• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERKEMBANGAN DAN MOTIVASI BERAGAMA PADA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "PERKEMBANGAN DAN MOTIVASI BERAGAMA PADA"

Copied!
116
0
0

Teks penuh

(1)

PERKEMBANGAN DAN MOTIVASI BERAGAMA PADA ANAK (ANALISIS PEMIKIRAN ZAKIAH DARADJAT)

SKRIPSI

Oleh:

Adi Putra Ariawan 05110154

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

FAKULTAS TARBIYAH

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

MAULANA MALIK IBRAHIM MALANG

(2)

PERKEMBANGAN DAN MOTIVASI BERAGAMA PADA ANAK (ANALISIS PEMIKIRAN ZAKIAH DARADJAT)

SKRIPSI

Diajukan kapada Fakultas Tarbiyah Universitas Islam Negeri Maulana Malik

Ibrahim Malang untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Guna Memperoleh

Gelar Strata Satu Sarjana Pendidikan Islam (S. Pd. I)

Oleh:

Adi Putra Ariawan 05110154

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

FAKULTAS TARBIYAH

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

MAULANA MALIK IBRAHIM MALANG

(3)

PERSEMBAHAN

Dengan sebuah karya yang sederhana ini kupanjatkan puji syukur kehadirat Illahi Robbi dan Nabi Muhammad SAW Sebagai pembawa cahaya kebenaran, dan kususun skripsi ini dengan ilmu yang kupelajari, dengan materi, tenaga, fasilitas

dan dukungan moral serta bimbingan dan anugerah Allah maka dengan segala kerendahan hati kupersembahkan karya ini kepada orang-orang yang sangat

berarti dalam perjalanan hidupku…….

Sepasang mutiara hati (Ayah dan ibu), yang memancarkan sinar kasih sayang yang tiada pernah usai dalam mendo'akan, memotivasi, mendidikku. Kasih mereka tiada tara hingga tak dapat kuungkapkan yang akan selalu kurangkai

dalam do'a…..semoga amal mereka diridhoi oleh Allah SWT.

Kakakku tercinta (Mas Didit dan Mbak Rina) dan istriku tersayang (Aim imut) mereka telah banyak memberikan semangat dalam meniti jalan panjang kehidupan

untuk meraih segala asa hingga ku sampai pada gerbang masa depan yang cerah, dengan kalianlah kulalui hari-hari penuh kasih dan sayang dari keluarga.

(4)

HALAMAN PERSETUJUAN

PERKEMBANGAN DAN MOTIVASI BERAGAMA PADA ANAK (ANALISIS PEMIKIRAN ZAKIAH DARADJAT)

SKRIPSI

Oleh:

Adi Putra Ariawan NIM: 05110154

Telah disetujui oleh, Dosen Pembimbing:

Dra. Hj. Sulalah, M. Ag NIP. 150 267 279

Mengetahui,

Ketua Jurusan Pendidikan Agama Islam

(5)

PERKEMBANGAN DAN MOTIVASI BERAGAMA PADA ANAK (ANALISIS PEMIKIRAN ZAKIAH DARADJAT)

SKRIPSI

Dipersiapkan dan disusun oleh Adi Putra Ariawan (05110154)

telah dipertahankan di depan dewan penguji pada tanggal 24 Oktober 2009 dan telah dinyatakan diterima sebagai salah satu persyaratan untuk memperoleh

gelar strata satu Sarjana Pendidikan Agama Islam (S. Pd. I)

Panitian Ujian Tanda Tangan

Ketua Sidang,

Dra. Hj. Sulalah, M. Ag

NIP. 150 267 279 :

Sekretaris Sidang,

Drs. A. Zuhdi

NIP. 150 275 611 :

Pembimbing,

Dra. Hj. Sulalah, M. Ag

NIP. 150 267 279 :

Penguji Utama,

Prof. Dr. HM. Djunaidi Ghony

NIP.150 042 031 :

Mengesahkan,

Dekan Fakultas Tarbiyah UIN Maulana Malik Ibrahim

(6)

MOTTO

(7)

Dra. Hj. Sulalah, M. Ag Dosen Fakultas Tarbiyah Universitas Islam Negeri (UIN) Maulana Malik Ibrahim Malang NOTA DINAS PEMBIMBING

Hal : Skripsi Adi Putra Ariawan Malang, 12 Oktober 2009 Lamp : 6 (enam) Eksemplar

Kepada Yth.

Dekan Fakultas Tarbiyah UIN Maulana Malik Ibrahim di

Malang

Assalamu’alaikum Wr. Wb.,

Sesudah melakukan beberapa kali bimbingan, baik dari segi isi, bahasa, maupun teknik penulisan, dan setelah membaca skripsi mahasiswa tersebut di bawah ini:

Nama : Adi Putra Ariawan

NIM : 05110154

Jurusan : Pendidikan Agama Islam

Judul Skripsi : “Perkembangan dan Motivasi Beragama Pada Anak (Analisis

Pemikiran Zakiah Daradjat)”

Maka selaku Pembimbing, kami berpendapat bahwa skripsi tersebut sudah layak diajukan untuk diujikan.

Demikian, mohon dimaklumi adanya.

Wassalamu’alaikum Wr. Wb.,

Pembimbing,

(8)

SURAT PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan pada suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya, juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau ditertibkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Malang, 12 Oktober 2009

(9)

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan kepada penulis berbagai nikmat berupa nikmat keimanan dan nikmat kesehatan, sehingga penulisan skripsi ini dapat terselesaikan dengan tepat waktu.

Shalawat serta salam tetap tercurahkan kepada junjungan kita Nabi besar Muhammad SAW yang telah menuntun kita dari zaman kebodohan menuju zaman yang penuh pengetahuan dalam naungan agama Islam.

Yang ketiga kalinya untaian terima kasih yang sedalam-dalamnya penulis haturkan kepada:

1. Bapak dan Ibu tercinta yang senantiasa mendo’akan, membina, mendidik, mengarahkan dan memberikan kepercayaan kepada anaknya untuk menuntut ilmu dengan harapan menjadi manusia yang berguna bagi agama dan bangsa dan kepada Kakak-kakak, Mbak Rina dan Mas Didit, serta semua keluarga yang sangat saya cintai dan saya banggakan.

2. Bapak Prof. H. Imam Suprayogo. Selaku Rektor Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang.

3. Bapak Dr. M. Zainuddin, MA. Selaku Dekan Fakultas Tarbiyah Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang.

4. Bapak Drs. Moh. Padil, M. Pd.I Selaku Ketua Jurusan Pendidikan Agama Islam Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang

(10)

6. Teman-teman yang ada di jurusan Pendidikan Agama Islam yang tidak bisa saya sebutkan satu-persatu.

7. Dan semua pihak yang mendukung dan mendorong saya untuk menyelesaikan tugas ini yang tidak bisa saya sebutkan satu persatu.

