• Tidak ada hasil yang ditemukan

Faktor Internal

Dalam dokumen PERKEMBANGAN DAN MOTIVASI BERAGAMA PADA (Halaman 39-43)

B. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUH

1. Faktor Internal

Pada umumnya perkembangan beragama seseorang ditentukan oleh dua faktor; internal dan eksternal. Begitu pula perkembangan beragama pada masa anak, dipengaruhi oleh dua faktor tersebut. Faktor internal; faktor kecerdasan, emosi, moral dan sosial, sedangkan yang termasuk faktor eksternal; keluarga, sekolah dan masyarakat.

a. Faktor Kecerdasan dalam Perkembangan Beragama Pada Anak Islam menyatakan bahwa manusia lahir di dunia membawa pembawaan yang disebut fitrah.21 salah satu aspek potensial dari apa yang

disebut “fitrah” adalah kemampuan berfikir manusia dimana rasio atau intelegensia (kecerdasan) menjadi pusat perkembangannya.22 Karena ada fitrah itu manusia selalu membutuhkan pegangan hidup yang disebut dengan agama. Manusia merasa bahwa dalam jiwanya ada satu perasaan yang mengakui adanya Yang Maha Kuasa, tempat mereka berlindung dan memohon pertolongan. Hal semacam ini terjadi pada seluruh lapisan masyarakat, baik masyarakat modern, agak modern, maupun masyarakat

21

Nur Uhbuyati, Ilmu Pendidikan Islam, (Bandung: CV Pustaka Setia, 1998), hlm. 102.

22

primitif. Mereka merasa tentram dan tenang dikala mereka mendekatkan diri pada Allah SWT.23

Panca indera manusia sebagai alat pengamatan yang terdiri dari penglihatan, pendengaran, penciuman, perasaan dan peraba memegang peranan penting dalam mengantar manusia untuk percaya terhadap Tuhan. Melalui pengamatan panca inderawi akan memperkuat kepercayaan secara fitri yang dimiliki seseorang dan sekaligus juga dapat memberikan jawaban terhadap keinginan batin dalam menuju kepercayaan terhadap Tuhan.24

Menurut Prof. Mukhtar Yahya, pertumbuhan akal anak-anak itu adalah melalui dua taraf, yaitu panca indera dan taraf pikiran.25 Anak pada usia pertama berfikir berdasarkan tingkat indrawi. Dia tidak bisa mencapai hal-hal yang abstrak dan tinjauan-tinjauan filosofis. Kalaupun menyampaikan masalah ini pada anak-anak hendaklah dengan bentuk inderawi dan mengkaitkannya dengan realitas dan kehidupannya.26

Dalam keadaan normal pikiran anak usia sekolah dasar berkembang secara berangsur-angsur dan secara tenang. Pengetahuannya bertambah secara pesat. Dalam iklim yang egosentris, anak memasuki dunia obyektif dan dunia pikiran orang lain. 27

23

Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Klam Mulia, 1994), hlm. 203.

24

Hafi Anshori, Dasar-Dasar Ilmu Jiwa Beragama, (Surabaya: Usaha Nasional, 1991), hlm. 42-43.

25

Mukhtar Yahya, Pertumbuhan Akal Dan Memanfaatkan Naluri Kanak-Kanak, (Jakarta: Bulan Bintang, 1972), hlm. 19.

26Ma’ruf Zurayk,

Bimbingan Praktis Mendidik Anak Menuju Remaja: Aku dan Anakku, (Bandung: Al-Bayan, 1998), hlm. 90.

27

Kartini Kartono, Psikologi Anak: Psikologi Perkembangan, (Bandung: Mandar Maju, 1990), hlm. 138-140.

b. Faktor Emosi Dalam Perkembangan Beragama Pada Anak

Menurut Elizabeth B. Hourlock emosi anak pada perkembangan ini sangatlah kuat karena terjadi ketidak seimbangan dimana anak-anak keluar dari fokus dalam artian bahwa ia mudah terbawa ledakan-ledakan emosional, sehingga sulit dibimbing dan di arahkan. Hal ini ditandai dengan ledakan amarah yang kuat, ketakutan yang hebat dan iri hati yang tak masuk akal dan kebanyakan emosi yang tinggi disebabkan oleh masalah psikologis.28

