• Tidak ada hasil yang ditemukan

KEANEKARAGAMAN DAN KELIMPAHAN IKAN SERTA KETERKAITANNYA DENGAN KUALITAS PERAIRAN DI DANAU TOBA BALIGE SUMATERA UTARA TESIS. Oleh

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "KEANEKARAGAMAN DAN KELIMPAHAN IKAN SERTA KETERKAITANNYA DENGAN KUALITAS PERAIRAN DI DANAU TOBA BALIGE SUMATERA UTARA TESIS. Oleh"

Copied!
82
0
0

Teks penuh

(1)

KEANEKARAGAMAN DAN KELIMPAHAN IKAN SERTA

KETERKAITANNYA DENGAN KUALITAS PERAIRAN

DI DANAU TOBA BALIGE

SUMATERA UTARA

TESIS

Oleh

CYPRIANA SIAGIAN

077030008/BIO

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2009

SE K O L A H P A SCA S AR JANA

(2)

KEANEKARAGAMAN DAN KELIMPAHAN IKAN SERTA

KETERKAITANNYA DENGAN KUALITAS PERAIRAN

DI DANAU TOBA BALIGE

SUMATERA UTARA

TESIS

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Magister Sains dalam Program Studi Biologi pada Sekolah Pascasarjana

Universitas Sumatera Utara

Oleh

CYPRIANA SIAGIAN

077030008/BIO

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2009

(3)

Judul Tesis : KEANEKARAGAMAN DAN KELIMPAHAN IKAN SERTA KETERKAITANNYA DENGAN KUALITAS

PERAIRAN DI DANAU TOBA BALIGE

SUMATERA UTARA Nama Mahasiswa : Cypriana Siagian Nomor Pokok : 077030008

Program Studi : Biologi

Menyetujui Komisi Pembimbing

(Prof. Dr. Ing. Ternala. A. Barus, MSc) (Dr. Tini Sembiring, MS)

Ketua Anggota

Ketua Program Studi, Direktur,

(Prof. Dr. Dwi Suryanto, MSc) (Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa B, MSc)

(4)

Telah diuji pada Tanggal: 6 Juli 2009

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Prof. Dr. Ing. Ternala A. Barus, MSc Anggota : 1. Dr. Tini Sembiring, MS

2. Prof. Dr. Ir. B. Sengli J. Damanik, MSc 3. Prof. Dr. Retno Widyastuti, MS

(5)

ABSTRAK

Keanekaragaman dan kelimpahan ikan di Perairan Danau Toba Balige serta keterkaitannya dengan kualitas Perairan di Danau Toba Balige, telah diteliti pada bulan Desember 2008 – Februari 2009. Metode yang digunakan dalam menentukan lokasi pengambilan sampel adalah “Purpose Random Sampling” dan sampel diambil dengan menggunakan jaring. Identifikasi sampel dilakukan di Puslitdal dan di Laboratorium PSDAL FMIPA USU.

Hasil penelitian menunjukkan sifat fisika kimia dan biologi Perairan Danau Toba Balige (Temperatur, pH, BOD, COD, DO dan Coliform, masih berada dalam batas yang layak bagi kehidupan ikan kecuali NO3 dan pHs, sedangkan berdasarkan

PP No. 82 Tahun 2001 dan Metode Storet. Perairan Danau Toba Balige tergolong tercemar ringan dan sedang. Berdasarkan parameter biologis Colifecal Perairan Danau Toba Balige tergolong tercemar ringan.

Di Perairan Danau Toba Balige ditemukan 1 kelas ikan yaitu kelas Osteicthyes dengan 3 ordo antara lain Cypriniformes, Perciformes, Ostariophysii dan 5 family yaitu Cyprinidae, Chichilidae, Eleotridae, Claridae, Cebitidae serta 7 genus dan 7 spesies yang meliputi Cyprinus Carpio, Mystacoleucus padangensis, Tilapia mossambica, Oreochromis sp, Opheocephalus striatus, Oxyeleotris marmorata dan Clarias batracus.

Kepadatan ikan tertinggi dari jenis ikan Pora-pora (Mystacoleucus padangensis) 0,116 per m2 sedangkan yang terendah adalah ikan Gabus (Opheocephalus striatus) dengan nilai 0,003 per m2. Jenis ikan dengan frekuensi kehadiran tertinggi ikan Pora-pora (Mystacoleucus padangensis) sebesar 100% sedangkan terendah adalah Oreochromis sp, sebesar 33,33%. Indeks keanekaragaman ikan pada keempat stasiun penelitian berkisar antara 1,12 – 1,37 dengan keseragaman 0,63 – 0,70. Indeks similaritas antara keempat stasiun berkisar antara 83,33% – 100%.

Hasil uji korelasi Pearson menunjukkan bahwa temperatur, BOD5,, Nitrat,

Fosfat dan Coliform berkorelasi searah terhadap keanekaragaman dan kelimpahan ikan Perairan Danau Toba Balige, DO, pH, COD dan kejenuhan, berkorelasi berlawanan arah terhadap keanekaragaman dan kelimpahan ikan di Perairan Danau Toba Balige.

(6)

ABSTRACT

The diversity and overflowing of fish in the Balige Toba Lake Waterway and the relation with the quality of water in Lake Toba, has been analyzed in December 2008 – February 2009. In order to determine sample location is using “Purpose Random Sampling” and sample taken by using net. Sample identification held in the center of Environment Effect Research (PUSLITDAL) and in The Laboratory of PSDAL FMIPA USU.

The result of this research showed physical, chemical and biology nature in Balige Toba Lake Waterway (temperature, BOD, COD, DO, phosphate, Coliform) still in appropriate limitation for fishes, meanwhile based on PP No. 82 year 2001 and Storet Method. Balige Toba Lake Waterway including low and middle pollutant. Based on biological parameter colifecal Balige Toba Lake Waterway tend to low pollutant.

In Balige Toba Lake Waterway have been found I class of fish such as Osteicthyes with 3 ordo such as Cypriniformes, Perciformes, Ostariophysii and 5 family such as Cyprinidae, Chichilidae, Eleotridae,Claridae, Cebitidae also 7 genus and 7 species including Cyprinus Carpio, Mystacoleucus padangensis, Tilapia mossambica, Oreochromis sp, Opheocephalus striatus, Oxyeleotris marmorata and Clarias batracus.

The highest fishes density come from Pora-pora fish (Mystacoleucus padangensis) with grade 0,116 perm2, whereas the lowest is Gabus fish (Opheocephalus striatus) with grade 0,005 perm2. Fish type with the highest presentation is Pora-pora fish (Mystacoleucus padangensis) for about 100% meanwhile the lowest is for about 33,33%. The diversity index of fish in the four research stations are between 1,12 – 1,37 with diversity index 0,63 – 0,70. Similarity index among four stations are about 83,33%-100%.

The result of Pearson correlation test showed that temperature, BOD5 nitrate, PO4, and Coliform correlated or same course with unreal effect toward. Diversity and the over flowing of fish in Balige Toba Lake Waterway, DO, pH, saturation and COD, not correlated or contrary with unreal effect toward diversity and the amount of fish in Balige Toba Lake Waterway.

(7)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Pengasih atas segala berkat dan kasih-Nya penulis dapat menyelesaikan penelitian “Keanekaragaman dan Kelimpahan Ikan serta Keterkaitannya dengan Kualitas Perairan di Danau Toba Balige Sumatera Utara”. Penelitian dibuat sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan studi pada Program Studi Magister Biologi Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara Medan.

Penulis menyampaikan terima kasih kepada Prof. Dr. Ing. Ternala Alexander Barus, M.Sc sebagai Dosen Pembimbing I dan Dr. Tini Sembiring, MS sebagai Dosen Pembimbing II yang telah banyak memberikan arahan dan bimbingan selama penulis melaksanakan penelitian sampai selesainya penyusunan hasil penelitian ini.

Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Prof. Dr. Ir. B. Sengli J. Damanik, M.Sc dan Prof. Dr. Retno Widhiastuti, MS, sebagai Dosen Pembanding yang telah banyak memberikan arahan dan masukan dalam penyempurnaan penyusunan hasil penelitian ini.

2. Prof. Dr. Dwi Suryanto, M.Sc, sebagai Ketua Program Studi Magister Biologi Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara Medan.

3. Seluruh Dosen dan Staf Pengajar di Sekolah Pascasarjana Program Studi Biologi Universitas Sumatera Utara Medan yang telah membekali penulis dengan berbagai disiplin ilmu.

(8)

4. Gubernur Propinsi Sumatera Utara dan Kepala Bappeda Sumatera Utara yang telah memberikan Beasiswa S-2 kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan Studi S2.

5. Suami tercinta (Ir. John M. Sianturi) dan anak-anakku tercinta (Yos dan Vina). 6. Keluarga Besar SMA St. Thomas 3 Medan terutama Bapak Kepala Sekolah Drs.

Dimar Sinabutar, M.Si.

7. Teman-teman dalam tim penelitian dan adik-adik mahasiswa yang telah meluangkan waktunya menemani penulis sejak awal survei sampai pada saat penelitian.

Akhir kata semoga Tuhan selalu memberi anugerah-Nya dalam seluruh aktivitas kita dan semoga hasil penelitian ini bermanfaat bagi kita semua. Terima kasih.

Medan, Mei 2009 Penulis

(9)

RIWAYAT HIDUP

Penulis lahir di Balige, Sumatera Utara pada tanggal 31 Desember 1963. Adapun riwayat pendidikan penulis adalah sebagai berikut:

1. Sekolah Dasar (SD) Katolik Balige, tahun 1969-1975.

2. Sekolah Menengah Pertama (SMP) Katolik Budi Darma Balige, tahun 1975-1979. 3. Sekolah Menengah Atas (SMA) Katolik Bintang Timur Balige, tahun 1979-1982. 4. Tingkat Sarjana (S1) Fakultas Pertanian jurusan Agrobisnis, Institut Pertanian

Bogor tahun 1982-1988 (memperoleh gelar Insinyur). 5. Akta IV UNIMED tahun 2000-2001.

