• Tidak ada hasil yang ditemukan

Faktor Internal Kelompok Wanita Tani Kania

Faktor internal kelompok merupakan faktor yang berasal dari dalam diri individu yang meliputi karakteristik individu. Karakteristik individu dalam penelitian ini adalah usia, tingkat pendidikan, dan tingkat pendapatan. Berikut karakteristik individu anggota kelompok wanita tani “kania” akan dijabarkan satu persatu dalam pembahasan ini.

Usia

Usia merupakan lama hidup responden pada saat penelitian dilakukan yang dihitung sejak hari kelahiran yang dinyatakan dalam satuan tahun. Pengelompokkan usia menurut Havighurst (1950) dalam Mugniesyah (2006) membagi kategori usia, yaitu dewasa awal berusia 18 – 29 tahun, usia pertengahan berusia 30 – 50 tahun, dan usia tua berusia lebih dari 50 tahun.

Tabel 9 Jumlah dan persentase usia anggota Kelompok Wanita Tani “Kania” berdasarkan karakteristik individu

Kategori Rentang usia

(tahun)

Jumlah (orang) Persentase (%)

Dewasa awal 18 – 29 1 4.0

Dewasa pertengahan 30 – 50 19 76.0

Dewasa akhir > 50 5 20.0

Total 25 100.0

Tabel 9 menunjukkan bahwa yang lebih dominan mengikuti kegiatan produksi pengolahan susu karamel adalah anggota yang tergolong berusia dewasa pertengahan (30 – 50 tahun) yaitu sebesar 76.0 persen. Hasil ini dilatarbelakangi oleh banyaknya anggota pada usia dewasa pertengahan yang memiliki waktu luang. Sehingga melalui kegiatan produksi susu karamel di bawah naungan kelompok wanita tani “kania” dapat membantu para anggota dalam memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Sementara itu, anggota yang tergolong berusia dewasa akhir (> 50 tahun) yaitu sebesar 20.0 persen, memiliki usaha warung makanan sehingga kurang termotivasi untuk mengikuti kegitan produksi susu karamel. Selanjutnya, anggota yang tergolong berusia dewasa awal (18 – 29 tahun) yaitu sebesar 4.0 persen, pada umumnya telah bekerja sebagai buruh di pabrik baju dan tidak memiliki waktu luang untuk mengikuti kegiatan produksi susu karamel yang dilaksanakan oleh kelompok wanita tani “kania”.

Tingkat Pendidikan

Tingkat pendidikan merupakan jenjang sekolah formal tertinggi yang pernah diikuti oleh responden sampai saat penelitian dilakukan. Pengolongan tingkat pendidikan dalam penelitian ini telah dimodifikasi berdasarkan kondisi dan hasil penelitian selama dilapang. Penggolongan tersebut meliputi lulusan SD, lulusan

SMP, dan lulusan SMA. Berikut ini karakteristik responden anggota kelompok wanita tani “kania” berdasarkan tingkat pendidikan disajikan dalam tabel.

Tabel 10 Jumlah dan persentase tingkat pendidikan anggota Kelompok Wanita Tani

“Kania” berdasarkan karakteristik individu

Kategori Tingkat

pendidikan

Jumlah (orang) Persentase (%)

Pendidikan rendah Lulus SD 20 80.0

Pendidikan sedang Lulus SMP 2 8.0

Pendidikan tinggi Lulus SMA 3 12.0

Total 25 100.0

Berdasarkan pengolahan data di atas anggota pada anggota kelompok wanita tani “kania” cenderung tergolong rendah. Hal ini dilihat dari jumlah anggota yang menempuh pendidikan formal hingga lulus SD mencapai tingkat tertinggi yaitu sebesar 80.0 persen. Anggota yang berpendidikan sedang hanya sebesar 8.0 persen dan anggota yang berpendidikan tinggi sebesar 12.0 persen. Hal tersebut terjadi karena sebagian besar anggota merupakan penduduk asli Desa Tajur Halang yang telah menetap secara turun temurun. Sehingga pada saat itu pendidikan formal masih belum menjadi prioritas utama bagi penduduk. Selain itu biaya dan akses menuju sekolah masih sulit untuk dicapai.