Semoga Allah SWT akan selalu melimpahkan rahmat dan balasan yang tiada tara kepada semua pihak yang telah membantu hingga terselesaikannya

penulisan skripsi ini. Kami hanya bisa mendo’akan semoga amal ibadahnya

diterima oleh Allah SWT sebagai amal yang mulia. Amin

Penulis menyadari penuh dengan kelemahan yang dimilikinya, sehingga dalam menyelesaikan skripsi ini di sana-sini masih dapat kesalahan dan kekurangan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan akan adanya saran dan kritik dari semua pihak guna menyempurnakan hasil laporan ini. Akhirnya, mudah-mudahan penelitian ini dapat bermanfaat bagi kita semua, lebih-lebih kepada penulis. Amiin…

Penulis,

(11)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL

HALAMAN PERSEMBAHAN HALAMAN PERSETUJUAN HALAMAN PENGESAHAN HALAMAN MOTTO

HALAMAN NOTA DINAS HALAMAN PERNYATAAN KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI ... i

ABSTRAK ... iv

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 8

C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian ... 8

D. Tinjauan Pustaka ... 9

E. Ruang Lingkup ... 10

F. Penegasan Istilah ... 11

(12)

BAB II KAJIAN PUSTAKA

A. PERKEMBANGAN BERAGAMA PADA ANAK ... 15

1. Tumbuhnya Jiwa Beragama Pada Anak ... 15

2. Perkembangan Beragama Pada Anak ... 18

3. Sifat-sifat Beragama Pada Anak ... 21

B. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERKEMBANGAN BERAGAMA PADA ANAK ... 25

1. Faktor Internal ... 25

2. Faktor Eksternal ... 29

C. TINJAUAN TENTANG MOTIVASI ... 41

1. Pengertian Motivasi ... 41

2. Bentuk-bentuk Motivasi ... 42

3. Peranan Motivasi ... 43

4. Teori-teori Tumbuhnya Motivasi Beragama ... 45

BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Jenis dan Pendekatan Penelitian ... 48

B. Instrument Penelitian ... 48

C. Sumber Data ... 49

D. Metode Pengumpulan Data ... 50

(13)

BAB IV PEMAPARAN DAN ANALISIS DATA

A. Setting Historis Zakiah Daradjat ... 52

1. Biografi Singkat Zakiah Daradjat ... 52

2. Karya-karya Zakiah Daradjat ... 55

B. Perkembangan dan Motivasi Beragama Pada Anak Usia 0-12 Tahun Menurut Pemikiran Zakiah Daradjat ... 56

1. Perkembangan Beragama Pada Anak ... 56

2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Beragama ... 63

3. Kiat-kiat Menumbuhkan Motivasi Beragama Pada Anak ... 73

C. Analisis ... 78

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan ... 94

B. Saran-saran ... 95

(14)

ABSTRAK

Ariawan, Adi Putra, 2009, Perkembangan dan Motivasi Beragama Pada Anak (Analisis Pemikiran Zakiah Daradjat). Skripsi, Jurusan Pendidikan Agama Islam, Fakultas Tarbiyah, Universitas Islam Negeri (UIN) Maulana Malik Ibrahim Malang, Dra. Hj. Sulalah, M. Ag.

Anak adalah anugerah dari Allah SWT yang selalu diharapkan oleh setiap keluarga. Anak juga merupakan amanat dari Allah SWT yang harus dijaga dengan sebaik-baiknya. Namun, tidak semua orang (orang tua) dapat menjaga dan mengasuh anak-anaknya dengan baik sesuai dengan apa yang diperintahkan oleh Alllah SWT melalui ajaran-ajaran agama. Mungkin karena berbagai sebab dan alasan, orang tua tidak menghiraukan lagi pendidikan agama anak. Pada akhirnya, dampak negatifnya akan sangat dirasakan oleh orang tua lebih-lebih bagi pribadi anak sendri.

Untuk dapat membentuk kesadaran beragama pada anak, pemahaman terhadap dimensi keagamaan pada anak merupakan hal penting, teori tentang tumbuhnya jiwa keagamaan serta perkembangan beragama pada anak perlu mendapat perhatian, selain itu yang tidak kalah pentingnya setelah mengetahui karakteristik perkembangan beragama pada anak adalah menumbuhkan motivasi beragama secara optimal. Banyak ahli psikologi agama yang mencurahkan perhatiannya terhadap perkembangan beragama pada anak, salah satunya adalah tokoh pendidikan Islam dari Sumatra Barat, Zakiah Daradjat. Berangkat dari latar belakang itulah, penulis kemudian ingin membahas dalam skripsi dan mengambil

judul “Perkembangan dan Motivasi Beragama Pada Anak (Analisis Pemikiran Zakiah Daradjat).”

Tujuan dilakukan penelitian ini adalah untuk mengetahui 1) Bagaimana karakteristik/ciri-ciri perkembangan beragama pada anak usia 0-12 tahun, 2) Faktor-faktor apa yang mempengaruhi perkembangan beragama pada anak usia 0-12 tahun, dan 3) Bagaimana kiat-kiat yang tepat untuk menumbuhkan motivasi beragama pada anak usia 0-12 tahun, dengan menganalisis pemikiran Zakiah Daradjat.

Penelitian yang penulis lakukan ini adalah termasuk dalam penelitian pustaka (library research). Dalam pengumpulan data, penulis menggunakan metode dokumenter. Sedangkan untuk analisisnya, penulis menggunakan teknik analisis deskriptif kualitatif, yaitu berupa data-data yang tertulis.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa: 1) Sifat beragama yang umumnya selalu ada pada anak usia 0-12 tahun adalah sifat unreflectif (tidak mendalam), 2) Faktor yang dominan mempengaruhi perkembangan beragama pada anak usia 0-12 tahun adalah faktor ekstern (keluarga/khususnya ibu), 3) Kiat menumbuhkan motivasi beragama yang paling sesuai pada anak usia 0-12 tahun adalah metode keteladanan, karena memiliki banyak kelebihan dibandingkan metode yang lain.

(15)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pendidikan merupakan salah satu tonggak penting dan mendasar bagi kebahagiaan hidup manusia. Nasib baik atau buruk secara lahir maupun batin seseorang, sebuah keluarga, sebuah bangsa bahkan seluruh umat manusia bergantung secara langsung pada bentuk pendidikan mereka sejak kanak-kanak.