6. Tahun 2007 mendapat kesempatan belajar pada Sekolah Pascasarjana USU Program Studi Biologi dari Pemerintah Propinsi Sumatera Utara Medan

Riwayat pekerjaan sebagai berikut:

1. Tahun 2001 sebagai guru honorer pada SMA Santo Thomas 3 Medan. 2. Tahun 2002 sebagai guru tetap pada SMA Santo Thomas 3 Medan.

3. Tahun 2007 sampai sekarang sebagai Wakil Kepala Sekolah pada SMA Santo Thomas 3 Medan.

(10)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR... iii

RIWAYAT HIDUP ... v

DAFTAR ISI... vi

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR LAMPIRAN ... ix BAB I PENDAHULUAN ... 1 1.1. Latar Belakang ... 1 1.2. Permasalahan... 3 1.3. Tujuan ... 3 1.4. Hipotesis ... 4 1.5. Manfaat ... 4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 5

2.1. Ekosistem Danau ... 5

2.2. Danau Toba ... 7

2.3. Ekologi Ikan ... 8

2.4. Penggolongan Ikan ... 10

2.5. Karakteristik Ikan ... 13

2.6. Ikan di Danau Toba ... 14

2.7. Faktor-faktor Abiotik yang Mempengaruhi Keanekaragaman Ikan ... 16

BAB III BAHAN DAN METODE ... 26

3.1. Deskripsi Setiap Stasiun Pengamatan ... 26

3.2. Alat dan Bahan ... 28

3.3. Pengukuran Faktor Fisika, Kimia dan Biologi Perairan... 28

3.4. Penentuan Status Mutu Air dengan Metode Storet ... 32

3.5. Pengambilan Sampel Ikan... 33

(11)

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN... 38

4.1. Faktor Fisik, Kimia, dan Biologi Perairan ... 38

4.2. Coliform Perairan Danau Toba Balige ... 46

4.3. Sifat Fisik, Kimia dan Biologi Perairan Danau Toba Balige Berdasarkan Metode Storet ... 47

4.4. Keanekaragaman Jenis Ikan Hasil Penelitian... 49

4.5. Nilai Kepadatan Populasi, Kepadatan Relatif dan Frekuensi Kehadiran... 53

4.6. Nilai Keanekaragaman (H’) dan Keseragaman (E)... 57

4.7. Nilai Kesamaan (IS) ... 58

4.8. Nilai Distribusi Morista (Id)... 60

4.9. Nilai Analisis Korelasi Pearson Antara Indeks Keanekaragaman dengan Faktor Fisik, Kimia, dan Biologi ... 61

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN... 64

5.1. Kesimpulan ... 64

5.2. Saran ... 65

(12)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

3.1. Alat dan Satuan yang Dipergunakan dalam Pengukuran

Faktor Fisika/Kimia dan Biologi Perairan ... 31 3.2. Penentuan Sistem Nilai untuk Menentukan Status Mutu Air.... 33 4.1. Nilai Rata-rata Parameter Lingkungan yang Diukur pada

Masing-masing Lokasi Pengambilan Sampel ... 38 4.2. Hasil Uji Coliform pada Empat Stasiun Penelitian di Perairan

Balige ... 47 4.3. Kondisi Fisik, Kimia, dan Biologi Air yang Terdapat

di Perairan Danau Toba Menurut Metode Storet ... 48 4.4. Keanekaragaman dan Klasifikasi Ikan Hasil Penelitian

di Danau Toba, Kecamatan Balige ... 49 4.5. Nilai Kepadatan Populasi, Kepadatan Relatif dan Frekuensi

Kehadiran Ikan di Danau Toba Balige ... 53 4.6. Nilai Keanekaragaman (H’) dan Keseragaman dari Komunitas

Ikan pada Setiap Stasiun Pengamatan ... 57 4.7. Nilai Kesamaan (%) Komunitas Ikan antar Stasiun

Pengamatan di Perairan Danau Toba, Balige ... 59 4.8. Nilai Distribusi Morista... 60 4.9. Nilai Analisis Korelasi Pearson Antara Keanekaragaman dan

Kelimpahan Ikan dengan Sifat Fisika-Kimia, dan Biologi

Perairan Danau Toba Balige... 61 4.10. Interval Korelasi dan Tingkat Hubungan Antar Faktor... 62

(13)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Judul Halaman

1 Peta Lokasi Penelitian ... 70

2 Lokasi Penelitian ... 71

3 Gambar Sampel Ikan ... 73

4 Data Ikan di Setiap Stasiun ... 77

5 Korelasi antara Faktor Fisik, Kimia dan Biologi Perairan dengan Keanekaragaman Ikan... 81

6 Contoh Perhitungan ... 82

7 Bagan Kerja Metode Winkler Untuk Mengukur DO ... 83

8 Bagan Kerja Metode Winkler Untuk Mengukur BOD5 ... 84

9 Bagan Kerja Kandungan Nitrat (NO3) ... 85

10 Bagan Kerja Analisa Fosfat (PO43-) ... 86

11 Metode Kerja Pengukuran COD ... 87

12 Nilai Oksigen Terlarut Maksimum (mg/I) pada Berbagai Besaran Suhu Air... 88

13 Cara Kerja Metode MPN (Most Probability Number) ... 89

(14)

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Ekosistem air yang terdapat di daratan (inland water) secara umum dapat dibagi 2 yaitu perairan lentik (lentic water) yang berarti perairan tenang, misalnya danau, rawa, waduk, telaga dan sebagainya; dan perairan lotik (lotic water) yang berarti perairan yang berarus deras, misalnya sungai, kali, kanal, parit dan sebagainya. Perbedaan utama antara perairan lotik dan lentik adalah dalam kecepatan arus air. Perairan lentik mempunyai kecepatan arus yang lambat serta terjadi akumulasi massa air yang berlangsung dengan cepat (Barus, 2004).

Menurut Connel (1987), diantara komponen biotik, ikan merupakan salah satu organisme akuatik yang rentan terhadap perubahan lingkungan terutama yang diakibatkan oleh aktivitas manusia baik secara langsung maupun tidak langsung. Setiap jenis ikan agar dapat hidup dan berkembang biak dengan baik harus dapat menyesuaikan diri dengan kondisi lingkungan di mana ikan itu hidup. Menurut Anwar, et al, (1984), komposisi dan distribusi ikan sangat dipengaruhi oleh perubahan fisik, kimia, dan biologi sepanjang perairan tersebut. Odum (1986), menyatakan bahwa keragaman biota merupakan bukti yang digunakan untuk melihat ada tidaknya tekanan terhadap lingkungan yang diakibatkan oleh adanya eksplorasi.

(15)

Danau Toba merupakan ekosistem yang memiliki sumberdaya akuatik yang bermanfaat bagi manusia sehingga harus diperhatikan kelestariannya. Secara geografis Danau Toba terletak di antara 980-990 Bujur Timur dan 20-30 Lintang Utara dan terletak pada ketinggian 995 meter (Dinas Perikanan, 1993). Luas permukaan danau ini lebih kurang 1.100 km persegi, dengan total volume air sekitar 1.258 kilometer kubik, merupakan danau paling luas di Indonesia (Barus, 2007).

Danau Toba merupakan suatu perairan yang banyak dimanfaatkan oleh beberapa sektor seperti pertanian, perikanan, pariwisata, perhubungan dan juga merupakan sumber air minum bagi masyarakat di kawasan Danau Toba. Adanya berbagai aktivitas manusia di sekitar Danau Toba akan memberikan dampak negatif terhadap ekosistem danau tersebut, sehingga Danau Toba akan mengalami perubahan-perubahan ekologis di mana kondisinya sudah berbeda dengan kondisi alami yang semula (Barus, 2007).

Diantara komponen biotik, ikan merupakan salah satu organisme akuatik yang rentan terhadap perubahan lingkungan terutama yang diakibatkan oleh aktivitas manusia baik secara langsung maupun tidak langsung. Limbah-limbah bahan buangan yang dihasilkan oleh berbagai aktivitas manusia tersebut mempengaruhi kualitas perairan baik fisik, kimia, dan biologis diantaranya terhadap penyebaran ikan (Rifai, et al, 1983).

Dengan adanya perubahan ekologis pada perairan Danau Toba maka diperkirakan memberikan pengaruh terhadap keanekaragaman makhluk hidup di dalamnya, khususnya ikan. Keragaman jenis yang tinggi di suatu perairan menunjukkan keadaan komunitas yang baik, sebaliknya keragaman yang kecil berarti

(16)

telah terjadi ketidakseimbangan ekologis di perairan tersebut (Koesbiono, 1989). Namun sejauh ini belum diketahui keanekaragaman dan kelimpahan ikan pada perairan Danau Toba khususnya di daerah Balige, Kabupaten Toba Samosir, berdasarkan hal tersebut penelitian ini dilakukan.

1.2. Permasalahan

Danau Toba sebagai perairan yang cukup luas dimanfaatkan untuk berbagai aktivitas seperti pertanian, perikanan, perhubungan dan pariwisata. Pemanfaatan tersebut menyebabkan perubahan kondisi ekologis terhadap kehidupan biota terutama keanekaragaman ikan. Sejauh ini belum diketahui bagaimana keanekaragaman dan kelimpahan ikan di perairan Danau Toba Balige.

1.3. Tujuan

a. Untuk mengetahui sifat fisik, kimia, dan biologi air di perairan Danau Balige dalam hubungannya dengan baku mutu kualitas air berdasarkan PP No. 82 Tahun 2001 dan metode Storet di kawasan perairan Danau Toba Balige. b. Untuk mengetahui keanekaragaman dan kelimpahan ikan pada perairan

Danau Toba Balige.

c. Untuk mengetahui hubungan keanekaragaman dan kelimpahan ikan yang terdapat di perairan Danau Toba Balige dengan sifat fisik, kimia, dan biologi yang dimilikinya.