Dalam menumbuhkan motivasi beragama pada anak sedapat mungkin diusahakan agar terjadi pengalaman-pengalaman emosional yang menyenangkan dalam diri anak bahwa agama itu baik, Allah itu tidak menakutkan oleh karena itu perlu didekati.29Selain itu, pendidikan atau latihan ritual keagamaan harus disesuaikan dengan kadar kemampuan atau nalar seseorang. Dalam menghadapi anak-anak untuk mengajarkan agama harus dengan cara yang lembut dan penuh kasih sayang, jangan sekali-kali mengajarkan agama dengan kekerasan, karena anak akan menyangka bahwa agama itu menyakitkan. Maka hubungan yang harmonis antara anak dan orang tua (terutama), akan sangat membantu dalam proses menumbuhkan motivasi beragama pada anak. Pangalaman-pengalaman emosional yang menyenangkan akan mempermudah masuknya nilai-nilai religius dalam kepribadian anak.30

28

Elizabeth B. Hurlock, Psikologi Perkembangan, (Jakarta: Erlangga, 1996), hlm. 114-115.

29

Jalaluddin, Psikologi Agama, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2003), hlm. 20.

30

Abu Tauhid, Beberapa Aspek Pendidikan Islam, (Yogyakarta: Fakultas Tarbiyah IAIN Sunan Kalijaga, 1990), hlm. 112.

c. Faktor Moral dalam Perkembangan Beragama Pada Anak

Menurut Alex Sobur, moral artinya tata cara dalam kehidupan, adat istiadat, kebiasaan. Adapun tingkah laku bermoral artinya tingkah laku yang sesuai dengan nilai-nilai moral yang ada dalam suatu kelompok.31 Nilai-nilai moral mungkin berbeda antara satu kelompok dengan kelompok lain. Nilai moral ini merupakan nilai-nilai yang diakui baik dan bermanfaat pada masyarakat tersebut. Dalam suatu masyarakat, terutama masyarakat religius tentu saja nilai-nilai moral yang dianut adalah yang selaras dengan ajaran agama, sehingga nilai-nilai moral ini akan sangat berpengaruh dalam pembentukan kesadaran beragama pada anak.

Perkembangan moral ditandai dengan ukuran baik-buruk, benar-salah, boleh atau tidaknya suatu perbuatan itu dilakukan. Hal ini dikarenakan belum matangnya penalaran anak untuk memahami latar belakang mengapa suatu itu dikatakan baik atau buruk, benar-salah, boleh atau tidak untuk dilakukan, semua itu berkaitan dengan perkembangan kognitif mereka yang masih belum waktunya.32 Karena itu pembinaan moral (mental agama) bukan suatu proses yang terjadi dengan cepat dan dipaksakan tetapi haruslah berangsur-angsur, wajar, sehat dan sesuai dengan pertumbuhan, kemampuan dan keistimewaan umur yang sedang dilaluinya.

31

Alex Sobur, Anak Masa Depan, (Bandung: Angkasa, 1991), hlm. 26.

32

Imam Bawani, Pengantar Ilmu Jiwa Perkembangan, (Surabaya: PT Bina Ilmu, 1990), hlm. 104.

d. Faktor (Perasaan) Sosial Dalam Perkembangan Pada Anak

Reaksi sosial pertama bayi adalah terhadap orang dewasa yaitu ibunya. Pada usia tiga bulan, mulai memperhatikan kehadiran orang dewasa dan mulai bereaksi, hal ini dapat dilihat apabila mendengar suara, anak akan menangis atau tersenyum bila ada seorang yang datang menghampirinya. Usia enam bulan anak ini lebih mengenal ibunya melalui suaranya, wajah atau belaian.33 Pada fase perkembangan sosial tersebut, sangat tepat bagi orang tua untuk menumbuhkan dorongan beragama pada anak dengan memberi contoh dalam tingkah laku serta ucapan-ucapan yang mengandung unsur agama seperti bacaan sholawat nabi maupun mendekatkan anak-anak ketika mereka sedang sholat.

Faktor internal baik kecerdasan, emosi, moral maupun perasaan sosial dalam memotivasi beragama pada anak bukan berarti masing-masng aspek berjalan sendiri-sendiri, dengan kata lain saling berkaitan. Keempat aspek tersebut tidak akan mencapai kematangan dan mampu membantu terealisasinya potensi agama yang ada pada anak sehingga menjadi kesadaran beragama tanpa adanya bantuan dari lingkungan yang mendukung.

Dalam dokumen PERKEMBANGAN DAN MOTIVASI BERAGAMA PADA (Halaman 39-43)

Dokumen terkait