Supaya anak dapat tumbuh dan berkembang menjadi anak yang berguna bagi dirinya sendiri, keluarga, masyarakat dan agamanya sesuai dengan tujuan dan kehendak Allah SWT. Maka selama pertumbuhan dan perkembangan anak tersebut harus diwarnai dan diisi dengan pendidikan yang baik karena manusia menjadi manusia dalam arti sebenarnya ditempuh melalui pendidikan sejak awal dalam kehidupannya, menempati posisi kunci dalam mewujudkan harapan dan cita-cita “ menjadi manusia yang berguna.”1

Dalam perkembangan selanjutnya anak harus dapat pendidikan agama sejak awal, baik secara teori maupun praktek. Praktek hidup keagamaan ini sangat penting bagi seorang anak supaya dibiasakan agar dapat membentuk kepribadian seorang anak melalui praktek keagamaan.2

Tujuan pendidikan tersebut hanya akan tercapai bila orang tua mampu menciptakan suasana yang agamis di dalam keluarga, serta menciptakan

1

Bakir Yusuf Barmawi, Pembinaan Kehidupan Beragama Islam Pada Anak, (Semarang: Dina Utama Semarang, 1993), hlm. 5.

2

(16)

suasana yang harmonis lahir dan batin di antara anggota-anggota keluarganya. Orang tua juga harus memperhatikan materi yang tepat yang dapat di berikan kepada putera-puterinya dalam rangka mewujudkan kepribadian muslim pada anak. Lebih dari itu keteladanan orangtua juga sangat berpengaruh besar dalam membentuk kepribadian anak. Karena kepribadian terbentuk melalui pengalaman-pengalaman dan nilai-nilai yang diterapkan anak dalam pertumbuhannya, terutama pada tahun-tahun pertama dari umurnya.3

Anak membawa fitrah dan potensi tetapi sekaligus membawa kelemahan-kelemahan. Pendidikan harus berusaha memelihara dan mengembangkan fitrah dan potensi di awal pertumbuhannya dan berusaha agar kelemahan-kelemahan yang terbawa sebagai tabiat manusia itu tidak tumbuh melebihi pertumbuhan fitrah dan potensi-potensinya. Atau dengan kata lain bahwa pendidikan memberikan motivasi beragama pada anak sejak dini dalam rangka menghantarkan anak menjadi manusia dewasa yang berkepribadian Muslim. Kepribadian Muslim adalah merupakan tujuan akhir pendidikan Islam.

Kondisi fitrah anak dapat kita perhatikan dari firman Allah berikut ini:

Artinya: “ Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama

(Allah): (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut

3

(17)

fitrah itu. Tidak ada perubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus,

tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui.” (QS. Ar-Rum: 30)4

Dari ayat tersebut kita dapat mengetahui bahwa pendidikan adalah mutlak diperlukan oleh manusia dalam rangka memelihara dan mengembangkan fitrah yang dimilikinya sejak masih dalam kandungan. Islam sangat memperhatikan fitrah manusia untuk dipelihara dengan dikembangkan menuju terbentuknya kepribadian muslim yang diridhoi Allah SWT.

Sekarang yang menjadi permasalahan adalah bagaimana kita memperlakukan anak pada fase perkembangan ini, dan bagaimana pula memberikan pengendalian yang tepat kepadanya. Sebab cara menyikapi orang tua terhadap anak pada usia ini akan sangat berpengaruh dalam membentuk pribadi yang Islami, serta dalam menciptakan fondasi yang mantap, guna membangun masyarakat yang baik.5

Apalagi dalam menghadapi era budaya global, orientasi materilistik dan hedonis semakin transparan di kalangan masyarakat, membuat orang tua semakin sibuk agar mampu hidup layak dengan berbagai fasilitas yang tersedia. Jika masalah pendidikan anak dengan memenuhi berbagai fasilitas, menyekolahkan pada sekolah favorit misalnya, tanpa memperhatikan keadaan kondisi kejiwaan anak, seperti kasih sayang, pengawasan dan kontrol orang tua dalam membimbing dan mengarahkan anak. Hal ini mempengaruhi

4

Departemen Agama RI, Al-Quran dan Terjemahnya, (Semarang: CV. Alwaah, 1995), hlm. 645.

5

(18)

perkembangan mental anak salah satunya adalah kurangnya motivasi beragama pada diri anak.

Lebih jauh lagi, derasnya arus informasi karena kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, telah berpengaruh pada pola kehidupan masyarakat termasuk didalamnya anak-anak. Memang perkembangan teknologi ini banyak juga positifnya apabila di tinjau dari kemajuan zaman, anak semakin kritis dan cerdas. Tetapi di sisi lain menyebabkan krisis keberagamaannya, apabila mekanisme pertumbuhannya tidak di seimbangkan antara pendidikan fisik, intelektual dan rohani.

Maka dari itu, anak harus di selamatkan dari keterbelakangan menuju terbentuknya anak yang cerdas dan anak yang penuh harapan yang mampu memahami ajaran-ajaran Allah, kemudian mengamalkannya sehingga menjadi anak yang selamat hidupnya. Dalam Al-Qur’an Allah berfiman:

Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka…..” (QS. At-Tahrim: 6)6

Dari sekian banyak tokoh pendidikan Islam yang mencurahkan perhatiannya terhadap problem beragama pada anak seperti dikemukakan sebelumnya, penulis mengangkat pemikiran dari Zakiah Daradjat. Penulis tertarik untuk mengangkat pemikiran dari Zakiah Daradjat karena; Pertama,

6

(19)
(20)

masalah jiwa beragama pada anak-anak, terbukti telah banyak karya-karya ilmiahnya yang menyinggung masalah tersebut, diantaranya; Ilmu Jiwa Agama, Kesehatan Mental, Pendidikan Islam Dalam Keluarga dan Sekolah, Perawatan Jiwa untuk Anak-anak, Ilmu Pendidikan Islam, Pembinaan Remaja, Remaja Harapan dan Tantangan, dan lain sebagainya.

Zakiah Daradjat lahir di kampung Kotamerapak Sumatera Barat 6 November 1929. Beliau mempunyai gagasan dan pemikiran tentang pendidikan yang seutuhnya, yang mencakup bidang akidah, ibadah dan akhlak, yang secara keseluruhan merupakan inti ajaran Islam. Sebagai seorang ahli psikologi agama, Zakiah menganggap bahwa pendidikan Islam dapat diibaratkan seperti pertumbuhan dan perkembangan bunga-bunga yang selanjutnya tumbuh menjadi buah yang dapat dinikmati. Anak didik dapat diibaratkan seperti benih yang mengandung potensi-potensi dasar yang tersembunyi. Sedangkan guru dapat diibaratkan seperti tukang kebun yang dengan kasih sayang, tanggungjawab dan pemeliharaannya yang cermat dapat membuka rahasia potensi-potensi yang tersembunyi tersebut. Mendidik ibarat berkebun, di dalamnya terdapat menyemai, menanam, menyiram, memelihara dan merawat benih agar tumbuh dengan sempurna.