(17)

1.4. Hipotesis

a. Terdapat perbedaan keanekaragaman dan distribusi ikan di perairan Danau Toba Balige.

b. Perbedaan parameter faktor fisik, kimia, dan biologi perairan mempunyai hubungan erat dengan keanekaragaman ikan di perairan Danau Toba Balige.

1.5. Manfaat

a. Sebagai sumber informasi bagi penduduk dan pihak-pihak yang ingin melakukan analisis lebih lanjut mengenai keanekaragaman dan kelimpahan ikan di kawasan perairan Danau Toba Balige khususnya pada setiap stasiun pengamatan.

b. Memberi informasi mengenai keanekaragaman dan kelimpahan ikan di kawasan perairan Danau Toba Balige khususnya pada setiap stasiun pengamatan.

(18)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Ekosistem Danau

Sistem perairan yang menutupi hampir 70 persen bagian dari permukaan bumi dibagi dalam dua kategori utama yaitu ekosistem air tawar dan ekosistem air laut. Dari dua sistem perairan tersebut air laut mempunyai bagian yang paling besar yaitu lebih dari 97%, sisanya adalah air tawar yang sangat penting artinya bagi manusia untuk aktivitas hidupnya (Barus, 1996).

Menurut Heddy & Kurniati (1996), ekosistem danau terdiri dari tiga zona, yaitu:

a. Zona litoral yaitu daerah perairan yang dangkal dan biasanya terdapat di tepi danau di mana sinar matahari masih dapat tembus sampai ke dasar dan ditempati biasanya oleh tumbuhan yang berakar.

b. Zona limnetik yaitu zona yang terletak antara permukaan air dengan lapisan di mana sinar matahari bisa tembus secara efektif sehingga kadar fotosintesis sama dengan kadar respirasi.

c. Zona propundal yaitu daerah perairan yang dalam dan dasar, daerah ini tidak dapat lagi ditembus oleh sinar matahari.

Selanjutnya Payne (1986) & Smith (1992), membagi danau atas 3 jenis berdasarkan keadaan nutrisinya, yaitu:

(19)

a. Danau Oligotrofik yaitu suatu danau yang mengandung sedikit nutrien (miskin nutrien), biasanya dalam dan produktivitas primernya rendah. Sedimen pada bagian dasar kebanyakan mengandung senyawa anorganik dan konsentrasi oksigen pada bagian hipolimnion tinggi. Walaupun jumlah organisme pada danau ini rendah tetapi keanekaragaman spesies tinggi.

b. Danau Eutrofik yaitu suatu danau yang mengandung banyak nutrien (kaya nutrien), khususnya Nitrat dan Fosfor yang menyebabkan pertumbuhan algae dan tumbuhan akuatik lainnya meningkat. Dengan demikian produktivitas primer pada danau ini tinggi dan konsentrasi oksigen rendah. Walaupun jumlah dan biomassa organisme pada danau ini tinggi tetapi keanekaragaman spesies rendah. c. Danau Distrofik yaitu suatu danau yang memperoleh sejumlah bahan-bahan

organik dari luar danau, khususnya senyawa-senyawa asam yang menyebabkan air berwarna coklat. Produktivitas primer pada danau ini rendah, yang umumnya berasal dari hasil fotosintesa plankton. Tipe danau distrofik ini juga sedikit mengandung nutrien dan pada bagian hipolimnion terjadi defisit oksigen. Suatu danau berlumpur mewakili bentuk danau distrofik ini.

Pada danau juga terjadi stratifikasi thermal yang menyebabkan danau terbagi atas 3 lapisan secara vertikal yaitu lapisan epilimnion (bagian permukaan danau) di mana air lebih hangat dan tersirkulasi; lapisan mesolimnion (bagian tengah danau) di mana pada lapisan ini terjadi termoklin; dan lapisan hipolimnion (bagian bawah danau) di mana air lebih dingin (Odum, 1994, 1996).

(20)

2.2. Danau Toba

Sumber air Danau Toba berasal dari puluhan sungai yang mengalir dan berasal dari tepi luar Danau Toba dan Pulau Samosir yang bermuara ke Danau Toba sebagai sumber air permukaan. Air Danau Toba mengalir ke arah Pantai Timur Pulau Sumatera melalui Sungai Asahan sepanjang sekitar 150 Km (Dinas Perikanan Daerah Tkt I Sumut, 1993).

Danau Toba yang terletak pada ketinggian 995 m di atas permukaan laut merupakan danau terluas di Indonesia. Luas danau ini sekitar 1.129,7 Km2, dengan ukuran keliling 194 Km, panjang 87 Km, lebar 31 Km, dan kedalaman maksimum 455 m. Danau Toba berbentuk elips dengan jumlah teluk yang sedikit dan daerah litoralnya sempit, sehingga produktivitasnya relatif rendah. Keadaan ini didukung oleh pantainya yang sangat curam, dasar perairan litoral umumnya pasir berbatu dan daerah sekelilingnya merupakan daerah perbukitan yang gundul (Ruttner, 1930 dalam Tjahjo, et al, 1998).

Secara geografis, Danau Toba terletak antara 98° - 99°BT dan 2° - 3°LU. Bagian yang landai terletak di sebelah Tenggara dan Selatan daratan Sumatera, serta bagian Barat dengan daratan Pulau Samosir. Di samping letaknya yang strategis meliputi 7 (tujuh) wilayah kabupaten yaitu Kabupaten Simalungun, Karo, Dairi, Tapanuli Utara, Tobasa, Samosir dan Humbang Hasundutan. Faktor alam sekitar juga sangat mendukung keindahan alam kawasan Danau Toba tersebut (Bapedalda-SU & LP-ITB, 2001).

(21)

Danau Toba sebagai aset nasional, di samping berfungsi sebagai sumber air minum bagi masyarakat kawasan Danau Toba, juga berfungsi sebagai sumber air untuk keperluan pertanian, pengembangbiakan flora dan fauna danau, suplai air untuk berbagai jenis industri hilir serta sangat potensial dalam kaitannya dengan pengembangan kepariwisataan di Sumatera Utara (Siregar, 2008).

Usaha budidaya ikan di kawasan Danau Toba dilakukan masyarakat melalui sistem Keramba Jaring Apung (KJA) karena jenis usaha ini merupakan cara yang menjanjikan untuk meningkatkan produksi ikan, baik untuk jangka pendek maupun jangka panjang dengan tujuan dan harapan akan mampu menambah dan menggantikan komponen dari hasil perikanan alami atau perikanan tangkap, sekaligus memperluas kesempatan kerja. Pengembangan keramba jaring apung bisa menambah beban oleh sisa pakan ikan, karena sisa pakan ini menjadi limbah yang dibuang ke permukaan Danau Toba (Bapedalda-SU & LP-ITB, 2001).

2.3. Ekologi Ikan

Ikan merupakan hewan vertebrata dan dimasukkan ke dalam filum Chordata yang hidup dan berkembang di dalam air dengan menggunakan insang. Ikan mengambil oksigen dari lingkungan air di sekitarnya. Ikan juga mempunyai anggota tubuh berupa sirip untuk menjaga keseimbangan dalam air sehingga ia tidak tergantung pada arus atau gerakan air yang disebabkan oleh angin (Sumich, 1992).

Tubuh ikan terdiri atas caput, truncus dan caudal. Batas yang nyata antara caput dan truncus disebut tepi caudal operculum dan sebagai batas antara truncus dan

(22)

ekor disebut anus. Kulit terdiri atas dermis dan epidermis. Dermis terdiri dari jaringan pengikat yang dilapisi dari sebelah luar epitelium. Diantara sel-sel epitelium terdapat kelenjar uniseluler yang mengeluarkan lendir yang menyebabkan kulit ikan menjadi licin (Radiopoetra, 1978).

Ikan merupakan vertebrata yang paling banyak jumlahnya yang menghabiskan seluruh hidupnya pada perairan. Sekarang ini ada sekitar 20.000 sampai 30.000 spesies yang telah diketahui, hampir setengah dari jumlah vertebrata. Kebanyakan ikan adalah ikan bertulang sejati terutama teleostei dan sisanya 50 spesies ikan jawless dan 800 spesies ikan bertulang rawan (Marshall & Bone, 1982).

Penyebaran ikan di perairan laut sebanyak 51% dan di perairan tawar 48% dan sisanya 1% bergerak dari lingkungan air laut ke perairan air tawar dan sebaliknya. Banyaknya ikan yang terdapat di air tawar disebabkan daerahnya terisolasi sehingga mempunyai kesempatan yang besar untuk membentuk spesies baru sedangkan pada laut saling berhubungan satu sama lain sehingga kondisinya hampir sama sehingga pembentukan spesies baru lebih kecil. Kebanyakan spesies ikan ditemukan pada lingkungan yang lebih panas di mana perubahan temperatur tahunan kecil (Moyle & Cech, 1989).

Ukuran ikan bervariasi mulai dari yang kecil sebesar 15 mm seperti pada ikan Goby (Eviota sp) sampai dengan yang besar seperti ikan Hiu yang dapat mencapai 21 meter dengan berat sekitar 25 ton atau lebih. Kebanyakan ikan berbentuk torpedo, pipih dan ada yang berbentuk tidak teratur (Marshall & Bone, 1982).

(23)

Salah satu ciri ikan yang khas yaitu letak vertikal sirip ekor yang sama pada setiap ikan umumnya, kecuali pada ikan Paus.

Cara perkembangbiakan kebanyakan bertelur (ovivar) tetapi beberapa diantaranya juga menghasilkan anak yang menetas ketika masih berada dalam tubuh induknya (ovovipar), bahkan ada yang melahirkan anak berupa individu baru (vivipar). Tubuh ikan asal mulanya tertutup oleh suatu lapisan lempeng-lempeng tulang yang pada banyak spesies sedikit demi sedikit berkurang sehingga tubuh lebih lentur, kemudian sama sekali tidak bersisik atau tertutup oleh suatu lapisan sisik yang tipis dan kecil (Ensiklopedia Indonesia, 1988).