Tingkat Pendapatan

Tingkat pendapatan merupakan jumlah rupiah pemasukan atau pendapatan yang diperoleh responden dalam sebulan. Pengelompokkan pendapatan berdasarkan UMR jawa barat tahun 2016 yaitu Rp. 2.250.000,00. Akan tetapi dalam penelitian ini hanya melihat pendapatan individu berdasarkan penghasilan yang diperoleh individu dalam kegiatan produksi yang dilakukan oleh kelompok wanita tani “kania” per satu bulan kerja. oleh karena itu, pengelompokkan tingkat pendapatan dalam penelitian ini dimodifikasi berdasarkan kondisi dan hasil penelitian selama dilapang. Penggolongan tersebut dihitung dari hasil setiap produksi pengolahan produk susu yang kemudian ditotal dalam satuan bulan. Berikut karakteristik responden berdasarkan tingkat pendapatan anggota kelompok wanita tani “kania”.

Tabel 11 Jumlah dan persentase tingkat pendapatan anggota Kelompok Wanita Tani “Kania” berdasarkan karakteristik individu

Kategori Rentang (rupiah) Jumlah

(orang) Persentase (%) Rendah 250.000,00 – 666.000.00 13 52.0 Sedang 667.000,00 – 1.083.000,00 9 36.0 Tinggi 1.084.000,00 –1.500.000,00 3 12.0 Total 25 100.0

Tingkat pendapatan anggota anggota kelompok wanita tani “kania” dalam produksi susu karamel dominan rendah 250.000,00 – 666.000.00 yaitu sebesar 52.0

persen. Sementara anggota yang tergolong sedang 667.000,00 – 1.083.000,00 yaitu sebesar 36.0 persen dan anggota yang tergolong tinggi 1.084.000,00 –1.500.000,00 hanya mencapai 12.0 persen. Hal ini terjadi karena terdapat beberapa anggota yang terkadang tidak hadir untuk mengikuti kegiatan produksi susu sehingga pendapatan yang diperolehpun tergolong rendah. Hal tersebut didukung dengan pernyataan oleh salah satu responden berikut ini.

“ibu mah punya warung sendiri dirumah, jadi ga bisa selalu hadir

di kwt buat produksi susu karamel. Palingan dateng kalo ada kumpul-kumpul pengajian di kwt aja teh sekalian silahturahmi gituh. Yah karena jarang dateng buat ikut produksi ya hasil uangnya dikit teh. Paling kalo dikira-kira mah 250an sebulan kalo

di kwt mah..” (Ibu AC, 53 tahun).

Faktor Eksternal Kelompok Wanita Tani “Kania”

Faktor eksternal merupakan faktor yang berasal dari luar diri individu atau lingkungan yang mempengaruhi seseorang untuk ikut berpartisipasi dalam suatu kegiatan. Faktor eksternal dalam penelitian ini akan dianalisis berdasarkan teori pangestu (1995) yang meliputi tingkat interaksi anggota dan pengelola KWT, tingkat pelayanan pengelola KWT. Berikut ini faktor eksternal anggota kelompok wanita tani “kania” akan dijabarkan satu persatu dalam pembahasan ini.

Interaksi Anggota dengan Pengelola KWT

Tingkat interaksi anggota dan pengelola KWT adalah seperti ketua, sekertaris, dan bendahara dari Kelompok Wanita Tani “Kania” yang hampir setiap harinya berinteraksi langsung dengan anggota. Hasil wawancara mendalam pada penelitian ditemukan bahwa sebagian besar anggota kelompok wanita tani memiliki interaksi yang baik dengan pengelola KWT. Hal tersebut dapat dilihat berdasarkan kedekatan anggota dengan pengelola KWT serta intensitas pertemuan anggota dengan pengelola KWT. Dalam pertemuan anggota juga dapat menyampaikan kendala- kendala yang dihadapi. Selain itu, berbagai informasi baik dari desa maupun kelompok lebih sering disampaikan melalui pengelola daripada tokoh masyarakat maupun stakeholder terkait.

Anggota kelompok mengakui bahwa pengelola KWT membantu pengembangan usaha dari produksi kelompok. Menurut anggota, pengelola KWT dalam setiap bulan melakukan kunjungan ke rumah-rumah anggota dengan tujuan menanyakan kendala kehadirannya selama ini dalam kelompok. Selain itu dari pihak pengelola KWT juga mengajak secara langsung kepada anggota yang dirasa memiliki waktu luang tetapi tidak turut terlibat dalam kegian kelompok. Hal tersebut didukung dengan pernyataan oleh salah satu responden berikut ini.

