut butuh stimulus dari luar.82

Dalam pendidikan, para pakar psikologi pendidikan sepakat bahwa meningkatkan minat dan memupuknya agar tetap bertahan membutuhkan pengulangan dan eksperimen. Asas pengulangan dalam pelatihan dan pengembangan kecakapan profesional harus dikemas dengan praktis sehingga efisiensi jangka waktu tercapai dengan baik pula. Selain itu, pihak pelaksana program harus menganalisa segala kebutuhan yang diperlukan, sehingga ketika bereksperimen atau mengerjakan tugas lebih terarah. Manfaatnya adalah ketika program pelatihan, hasil eksperimen baik dalam bentuk karya dan kerja terukur dengan baik.

Berikut ini, penulis akan menjabarkan secara rinci dan tematis bagaimana pengaruh antara faktor-faktor X dalam meningkatkan minat. 1. Guru/ Ustad

Guru sangat memiliki peran yang begitu berarti dalam program pendidikan. Oleh karena itu seorang guru harus mampu menguasai asas didaktik dan metodik pengajaran. Begitu juga diklat kaligrafi Lemka, seorang ustad hendaknya memahami dan menerapkan asas didaktik dan metodik pelatihan dengan tepat.

Dalam memilih metode pelatihan, ada beberapa hal yang harus dipertimbangkan oleh seorang ustad, diantaranya adalah (1), apakah metode tersebut memiliki relevansi dengan tujuan instruksional, (2), apakah metode itu memiliki relevansi dengan materi pelajaran, dan (3), apakah metode itu memiliki relevansi dengan guru dan perangkat pelatihan83

Dalam pembahasan ustad sebagai faktor yang mempengaruhi meningkat atau menurunnya minat santri, penulis hanya membatasi

82

Syaiful Bahri Djamarah, Psikologi Belajar,(Jakarta, PT. Adi Mahasatya, 2002), cet., ke-1, h. 115

83

Syaharuddin, Kaligrafi al-Quran dan Metodologi Pengajarannya, (Jakarta: Studio Lemka Depbinkat, 2000), h. 52-53.

pada dua dimensi pokok, yaitu (1), asas dan metode pelatihan dan (2), motivasi sebagai internalisasi kepribadian ustad.

a. didaktik dan metodik pelatihan

Istilah didaktik metodik populer dalam dunia pendidikan. Menurut D.H.Queljoe mengutip dari M. Basyiruddin Usman M.Pd, didaktik secara istilah adalah menanamkan pengetahuan kepada seseorang dengan singkat dan praktis, atau memberikan prinsip-prinsip dalam penyampaian bahan pelajaran sehingga dapat dikuasai anak didik.84Komponen-komponen didaktik umum adalah minat, perhatian, motivasi, apersepsi, lingkungan, individualitas.

Adapun didaktik khusus disebut juga metodik atau metodologi pengajaran. Metodik umum membahas cara-cara mengajar sesuai dengan karakteristiknya, baik materi, maupun faktor-faktor pendukungnya. Metodik terbagi dua, yaitu metodik umum dan metodik khusus. Metodik umum membicarakan cara-cara mengajarkan materi dengan mempertimbangkan beberapa aspek, yaitu rencana pelajaran, jalannya pelajaran, sikap dan gaya mengajar, bentuk pengajaran dan metode-metodenya, serta alat atau media yang akan digunakan dalam kegiatan mengajar.85

Mengadopsi dari asas didaktik paedagogis umum belajar, yang dimaksud dengan asas-asas adalah prinsip-prinsip umum yang harus dikuasai oleh guru atau pembina kaligrafi dalam setiap penyajian materi kaligrafi.86 Kenner menawarkan 4 asas dalam peningkatan minat ini, yaitushowing (displaying or evincing), imitation, practicing, danadapting.87

84

M. Basyiruddin Usman, Metodologi Pembelajaran Agama Islam, (Jakarta: Ciputat Press, 2002), cet.ke-1, h. 1.

85

Basyiruddin Usman,Metodologi Pembelajaran,..., h. 3.

