• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA

2.10 Faktor Fisik dan Kimia Lingkungan .1. Suhu

Suhu merupakan salah satu faktor yang sangat penting dalam mengatur proses kehidupan dan penyerapan organisme. Proses kehidupan vital yang sering disebut proses metabolisme, hanya berfungsi dalam kisaran suhu yang

Suhu perairan sangat mempengaruhi kehidupan udang karena makin tinggi suhu, maka kelarutan oksigen makin rendah (Manik & Djunaidah, 1980). Bersamaan dengan itu peningkatan suhu juga mengakibatkan peningkatan aktivitas metabolisme organisme akuatik sehingga kebutuhan oksigen juga akan meningkat (Sastrawijaya, 2000). Fast & Lester (1992) mengatakan bahwa 90% dari juvenile udang akan bertahan hidup pada suhu air 24°C, dan selanjutnya akan berkembang ke fase dewasa di mana udang membutuhkan suhu air kurang lebih 28°C.

2.10.2. Kandungan Bahan Organik Substrat

Kandungan bahan organik menggambarkan tipe substrat dan kandungan bahan nutrisi di dalam perairan. Tipe substrat berbeda-beda, seperti pasir, lumpur dan tanah liat. Umumnya semua tipe substrat yang ada tersebut sesuai bagi kehidupan semua spesies udang (Boyd, 1989 dalam Fast & Lester, 1992).

Konsentrasi bahan organik yang tinggi akan membutuhkan oksigen dalam jumlah besar. Melalui prosedur secara kimia dapat dilihat bahan-bahan organik yang terkandung di dalam substrat yang dilakukan dengan metode Black & Walkey (Michael, 1984).

Menurut Nontji (1993), nilai salinitas rata-rata tahunan terendah ditemukan di Selat Malaka sebesar 30‰, karena banyak mendapat pengenceran dari sungai-sungai di Sumatera dan Malaysia. Hal ini didukung oleh pernyataan Anwar et al, (1984) bahwa salinitas air sekitar pantai semakin menurun selama musim hujan yang merupakan akibat dari meningkatnya volume air tawar yang mengalir dari sungai, sedangkan salinitas tertinggi terjadi pada musim kemarau yang disebabkan oleh tingginya penguapan.

Tingkat salinitas dapat mempengaruhi penyebaran spesies dari udang. Kadar garam optimum untuk udang dapat hidup normal dan tumbuh baik adalah pada 15‰ - 30‰. Perubahan kadar garam yang mendadak dapat menyebabkan angka kematian yang tinggi (Darmono, 1991). Menurut Fast & Lester (1992), bahwa kadar garam merupakan salah satu sifat kualitas air yang sangat penting, karena mempengaruhi kecepatan pertumbuhan udang. Telur udang menetas pada kadar salinitas 20‰ sampai 30‰. Pada fase juvenil salinitas yang baik untuk pertumbuhan udang adalah antara 25‰ - 30‰ namun dapat juga bertahan sampai 34‰. Pada kadar garam lebih tinggi dari 40‰ udang tidak akan tumbuh lagi.

2.10.4. Derajat Keasaman (pH)

Nilai pH menyatakan nilai konsentrasi ion hydrogen dalam suatu larutan. Kemampuan air untuk mengikat dan melepaskan sejumlah ion hydrogen akan menunjukkan apakah larutan bersifat asam atau basa (Wibisono, 2005). Tingkatan pH

yang dapat mendukung kehidupan udang Panseid berkisar pada pH 7,8 – 8,1 (Suadji, 1984). Menurut Suyanto, et al, (1989) kisaran normal pH air untuk udang berkisar antara 7,5 – 8,5 tetapi pH 6,4 menurunkan laju pertumbuhan sebesar 60%, sebaliknya pH tinggi (9 – 9,5) menyebabkan peningkatan kadar amoniak sehingga secara tidak langsung membahayakan udang.

2.8.5. Kandungan Oksigen Terlarut (Dissolved Oxygen/DO)

Oksigen terlarut merupakan suatu faktor yang sangat penting dalam ekosistem akuatik, terutama sekali dibutuhkan untuk proses respirasi bagi sebagian besar organisme (Suin, 2002). Sumber oksigen terlarut berasal dari atmosfer dan fotosintesis tumbuhan hijau. Oksigen dari udara diserap dengan difusi langsung dipermukaan air oleh angin dan arus. Jumlah oksigen yang terkandung dalam air tergantung pada daerah permukaan yang terkena suhu dan konsentrasi garam (Michael, 1984).

2.8.6. BOD (Biochemical Oxygen Demand)

Biochemical Oxygen Demand yaitu suatu angka yang menggambarkan kebutuhan oksigen oleh mikroorganisme untuk melakukan metabolisme senyawa organik terlarut (Wibisono, 2005). Pengukuran BOD yang umum dilakukan adalah pengukuran selama lima hari (BOD5), karena dari hasil penelitian diketahui bahwa setelah pengukuran dilakukan selama lima hari jumlah senyawa organik yang diuraikan sudah mencapai lebih kurang 70%. Faktor-faktor yang mempengaruhi BOD

adalah jumlah senyawa organik yang diuraikan, tersedianya mikroorganisme aerob dan tersedianya sejumlah oksigen yang dibutuhkan dalam proses penguraian tersebut (Barus, 1990).