“...interaksi ngasih inpo mah ya sering neng, kadang juga si ibu X

sampe dateng ka bumi ngajaken ngabuat susu karamel. tiap minggu nya diadaken pangajian bareng sama ibu-ibu di kwt, kalo ada acara apa gitu nya dipanggil samua anggota ka kwt. Tapi ya gitu kadang ada yang ga dateng karna lagi ada acara lain, ya

Ungkapan yang sama juga diutarakan oleh salah satu responden lain yang berada dalam satu kelompok yang sama, bahwa para anggota memiliki interaksi yang baik dengan pengelola KWT. Anggota diajak untuk mengikuti pelatihan-

pelatihan yang dilaksanakan baik di kelompok wanita tani “kania” maupun yang

dilaksanakan oleh pemerintah.

“si ibu X, Y, Z sering nelvon saya ngajakin kumpul ke kwt, kadang

juga kalo ada pelatihan-pelatihan saya sering diajak teh. info-info mah dikasih terus, tapi sayanya kerja. kalo lagi ga kerja saya ya dateng. Kemarin kan saya dateng pas pengajian ketemu sama teteh juga.... dulu mah setiap rapat, ibu-ibu pada disuruh tanya ini itu ngasih usulan, tapi pada diem. Kita sih nurut aja apa kata yang

diatas, diajak produksi ya produksi ngikut aja teh pokonya...” (Ibu IH, 38 tahun).

Selain itu ungkapan yang sama juga diutarakan oleh responden lain yang mengatakan bahwa interaksi antara anggota dengan pengelola KWT memiliki interaksi yang baik. Pihak pengelola KWT memberikan informasi dan mengajak anggotanya turut terlibat dalam pelaksanaan produksi yang dilaksanakan oleh kelompok. Informasi yang diberikan oleh pengelola KWT terkait pemasukan dan pengeluaran kelompok, serta adanya bantuan alat produksi dari pemerintah.

“biasanya pas lagi ada pesenan banyak, saya sama ibu-ibu lain sampe pada nginep ka kwt. Rumah ibu mah deket dari kwt nya. Jadi gampang kalo ada apa-apa teh... si ibu X, Y, Z juga ngajakin terus kalo mau produksi. Ada bantuan alat produksi, anggota juga pada dikasih tau... pas ada bantuan alat buat produksi yogurt, sama ibu X semua anggota disuruh kumpul ke KWT, si ibu ngasih tau kalo kelompok kita dapet bantuan dan harus bagaimana kedepannya, jadi nyusun-nyusun rencana kalo besok-besok kelompok harus memproduksi sekian..” (Ibu P, 35 tahun).

Pelayanan Pengelola KWT

Pelayanan pengelola KWT dilihat berdasarkan kepuasan yang dirasakan oleh anggota kelompok wanita tani “kania”. Hasil wawancara mendalam pada penelitian ditemukan bahwa sebagian besar anggota kelompok wanita tani “kania” merasa puas terhadap pelayanan yang diberikan oleh pengelola KWT. Hal ini karena pengelola KWT secara sukarela membantu, mengatur serta mengurus kegiatan- kegiatan yang ada dalam kelompok. Pihak pengelola juga mempunyai posisi yang kuat dalam kelompok karena kedekatannya dengan anggota. Dalam kegiatan kelompok, tugas seorang pengelola tidak hanya memfasilitasi saja, melainkan membimbing dan mendidik anggotanya. Selain itu pelayanan pengelola kepada anggota dapat dilihat melalui pemberian informasi tentang kegiatan kelompok kepada anggota, pemberian pengetahuan tentang berwirausaha serta kegiatan pengelola yang membantu anggota dalam memecahkan masalah. Hal tersebut didukung dengan pernyataan oleh salah satu responden berikut ini.

“alhamdulillah puas dengan pelayanan yang ada di kwt, dulu ada

ibu K yang nyaranin bikin produk susu selain yang ada di kwt. habis itu semua anggota diajak diskusi, ngomongin gimana kalo

bikin produk baru, kira-kira pada mau bikin produk apa. Sering diadain rembukan dikelompok teh...kita juga diajak diskusi” (Ibu SK, 24 tahun).