86

Basyiruddin Usman,Metodologi Pembelajaran,..., h. 7.

87

Peter Newsam, “Training and Trainee: The Principles and Methods in Transforming Skills”, Microsoft® Encarta® 2009 [DVD]. Redmond, WA: Microsoft Corporation, 2008. Artikel diakses pada 17 Oktober 2009 dari Microsoft ® Encarta ® 2009. © 1993-2008 Microsoft Corporation.

Showing yang dimaksud adalah pelatih atau pembina memperlihatkan suatu objek yang dapat memberikan penjelasan materi secara detail, baik berupa teknik, instrument, dan segala sesuatu yang membutuhkan peragaan dan pameran.88

Imitation atau imitasi adalah meniru suatu objek sama seperti objek aslinya. Kegiatan imitasi biasanya dilakukan setelah mengamati suatu objek. Peran pembina dalam hal ini tidak ubahnya menirukan teknik-teknik penulisan, menirukan contoh tulisan kaligrafi dengan detil, jelas, praktis dan seketika itu juga santri melakukan aktifitas pengamatan (observing). Kedua asas diatas antara ustad dan santri terjadi secara simultan, dan pada akhirnya santri mampu mempraktikkan apa yang telah ia amati dan ia tirukan.89

Practicing adalah mempraktekkan suatu kerja atau karya setelah melakukan imitasi, yaitu peniruan teknik, atau karya sang expert.90 Setelah pembina (expert of calligraphy) memperlihatkan dan menirukan teknik penulisan kaligrafi tersebut, selanjutnya santri mempraktekkan apa yang telah dilakukan pembina. Dengan mengimitasi dan mempraktekkan teknik menulis atau karya sang expert, diharapkan minat peserta pelatihan meningkat, merasa tertantang, sehingga tertanam kesan yang mendalam dan kesenangan yang begitu berarti. Ketika program pelatihan usai, ia tetap memiliki minat yang tinggi, dan tetap semangat untuk latihan kaligrafi secara mandiri. Jika pembina mampu menerapkan ketiga asas diatas, maka setiap individu boleh jadi semangat latihan, sehingga memungkinkan

88

Peter Newsam, “Training and Trainee: The Principles and Methods in Transforming Skills”,....

89

Peter Newsam, “Training and Trainee: The Principles and Methods in Transforming Skills”,....

90

Peter Newsam, “Training and Trainee: The Principles and Methods in Transforming Skills”,....

terjadinya lingkungan latihan (belajar) yang sudah terkontrol. Inilah yang disebutadapting.91

Sebagai tambahan, Stone & Neilsen menawarkan dalam pelatihan sebaiknya menggunakan asas pengulangan (repeatition). Asas pengulangan ini memelihara usaha-usaha mandiri murid atau santri dalam belajar mandiri, dan mengontrol kelas. Dapat dikatakan asas ini adalah lanjutan dari asas adapting. Gunanya adalah memicu aspek afektif (maksudnya minat) dan memotivasi. Dengan adanya asas kelima ini, akan terciptanya timbal balik antara santri dengan pembina, santri dengan program pelatihan, santri dengan praktek dan karyanya. Lebih lanjut, Stone & Neilsen menjelaskan bahwa asas pengulangan akan membuka peluang tercapainya tujuan pelatihan dengan tepat, dan minat semakin meningkat.92

Jika disesuaikan dengan asas-asas diatas, Syaharuddin menentukan ada 8 metode yang seusai diterapkan dalam pelatihan ini. Diantaranya adalah metode ceramah, demonstrasi, tanya jawab, permainan, drill, SAS, pemberian tugas, dan karya wisata. Penulis berpendapat, ustad tidak mungkin melakukan semuanya. Oleh karena itu metode yang memiliki relevansi kuat adalah metode demonstrasi, SAS, tanya jawab, dan metode ceramah.93

Pertama,metode demonstrasi merupakan pilihan pertama yang membantu transformasi pengetahuan dan skill dengan efektif, sebab sangat membantu santri mengamati suatu proses atau peristiwa tertentu. Sesuai dengan asasobservingdiatas, seorang ustad hendaknya menyajikan materi dengan memperagakan dan menirukan teknik atau cara-cara menulis dengan baik dan benar.