2.4. Penggolongan Ikan

Lalli & Parron (1993), membagi ikan menjadi tiga kelas berdasarkan taksonomi, yaitu:

a. Kelas Agnatha yang meliputi ikan primitif seperti Lamprey. Kelompok ikan ini berumur 550 juta tahun yang lalu dan sekarang hanya tinggal 50 spesies. Ikan ini tidak memiliki sirip-sirip berpasangan tetapi memiliki satu atau dua sirip punggung dan satu sirip ekor.

b. Kelas Chondrichthyes memiliki ciri-ciri adanya tulang rawan dan tidak mempunyai sisik. Kelas ini juga termasuk kelas yang primitif dengan umur 450 juta tahun yang lalu dan sekarang hanya mempunyai 300 spesies. Misalnya seperti ikan Pari dan Hiu dan biasanya makanannya adalah plankton dan organisme bentik.

(24)

c. Kelas Osteichthyes meliputi ikan Teleostei yang merupakan ikan tulang sejati. Kelompok ini merupakan ikan yang terbesar jumlahnya dari seluruh ikan, di mana melebihi 20.000 spesies dan ditemukan pada 300 juta tahun yang lalu.

Selanjutnya Mujiman (1994), membagi ikan berdasarkan jenis makanan dan cara makan sebagai berikut:

a. Ikan berdasarkan jenis makanannya:

1) Ikan Herbivora yaitu ikan yang makanan pokoknya terutama yang berasal dari tumbuh-tumbuhan (nabati) seperti: ikan Pora-pora (Mystacoleocus padangensis), ikan Nilem (Osteochilus hasselti), ikan Karper Rumput (Ctenopharyngodon idelus), ikan Bandeng (Chanos chanos), ikan Sepat Siam (Tricogaster pectoralis).

2) Ikan Karnivora yaitu ikan yang makanan pokoknya terutama terdiri dari bahan asal hewan (hewani). Contohnya ikan Gabus (Ophiocephalus striatus), ikan Kakap (Lates calcarifer), ikan Kerapu (Ephinephelus spp), ikan Lele (Clarias batracus) dan ikan Betutu (Oxyeleotris marmorata).

3) Ikan Omnivora yaitu ikan yang makanan pokoknya terdiri dari tumbuhan maupun hewan. Seperti ikan Mas (Cyprinus carpio), ikan Mujair (Tilapia mossambica), ikan Betutu (Oxyeleotris marmorata), ikan Nila Merah (Oreochromis sp) dan ikan Gurami (Osphronemus goramy).

4) Ikan pemakan plankton yaitu ikan yang sepanjang hidupnya makanan pokoknya terdiri dari plankton, baik fitoplankton maupun zooplankton. Ikan pemakan plankton hanya menyukai bahan-bahan yang halus dan berbutir

(25)

sehingga tulang tapis insangnya mengalami modifikasi wujud alat penyaring gas berupa lembaran-lembaran halus yang panjang seperti ikan Silanget (Dorosoma chacunda), ikan Terbang (Cypsilurus sp), ikan Lemuru (Clupea leiogaster), ikan Cucut (Rhynodon typicus).

5) Ikan pemakan detritus yaitu ikan yang makanan pokoknya terdiri dari hancuran sisa-sisa bahan organik yang sudah membusuk di dalam air yang berasal dari hewan dan tumbuhan misalnya ganggang, bakteri dan protozoa. Seperti ikan Belanak (Valamugil sp).

b. Ikan berdasarkan cara makan dapat dibedakan menjadi lima golongan, yaitu: 1) Ikan Predator. Ikan ini disebut juga ikan buas di mana dia menerkam

mangsanya hidup-hidup. Ikan ini dilengkapi dengan gigi rahang yang kuat. Seperti ikan Alu-alu (Sphyraena jello), ikan Layur (Trichiurus sacvla), ikan Tuna (Thunus albaceros).

2) Ikan Grazier yaitu ikan yang mengambil makanannya dengan jalan menggerogotinya. Seperti ikan Mujair (Tilapia mossambica), ikan Kupu-kupu (Chaetodon lineolatus), ikan Nilem (Ostheochilus hasselti).

3) Ikan Stainer yaitu ikan yang mengambil makanannya dengan cara menggelesernya dengan mulut yang terbuka, biasanya makanannya berupa plankton. Seperti ikan Lemuru (Clupea longiceps), ikan Layang (Depterus russeli).

4) Ikan Sucker yaitu ikan yang mengambil makanannya dengan jalan menghisap lumpur atau pasir di dasar perairan seperti ikan Mas (Cyprinus carpio).

(26)

5) Ikan Parasit yaitu ikan yang mendapat makanannya dengan jalan mengisap sari makanan dari tubuh hewan besar lainnya seperti ikan Belut Laut (Simenchelys parasiticus).

2.5. Karakteristik Ikan

Ikan merupakan organisme vertebrata akuatik dan bernapas dengan insang. Tubuh ikan terdiri atas caput, truncus dan caudal. Batas yang nyata antara caput dan truncus disebut tepi caudal operculum dan sebagai batas antara truncus dan ekor disebut anus (Radiopoetro, 1990). Lebih lanjut Radiopoetro (1990) menyatakan bahwa kulit ikan terdiri dari dermis dan epidermis. Dermis terdiri dari jaringan pengikat dilapisi oleh epithelium. Di antara sel-sel epithelium terdapat kelenjar uniselluler yang mengeluarkan lendir yang menyebabkan kulit ikan menjadi licin.

Ikan mempunyai otak yang terbagi menjadi regio-regio, dan dibungkus dalam kranium (tulang kepala) yang berupa kartilago (tulang rawan). Telinga hanya terdiri dari telinga dalam, berupa saluran-saluran semisirkularis, sebagai organ keseimbangan (equilibrium). Jantung berkembang baik. Sirkularis menyangkut aliran sebuah darah dari jantung melalui insang kaki ke seluruh bagian tubuh lain. Tipe ginjal pronefros dan mesonefros (Brotowidjoyo, et al, 1995).

Menurut Rifai (1983), ciri-ciri umum dari golongan ikan adalah mempunyai rangka bertulang sejati dan bertulang rawan, mempunyai sirip tunggal dan berpasangan mempunyai operculum yang menutup insang, tubuh ditutupi oleh sisik dan berlendir serta mempunyai bagian tubuh yang jelas antara kepala, badan dan

(27)

ekor. Ukuran ikan bervariasi mulai dari yang kecil sampai yang besar. Kebanyakan ikan berbentuk topedo, pipih dan ada yang berbentuk tidak teratur.

Salah satu ciri khas ikan yaitu letak vertikal sirip yang sama. Ikan memiliki pola adaptasi yang tinggi terhadap kondisi lingkungan, baik terhadap faktor fisik maupun faktor kimia lingkungan seperti pH, DO, kecerahan, temperatur dan lain sebagainya, Hal ini sangat penting bukan saja untuk mendapatkan makanan, tetapi juga untuk menyelamatkan diri dari hewan-hewan predator (Nybakken, 1992).

2.6. Ikan di Danau Toba

Komunitas ikan di perairan Danau Toba terdiri dari 14 jenis, yang sebagian besar merupakan jenis ekonomis penting. Ikan Batak (Neolissochilus sp) merupakan salah satu jenis ikan asli Danau Toba yang populasinya mulai langka (kurang dari 5%). Menurut masyarakat setempat, menurunnya populasi ikan Batak disebabkan oleh adanya introduksi ikan Mas dan Mujair. Di samping itu perkembanganbiakan ikan Batak yang relatif lambat juga merupakan salah satu faktor yang menyebabkan langkanya ikan Batak (Kartamiharja, 1987).

Jenis ikan yang hidup di Perairan Danau Toba selain merupakan ikan asli yaitu ikan Batak (Neolissochilus sp) juga terdapat ikan hasil introduksi antara lain: ikan Mas (Cyprinus carpio), Mujair (Tilapia mossambica), Nila (Oreochromis sp), Pora-pora (Mystacoleucus padangensis), Nilem/Paetan (Osteochillus sp), Gabus/Haruting (Ophaiocephallus sp), Betutu (Oxyeleotris marmorata), Sepat (Trichogaster sp) dan ikan Buncit (Rasbora sp), (Bapedalda-SU & LP-ITB, 2001).

(28)

Cyprinus carpio didatangkan ke Danau Toba dari Jawa pada tahun 1905. lebih dari 30 tahun terakhir, ikan ini telah dikembangkan walaupun demikian masih sulit ditangkap. Setelah kedatangan ikan Mujair, ikan Mas makin menurun populasinya. Sampai pada tahun 1980-1984 hanya berkisar sekitar 7,2% dari jumlah total tangkapan ikan Danau Toba (Sarnita, 1986 dalam Nontji 1990).

Rusaknya ekosistem Danau Toba diakibatkan masuknya spesies baru seperti ikan Betutu yang pertama kali ditabur oleh TB Silalahi pada tahun 2001. Hal ini mengakibatkan ikan Mas (Cyprinus carpio), ikan Mujair (Tilapia mosambica) hampir punah (Manurung, 2008).

Kegiatan budidaya ikan, terutama keramba jaring apung mulai berkembang di Perairan Danau Toba. Pengembangan keramba jaring apung akan menambah beban oleh sisa pakan ikan, karena sisa pakan ikan ini menjadi limbah yang dibuang ke Perairan Danau Toba. Berbahayanya budidaya keramba jaring apung jika melebihi daya dukung (carrying capacity) lingkungan. Bahaya keramba jaring apung yang mengerikan adalah terjadinya penyuburan (eutrofikasi) danau. Penyuburan terjadi akibat sisa-sisa pakan itu. Sisa-sisa pakan itu berfungsi sebagai pupuk yang menjadi sumber makanan bagi tumbuh-tumbuhan di dalam Danau Toba. Penyuburan danau mengakibatkan phytoplankton bertumbuh secara tidak terkendali (blooming). Ketika terjadi blooming plankton, maka ketika plankton mati mengalami proses pembusukan. Proses pembusukan ini membutuhkan oksigen. Karena proses pembusukan plankton membutuhkan oksigen maka terjadi persaingan oksigen antara

(29)

pembusukan plankton dengan kebutuhan oksigen dengan ikan-ikan di danau. Tidak heran, jika tiba-tiba ikan-ikan banyak yang mati (Manurung, 2008).