2.8.7. COD (Chemical Oxygen Demand)

Chemical Oxygen Demand (COD) merupakan jumlah total oksigen yang dibutuhkan untuk mengoksidasi semua bahan organik di perairan yang dinyatakan dalam mg/l. Dengan mengukur nilai COD maka akan diperoleh nilai yang menyatakan jumlah oksigen yang dibutuhkan untuk proses oksidasi terhadap total senyawa organik, baik yang mudah diuraikan secara biologis maupun terhadap yang sukar atau tidak bisa diuraikan secara biologis (Barus, 2004).

2.8.8. Nitrit (NO2 – N)

Boyd & Lichkoppler (1986) berpendapat bahwa nitrit merupakan bentuk nitrogen yang tidak disukai setelah amoniak dalam sistem budidaya perairan. Perairan yang tercemar biasanya mengandung nitrit hingga 2 mg/l selain itu kadar nitrit antara 0,5 – 5 mg/l akan membahayakan kehidupan organisme.

2.8.9. Nitrat (NO3-N)

Nitrat merupakan salah satu komponen kimia yang berpengaruh baik bagi pertumbuhan algae dan phytoplankton sehingga meningkatkan keberadaan

zooplankton yang merupakan sumber nutrisi bagi udang (Barus, 2004). Radiastuti (1986) mengemukakan bahwa kandungan organik nitrat optimum yang dibutuhkan bagi pertumbuhan algae dan phytoplankton berkisar antara o,3-17 mg/l dengan pengaruh pembatas 0,1 mg/l dan 45 mg/l.

2.8.10. Nitrogen Amoniak (N-NH3)

Sumber makanan manusia dan hewan pada umumnya dapat dikelompokkan kedalam tiga jenis tipe zat nutrisi, yaitu: karbohidrat, lemak dan protein. Dengan demikian kandungan limbah domestik pada umumnya juga terdiri dari ketiga jenis zat nutrisi tersebut. Produk penguraian karbohidrat dianggap tidak menimbulkan masalah yang serius bagi ekosistem perairan, karena berbagi jenis bakteri dan jamur dapat mengkonsumsinya. Hal yang dapat menimbulkan masalah adalah produk dari penguraian zat nutrisi, lemak dan terutama protein yang berupa ammonium (NH4) atau amoniak (NH3) (Barus, 2004).

2.8.11. Ortofosfat

Ortofosfat merupakan nutrisi yang paling penting dalam menentukan produktivitas perairan, keberadaan fosfat di perairan dengan segera dapat diserap oleh bakteri, pytoplankton dan makrofita (Boyd & Lichkoppler, 1986).

2.8.12. Klorida

Klorida merupakan ion dari senyawa anorganik yang mempunyai mobilitas yang tinggi dan pada umumnya terdapat hampir disemua ekosistem air.

Konsentrasi klor dalam air terutama dipengaruhi oleh proses perombakan kimiawi dari substrat. Klor yang terdapat dalam air sebagian besar berasal dari substrat tanah dan sedimen yang mengandung klor, sebagian kecil lainnya berasal atmosfer melalui curah hujan. Menurut para ahli kandungan klor dalam air yang bersumber dari subtrat dan sedimen yang kaya klor dapat mencapai konsentrasi antara 100-1000 mg/l, namun apabila aspek geologis tersebut tidak ada maka konsentrasi klor dalam air yang > 30 mg/ l merupakan indikasi adanya pencemaran (Barus, 2004).

2.8.13. Kecerahan

Kejernihan sangat ditentukan oleh partikel-partikel terlarut dan lumpur. Semakin banyak partikel atau bahan organik terlarut maka kekeruhan akan meningkat. Kekeruhan atau konsentrasi bahan tersuspensi dalam perairan akan menurunkan efisiensi makan dari organisme pemakan suspensi (Levinton, 1982). Menurut Suadji (1984) kecerahan mempengaruhi tingkat produktifitas perairan, semakin rendah tingkat kecerahan semakin kecil proses fotosintesis yang terjadi pada organisme produsen.

2.8.14. Kadar Minyak

Tingginya kadar minyak di perairan akan mengganggu kehidupan organisme di dalam air. Hal ini disebabkan oleh lapisan minyak pada permukaan air akan menghalangi difusi oksigen dari udara ke dalam air sehingga jumlah oksigen yang terlarut di dalam air menjadi berkurang dan terhalangnya sinar matahari masuk ke dalam air mengakibatkan fotosintesis

oleh tanaman air tidak dapat berlangsung (Wardhana, 1995). 2.8.15. TDS (Total Dissolved Solid)

Nilai Total Dissolved Solid mencerminkan banyaknya zat-zat padat yang terlarut dalam suatu contoh air. Nilai TDS mempengaruhi kecerahan dan warna air. Makin tinggi jumlah zat padat yang terlarut dalam air, maka sifat

transparansi air akan berkurang sehingga menurunkan produktivitas air (Sastrawidjaya, 2000).

BAB III

Dokumen terkait