Dalam penerapannya, terkadang metode ini membutuhkan seorang ustad sebagai pembina utama yang memperagakan di depan,

91

David R. Stone & Elwin C. Neilsen, Educational Psychology: The Developpment of Teaching Skills,(New York: Harper & Row Publisher, 1982),h. 286.

92

Stone & Neilsen,Educational Psychology,...,h. 286.

93

Syaharuddin,Kaligrafi al-Quran dan Metodologi Pengajarannya,...,h. 43.

serta dibantu oleh dua atau tiga orang asisten yang keliling memberikan bimbingan persuasif tiap-tiap santri yang masih dirasa perlu diperhatikan. Metode ini kerapkali diselingi dengan metode ceramah yang membutuhkan penjelasan secara verbal.94 Kalau memperagakan menstimulir mata atau pandangan, penjelasan menstimulir pendengaran, semakin efektif dan baiknya guru menerapkan dua metode tadi maka semakin utuhnya perhatian (interest/ attention)santri.

Proses transformasi materi diatas terbagi atas 2 tahap, sebagaimana berikut:

1) pengenalan hakikat khat, yang terdiri dari gaya, kaidah penulisan, dan teknik penulisan yang muktabar, sebagaimana yang dikemukakan oleh Syekh Syamsuddin al-Afkani dalam kitabnya Irsyâd Al-Qasyîd bab “Hasyr al-‘Ulûm” mengutip dari Sirojuddin, yaitu:

“khat adalah suatu ilmu yang memperkenalkan bentuk-bentuk huruf tunggal, letak-letaknya, dan cara-cara merangkaikannya menjadi sebuah tulisan yang tersusun, atau huruf apa saja yang ditulis diatas garis, bagaimana cara mengolahnya (menulisnya) dan menentukan apa saja yang tidak perlu ditulis; menggubah ejaan yang perlu digubah dan menentukan cara bagaimana menggubahnya.”

2) Menunjukkan dan menguraikan secara detail poin-poin yang termaktub dalam definisi diatas, diantranya adalah:

a. khat sebagai ilmu atau sains yang memiliki ukuran-ukuran yang matematis (bermetode), oleh karena itu tidak boleh asal gores tanpa menerapkan kaidah atau aturan penulisan yang diakui.

b. Pengenalan huruf tunggal secara detail, lalu beralih pada huruf sambung dengan menggunakan standar alif, titik belah ketupat, dan lingkaran rumusan Ibnu Muqlah.

c. Sistem tata letak (lay out) yang menentukan kelayakan huruf-huruf diposisikan pada tempatnya.

94

Syaharuddin,Kaligrafi al-Quran dan Metodologi Pengajarannya,...,h. 46-47.

d. Tata susun atau komposisi yang membentuk harmoni rangkaian khat yang tersusun secara proporsional.

e. Penggunaan garis sebagai pedoman mana huruf yang berada diatas garis, dan meluncur ke bawah menabrak garis.

f. Cara menggorekan huruf, yang dibarengi penjelasan. Misalnya cara menuliskan huruf ‘ain mulai dari kepalanya yang berbentuk alis atau bulan sabit—sebagai ilustrasi—dan cara menggerakkan tangan dan ujung kalam, dan sebagainya.

g. Menentukan beberapa larangan dalam penulisan, misalnya larangan mencampur-baurkan kaidah khat naskhi atas khat sulus, nibrah naskhi ditulis dengan khat sulus, dan sebagainya. Oleh karenanya, ustad harus membimbing bagaimana presisi dan penentuan hak huruf sesuai dengan kaidah dan gaya khat masing-masing, karena semua gaya khat itu memiliki karakter tersendiri.

h. Teknik penguasaan menggubah huruf dengan matang, misalnya penulisan variasi hurufmimataujim baik di awal, tengah, atau akhir.

