• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Faktor Fisik, Kimia, dan Biologi Perairan

Faktor fisik, kimia dan biologi perairan yang diamati pada penelitian ini adalah temperatur, pH, BOD5, COD, DO, penetrasi cahaya, fosfat, nitrat dan coliform. Hasil pengamatan faktor fisik kimia dari perairan Danau Toba, Balige disajikan pada Tabel 4.1.

Tabel 4.1. Nilai Rata-rata Parameter Lingkungan yang Diukur pada Masing-Masing Lokasi Pengambilan Sampel

Parameter Pelabuhan Lumban

Bulbul Lumban Binanga Tara Bunga 1. Temperatur (0C) 24,50 24,87 25,00 24,37 2. DO (mg/l) 6,82 6,82 6,87 7,10 3. BOD5 (mg/l) 1,42 0,75 1,35 0,67 4. NO3 (mg/l) 0,37 0,47 0,44 0,25 5. PO4 (mg/l) 0,02 0,01 0,01 0,01 6. pH 7,12 7,25 7,27 7,44 7. COD (mg/l) 11,15 9,56 3,18 6,37 8. Kej. O2 (%) 85,90 84,84 85,08 90,46

9. Penetrasi Cahaya (meter) 10,00 10,00 10,00 10,00

10. Intensitas Cahaya (Cd) 741 767 915 505

11. Coliform 1100 23 93 5

4.1.1. Temperatur

Radiasi cahaya matahari yang tiba pada permukaan perairan akan memberikan suatu panas pada badan perairan. Jika jumlah radiasi yang berhasil diserap oleh perairan berbeda, maka temperatur atau jumlah panas yang dimiliki oleh perairan

tersebut pun juga akan berbeda. Hasil pengukuran menunjukkan temperatur pada perairan Danau Toba, Balige berkisar antara 24,37-25,000C. Temperatur tertinggi terdapat pada lokasi Lumban Binanga dan terendah pada lokasi Tara Bunga. Perbedaan temperatur air pada empat lokasi penelitian tidak terlalu jauh. Kisaran temperatur di Danau Toba, Balige tidak mengalami fluktuasi atau relatif konstan karena tidak mengalami perubahan yang tinggi. Temperatur rata-rata tertinggi terdapat pada lokasi Lumban Binanga sebesar 25,000 C dan terendah pada lokasi Tara Bunga sebesar 24,370C.

4.1.2. Dissolved Oxygen (DO)

Kandungan oksigen terlarut sangat berperan di dalam menentukan kelangsungan hidup organisme perairan. Oksigen dalam hal ini diperlukan organisme akuatik untuk mengoksidasi nutrien yang masuk ke dalam tubuhnya. Oksigen yang terdapat dalam perairan berasal dari hasil fotosintesis organisma akuatik berklorofil dan juga difusi dari atmosfer. Peningkatan difusi oksigen yang berasal dari oksigen ke dalam perairan dapat dibantu oleh angin. Menurut Wetzel dan Likens (1979) tinggi rendahnya kandungan oksigen terlarut dalam perairan juga dipengaruhi oleh faktor temperatur, tekanan dan konsentrasi berbagai ion yang terlarut dalam air pada perairan tersebut. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kandungan oksigen terlarut perairan Danau Toba Balige berkisar 6,82-7,10 mg/l. Nilai oksigen terlarut (DO) yang diperoleh dari keempat stasiun penelitian berkisar antara 6,82-7,10 mg/l, dengan nilai tertinggi terdapat pada lokasi Tara Bunga sebesar 7,10 mg/l hal ini disebabkan

lebih banyak oksigen melalui proses fotosintesis dan belum tercemar oleh limbah dan masih bersifat alami, oksigen terlarut terendah pada lokasi Pelabuhan dan Lumban Bulbul sebesar 6,82 mg/l, rendahnya nilai oksigen terlarut pada lokasi ini menunjukkan bahwa terdapat banyak senyawa organik serta senyawa kimia yang masuk ke dalam badan perairan tersebut, dimana kehadiran senyawa organik akan menyebabkan terjadinya proses penguraian yang dilakukan oleh mikroorganisme yang akan berlangsung secara aerob (memerlukan oksigen).