Transportasi air yang berlangsung di Danau Toba merupakan bagian dari aktivitas ekonomis dan sosial masyarakat, termasuk kegiatan pariwisata. Aktivitas tersebut walaupun dalam jumlah terbatas berpotensi menambah bahan pencemar ke dalam perairan melalui ceceran minyak dan oli kapal atau perahu motor. Lapisan minyak di permukaan air akan menurunkan kadar oksigen terlarut dalam air (Bapedalda - SU & Lp – ITB, 2001). Melalui fungsi Danau Toba yang sangat penting dan strategis, maka ekosistem akuatik ini mutlak harus dijaga kelestariannya agar pemanfaatan Danau Toba untuk kepentingan tersebut dapat berkesinambungan dan berkelanjutan dalam waktu yang lama, dengan tetap dapat menjaga fungsi ekologis secara seimbang (Ginting, 2002).

2.7. Faktor-faktor Abiotik yang Mempengaruhi Keanekaragaman Ikan Setiap organisme yang hidup dalam suatu perairan tergantung terhadap semua yang terjadi pada faktor abiotik. Adanya hubungan saling ketergantungan antara organisme-organisme dengan faktor abiotik dapat digunakan dengan mengetahui kualitas suatu perairan (Barus, 1996).

Faktor fisik perairan yang mempengaruhi kehidupan ikan adalah: a. Temperatur

Temperatur merupakan faktor lingkungan yang utama pada perairan karena merupakan faktor pembatas terhadap pertumbuhan dan penyebaran hewan (Michael,

(30)

1994). Secara umum kenaikan temperatur perairan akan mengakibatkan kenaikan aktivitas fisiologis organisme (Asdak, 1995).

Menurut hukum Van’t Hoffs, kenaikan temperatur sebesar 10°C akan meningkatkan aktivitas fisiologis organisme sebesar 2-3 kali lipat. Akibat meningkatnya laju respirasi akan menyebabkan konsentrasi oksigen meningkat dengan naiknya temperatur akan menyebabkan kelarutan oksigen menjadi berkurang. Hal ini menyebabkan organisme air akan mengalami kesulitan untuk melakukan respirasi (Barus, 1996) dan organisme akuatik seringkali mempunyai toleransi yang sempit terhadap perubahan temperatur (Odum, 1994).

Kenaikan temperatur yang relatif tinggi ditandai dengan munculnya ikan-ikan dan hewan lainnya ke permukaan untuk mencari oksigen (Fardiaz, 1992). Seperti pada ikan Nila (Oreochromis sp), dia membutuhkan temperatur optimal pada 25-30

o

C sehingga ikan Nila cocok dipelihara pada dataran tinggi dan rendah (Suyanto, 1995). Lain halnya dengan Ikan Bloater, ia hidup dan berkembang baik pada temperatur 5-10 oC (Moyle & Cech, 1988).

b. Intensitas Cahaya

Intensitas cahaya merupakan faktor yang mempengaruhi penyebaran dari ikan pada danau. Kebanyakan danau yang hangat mengakibatkan warna air menjadi keruh sehingga ikan yang tinggal di perairan yang dalam semakin sulit di dalam menangkap mangsanya (Stickney, 1979).

Produktivitas ikan pada danau juga dipengaruhi oleh cahaya. Ikan yang aktif pada siang hari biasanya mengambil makanan pada malam hari ketika invertebrata

(31)

muncul. Jika intensitas cahaya rendah maka penglihatan mereka akan berkurang, setelah malam ikan akan beristirahat pada bagian bawah atau diantara tumbuhan akuatik, sedangkan ikan yang aktif pada malam hari akan bergerak ke perairan dangkal pada musim panas karena air dangkal lebih dingin di malam hari. Pada musim panas, ikan ditemukan pada bagian termoklin (Moyle & Cech, 1988).

Menurut Landau (1992) jika intensitas cahaya matahari menurun maka akan mempengaruhi proses fotosintesis dalam suatu perairan di mana jumlah plankton dapat mengalami penurunan sehingga mengakibatkan keterbatasan tersedianya nutrisi bagi ikan.

Intensitas cahaya matahari juga mempengaruhi produktivitas primer, apabila intensitas cahaya matahari berkurang maka proses fotosintesis akan terhambat sehingga oksigen dalam air berkurang, di mana oksigen dibutuhkan organisme akuatik untuk metabolisma (Barus, 1996).

Cahaya matahari berperan bagi kehidupan ikan melalui rantai makanan. Ikan yang mendiami daerah air yang dalam pada siang hari akan bergerak menuju ke daerah yang dangkal untuk mencari makanan dengan adanya rangsangan cahaya. Selain penting dalam membantu penglihatan, cahaya juga penting dalam metabolism ikan dan pematangan gonad (Rifai, et al., 1983).

Faktor kimia perairan yang mempengaruhi kehidupan ikan adalah: a. Dissolved Oxygen (DO)/Oksigen Terlarut

Oksigen terlarut merupakan kebutuhan dasar untuk kehidupan tanaman dan hewan dalam air. Kehidupan makhluk hidup di dalam air tersebut tergantung dari

(32)

kemampuan air untuk mempertahankan konsentrasi oksigen minimal yang dibutuhkan untuk kehidupan (Fardiaz, 1992).

Oksigen diperlukan oleh ikan-ikan untuk menghasilkan energi yang sangat penting bagi pencernaan dan asimilasi makanan, pemeliharaan keseimbangan osmotik dan aktivitas lainnya. Jika persediaan oksigen di perairan sangat sedikit maka perairan tersebut tidak baik bagi ikan dan makhluk hidup lainnya yang hidup di air, karena akan mempengaruhi kecepatan makan dan pertumbuhan ikan (Wardana, 1995).

Oksigen terlarut juga merupakan faktor penting dalam menetapkan kualitas air, karena air yang polusi organiknya tinggi memiliki oksigen terlarut yang sangat sedikit (Michael, 1994).

Ikan merupakan makhluk air yang memerlukan oksigen tertinggi, kemudian invertebrata dan yang terkecil adalah bakteri. Biota di perairan tropis memerlukan oksigen terlarut minimal 5 mg/l, sedangkan biota beriklim sedang memerlukan oksigen terlarut mendekati jenuh. Konsentrasi oksigen yang terlalu rendah akan mengakibatkan ikan-ikan dan binatang lainnya yang membutuhkan oksigen akan mati (Fardiaz, 1992). Barus (1996), menyatakan bahwa kelarutan maksimum oksigen pada perairan tercapai pada temperatur 0 oC yaitu sebesar 14,16 mg/l oksigen. Konsentrasi ini akan menurun sejalan dengan meningkatnya temperatur air.

Mahida (1993), mengatakan faktor-faktor yang mempengaruhi kadar oksigen terlarut dalam air alamiah adalah (1) pergolakan di permukaan air, (2) luasnya daerah permukaan air yang terbuka bagi atmosfer, (3) tekanan atmosfer, dan (4) persentasi

(33)

oksigen di udara sekelilingnya. Kenaikan temperatur pada perairan dapat menyebabkan penurunan kadar oksigen terlarut.

Menurut Hickling dalam Asmawi (1986), bahwa bila jumlah oksigen terlarut perairan hanya 1,5 mg/l maka kecepatan makan ikan Mujair akan berkurang atau jika kadar oksigen kurang dari 1 mg/l ikan tersebut akan berhenti makan. Menurut Wardana (1995), kandungan oksigen terlarut minimum 2 mg/l oksigen sudah cukup mendukung kehidupan organisme perairan secara normal. Ikan nila merah dalam kondisi oksigen terlarut sedikit di bawah normal (1 mg/l O2) masih dapat mentolerir

kandungan oksigen terlarut.

b. Biochemical Oxygen Demand (BOD).

Biochemical Oxygen Demand (BOD) atau kebutuhan oksigen biologis adalah jumlah oksigen yang dibutuhkan oleh mikroorganisme di dalam memecah bahan organik. Penguraian organik melalui proses oksidasi oleh mikroorganisme di dalam air lingkungan merupakan proses alamiah yang mudah terjadi apabila air lingkungan mengandung oksigen yang cukup (Wardana, 1995).

Pengujian BOD yang dapat diterima adalah pengukuran jumlah oksigen yang akan dihabiskan selama lima hari inkubasi sudah memperlihatkan besar persentase yang cukup yaitu kurang lebih 70% dari seluruh bahan organik telah terurai (Sastrawijaya, 1991). Selanjutnya Fardiaz (1992) menyatakan bahwa air murni mempunyai nilai BOD kira-kira 1 mg/l dan air yang mempunyai nilai BOD 3 mg/l masih dianggap cukup murni.

Faktor-faktor yang mempengaruhi pengukuran BOD adalah jumlah senyawa organik yang akan diuraikan, adanya mikroorganisme aerob yang mampu

(34)

menguraikan senyawa organik senyawa organik tersebut dan tersedianya sejumlah oksigen yang dibutuhkan dalam proses penguraian itu (Barus, 2001).

c. Chemycal Oxygen Demand (COD).

COD merupakan jumlah oksigen yang dibutuhkan dalam proses oksidasi kimia yang dinyatakan dalam mg O2/l. Dengan mengukur nilai COD maka akan

diperoleh nilai yang menyatakan jumlah oksigen yang dibutuhkan untuk proses oksidasi terhadap total senyawa organik baik yang mudah diuraikan secara biologis maupun terhadap yang sukar atau tidak bisa diuraikan sacara biologis (Barus, 2004).