3) Mengingatkan kembali prinsip-prinsip pembinaan huruf sebagaimana hadis Rasulullah ketika membina Abdullah dengan mengutip dari Sirojuddin yang artinya “wahai Abdullah, renggangkan jarak spasi, susunlah huruf dalam komposisi, peliharalah proporsi dalam bentuk-bentuknya, dan berilah hak-hak setiap huruf.”95

Kedua, metode tanya jawab. Metode ini menekankan aspek umpan balik dua arah antara santri dengan ustadnya secara aktif. Tradisi dalam pembelajaran pada umumnya murid bertanya lalu guru menjawab.96Santri yang perhatiannya fokus terhadap demonstrasi dan penjelasan ustad diatas biasanya berperan lebih aktif dan kritis,

95

Sirojuddin,Pelatihan Kaligrafi Menyongsong MTQ,(Jakarta:Studio Lemka, tt), h. 1-4.

96

Syaharuddin,Kaligrafi al-Quran dan Metodologi Pengajarannya,...,h. 48.

sehingga persepsi dan perkembangan kognisinya dapat terukur. Metode ini membantu santri untuk mengatasi kekurangan-kekurangan atas ketidakpahaman dan kelemahannya dalam teknik menggores secara deatil.

Ketiga, metode SAS, yaitu Struktur Analisa dan Sintesa. SAS merupakan aktifitas yang harus ditanamkan kepada santri agar mereka mampu (1), menganalisa penguasaan huruf secara detail setelah demonstrasi, penjelasan, dan tanya jawab dengan ustad, (2), menerapkan teori dengan menghubungkan konsep, (3), menggunakan kaidah penulisan baik format susunan, menggubahnya, menyusunnya kembali (analyze, construct, syntheza). Manfaatnya adalah agar santri mampu mencoba bentuk-bentuk sehingga mengarahkan mereka dalam menemukan gaya baru dan teknik baru.97 Dalam penerapannya, guru harus melakukan struktur, menganalisa, dan menyusunnya kembali, kemudian santri dituntut untuk lebih mandiri menerapkan cara-cara diatas. Boleh jadi ustad menginstruksikan santri mencontohkan goresan di hadapan santri lain, kemudian menganalisis, menggubah, merekonstruksi dalam berbagai format yang ia sukai. Model seperti ini lebih cocok diterapkan bagaimana santri seolah-olah mengajar di depan teman-temannya(teaching simulation).

Keempat, metode ceramah, walau pun metode ini banyak kekurangan akan tetapi metode ini merupakan pengantar atau penyeling ketiga metode diatas. Metode ceramah sangat umum dipakai, oleh karena itu penguasaan bahasa harus sesuai dengan audiens agar tidak terjadi kekeliruan pemahaman. Keunggulan metode ini adalah (1), materi dapat disampaikan dalam relatif waktu yang singkat, (2), penguasaan kelas jangkauannya luas, (3) waktunya fleksibel. Kekuragannya adalah sebagian santri boleh jadi pasif sebab ustad tidak mengkombinasikan ketiga metode seperti diatas.98

97

Syaharuddin,Kaligrafi al-Quran dan Metodologi Pengajarannya,...,h. 49.

98

Syaharuddin,Kaligrafi al-Quran dan Metodologi Pengajarannya,...,h. 45.

b. Motivasi: Internalisasi Kepribadian Santri

Motivasi sangat dibutuhkan dalam belajar, sebab seseorang yang tidak memiliki motivasi dalam belajar tidak akan mungkin melakukan aktifitas belajar. Dan segala sesuatu yang menarik minat orang lain belum tentu menarik minat kita selama sesuatu itu tidak bersentuhan dengan kebutuhan kita. Seseorang yang melakukan aktivitas belajar tanpa adanya motivasi dari luar dirinya maka motivasi intristik merupakan faktor yang sangat penting dalam aktifitas belajar, dorongan dari luar dirinya, merupakan faktor ekstrinsik yang diharapkan. Oleh karena itu motivasi ekstrinsik diperlukan jika motivasi instrinsik tidak ada dalam diri seseorang.99

Yang menjadi pertanyaan sekarang adalah, apakah minat bisa menjadi motivasi? Bisa. Alisuf Sabri menjelaskan bahwa minat menjadi pendorong timbulnya tingkah laku dan tingkah laku itu terjadi secara simultan. Motivasi sebenarnya terbagi dua, (1), intrinsik dan (2), ekstrinsik.