(21)

agama dalam kehidupan sehari-hari, selanjutnya sekolah atau guru berperan sebagai pemberi landasan teoritis dan dalil-dalil tentang segala sesuatu yang diperbuat oleh anak, sehingga perbuatan tersebut semakin kokoh tertanam dalam dirinya, sekolah juga bertugas mengembangkan wawasan dan keterampilan anak didik dengan berbagai ilmu pengetahuan yang terus berkembang. Selanjutnya lingkungan masyarakat yang dalam hal ini para tokoh masyarakat berperan memberikan pengawasan, keteladanan serta pengalaman pada anak didik tentang cara hidup yang benar serta cara-cara mengamalkan ilmu yang mereka pelajari di sekolah.7

Dari tinjauan latar belakang tersebut terlihat betapa penting peran pendidikan Islam yang tepat baik dalam keluarga, sekolah maupun masyarakat untuk membantu anak dalam menumbuhkan motivasi beragama secara optimal. Sehingga nantinya terbina kehidupan beragama pada anak yang baik, akan mengantarkannya menjadi remaja, generasi muda, orang dewasa dan orang tua yang berkepribadian agamis dan mampu mengendalikan perbuatan yang buruk serta menjaga dari melakukan perbuatan yang jahat.

Oleh karena itu, berdasarkan latar belakang tersebut, penulis sangat tertarik untuk mengadakan penelitian tentang perkembangan dan motivasi beragama pada anak menurut pemikiran Zakiah Daradjat, yang diambil dari berbagai sumber yang telah disebutkan sebelumnya. Dalam penelitian ini, penulis mengangkat judul:

7

(22)

"Perkembangan Dan Motivasi Beragama Pada Anak (Analisis

Pemikiran Zakiah Daradjat)”

B. Rumusan Masalah

Rumusan masalah adalah upaya untuk menyatakan secara tersirat pertanyaan-pertanyaan yang hendak dicarikan jawabannya atau pernyataan lengkap dan rinci mengenai ruang lingkup masalah yang akan dikaji berdasarkan identifikasi dan masalah.

Selanjutnya dalam rangka memudahkan permasalahan agar lebih praktis dan operasional, maka masalah studi ini dirumuskan dalam bentuk sebagai berikut:

1. Bagaimana karakteristik/ciri-ciri perkembangan beragama pada anak usia 0-12 tahun (analisis pemikiran Zakiah Daradjat)?

2. Faktor-faktor apa yang mempengaruhi perkembangan beragama pada anak usia 0-12 tahun (analisis pemikiran Zakiah Daradjat)?

3. Bagaimana kiat-kiat menumbuhkan motivasi beragama pada anak usia 0-12 tahun (analisis pemikiran Zakiah Daradjat)?

C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian 1. Tujuan Penelitian

(23)

b. Untuk mendeskripsikan faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan beragama pada anak usia 0-12 tahun (analisis pemikiran Zakiah Daradjat).

c. Untuk mendeskripsikan bagaimana kiat-kiat menumbuhkan motivasi beragama pada anak usia 0-12 tahun (analisis pemikiran Zakiah Daradjat).

2. Kegunaan Penelitian a. Bagi peneliti:

Menambah bekal pengetahuan dan wawasan bagi penulis yang mempersiapkan diri sebagai seorang yang terdidik.

b. Bagi Lembaga:

Memberikan sumbangan pemikiran dan motivasi bagi para pemerhati pendidikan, baik kalangan pengajar, orang tua, maupun masyarakat yang memiliki ketertarikan dalam dunia pendidikan. c. Bagi Pembaca:

Memberikan kontribusi intelektual terhadap kemajuan umat Islam dalam aspek menumbuhkan individu yang memiliki kesadaran dalam membentuk dan mengembangkan kehidupannya.

D. Tinjauan Pustaka

(24)

membahas tentang keterkaitan manusia dengan agama menurut perspektif sendiri-sendiri, sedangkan menurut Islam sudah jelas dalam Al-Qur’an disebutkan bahwa pada diri manusia telah diberikan fitrah untuk beragama tauhid (Ar-Rum: 30), yang perlu ditekankan di sini adalah bahwa fitrah untuk beragama tersebut masih berupa potensi yang dimiliki oleh setiap manusia dan untuk mewujudkannya sebagai kemampuan riil diperlukan usaha-usaha berupa motivasi dan latihan-latihan pada seorang manusia yang harus dimulai semenjak masa kanak-kanak.

Untuk dapat membentuk kesadaran pada anak, pemahaman terhadap dimensi keagamaan pada anak merupakan hal yang penting, teori tentang timbulnya jiwa keagamaan serta kondisi keagamaan pada anak perlu mendapat perhatian. Penguasaan terhadap ciri-ciri keagamaan pada anak akan menjadi titik pangkal proses pembentukan kesadaran keagamaan pada anak.

Berdasarkan tinjauan tersebut, maka penulis memilih judul skripsi Perkembangan dan Motivasi Beragama Pada Anak (Analisis Pemikiran Zakiah Daradjat), karena belum pernah dibahas pada skripsi terdahulu dan penulis berpendapat bahwa pemikiran Zakiah Daradjat relevan dengan judul yang diangkat oleh penulis, yaitu Perkembangan dan Motivasi Beragama Pada Anak (Analisis Pemikiran Zakiah Daradjat).

E. Ruang Lingkup

(25)

permasalahn serta pembahasannya dibatasi pada masalah yang berkaitan dengan judul skripsi;

a. Perkembangan beragama pada anak usia 0-12 tahun (analisis pemikiran Zakiah Daradjat).

b. Faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan beragama pada anak usia 0-12 tahun (analisis pemikiran Zakiah Daradjat).

c. Kiat-kiat menumbuhkan motivasi beragama pada anak usia 0-12 tahun (analisis pemikiran Zakiah Daradjat).

F. Penegasan Istilah 1. Perkembangan

Perkembangan adalah proses perubahan sesuatu, missal: dari kecil menjadi besar, sedikit menjadi banyak, tunas menjadi pohon, mentah menjadi matang, kurang sempurna menjadi lebih sempurna, dan lain sebagainya. Jadi perkembangan di sini adalah perkembangan yang diiringi perubahan kearah yang lebih sempurna (kompleks).

2. Motivasi

(26)

3. Beragama

Dari kata agama yang mendapat tambahan awalan ber-

Agama berarti prinsip kepercayaan terhadap Tuhan dengan ajaran kebaktian dan kewajiban-kewajiban yang berhubungan dengan kepercayaan itu. Jadi beragama adalah menganut (memeluk) agama.

Jadi yang dimaksud dengan motivasi beragama adalah dorongan atau usaha seseorang untuk melaksanakan prinsip kepercayaan terhadap Tuhan, baik secara fisik lahiriyah maupun psikis batiniyah.