COD (Chemical Oxygen Demand) erat kaitannya dengan BOD. Banyak zat organik yang tidak mengalami penguraian biologi secara cepat berdasarkan pengujian BOD5 tetapi senyawa-senyawa organik itu tetap menurunkan kualitas air. Karena itu

perlu diketahui konsentrasi organik dalam limbah dan setelah masuk dalam perairan. Untuk itulah tujuan diadakannya uji COD. Pengujian COD dilakukan dengan mengambil contoh dengan volume tertentu yang kemudian dipanaskan dengan larutan kalium dikromat dengan kepekatan tertentu yang jumlahnya sedikit di atas yang diperlukan. Dengan katalis asam sulfat diperlukan waktu dua jam, maka kebanyakan zat organik telah teroksidasi. Dengan penentuan jumlah kalium dikromat yang dipakai, maka COD contoh dapat dihitung. Dalam pengujian ini tiga hal yang diperhatikan:

1) Zat organik yang dapat mengalami biodegradasi yang biasanya dapat diuraikan oleh bakteri dalam uji BOD5.

(35)

2) Zat organik yang dapat mengalami biodegradasi yang tidak dapat diuraikan oleh bakteri dalam wakru lima hari, tetapi akhirnya akan terurai dan menurunkan kualitas air.

3) Zat organik yang tidak dapat mengalami biodegradasi (Sastrawijaya, 2000). d. pH

pH air biasanya dimanfaatkan untuk menentukan indeks pencemaran dengan melihat tingkat keasaman dan kebasaan (Asdak, 1995). Nilai pH yang ideal bagi kehidupan organisme akuatik pada umumnya terdapat antara 7-8,5. kondisi perairan yang bersifat sangat asam atau sangat basa akan membahayakan kelangsungan hidup organisme karena akan menyebabkan terjadinya gangguan metabolisme dan respirasi (Barus, 1996).

Kebanyakan ikan di danau hidup pada pH 5-8,5. Pada pH di atas 8,5 dan di bawah 5 toleransi pada ikan sudah semakin berkurang (Moyle & Cech, 1988). Produksi ikan lebih tinggi di danau yang memiliki pH basa dibanding dengan pH yang asam (Stickney, 1979). Pada ikan Nila (Oreochromis nilotica), nilai pH berkisar antara 6-8,5 tetapi pertumbuhan optimal terjadi pada pH 7-8 Suyanto, 1995). Reproduksi atau perkembangan ikan biasanya akan naik pada pH 6,5 walaupun hal itu tergantung juga pada jenis ikannya (Effendie, 2003).

(36)

e. Kandungan Nitrat

Amonium dan amoniak yang merupakan produk penguraian protein, sebelum masuk ke badan perairan akan semakin berkurang bila semakin jauh dari titik pembuangan yang disebabkan adanya aktivitas mikroorganisme di dalam air. Mikroorganisme akan mengoksidasikan ammonium menjadi nitrit dan akhirnya menjadi nitrat. Penguraian ini dikenal sebagai proses nitrifikasi (Borneff, 1982, Schwoerbel, 1987 dan 1994, Hotter, 1990 dalam Barus 2004).

Proses oksidasi amonium menjadi nitrit dilakukan oleh jenis-jenis bakteri seperti Nitrosomonas.

NH4+ + O2 NO2- + 4H+ + 2e

(Amonium) Nitrosomonas (Nitrit) (Hidrogen)

Selanjutnya nitrit oleh aktivitas bakteri dari kelompok Nitrobacter sp akan dioksidasi lebih lanjut menjadi nitrat.

NO2- + ½O2 NO3

-(Nitrit) Nitrobacter (Nitrat)

Nitrat adalah merupakan zat nutrisi yang dibutuhkan oleh tumbuhan untuk dapat tumbuh dan berkembang. Sementara, nitrit merupakan senyawa toksis yang dapat mematikan organisme air. Dalam kondisi di mana konsentrasi oksigen terlarut sangat rendah dapat terjadi proses kebalikan dari nitrifikasi yaitu proses denitrifikasi di mana nitrit melalui nitrat akan menghasilkan nitrogen bebas yang akhirnya akan

(37)

lepas ke udara atau dapat juga kembali membentuk amonium/amoniak melalui proses Amonifikasi nitrat (Barus, 2004).

f. Kandungan Fosfat

Seperti halnya nitrogen, fosfor merupakan unsur penting dalam suatu ekosistem air. Zat-zat organik terutama protein mengandung gugus fosfor, misalnya ATP, yang terdapat di dalam sel makhluk hidup dan berperan penting dalam penyediaan energi. Dalam ekosistem fosfor terdapat dalam tiga bentuk yaitu senyawa fosfor anorganik seperti ortofosfat, senyawa organik dalam protoplasma dan sebagai senyawa organik terlarut yang terbentuk dari proses penguraian tubuh organisme (Barus, 2004).

Keberadaan fosfor di perairan adalah sangat penting terutama berfungsi dalam pembentukan protein dan metabolisme bagi organisme. Fosfor juga berperan dalam transfer energi di dalam sel misalnya adenosine triphosfate (ATP) dan adenosine diphosphate (ADP). Ortofosfat yang merupakan produk ionisasi dari asam ortofosfat adalah bentuk yang paling sederhana di perairan. Reaksi ionisasi ortofosfat ditunjukkan dalam persamaan berikut:

H3PO4  H+ + H2PO4-

H2PO4-  H+ + HPO4

2-HPO4-  H+ + PO43-

Ortofosfat merupakan bentuk fosfat yang dapat dimanfaatkan secara langsung oleh tumbuhan akuatik, sedangkan polifosfat harus mengalami hidrolisis membentuk

(38)

ortofosfat terlebih dahulu sebelum dapat dimanfaatkan sebagai sumber fosfor. Kandungan fosfat yang terdapat di perairan umumnya tidak lebih dari 0,1 mg/l, kecuali pada perairan yang menerima limbah dari rumah tangga dan industri tertentu, serta dari daerah pertanian yang mendapat pemupukan fosfat. Oleh karena itu, perairan yang mengandung kadar fosfat yang cukup tinggi melebihi kebutuhan normal organisme akuatik akan menyebabkan terjadinya eutrofikasi (Barus, 2004).

Faktor biologis perairan yang mempengaruhi kehidupan ikan adalah: a. Bakteri Coli (Colifekal)

Colifekal adalah bakteri coli yang berasal dari kotoran manusia dan hewan mamalia. Bakteri ini bisa masuk keperairan bila ada buangan feses yang masuk ke dalam badan air. Kalau terdeteksi ada bakteri colifekal di dalam air maka air itu kemungkinan tercemar sehingga tidak bisa dijadikan sebagai sumber air minum (Sastrawijaya, 2000).

Pencemaran air oleh pembuangan kotoran yang belum diolah dapat ditemukan dengan menguji air tersebut untuk mengetahui adanya bakteri-bakteri berbentuk coli yang hanya ditemukan di dalam saluran pencernaan mamalia. Tidak semua bentuk coli berasal dari feses. Karena bentuk coli feses tidak tumbuh normal diluar saluran pencernaan, maka kehadiran mereka di air tanah merupakan petunjuk yang pasti dari pencemaran oleh pembuangan kotoran (Michael, 1994).

(39)

BAB III

BAHAN DAN METODE

Penelitian ini dilakukan bulan Desember 2008 sampai dengan Februari 2009 di Perairan Danau Toba Kecamatan Balige Kabupaten Tobasa Sumatera Utara. Metode yang digunakan dalam menentukan lokasi pengambilan sampel adalah Purposive Sampling. Berdasarkan rona lingkungan yang ada ditetapkan 4 stasiun pengamatan yang berbeda. Perairan ini banyak digunakan untuk berbagai aktivitas masyarakat antara lain: Transportasi air, budidaya ikan, pariwisata, perhotelan, pemukiman penduduk, peternakan dan pertanian (Lampiran 2). Metode untuk menentukan kualitas air berdasarkan baku mutu menggunakan metode Storet.

3.1. Deskripsi Setiap Stasiun Pengamatan a. Stasiun I

Stasiun ini secara geografis terletak pada titik 2,o20′09,7″LU dan 99,o03′39,2 ″BT. Pada lokasi daerah ini merupakan Dermaga Kapal yang datang dari Nainggolan,

Muara, Sigaol, Panamean, Porsea bahkan dari Parapat. Di sekitar pelabuhan ini banyak dijumpai eceng gondok dan sepanjang pinggiran lokasi ini terdapat pemukiman penduduk. Dari pantauan terhadap permukaan air banyak ditemukan sampah berupa limbah organik yang berasal dari rumah tangga, perhotelan, pekan, parit dan limbah berupa minyak yang berasal dari kapal-kapal yang bersandar.

(40)

b. Stasiun II

Stasiun ini secara geografis terletak pada titik 2o20′42,2″LU dan 99o03′59,3″BT. Pada lokasi ini banyak ditemukan usaha peternakan ikan dalam bentuk keramba yang dimiliki oleh penduduk Lumban Bulbul tersebut. Di sekitar lokasi ini juga ditemukan pemukiman penduduk, persawahan dan mereka langsung membuang limbahnya ke danau. Pada sekitar perairan ini banyak ditemukan eceng gondok dan tumbuhan hydrilla. Lokasi ini juga didominasi oleh substrat berlumpur dan sedikit pasir, diperkirakan terindikasi tercemar limbah domestik dan sisa pakan-pakan ikan yang terlarut masuk ke dalam perairan Danau Toba.

c. Stasiun III

Stasiun ini secara geografis terletak pada titik 2o20′56,2″ LU dan 99o,02′34,1″BT. Pada lokasi yang berdekatan dengan pemukiman penduduk di Lumban Binanga dengan daerah pemandian untuk wisata dan banyak dibangun pondok-pondok untuk bersantai. Pada lokasi ini juga ditemukan eceng gondok dan hydrilla beserta tumbuhan lainnya. Lokasi ini diperkirakan terindikasi limbah domestik yang masuk kedalam perairan Danau Toba.

d. Stasiun IV

Stasiun ini secara geografis terletak pada titik 2o21′38,3″LU dan 99o01′30,7″ BT. Stasiun IV merupakan lokasi pembanding, di mana pada daerah ini cukup jernih dan jauh dari pemukiman penduduk berada di sekitar Tara Bunga. Lokasi ini didominasi oleh substrat pasir berbatu.