Minat intrinsik erat hubungannya dengan tujuan individu mempelajari sesuatu, misalnya ingin mengetahui, ingin memahami, ingin memperoleh, ingin menguasai, ingin mencoba, ingin melakukan, dan sebagainya. Berarti, minat itu adalah salah satu motivasi yang ada dari dalam individu, dan pengaruhnya sangat besar dalam belajar sebagai“motivating force”.100

Adapun motivasi yang berasal dari luar diri individu, disebut motivasi eksterinsik. Motivasi ini tidak ada hubungannya dengan kecenderungan individu (minat) sebab ia berasal dari luar.101 Faktor-faktor yang berasal dari luar individu merupakan organisme yang saling mempengaruhi antara satu dan yang lainnya terhadap minat

99

Syaiful Bahri,Psikologi Belajar,..., h. 115

100

Alisuf,Psikologi Pendidikan,...,h. 39

101

Alisuf,Psikologi Pendidikan,...,h. 85.

(motivasi intrinsik). Jadi, kedua motivasi ini mempengaruhi minat belajar atau latihan santri.102

Mengenai motivasi terhadap minat ini, Skinner mengatakan bahwa untuk memperkuat hubungan S – R dengan menciptakan operant atau reinforcement, yaitu stimulus yang dapat memberikan penguatan baik berupa hadiah, pujian, atau sejenisnya untuk sikap pembelajaran yang baik. Adapun hukuman—sesuai dengan etika— sebagai ganjaran untuk sikap yang negatif. Oleh karena itu, dalam literatur psikologi teori ini penting dikembangkan dengan tujuan untuk membentuk sikap belajar/latihan yang positif (behavioral modification).103 Ini telah lama diterapkan dalam ajaran Islam, sebagaimana dalam al-Quran dinyatakan bahwa siapa saja yang melakukan kebaikan akan diberi ganjaran yang baik, dan siapa saja yang melakukan tindakan negatif akan diberikan ganjaran yang tidak baik.104

Hal senada sebenarnya telah diperkuat Rasulullah SAW, bahwa dengan mempelajari kaligrafi mudah-mudahan kita memperoleh kehidupan yang baik, dan dosa-dosa diampuni. Inilah prinsip metafisika yang diajarkan Rasulullah dengan sabdanya mengutip dari Tim 7 Lemka yang artinnya:“Barang siapa yang menulis ‘Bismillâh al-Rahmân al-Rahîm’ dengan tulisan indah (kaligrafi) maka ia berhak masuk surga”.105

Yang tak kalah pentingnya adalah seorang guru atau ustad melakukan internalisasi kepada santri sebagai motivasi yang tepat sesuai ideologi asas didaktik dan metodik yang telah diungkapkan tadi.106 Ada tiga tahapan proses internalisasi dalam pendidikan dan

102

Alisuf,Psikologi Pendidikan,...,h. 86.

103

Muhibbin Syah,Psikologi Belajar,..., h. 92-98.

104

Alisuf,Psikologi Pendidikan,...,h. 65.

105

Dikutip dari Tim 7 Lemka,Pak Didin Menabur Ombak Kaligrafi, ...,h. 52

106

Kata internalisasi berasal dari bahasa Inggris, yaitu “internalization”, yang berarti penghayatan.Kata penghayatan (peng+hayat+an) dalam kamus elektronik Indonesia-Inggris dan

pelatihan, yaitu (1), transformasi nilai, (2), transaksi nilai, (3), transinternalisasi.107

Secara sederhana dapat penulis simpulkan bahwa internalisasi atau penghayatan adalah proses penanaman nilai-nilai berupa sikap dan tingkah laku secara alamiah oleh seorang guru atau pembina kaligrafi terhadap santri yang terjadi dalam proses pembinaan kaligrafi al-Quran baik berupa gagasan, kepribadian, dan kultur yang berlaku di sekitarnya, yang pada akhirnya timbul kesadaran untuk menghayatinya. Berikut ini penulis uraikan tahapan internalisasi kepribadian ustad