4. Anak

Anak adalah sekelompok manusia muda usia yang batasan umurnya tidaklah selalu sama dalam psikologi perkembangan. Menurut Zakiyah Darajdat, batasan umur anak dari 0 sampai 12 tahun.8 Masa anak ditandai dengan proses tumbuh kembang yang meliputi aspek fisik, biologis serta mental emosional dan psikososial. Diantara kurun masa anak yang cukup panjang itu, masa balita merupakan masa dengan tingkat pertumbuhan dan perkembangan yang cepat serta peka dalam peletakan dasar-dasar kepribadian.

5. Zakiah Daradjat

Zakiah Daradjat adalah perempuan yang berasal dari Sumatra Barat (Bukittinggi), beliau merupakan salah satu dari banyak pemikir pendidikan Islam yang banyak mencurahkan perhatiannya terhadap perkembangan

8

(27)

beragama pada anak, hal ini terbukti dari beberapa karya ilmiah yang telah ditulisnya, antara lain; Ilmu Jiwa Agama, Kesehatan Mental, Pendidikan Islam Dalam Keluarga dan Sekolah, Perawatan Jiwa untuk Anak-anak, Ilmu Pendidikan Islam, Pembinaan Remaja, Remaja Harapan dan Tantangan, dan lain sebagainya.

Dari penegasan istilah tersebut, maka maksud dari judul Perkembangan Dan Motivasi Beragama Pada Anak (Analisis Pemikiran Zakiah Daradjat) adalah usaha untuk mendorong anak sejak dini agar dalam dirinya tertanam nilai-nilai ajaran Islam yang baik dan benar menurut konsep pemikiran Zakiah Daradjat (pendekatan psikologi agama Zakiah Daradjat), sehingga nantinya dapat terwujud kepribadian muslim yang sempurna.

G. Sistematika Pembahasan

Sistematika pembahasan skripsi ini terdiri dari lima bab dan dari setiap bab di bagi menjadi sub-sub bab. Untuk lebih jelasnya penulis kemukakan sistematika pembahasan sebagai berikut:

Bab pertama, dalam bab ini akan diuraikan tentang hal-hal berikut: latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan dan kegunaan penelitian, tinjauan pustaka, ruang lingkup, penegasan istilah, metode penelitian dan sistematika pembahasan.

(28)

Faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan beragama pada anak, 1) Faktor internal dan 2) Faktor eksternal, C. Pengertian Motivasi, 1) Pengertian motivasi, 2) Bentuk-bentuk motivasi, 3) Peranan motivasi, dan 4) Teori-teori tumbuhnya motivasi beragama.

Bab ketiga, akan dijelaskan mengenai metodologi penelitian yang membahas: A.Pendekatan dan Jenis Penelitian, B. Instrumen Penelitian C. Sumber Data, D. Metode Pengumpulan Data, dan E. Metode Pengolahan Data.

Bab keempat, dalam bab ini dijelaskan hasil penelitian (Pemaparan Data dan Analisis), yang terdiri dari: A. Setting Historis Zakiah Daradjat; 1. Biografi singkat Zakiah Daradjat, 2. Gagasan dan Pemikiran dalam pendidikan Islam, 3. Karya-karya Zakiah Daradjat, B. Perkembangan dan motivasi beragama pada anak usia 0-12 tahun menurut Pemikiran Zakiah Daradjat, 1. Perkembangan beragama pada anak usia 0-12 tahun, 2. Faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan beragama pada anak usia 0-12 tahun, 3. Kiat-kiat menumbuhkan motivasi beragama pada anak usia 0-12 tahun, C. Analisis

(29)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. PERKEMBANGAN BERAGAMA PADA ANAK 1. Tumbuhnya Jiwa Beragama Pada Anak

Pada hakekatnya manusia adalah makhluk yang dilahirkan dalam keadaan lemah dan tiada berdaya, namun demikian ia telah mempunyai potensi bawaan dan lingkungan dan salah satu sifat hakiki manusia adalah mencapai kebahagiaan. Menurut Tabatabai untuk mencapai kebahagiaan itu manusia membutuhkan agama.9

Menurut beberapa ahli anak dilahirkan bukanlah sebagai makhluk religius. Anak yang baru dilahirkan mirip dengan binatang dan malahan mereka mengatakan anak seekor kera lebih bersifat kemanusiaan daripada bayi manusia itu sendiri. Selain itu ada pula yang berpendapat sebaliknya bahwa, anak sejak lahir telah membawa fitrah keagamaan. Fitrah itu baru berfungsi di kemudian hari melalui proses bimbingan dan latihan setelah berada pada tahap kematangan.10

Jiwa beragama atau religius berkembang sejak usia dini melalui proses perpaduan antara fitrah keagamaan dengan pengaruh yang datang dari luar diri manusia. Dalam proses perkembangan tersebut akan terbentuk macam sifat serta kualitas religiusitas yang akan terekspresikan pada tingkah laku sehari-hari.

9

Ismail SM, dkk, Paradigma Pendidikan Islam, (Yokyakarta: Pustaka Pelajar, 2001), hlm. 219.

10

(30)

Islam sendiri sudah sangat jelas mengakui bahwa pada manusia yang baru lahir sudah terdapat potensi untuk beragama yang disinyalir dalam ayat:

Artinya: “Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak -anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman): "Bukankah Aku ini Tuhanmu?" Mereka menjawab: "Betul (Engkau Tuhan kami), kami menjadi saksi". (Kami lakukan yang demikian itu) agar di hari kiamat kamu tidak mengatakan: "Sesungguhnya kami (bani Adam) adalah orang-orang yang lengah terhadap ini (keesaanTuhan).”11(QS. Al-A’raf: 172)

Dalam ayat ini Allah mengemukakan bahwa fitrah manusia yakni dalam penciptaan dan tabiat dirinya terdapat kesiapan alamiah untuk memahami keindahan ciptaan Allah dan mejadikan sebagai bukti tentang adanya Allah dan keesaan-Nya.12 Berarti jiwa keagamaan telah tertanam kuat dalam fitrahnya dan telah ada dalam relung jiwanya sejak zaman azali. Manusia lahir dengan membawa kecenderungan bawaan untuk mengimani dan menyembah Allah. Implikasinya adalah bahwa prinsip tauhid menyatu dengan sifat dasar manusia.

Potensi dasar manusia yang diberikan oleh Allah adalah juga untuk memenuhi kebutuhan dasar manusia itu, sebagaimana dinyatakan dalam

al-Qur’an:

11

Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, (Semarang: CV. Alwaah, 1995), hlm. 250.