Schwoerbel (1987) dalam Barus (2004), menyatakan bahwa nilai oksigen terlarut pada suatu perairan mengalami fluktuasi harian maupun musiman, yang sangat dipengaruhi oleh perubahan temperatur dan aktivitas fotosintesis tumbuhan yang menghasilkan oksigen. Dihubungkan dengan nilai baku mutu air metode Storet (menurut PP No. 82 Tahun 2001) kandungan DO Danau Toba berada di atas batas minimal yang diperbolehkan 6 mg/l, kandungan DO Danau Toba 6,82-7,10 mg/l berarti tidak tercemar.

4.1.3. Biochemical Oxygen Demand (BOD)

Nilai rata-rata BOD5 perairan Danau Toba Balige berkisar 0,67-1,42 mg/l. BOD5 tertinggi sebesar 1,42 mg/l diperoleh pada lokasi pelabuhan, sedangkan yang terendah sebesar 0,67 mg/l diperoleh pada lokasi Tara Bunga. Adanya perbedaan nilai BOD5 di setiap stasiun penelitian disebabkan oleh jumlah bahan organik yang berbeda pada masing-masing stasiun, yang berhubungan dengan defisit oksigen karena oksigen tersebut digunakan oleh mikroorganisme dalam proses penguraian bahan organik sehingga mengakibatkan nilai BOD5 meningkat. Tingginya nilai BOD5

pada lokasi pelabuhan dikarenakan adanya berbagai aktivitas masyarakat yang terdapat pada lokasi tersebut, sedangkan pada lokasi Tara Bunga tidak terlalu banyak ditemukan adanya aktivitas masyarakat. Terjadinya penambahan nilai BOD5 pada lokasi pelabuhan karena buangan limbah organik yang memberikan fluktuasi terhadap nilai BOD5 tersebut. Hal ini disebabkan masuknya limbah organik ke badan perairan, sehingga menyebabkan kebutuhan oksigen terlarut oleh biota air (bakteri) untuk mengurainya akan meningkat. Nilai BOD5 yang diperoleh pada lokasi pengamatan pada prinsipnya menunjukkan indikasi tentang rendahnya kadar bahan organik di dalam air, karena nilai BOD5 merupakan parameter indikator pencemaran oleh zat organik, di mana semakin tinggi nilainya semakin tinggi tingkat pencemaran oleh zat organik dan sebaliknya (Barus, 2001) dan (Haerlina, 2005). Dihubungkan dengan nilai baku mutu air metode Storet (menurut PP No. 82 Tahun 2001) kandungan BOD Danau Toba berada di atas batas maksimum yang diperbolehkan 2 mg/l Kandungan BOD Danau Toba 0,67-1,42 mg/l berarti tidak tercemar.

4.1.4. Nitrat

Nilai rata-rata nitrat (NO3-N) di perairan Danau Toba Balige, berkisar 0,25-0,47 mg/l. Nilai nitrat tertinggi dijumpai pada lokasi Lumban Bulbul dan terendah pada lokasi Tara Bunga. Menurut Mackentum (1969) dalam Haerlina (1987), menyatakan bahwa kadar nitrat yang optimal untuk pertumbuhan fitoplankton adalah 3,9-15,5 mg/l. Tingginya unsur nitrat pada lokasi Lumban Bulbul disebabkan lokasi ini merupakan lokasi pemukiman penduduk dan banyaknya aktivitas masyarakat yang

di badan perairan. Konsentrasinya di dalam perairan akan semakin bertambah bila semakin dekat dari titik pembuangan (semakin berkurang bila jauh dari titik pembuangan yang disebabkan aktifitas mikroorganisme). Mikroorganisme akan mengoksidasi amonium menjadi nitrit yang akhirnya menjadi nitrat. Sebaliknya kandungan nitrat di lokasi Tara Bunga lebih rendah karena lokasi ini berada jauh dari buangan limbah organik. Dihubungkan dengan nilai baku mutu air metode Storet (menurut PP No. 82 Tahun 2001) kandungan Nitrat Danau Toba berada di atas batas maksimum yang diperbolehkan dalam hal ini 10 mg/l, kandungan Nitrat Danau Toba berkisar 0,25-0,47 mg/l berarti tidak tercemar.