Pertama, transformasi nilai adalah penanaman dan memahamkan kepada santri akan nilai-nilai baik buruk, indah jelek, berharga atau tidak, terpuji dan tercelanya suatu objek.108 Dengan mengadopsi diklat kaligrafi, seorang pembina hendaknya mencerminkan kepribadian yang baik menurut tata etika sebagai seorang guru, menunjukkan karyanya yang indah sebagai bukti bahwa ia ahli, menjelaskan betapa berharganya belajar dan latihan kaligrafi bagi kehidupan murid, atau terpujinya orang yang senang memuliakan kalam Allah. Secara alami, santri akan termotivasi untuk tetap semangat latihan, semakin banyak yang latihan mandiri, maka semakin terciptanya lingkungan belajar yang kondusif.109

Kedua, transaksi nilai adalah penanaman nilai-nilai diatas secara dua arah (direct current) antara pembina dan santri dengan mengharapkan adanya timbal balik (feed back) sebagai konsekwensi

Inggris-Indonesia berarti (1),“understanding, comprehencion, experiencing oneself”, (2), dan atau penghayatan. Dan dalam kamus The New Oxford Dictionary of English,“internalization”berarti: [verb+obj] internalize make (attitudes or behaviour) part of one's nature by learning or unconscious assimilation, incorporate (costs) as part of.

107

Abdul Majid, Perencanaan Pembelajaran: Mengembangkan standar Kompetensi Guru,...,h. 163.

108

Majid,Perencanaan Pembelajaran: Mengembangkan standar Kompetensi Guru,..., h. 163.

109

Majid,Perencanaan Pembelajaran: Mengembangkan standar Kompetensi Guru,..., h. 163.

atas program yang ditekuni. Penekanan setelah teknik transformasi diatas lebih memantapkan minat santri untuk latihan menulis kaligrafi al-Quran. Dalam hal ini, seorang santri dapat berinteraksi dengan pembinanya secara pribadi, atau pembina berinisiatif memberikan arahan dan penanaman nilai-nilai tersebut. Teknik belajar seperti ini dalam lingkungan pesantren dikenal dengan “musâfahah”.

Ketiga, transinternalisasi merupakan penanaman nilai-nilai pokok dan menjadi tujuan utama dalam memupuk minat santri secara emosi. Transinternalisasi adalah hasil sintesa antara transformasi dan transaksi nilai yang disebutkan diatas.110 Contohnya dengan menyusupkan ilmu-ilmu hikmah mengapa kaligrafi penting dipelajari, adab seorang khattat, kepribadian guru, dan sekaligus memotivasi dan mengarahkan santri agar menjadi seorang khattat yang ulung, cerdas, berakhlak baik, dan mandiri dalam kehidupan dan ekonomi.

Dengan adanya internalisasi dalam program latihan kaligrafi al-Quran, santri mampu memahami kaligrafi secara komprehensif, sehingga menjadi pengalaman tersendiri yang tidak dimiliki oleh banyak orang. Pada tahap inilah motivasi seorang pembina berperan. Dengan transinternalisasi, seorang santri diklat kaligrafi merasa bangga dan senang atas bakat yang dimilikinya. Dengan internalisasi ini,

diharapkan mampu membentuk sikap pembelajaran yang

mandiri,kepribadian santri yang matang, jiwa yang tenang, dan prestasi yang gemilang.

Dapat penulis simpulkan, bahwa motivasi itu berfungsi sebagai:

a) membentuk sikap yang pasti untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.

b) mendorong orang untuk berbuat mencapai tujuan yang telah ditetapkan.