(41)

3.2. Alat dan Bahan

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain adalah jaring ikan I dengan ukuran panjang 50 meter, lebar 2 m, dan mata jaring 2 x 2 cm, dan jaring II dengan ukuran panjang 50 meter, lebar 2 m dan mata jaring 3 x 3 cm, pH meter, termometer, keping sechii, Lamnot, botol Winkler gelap dan terang, pipet tetes, erlenmeyer 125 ml, split, ember 5 liter, botol film, aluminium foil, termos es, tali plastik, plastik 5 kg, lakban, kertas label, pensil, spidol, botol alkohol dan GPS.

Sedangkan bahan yang digunakan adalah MnSO4, KOH-KI, H2SO4, Na2S2O3,

alkohol dan amilum.

3.3. Pengukuran Faktor Fisika, Kimia dan Biologi Perairan Faktor fisika, kimia dan biologi perairan diukur dengan cara:

a. Temperatur air (0C) diukur dengan termometer merkuri, yakni dengan cara mencelupkan termometer ke dalam sampel air 10 menit lalu dibaca skala temperaturnya.

b. Derajat Keasaman diukur dengan pH meter dengan mencelupkan elektrodap H meter ke dalam sampel air kemudian dibaca angka yang tertera.

c. Penetrasi cahaya diukur dengan menggunakan keping Secchi, dengan cara menenggelamkan keping secchi ke dalam air hinggga batas kenampakan keping Secchi. Kemudian diukur kedalam penetrasi cahaya dengan cara menghitung jumlah bulatan pada tali yang masing-masing berjarak 20 cm.

(42)

d. Intensitas cahaya matahari diukur dengan menggunakan Lux meter. Menurut Nybakken (1988) fotosintesis hanya dapat berlangsung bila intensitas cahaya yang sampai ke suatu sel alga lebih besar daripada suatu intensitas tertentu. Cahaya matahari dibutuhkan oleh tumbuhan air (fitoplankton) untuk proses assimilasi. Besar nilai penetrasi cahaya ini dapat diidentikkan dengan kedalaman air yang memungkinkan masih berlangsungnya proses fotosintesis. Nilai penetrasi cahaya sangat dipengaruhi oleh intensitas cahaya matahari, kekeruhan air serta kepadatan plankton suatu perairan.

e. Kelarutan Oksigen (DO) (mg/l) diukur dengan metode Winkler, dengan cara: ke dalam sampel air (dalam botol winkler) dimasukkan 1 ml MnSO4 dan 1 ml KOH – KI lalu dihomogenkan, didiamkan sebentar sehingga terbentuk endapan putih. Kemudian ditambahkan 1 ml H2SO4 dihomogenkan dan didiamkan sehingga

terbentuk endapan coklat. Diambil 100 ml sampel (yang tidak mengendap) dan dimasukkan ke dalam erlemeyer lalu ditetesi dengan 1 ml amilum, dihomogenkan hingga terbentuk larutan berwarna biru. Selanjutnya dititrasi dengan Na2S2O3

hingga terlihat bening dan dihitung kadar oksigen terlarut, yaitu dari banyaknya Na2S2O3 yang terpakai (Lampiran 7).

f. BOD5 (mg/l) diukur dengan metode Winkler, dengan cara sampel air dimasukkan

ke dalam botol winkler kemudian diinkubasi selama lima hari dalam inkubator. Setelah lima hari dihitung kadar BOD dengan cara yang sama seperti perhitungan kadar oksigen terlarut. Kadar BOD5 dihitung dengan cara mengurangkan DO

(43)

g. COD (Chemical Oxygen Demand) merupakan jumlah oksigen yang dibutuhkan dalam proses oksidasi kimia yang dinyatakan dalam O2/l. Dengan mengukur nilai

COD maka akan diperoleh nilai yang menyatakan jumlah oksigen yang dibutuhkan untuk proses oksidasi terhadap total senyawa organik baik yang mudah diuraikan secara biologis maupun terhadap yang sukar atau tidak bisa diuraikan secara biologis (Barus, 2004), (Lampiran 11).

h. Kejenuhan Oksigen (%) diukur dengan menggunakan rumus kejenuhan oksigen dengan membagikan nilai konsentrasi oksigen (DO) hasil pengukuran di lapangan dengan nilai konsentrasi yang sebenarnya (pada Tabel 3) kemudian dikalikan dengan 100 (Lampiran 12).

i. Kandungan Nitrat.

Sampel air diambil sebanyak 5 ml kemudian ditetesi dengan 1 ml NaCl selanjutnya ditambahkan 5 ml H2SO4 75% dan 4 tetes asam Brucine Sulfat

Sulfanik. Larutan ini dipanaskan selama 25 menit pada suhu 95 0C kemudian didinginkan, selanjutnya kandungan nitrat diukur dengan spektrofotometer (Lampiran 9).

j. Ortofosfat.

Sampel air diambil sebanyak 5 ml kemudian ditetesi dengan reagen Amstrong sebanyak 2 ml, selanjutnya ditambahkan asam askorbat. Larutan didiamkan selama 20 menit kemudian diukur dengan spektrofotometer (Lampiran 10).

(44)

k. Uji Colifecal.

Uji colifecal dilakukan untuk mengetahui kandungan bakteri coli yang terdapat di perairan. Uji ini dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi FMIPA-USU dengan menggunakan metode MPN (Most Probability Number). Metode MPN terdiri dari 3 tahap, yaitu:

1) Uji pendugaan (Presumptive Test). 2) Uji penegasan (Confirmed Test). 3) Uji lengkap (completed Test).

Cara kerja metode MPN ini terlampir pada Lampiran 13.

Secara keseluruhan pengukuran faktor fisika kimia berserta satuan dan alat yang digunakan dapat dilihat pada Tabel 3.1.

Tabel 3.1. Alat dan Satuan yang dipergunakan dalam Pengukuran Faktor Fisika, Kimia dan Biologi Perairan

No

Parameter Fisika –

Kimia-Biologi

Satuan Alat Tempat Pengukuran

1 Temperatur Air °C Termometer Air Raksa In - situ

2 Penetrasi Cahaya cm Keping Sechii In - situ

3 Intensitas cahaya Candella Lux meter In - situ

4 BOD5 mg/l Metoda Winkler Lab. Kimia Puslit USU

5 COD mg/l Refluks Titrimetri Lab. Kimia Puslit USU

6 pH Air - pH meter In - situ

7 Oksigen Terlarut mg/l Metoda Winkler Lab. Kimia PuslitUSU

8 Kejenuhan Oksigen % - In - situ

9 Nitrat mg/l Spektrofotometri Lab. Uji Mutu-LP USU

10 Fosfat mg/l Spektrofotometri Lab. Uji Mutu-LP USU

(45)

3.4. Penentuan Status Mutu Air dengan Metode Storet

Secara prinsip metode Storet adalah membandingkan antar data kualitas air dengan baku mutu air yang disesuaikan dengan peruntukannya guna menentukan status mutu air. Untuk Danau Toba, peruntukannya adalah air golongan I karena Danau Toba juga dipakai untuk sumber air minum. Cara menentukan status mutu air adalah dengan menggunakan sistem nilai dari “US- EPA (Environmental Protection Agency)” dengan mengklasifikasikan mutu air dalam 4 kelas, yaitu:

1. Kelas A : Baik sekali, skor = 0 → memenuhi baku mutu 2. Kelas B : Baik, skor = -1 s/d -10 → tercemar ringan 3. Kelas C : Sedang, skor = -11 s/d -30 → tercemar sedang 4. Kelas D : Buruk, skor ≥-31 → tercemar berat

Prosedur penggunaan:

1. Dilakukan pengumpulan data kualitas air sehingga membentuk data.

2. Dibandingkan data hasil pengukuran dan masing-masing parameter air dengan nilai baku mutu yang sesuai dengan kelas air.

3. Jika hasil pengukuran memenuhi nilai baku mutu air (hasil pengukuran ≤ baku mutu) maka diberi skor 0.

4. Jika hasil pengukuran tidak memenuhi nilai baku mutu air (hasil pengukuran > baku mutu) maka diberi skor: dapat dilihat pada Tabel 3.2.

5. Jumlah negatif dari seluruh parameter dihitung dan ditentukan status mutunya dari jumlah skor yang didapat dengan menggunakan sistem nilai.

(46)

Tabel 3.2. Penentuan Sistem Nilai untuk Menentukan Status Mutu Air Parameter

Jumlah Parameter

Nilai

Fisika Kimia Biologi

Maksimum -1 -2 -3 Minimum -1 -2 -3 < 10 Rata-rata -3 -6 -9 Maksimum -2 -4 -6 Minimum -2 -4 -6 ≥ 10 Rata-rata -6 -12 -18

3.5. Pengambilan Sampel Ikan

Sampel ikan ditangkap dengan menggunakan 2 jaring yang mempunyai ukuran, panjang 50 meter, lebar 2 m dengan ukuran mata jaring yang berbeda yaitu 2 x 2 cm dan 3 x 3 cm. Pada bagian atas jaring (tali ris atas) terdapat pelampung sebanyak 1 buah tiap meternya, sedangkan pada bagian bawahnya (tali ris bawah) dikaitkan dengan pemberat sebanyak 1 buah tiap meternya. Pelampung dan pemberat berguna untuk menegakkan posisi jaring selama di dalam air agar tidak terbawa arus atau gelombang. Jaring dengan mata jaring ukuran 2 x 2 cm dipasang sebanyak 3 buah pada masing-masing stasiun dan jaring dengan mata jaring ukuran 3 x 3 cm dipasang 3 buah, di mana jarak antara 1 jaring dengan ukuran mata jaring yang sama 100 m dan jarak antara mata jaring yang berbeda 50 m tegak lurus pantai. Pemasangan jaring dilakukan pada sore hari pukul 16.00 WIB dan diambil pada pagi hari pukul 09.00 (17 jam). Pengambilan sampel dilakukan sebanyak 3 kali.