Ungkapan yang sama juga diutarakan oleh salah satu responden lain yang berada dalam satu kelompok yang sama, bahwa para anggota merasa puas terhadap pelayanan yang diberikan oleh pengelola KWT. Pihak pengelola sering memberikan pelatihan-pelatihan kepada anggota yang belum bisa melakukan pengolahan maupun produksi produk. Pengelola KWT juga memberikan dorongan, memberikan saran dan membantu menyelesaikan masalah yang dihadapi oleh anggota, yang kemudian di musyawarahkan secara bersama-sama dengan anggota kelompok. Selain itu pengelola KWT juga mempersiapkan dan mengatur semua kegiatan kelompok.

“...pelayanannya banyak teh, kalo ada kendala produksi ngadunya ke ibu X, Y. Trus dibantuin nyelesaiin bareng-bareng gimana ngatasi masalah ituh. Yang ngurus semua kegiatan kelompok juga banyak dibantu sama mereka... kan ada juga ya ibu-ibu yang masih belom bisa ngolah susu karamel, nanti bakal diajarin sama orang dikwt. Diajakin produksi ngolah susu karamel sampe bisa, dikasih tau takaran susunya berapa harus dimasaknya berapa lama biasanya kalo seliter bisa produksi berapa banyak, semuanya dikasih tau teh cara-caranya sampai ngepak susu karamel...” (Ibu H, 43 tahun).

Selain itu ungkapan yang sama juga diutarakan oleh responden lain, yang mengatakan bahwa kepuasan yang dirasakan oleh anggota kelompok wanita tani

“kania” terhadap pelayanan pengelola KWT memiliki interaksi yang baik. Pengelola KWT selain memberikan pelayanan terhadap kegiatan kelompok, pengelola KWT juga merangkul anggotanya untuk hadir dalam semua kegiatan kelompok. Salah satu cara yang dilakukan oleh pengelola KWT adalah dengan cara mempererat tali silahturahmi antar anggota melalui kegiatan pengajian rutin yang diadakan setiap minggunya. Hal ini bertujuan untuk membangun kekeluargaan yang lebih dekat antar anggota sehingga setiap anggota dapat saling mengenal dengan baik satu sama lainnya.

“pelayanan ibu X di kwt mah baik banget teh, sering diadain pengajian buat silahturami sama ibu lain juga di kwt, masak bareng-bareng juga...hampir tiap minggu teh ada pengajiannya, yang datang juga banyak. Malahan lebih banyak yang dateng kalo lagi pengajian dari pada kumpul-kumpul di KWT. Maklum atuh teh kalo Cuma dateng pas rapat mah pada males, kalo ada pesenan banyak langsung produsksi banyak yang dateng teh ” (Ibu W, 60 tahun).

Ikhtisar

Pada penelitian ini faktor internal kelompok dilihat berdasarkan karakteristik individu. Karakteristik individu dalam penelitian ini meliputi usia, tingkat pendidikan, dan tingkat pendapatan. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan diketahui bahwa mayoritas responden dari anggota kelompok wanita tani “kania” memiliki karakteristik sebagai berikut: (1) berumur dewasa pertengahan (30 – 50) sebanyak 19 orang atau sebesar 76.0 persen, (2) berpendidikan rendah sebanyak 20 orang atau sebesar 80.0 persen, dan (3) memiliki pendapatan rendah sebanyak 13 orang atau sebesar 52.0 persen. Sedangkan faktor eksternal kelompok dilihat interaksi anggota dengan pengelola KWT, tingkat pelayanan pengelola KWT. Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan bahwa mayoritas responden dari anggota kelompok wanita tani “Kania” memiliki hubungan interaksi dan kepuasan tingkat pelayanan KWT yang baik dengan pengelola KWT. Hal ini pengurus kelompok selalu menyampaikan informasi apapun terkait kegiatan kelompok kepada seluruh anggota kelompok wanita tani “kania”. Sehingga anggota merasa dianggap sebagai bagian dari kelompok dan merasa memiliki tanggung jawab sebagai anggota kelompok.

TINGKAT PARTISIPASI ANGGOTA KELOMPOK WANITA

Dokumen terkait