12

(31)

Artinya: “Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan

tidak mengetahui sesuatu pun, dan Dia memberi kamu pendengaran, penglihatan dan hati, agar kamu bersyukur.”13 (QS. An-Nahl: 78)

Dari ayat tersebut dapat diketahui bahwa sekalipun saat dilahirkan manusia tidak mengetahui apa-apa, tetapi mereka dibekali oleh Allah suatu potensi (kemampuan) untuk mendengar dan melihat yang bersifat fisikal dan kemampuan berfikir yang bersifat intelektual serta emosi agama yang bersifat spiritual.

Sesuai dengan prinsip pertumbuhannya maka seorang anak menjadi dewasa memerlukan bimbingan sesuai dengan prinsip yang dimilikinya;14 a. Prinsip Biologis

Secara fisik anak baru lahir dalam keadaan lemah. Dalam segala gerak dan tindak-tanduknya ia selalu memerlukan bantuan dari orang-orang dewasa sekelilingnya. Dengan kata lain ia belum dapat berdiri sendiri karena manusia bukanlah merupakan makhluk instintif. Keadaan tubuhnya belum tumbuh secara sempurna untuk difungsikan secara maksimal.

b. Prinsip Tanpa Daya

Sejalan dengan belum sempurnanya pertumbuhan fisik dan psikisnya maka anak yang baru dilahirkan hingga menginjak usia dewasa selalu

13

Departemen Agama RI, op. cit., hlm. 413.

14

(32)

mengharapkan bantuan dari orangtuanya. Ia sama sekali tidak berdaya untuk mengurus dirinya sendiri.

c. Prinsip Eksplorasi

Kemantapan dan kesempurnaan potensi manusia yang dibawanya sejak lahir baik jasmani maupun rohani memerlukan pengembangan melalui pemeliharaan dan latihan. Jasmaninya baru akan berfungsi secara sempurna jika dipelihara dan dilatih. Akal dan fungsi mental lainnya pun baru akan menjadi baik dan fungsi jika kematangan dan pemeliharaan serta bimbingan dapat diarahakan kepada pengekplorasian perkembangannya.15

2. Perkembangan Beragama Pada Anak

Naluri beragama pada dasarnya telah menjadi bakat sejak lahir. Itu sebabnya manusia disebut homo religius, yaitu makhluk yang bertuhan dan beragama. perkembangan beragama pada anak sangat ditentukan oleh pendidikan dan pengalaman yang dilaluinya, terutama pada masa-masa pertumbuhan yang pertama (masa anak) dari umur 0-12 tahun. Seorang anak yang pada masa itu tidak mendapat pendidikan agama dan tidak pula mempunyai pengalaman beragama, maka ia nanti setelah dewasa akan cenderung kepada sikap negative terhadap agama.

Faktor kejiwaan yang penting pada awal perkembangan manusia adalah perhatian yang diberikan pada masalah agama di masa kanak-kanak. Masa kanak-kanak merupakan periode yang dinamis secara psikologis bagi

15

(33)

perkembangan religiusitas dan merupakan momentum pertama untuk mengaktualisasikan fitrah beragama yang dianugerahkan Tuhan kepada manusia.16

Menurut penelitian Ernest Harms perkembangan agama anak-anak itu melalui beberapa fase (tingkatan). Dalam bukunya the development of religius on children yang dikutip oleh Jalaluddin, ia mengatakan bahwa agama pada anak-anak itu melalui tiga tingkatan,17 yaitu:

a. The Fairy Tale Stage (Tingkat dongeng).

Tingkatan ini dimulai pada anak yang berusia 3-6 tahun. Pada tingkatan ini konsep mengenai Tuhan lebih banyak dipengaruhi oleh fantasi dan emosi. Pada tingkatan perkembangan ini anak menghayati konsep ketuhanan sesuai dengan tingkat perkembangan kehidupan fantasi hingga dalam menanggapi agama pun anak masih menggunakan konsep fantastis yang diliputi oleh dongeng-dongeng yang kurang masuk akal.

Minat terhadap dongeng-dongeng itu mulai berkurang, kalau anak itu kira-kira umur 8 tahun: kebanyakan dongeng itu menjadi cempelang bagi anak-anak. pikiran kritis anak-anak itu tidak menerima begitu saja cerita-cerita yang mustahil atau yang fantastis.

b. The Realistic Stage (Tingkat Kenyataan).

Tingkat ini dimulai sejak anak masuk sekolah dasar ke usia (masa usia) adolensense. Pada masa ini ide ketuhanan anak sudah mencerminkan konsep-konsep yang berdasarkan kepada kenyataan (realis).

16

Imam Bawani, Ilmu Jiwa Perkembangan, (Surabaya: PT Bina Ilmu, 1990), hlm. 106.

17

(34)

Konsep ini timbul melalui lembaga-lembaga keagamaan dan pengajaran agama dari orang dewasa lainnya. Pada masa ini ide keagamaan pada anak didasarkan atas dorongan emosional, hingga mereka dapat melahirkan konsep Tuhan yang formalis. Berdasarkan hal itu maka pada masa ini anak-anak tertarik dan senang pada lembaga keagamaan yang mereka lihat dikelola oleh orang dewasa dalam lingkungan mereka. Segala bentuk tindak (amal) keagamaan mereka ikuti dan mempelajarinya dengan penuh minat.

c. The Individual Stage (Tingkat Individu)

Pada tingkat ini anak telah memiliki kepekaan emosi yang paling tinggi sejalan dengan perkembangan usia mereka. Konsep keagamaan yang individualistis ini terbagi atas tiga golongan, yaitu:

1) Konsep ke-Tuhanan yang konvensional dan konservatif dengan dipengaruhi sebagian kecil fantasi. Hal tersebut disebabkan oleh pengaruh luar.

2) Konsep ke-Tuhanan yang lebih murni yang dinyatakan dalam pandangan yang bersifat personal (perorangan).

(35)

3. Sifat-Sifat Beragama Pada Anak

Kesadaran beragama seseorang bersifat dinamis-evolusionistis, perkembangan secara berlanjut dari mulai adanya fitrah beragama, potensi dasar yang akan direalisasikan atau dikembangkan melalui kesadaran agama yang sama sampai menjadi kesadaran beragama yang matang. jika kita memahami konsep keagamaan pada anak-anak berarti memamahami pula sifat-sifat agama pada anak-anak. Dengan ciri yang mereka miliki, maka sifat agama pada anak-anak tumbuh mengikuti pola ideas concept on outhority. Ide keagamaan pada anak hampir sepenuhnya authoritarius, maksudnya konsep keagamaan pada diri mereka dipengaruhi oleh faktor dari luar diri mereka.18 Berdasarkan hal itu maka bentuk dan sifat agama pada diri anak dapat dibagi atas:

a. Unreflective (tidak mendalam)

Anggapan anak terhadap ajaran agama dapat saja mereka terima dengan tanpa kritik. Kebenaran yang mereka terima tidak begitu mendalam sehingga cukup sekedarnya saja dan mereka sudah merasa puas dengan keterangan yang kadang-kadang kurang masuk akal. Konsep ketuhanan pada diri anak sebesar 73 % menganggap tuhan itu bersifat seperti manusia. Contoh: Tuhan itu maha mendengar, berarti tuhan itu sama seperti manusia yang mendengar melalui telinganya.