(47)

Sampel yang diperoleh dikelompokkan berdasar ciri-ciri morfologi yang sama dan dihitung jumlah dari masing-masing jenis. Tiap jenis diambil beberapa ekor sebagai sampel dan dimasukkan ke dalam kantong plastik yang telah diisi formalin 4% sebagai pengawet selanjutnya dimasukkan ke dalam botol koleksi lalu diberi label (Saanin, 1989). Selanjutnya sampel dibawa ke Laboratorium PSDAL FMIPA USU untuk diamati dan diidentifikasi dengan buku acuan menurut Saanin 1986, Ambak 1991, Kottelat 1993.

3.6. Analisis Data

Data yang diperoleh diolah dengan menghitung kepadatan populasi, kepadatan relatif, frekuensi kehadiran, indeks diversitas Shannon Wiener, Indeks keseragaman, indeks kesamaan. Analisis korelasi menurut Kreb (1985), Michael (1994) dengan persamaan sebagai berikut:

a. Kepadatan Populasi (KP) KP (ind/m2) = Plot Area Luas Jenis Suatu Individu Jumlah / b. Kepadatan Relatif (KR) KR (%) = x100% Jenis Seluruh Kepadatan Jumlah Jenis Suatu Kepadatan c. Frekuensi Kehadiran (FK) FK = x100% Plot Total Jumlah Jenis Suatu Ditempati yang Plot Jumlah

(48)

Di mana: FK = 0-25% : Kehadiran sangat jarang FK = 25-50% : Kehadiran jarang FK = 50-75% : Kehadiran sedang FK > 75% : Kehadiran sering/absolut H = 

Pi InPi Di mana: H1 = Indeks Diversitas

Pi = Perbandingan jumlah individu suatu jenis dengan keseluruhan jenis

In = Logaritma nature

Jika nilai : H1 = 0 – 2,302 : Keanekaragaman rendah H1 = 2,302 – 6,907 : Keanekaragaman sedang H1 6,907 : Keanekaragaman tinggi d. Indeks Equitabilitas(E) E = max 1 H H Di mana:

H1 = Indeks keanekaragaman Shannon – Wiener Hmax = Keanekaragaman spesies maximum

S = Jumlah spesies Nilai E berkisar antara 0 – 1

Semakin kecil nilai E, maka semakin kecil keseragaman suatu populasi, sebaliknya semakin besar nilai E, maka populasi akan menunjukkan keseragaman (Krebs, 1985).

(49)

e. Indeks Similaritas (IS) IS = 2 x 100% b a c  Di mana:

a = Jumlah spesies pada stasiun A b = Jumlah spesies pada stasiun B

c = Jumlah spesies yang sama pada stasiun A dan B IS = 75 – 100% = sangat mirip

50 – 75% = mirip 25 – 50% = tidak mirip

< 25% = sangat tidak mirip (Michael, 1994) g. Indeks Morista

Untuk mengetahui distribusi atau sebaran ikan apakah berkelompok, acak dan teratur di dalam perairan dicari melalui indeks Morista dengan rumus sebagai berikut (Krebs, 1989):

Id = n

Di mana:

Id = Indeks Morista n = Jumlah plot

N2 = Kuadrat jumlah individu per plot untuk total n plot N = Jumlah total individu per plot untuk total n plot Dengan kriteria sebagai berikut (Bengen, 1998)

      

1 2 N N N N

(50)

Id = 0 ... distribusi acak atau random Id > 1 distrbusi berkelompok

Id < 1 distribusi normal f. Analisa Korelasi (r)

Analisis korelasi Pearson digunakan untuk mengetahui keberartian hubungan antara keanekaragaman dan kelimpahan ikan yang terdapat di Perairan Danau Toba Balige dengan sifat fisika-kimia, dan biologi perairan. Analisis dilakukan dengan metoda komputerisasi SPSS Versi 16.00.

(51)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Faktor Fisik, Kimia dan Biologi Perairan

Faktor fisik, kimia dan biologi perairan yang diamati pada penelitian ini adalah temperatur, pH, BOD5, COD, DO, penetrasi cahaya, fosfat, nitrat dan

coliform. Hasil pengamatan faktor fisik kimia dari perairan Danau Toba, Balige disajikan pada Tabel 4.1.

Tabel 4.1. Nilai Rata-rata Parameter Lingkungan yang Diukur pada Masing-Masing Lokasi Pengambilan Sampel

Parameter Pelabuhan Lumban

Bulbul Lumban Binanga Tara Bunga 1. Temperatur (0C) 24,50 24,87 25,00 24,37 2. DO (mg/l) 6,82 6,82 6,87 7,10 3. BOD5 (mg/l) 1,42 0,75 1,35 0,67 4. NO3 (mg/l) 0,37 0,47 0,44 0,25 5. PO4 (mg/l) 0,02 0,01 0,01 0,01 6. pH 7,12 7,25 7,27 7,44 7. COD (mg/l) 11,15 9,56 3,18 6,37 8. Kej. O2 (%) 85,90 84,84 85,08 90,46

9. Penetrasi Cahaya (meter) 10,00 10,00 10,00 10,00

10. Intensitas Cahaya (Cd) 741 767 915 505

11. Coliform 1100 23 93 5

4.1.1. Temperatur

Radiasi cahaya matahari yang tiba pada permukaan perairan akan memberikan suatu panas pada badan perairan. Jika jumlah radiasi yang berhasil diserap oleh perairan berbeda, maka temperatur atau jumlah panas yang dimiliki oleh perairan

(52)

tersebut pun juga akan berbeda. Hasil pengukuran menunjukkan temperatur pada perairan Danau Toba, Balige berkisar antara 24,37-25,000C. Temperatur tertinggi terdapat pada lokasi Lumban Binanga dan terendah pada lokasi Tara Bunga. Perbedaan temperatur air pada empat lokasi penelitian tidak terlalu jauh. Kisaran temperatur di Danau Toba, Balige tidak mengalami fluktuasi atau relatif konstan karena tidak mengalami perubahan yang tinggi. Temperatur rata-rata tertinggi terdapat pada lokasi Lumban Binanga sebesar 25,000 C dan terendah pada lokasi Tara Bunga sebesar 24,370C.

4.1.2. Dissolved Oxygen (DO)

Kandungan oksigen terlarut sangat berperan di dalam menentukan kelangsungan hidup organisme perairan. Oksigen dalam hal ini diperlukan organisme akuatik untuk mengoksidasi nutrien yang masuk ke dalam tubuhnya. Oksigen yang terdapat dalam perairan berasal dari hasil fotosintesis organisma akuatik berklorofil dan juga difusi dari atmosfer. Peningkatan difusi oksigen yang berasal dari oksigen ke dalam perairan dapat dibantu oleh angin. Menurut Wetzel dan Likens (1979) tinggi rendahnya kandungan oksigen terlarut dalam perairan juga dipengaruhi oleh faktor temperatur, tekanan dan konsentrasi berbagai ion yang terlarut dalam air pada perairan tersebut. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kandungan oksigen terlarut perairan Danau Toba Balige berkisar 6,82-7,10 mg/l. Nilai oksigen terlarut (DO) yang diperoleh dari keempat stasiun penelitian berkisar antara 6,82-7,10 mg/l, dengan nilai tertinggi terdapat pada lokasi Tara Bunga sebesar 7,10 mg/l hal ini disebabkan

Gambar

Tabel 3.1.  Alat  dan  Satuan  yang  dipergunakan  dalam  Pengukuran  Faktor    Fisika, Kimia dan Biologi Perairan
Tabel 3.2. Penentuan Sistem Nilai untuk Menentukan Status Mutu Air  Parameter
Tabel  4.1.  Nilai  Rata-rata  Parameter  Lingkungan  yang  Diukur  pada  Masing- Masing-Masing Lokasi Pengambilan Sampel
Tabel 4.2.  Hasil Uji Coliform pada Empat Stasiun Penelitian di Perairan  Balige
+7

Referensi

Dokumen terkait

Cara penggalangan sumber dana untuk dana operasional pendidikan, riset, pengabdian masyarakat, dan dana invesitasi untuk menunjang penyelenggaraan Program studi yang diusulkan

Cara penggalangan sumber dana untuk dana operasional pendidikan, riset, pengabdian masyarakat, dan dana invesitasi untuk menunjang penyelenggaraan Program Studi

Cara Memelihara Kesehatan Organ Peredaran Darah Manusia.. Hubungan Antarmakhluk Hidup

Pendampingan Kegiatan DAK Infrastruktur Irigasi Pekerjaan Paket 13 Rehabilitasi Jaringan Irigasi DI.. Widoro Desa

Panitia Pengadaan Barang/Jasa Sekretariat Presiden. Bidang Pers Media

Tema kepuasaan pernikahan yang didapatkan dari penelitian ini adalah orientasi materi, model komunikasi rutin dan periodik, suami lebih banyak mengalah, pengelolaan keuangan

Contoh sikap percaya diri yang dapat diterapkan dalam kehidupan sehari hari adalah.... Rajin belajar dan tekun

Kepuasan  kerja  yang  dirasakan  oleh  auditor  terhadap  pekerjaannya  dapat dipengaruhi  oleh 2  dimensi  komitmen  yaitu komitmen  organisasional  dan