4.1.5. Fosfat

Fosfat yang terukur pada perairan Danau Toba Balige sewaktu penelitian berkisar antara 0,01-0,02 mg/l. Fosfat tertinggi ditemukan pada lokasi pelabuhan sedangkan nilai terendah ditemukan pada ketiga lokasi lainnya. Hal ini disebabkan masuknya limbah-limbah yang masuk ke badan perairan, sehingga dapat meningkatkan nilai fosfat di lokasi ini. Menurut Alaerts (1987), terjadinya penambahan konsentrasi fosfat sangat dipengaruhi oleh adanya masukan limbah industri, penduduk, pertanian dan akitivitas masyarakat lainnya. Fosfor terutama berasal dari sedimen yang selanjutnya akan terinfiltrasi ke dalam air tanah dan akhirnya masuk kedalam sistem perairan terbuka (badan perairan). Selain itu dapat berasal dari atmosfer dan bersama dengan curah hujan masuk ke dalam sistem perairan (Barus, 2004). Dihubungkan dengan nilai baku mutu air metode Storet (menurut PP No. 82 Tahun 2001) kandungan Fosfat Danau Toba berada pada batas

maksimum yang diperbolehkan yaitu 0,2 mg/l dalam hal ini berarti Danau Toba belum tercemar.

4.1.6. pH

pH merupakan faktor lingkungan yang dapat berperan sebagai faktor pembatas pada perairan (Michael 1984). Hasil penelitian menunjukkan nilai pH perairan Danau Toba Balige berkisar 7,12-7,44. pH tertinggi ditemukan pada lokasi Tara Bunga dan terendah pada lokasi pelabuhan. Cole (1983), menyatakan bahwa adanya perbedaan nilai pH pada suatu perairan disebabkan penambahan atau kehilangan CO2 melalui proses fotosintesis yang akan menyebabkan perubahan pH di dalam air. Nilai pH di suatu perairan sangat dipengaruhi oleh kemampuan air untuk melepas atau mengikat sejumlah ion hidrogen yang menunjukkan larutan tersebut asam atau basa (Barus, 1996; Michael, 1984). Hawkes (1979) dalam Effendie (2003), menyatakan bahwa kehidupan dalam air masih dapat bertahan bila perairan mempunyai kisaran pH 5-9. Secara keseluruhan, nilai pH yang didapatkan dari keempat stasiun penelitian masih mendukung kehidupan biota perairan. Menurut Barus (2004), menyatakan bahwa nilai pH yang ideal bagi kehidupan organisme air pada umumnya terdapat antara 7- 8,5. Dihubungkan dengan nilai baku mutu air metode Storet (menurut PP No. 82 Tahun 2001) nilai pH Danau Toba berada pada batas minimum dan batas maksimum yang diperbolehkan yaitu 6-9 dalam hal ini berarti Danau Toba belum tercemar.

4.1.7. Chemical Oxygen Demand (COD)

Nilai rata-rata COD perairan Danau Toba Balige sewaktu penelitian berkisar 3,18-11,15 mg/l. COD tertinggi diperoleh pada lokasi Pelabuhan dan terendah pada lokasi Lumban Binanga. Effendi (2003) menggambarkan COD sebagai jumlah total oksigen yang dibutuhkan untuk mengoksidasi bahan organik secara kimiawi, baik yang dapat didegradasi secara biologi maupun yang sukar didegradasi menjadi CO2