18

(36)

b. Egosentris

Anak memiliki kesadaran akan diri sendiri sejak tahun pertama usia perkembangannya dan akan berkembang sejalan dengan pertambahan pengalamannya. Apabila kesadaran akan diri itu mulai tumbuh subur pada diri anak, maka akan tumbuh keraguan pada rasa egonya. Semakin bertambah semakin menigkatnya pula egoisnya. Sehubungan dengan hal itu maka dalam masalah keagamaan anak telah menonjolkan kepentingan dirinya dan telah menuntut konsep keagamaan yang mereka pandang dari kesenangan pribadinya. Seorang anak yang kurang mendapat kasihsayang dan selalu mengalami tekanan anak bersifat kekanak-kanakan (childish) dan memiliki sifat ego yang rendah. Hal yang demikian mengganggu pertumbuhan keagamaannya.

c. Antromorphish

Sifat anthromorpish agama pada anak, dimana kata-kata dan gambaran keagamaan diterjemahakan ke dalam pengalaman-pengalaman yang sudah dijalani dan biasanya dalam bentuk orang-orang yang sudah di kenal.19

Melalui konsep yang sudah terbentuk dalam pikiran mereka menganggap bahwa perikeadilan tuhan sama dengan manusia. Pekerjaan Tuhan mencari dana menghukum orang yang berbuat jahat di saat orang itu berada dalam tempat yang gelap.

19

(37)

Keimanan si anak kepada Tuhan belum merupakan suatu keyakinan sebagai hasil pemikiran yang obyektif, akan tetapi merupakan bagian dari kehidupan alam perasaan yang berhubungan erat dengan kebutuhan jiwanya akan kasih sayang, rasa aman dan kenikmatan jasmaniah.20 Konsep Ketuhananan yang demikian itu mereka bentuk sendiri berdasarkana fantasi masing-masing.

d. Verbalis dan Ritualis.

Dari kenyataan yang kita alami ternyata kehidupan agama pada anak-anak sebagian besar tumbuh mula-mula secara verbal (ucapan). Mereka menghafal secara verbal kalimat-kalimat keagamaan dan selain itu pula dari amaliah yang mereka laksanakan berdasarkan pengalaman menurut tuntutan yang diajarakan kepada mereka. sepintas lalu kedua hal tersebut kurang ada hubungannya dengan perkembangan agama pada anak di masa selanjutnya tetapi menurut penyelidikan hal itu sangat besar pengaruhnya terhadap kehidupan agama anak itu di usia dewasanya. Bukhori menunjukkan bahwa banyak orang dewasa yang taat karena pengaruh ajaran dan praktek keagamaan yang dilaksanakan pada masa anak-anak mereka. Sebaliknya belajar agama di usia dewasa banyak mengalami kesukaran. Latihan-latihan bersifat verbalis dana upacara keagamaan yang bersifat ritual (praktek) merupakan hal yang berarti dan merupakan salah satu ciri dari tingkat perkembangan agama pada anak-anak.

20

(38)

e. Imitatif

Dalam kehidupan sehari-hari dapat kita saksikan bahwa tindak keagamaan yang dilakukan oleh anak-anak pada dasarnya diperoleh dari meniru. Kecenderungan meniru kepada seluruh gerak dan perbuatan dari figur yang menjadi idolanya adalah merupakan indikasi yang positif, karena sangat berperan dalam pembinaan watak seorang anak. Berdoa dan shalat misalnya mereka laksanakan karena hasil melihat perbuatan dilingkungannya, baik berupa pembiasaan ataupun pengajaran yang intensif. Walaupun anak mendapat ajaran agama tidak semata-mata berdasarkan yang mereka peroleh sejak kecil namun pendidikan kegamaan (religious paedagogies) sangat mempengaruhi terwujudnya tingkah laku keagamaan (religious behaviour) melalui sifat meniru itu. Sikap anak yang suka meniru ini harus mendapat pembinaan dan pengarahan dengan memberi contoh yang baik, sehingga anak akan mengenali hal-hal yang baik dan tumbuh rasa cinta kepada hal-hal pula. Kemudian anak akan berkembang terdorong untuk merealisasikannya dalam bentuk amal nyata.

f. Rasa Heran

(39)

dari pernyataan kebutuhan anak akan dorongan untuk mengenal sesuatu yang baru (new experience). Rasa kagum mereka dapat disalurkan melalui cerita-cerita yang menimbulkana rasa takjub.

B. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERKEMBANGAN BERAGAMA PADA ANAK

1. Faktor Internal

Pada umumnya perkembangan beragama seseorang ditentukan oleh dua faktor; internal dan eksternal. Begitu pula perkembangan beragama pada masa anak, dipengaruhi oleh dua faktor tersebut. Faktor internal; faktor kecerdasan, emosi, moral dan sosial, sedangkan yang termasuk faktor eksternal; keluarga, sekolah dan masyarakat.

a. Faktor Kecerdasan dalam Perkembangan Beragama Pada Anak Islam menyatakan bahwa manusia lahir di dunia membawa pembawaan yang disebut fitrah.21 salah satu aspek potensial dari apa yang

disebut “fitrah” adalah kemampuan berfikir manusia dimana rasio atau

intelegensia (kecerdasan) menjadi pusat perkembangannya.22 Karena ada fitrah itu manusia selalu membutuhkan pegangan hidup yang disebut dengan agama. Manusia merasa bahwa dalam jiwanya ada satu perasaan yang mengakui adanya Yang Maha Kuasa, tempat mereka berlindung dan memohon pertolongan. Hal semacam ini terjadi pada seluruh lapisan masyarakat, baik masyarakat modern, agak modern, maupun masyarakat

21

Nur Uhbuyati, Ilmu Pendidikan Islam, (Bandung: CV Pustaka Setia, 1998), hlm. 102.

22

(40)

primitif. Mereka merasa tentram dan tenang dikala mereka mendekatkan diri pada Allah SWT.23

Panca indera manusia sebagai alat pengamatan yang terdiri dari penglihatan, pendengaran, penciuman, perasaan dan peraba memegang peranan penting dalam mengantar manusia untuk percaya terhadap Tuhan. Melalui pengamatan panca inderawi akan memperkuat kepercayaan secara fitri yang dimiliki seseorang dan sekaligus juga dapat memberikan jawaban terhadap keinginan batin dalam menuju kepercayaan terhadap Tuhan.24

Menurut Prof. Mukhtar Yahya, pertumbuhan akal anak-anak itu adalah melalui dua taraf, yaitu panca indera dan taraf pikiran.25 Anak pada usia pertama berfikir berdasarkan tingkat indrawi. Dia tidak bisa mencapai hal-hal yang abstrak dan tinjauan-tinjauan filosofis. Kalaupun menyampaikan masalah ini pada anak-anak hendaklah dengan bentuk inderawi dan mengkaitkannya dengan realitas dan kehidupannya.26

Dalam keadaan normal pikiran anak usia sekolah dasar berkembang secara berangsur-angsur dan secara tenang. Pengetahuannya bertambah secara pesat. Dalam iklim yang egosentris, anak memasuki dunia obyektif dan dunia pikiran orang lain. 27

23

Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Klam Mulia, 1994), hlm. 203.