110

Majid,Perencanaan Pembelajaran: Mengembangkan standar Kompetensi Guru,...,h. 164.

c) penentu arah atau perbuatan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.

d) Menyeleksi tindakan atau usaha atas tujuan yang telah ditetapkan.111

2. Pesantren: Penerapan Metode Belajar di Pesantren

“Bagaimana cara belajar kaligrafi dalam lingkungan pesantren kaligrafi al-Quran Lemka?”112Pertanyaan ini kerap kali penulis dengar ketika seseorang bertanya tentang pengalaman belajar kaligrafi di pesantren tersebut, atau ketikaopen dialogepada perhelatan MTQ baik tingkat I ataupun Nasional. Dalam buku “Mengenal Pesantren Kaligrafi al-Quran Lemka Sukabumi, Jawa Barat: Mengaji dan Berkreasi di Kampus Seniman Muslim” dirincikan bahwa cara atau penerapan metode belajar kaligrafi yang berlaku adalah:

a. Pengajaran diberikan dalam bentuk bimbingan dan pengarahan. b. Kegiatan harian terfokus pada tugas-tugas mandiri

c. Menguasai seluruh aliran dan gaya kaligrafi secara bertahap. d. Bimbingan penguasaan huruf diberikan kepada santri yang

memiliki modal dasar atau nol, dan bimbingan pendalaman dan kreatifitas pengolahan karya kepada santri yang sudah memiliki dasar kuat.

e. Belajar dan praktik menulis dan melukis di berbagai media.

f. Praktik mengajar melalui latihan pembinaan/ pelatihan dan mengajar orang lain.

111

Alisuf,Psikologi Pendidikan,...,h. 86.

112

Dalam penelitian Cliffort Geertz disimpulkan bahwa kata santri memiliki arti yang sempit dan luas. Dalam arti sempit santri adalah seorang murid satu sekolah agama yang disebut pondok pesantren atau pesantren. Oleh sebab itu perkataan pesantren diambil dari kata santri yang berarti tempat untuk santri. Dalam arti luas dan umum santri adalah populasi penduduk Jawa yang memeluk Islam dengan benar, sholat ke masjid, dan berbagai aktifitas keagamaan lainnya. Jadi, seseorang yang menimba ilmu di pesantren kaligrafi al-Quran Lemka disebut santri Lemka, sedangkan pesantrennya disebut pesantren Lemka oleh masyarakat luas. Untuk definisi pesantren lebih lengkap lihat, Cliffort Geertz,Abangan Santri, Priyayi Dalam Masyarakat Jawa,penerjemah Aswab Mahasin [(judul asli:The Relegion of Java), Jakarta: Dunia Pustaka Jaya, 1983)], cet.ke-2, h. 256.

g. Mengikuti aneka lomba kaligrafi di pelbagai instansi dan kesempatan.

h. Latihan mengembangkan wawasan dan apresiasi. i. Mengikuti program ekstravaganza dan safari seni. j. Latihan kesanggaran.

k. Membuat karya-karya master untuk program pameran dan pemasaran.113

Menurut teori ilmu jiwa asosiasi, belajar hakikatnya memperkuat hubungan stimulus dengan respon, dengan rumus S-R = Bond, yang dikenal dengan dua macam teori, yaitu (1), Connectionisme theory oleh Thorndike, (2), Conditioning Theory. Conditioning theory juga terbagi tiga, antara lain (1), classical conditioning theory oleh Pavlov, (2), Operant Conditioning Theory oleh Skinner, dan Conditioning Theory oleh Guthrie. Pada intinya semua teori diatas sama-sama memperkuat hubungan stimulus atas

respon, perbedaannya hanya terletak bagaimana cara

menerapkannya.114

Khusus diklat kaligrafi manapun, hubungan stimulus dan respon dalam situasi pembelajaran menurut connectionisme theory menekankan Law of Exercise atau Law of Use and Disuse, yaitu memperbanyak latihan, ulangan dan pembiasaan untuk meningkatkan kecakapan motorik menulis kalligrafi, yang pada akhirnya meningkatkan kualitas karya.115

Secara umum penulis kelompokkan penerapan gaya belajar diatas menjadi tiga bagian, (1), latihan mandiri, (2), pemberian tugas, (3), karya wisata.

113

Departemen Informatika dan Kontak Kelembagaan Lemka, Mengenal Pesantren

Dokumen terkait