dan H2O. Berdasarkan kemampuan oksidasi, penentuan nilai COD dianggap paling baik dalam menggambarkan keberadaan bahan organik, baik yang dapat didekomposisi secara biologis maupun yang tidak. Pada Tabel 4.1 terdapat nilai COD dengan rata-rata 3,18 – 11,15 mg/l, yang tertinggi di lokasi Pelabuhan yaitu 11,15 mg/l dan nilai COD terendah di lokasi Lumban Binanga yaitu 3,18,mg/l, dengan memperhatikan kadar COD yang cukup tinggi, maka perairan memerlukan kadar oksigen untuk proses oksidasi kimia, hal ini menurunkan cadangan oksigen dalam air. Konsentrasi karbondioksida ini cukup untuk menunjang kebutuhan akan karbon dioksida oleh tumbuhan air untuk proses fotosintesis. Dihubungkan dengan nilai baku mutu air metode Storet (menurut PP No. 82 Tahun 2001) nilai COD Danau Toba lewat batas maksimum yang diperbolehkan yaitu 10 mg/l dalam hal ini berarti Danau Toba belum tercemar.

4.1.8. Kejenuhan Oksigen

Nilai kejenuhan oksigen yang didapatkan pada keempat stasiun pengamatan berkisar antara 84,15%-91,48%. Nilai kejenuhan oksigen tertinggi terdapat pada lokasi Tara Bunga sebesar 91,48% dan terendah pada lokasi Lumban Binanga sebesar 84,15%. Dari nilai kejenuhan yang diperoleh pada masing-masing stasiun terlihat

bahwa lokasi Tara Bunga kondisinya lebih baik dibandingkan tiga stasiun lainnya. Dari nilai kejenuhan terlihat bahwa lokasi Lumban Binanga mempunyai defisit oksigen yang lebih rendah, sehingga dapat kita simpulkan bahwa kondisinya terdapat senyawa organik yang menyebabkan defisit oksigen dibandingkan dengan tiga stasiun lainnya. Hal ini juga didukung dengan pernyataan Barus (2004) yang menyatakan bahwa kehadiran senyawa organik akan menyebabkan terjadinya proses penguraian yang dilakukan oleh mikroorganisme dan berlangsung secara aerob, artinya membutuhkan oksigen. Oleh sebab itu jika di dalam suatu lingkungan perairan, jumlah kehadiran senyawa organik tinggi, maka mikroorganisme membutuhkan oksigen dalam jumlah yang lebih banyak dan hal ini akan mengakibatkan defisit oksigen bagi lingkungan perairan tersebut, dan dengan kata lain bahwa di lingkungan tersebut sudah terdapat senyawa organik (pencemar) yang dapat diketahui dari defisitnya nilai oksigen pada perairan tersebut.

4.1.9. Penetrasi Cahaya

Dari hasil pengukuran didapatkan bahwa penetrasi antara keempat stasiun penelitian ini rata-rata sebesar 10 m. Hal ini menunjukkan bahwa kejernihan badan air antara keempat stasiun ini masih relatif sama. Nilai penetrasi cahaya pada suatu badan air dipengaruhi oleh zat-zat yang tersuspensi pada perairan tersebut. Menurut Nybakken (1992), menyatakan bahwa adanya zat-zat tersuspensi dalam perairan akan menimbulkan kekeruhan pada perairan tersebut dan kekeruhan ini akan mempengaruhi ekologi dalam hal penurunan penetrasi cahaya yang sangat mencolok. Menurut Odum (1998), bahwa penetrasi cahaya sering kali dihalangi oleh zat-zat

4.1.10.Intensitas Cahaya

Dari hasil pengukuran didapatkan bahwa intensitas cahaya tertinggi sebesar 915 Cd pada lokasi Lumban Binanga. Sedangkan intensitas cahaya terendah sebesar 505 Cd pada lokasi Tara Bunga.

Faktor cahaya matahari yang masuk ke badan air akan mempengaruhi sifat optis dari air. Sebagian cahaya matahari tersebut akan diabsorbsi dan sebagian lagi akan dipantulkan keluar dari permukaan. Dengan bertambahnya kedalaman lapisan air, maka intensitas cahaya akan megalami perubahan yang signifikan baik secara kualitatif maupun secara kuantitatif (Barus, 2004).

Secara umum nilai parameter abiotik baik fisik maupun kimia yang terdapat di seluruh stasiun maupun kedalaman di perairan Danau Toba, Balige masih cukup baik untuk kelangsungan hidup biota air yang terdapat di dalamnya termasuk keanekaragaman ikan.

Dokumen terkait