24

Hafi Anshori, Dasar-Dasar Ilmu Jiwa Beragama, (Surabaya: Usaha Nasional, 1991), hlm. 42-43.

25

Mukhtar Yahya, Pertumbuhan Akal Dan Memanfaatkan Naluri Kanak-Kanak, (Jakarta: Bulan Bintang, 1972), hlm. 19.

26Ma’ruf Zurayk,

Bimbingan Praktis Mendidik Anak Menuju Remaja: Aku dan Anakku, (Bandung: Al-Bayan, 1998), hlm. 90.

27

(41)

b. Faktor Emosi Dalam Perkembangan Beragama Pada Anak

Menurut Elizabeth B. Hourlock emosi anak pada perkembangan ini sangatlah kuat karena terjadi ketidak seimbangan dimana anak-anak keluar dari fokus dalam artian bahwa ia mudah terbawa ledakan-ledakan emosional, sehingga sulit dibimbing dan di arahkan. Hal ini ditandai dengan ledakan amarah yang kuat, ketakutan yang hebat dan iri hati yang tak masuk akal dan kebanyakan emosi yang tinggi disebabkan oleh masalah psikologis.28

Dalam menumbuhkan motivasi beragama pada anak sedapat mungkin diusahakan agar terjadi pengalaman-pengalaman emosional yang menyenangkan dalam diri anak bahwa agama itu baik, Allah itu tidak menakutkan oleh karena itu perlu didekati.29Selain itu, pendidikan atau latihan ritual keagamaan harus disesuaikan dengan kadar kemampuan atau nalar seseorang. Dalam menghadapi anak-anak untuk mengajarkan agama harus dengan cara yang lembut dan penuh kasih sayang, jangan sekali-kali mengajarkan agama dengan kekerasan, karena anak akan menyangka bahwa agama itu menyakitkan. Maka hubungan yang harmonis antara anak dan orang tua (terutama), akan sangat membantu dalam proses menumbuhkan motivasi beragama pada anak. Pangalaman-pengalaman emosional yang menyenangkan akan mempermudah masuknya nilai-nilai religius dalam kepribadian anak.30

28

Elizabeth B. Hurlock, Psikologi Perkembangan, (Jakarta: Erlangga, 1996), hlm. 114-115.

29

Jalaluddin, Psikologi Agama, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2003), hlm. 20.

30

(42)

c. Faktor Moral dalam Perkembangan Beragama Pada Anak

Menurut Alex Sobur, moral artinya tata cara dalam kehidupan, adat istiadat, kebiasaan. Adapun tingkah laku bermoral artinya tingkah laku yang sesuai dengan nilai-nilai moral yang ada dalam suatu kelompok.31 Nilai-nilai moral mungkin berbeda antara satu kelompok dengan kelompok lain. Nilai moral ini merupakan nilai-nilai yang diakui baik dan bermanfaat pada masyarakat tersebut. Dalam suatu masyarakat, terutama masyarakat religius tentu saja nilai-nilai moral yang dianut adalah yang selaras dengan ajaran agama, sehingga nilai-nilai moral ini akan sangat berpengaruh dalam pembentukan kesadaran beragama pada anak.

Perkembangan moral ditandai dengan ukuran baik-buruk, benar-salah, boleh atau tidaknya suatu perbuatan itu dilakukan. Hal ini dikarenakan belum matangnya penalaran anak untuk memahami latar belakang mengapa suatu itu dikatakan baik atau buruk, benar-salah, boleh atau tidak untuk dilakukan, semua itu berkaitan dengan perkembangan kognitif mereka yang masih belum waktunya.32 Karena itu pembinaan moral (mental agama) bukan suatu proses yang terjadi dengan cepat dan dipaksakan tetapi haruslah berangsur-angsur, wajar, sehat dan sesuai dengan pertumbuhan, kemampuan dan keistimewaan umur yang sedang dilaluinya.

31

Alex Sobur, Anak Masa Depan, (Bandung: Angkasa, 1991), hlm. 26.

32

(43)

d. Faktor (Perasaan) Sosial Dalam Perkembangan Pada Anak

Reaksi sosial pertama bayi adalah terhadap orang dewasa yaitu ibunya. Pada usia tiga bulan, mulai memperhatikan kehadiran orang dewasa dan mulai bereaksi, hal ini dapat dilihat apabila mendengar suara, anak akan menangis atau tersenyum bila ada seorang yang datang menghampirinya. Usia enam bulan anak ini lebih mengenal ibunya melalui suaranya, wajah atau belaian.33 Pada fase perkembangan sosial tersebut, sangat tepat bagi orang tua untuk menumbuhkan dorongan beragama pada anak dengan memberi contoh dalam tingkah laku serta ucapan-ucapan yang mengandung unsur agama seperti bacaan sholawat nabi maupun mendekatkan anak-anak ketika mereka sedang sholat.

Faktor internal baik kecerdasan, emosi, moral maupun perasaan sosial dalam memotivasi beragama pada anak bukan berarti masing-masng aspek berjalan sendiri-sendiri, dengan kata lain saling berkaitan. Keempat aspek tersebut tidak akan mencapai kematangan dan mampu membantu terealisasinya potensi agama yang ada pada anak sehingga menjadi kesadaran beragama tanpa adanya bantuan dari lingkungan yang mendukung.

2. Faktor Eksternal

Manusia sering disebut dengan homo religious (makhluk beragama). Pernyataan ini menggambarkan bahwa manusia memiliki potensi dasar yang dapat dikembangkan sebagai makhluk beragama. Jadi manusia dilengkapi

33

(44)

potensi berupa kesiapan untuk menerima pengaruh luar sehingga dirinya dapat dibentuk menjadi makhluk yang memiliki rasa perilaku keagamaan.

Faktor eksternal yang dinilai berpengaruh dalam perkembangan jiwa beragama dapat dilihat dari lingkungan di mana seseorang itu hidup. Umumnya lingkungan tersebut di bagi menjadi tiga, yaitu: a. Keluarga, b. Sekolah, dan c. Masyarakat.

a. Faktor Keluarga Terhadap Perkembangan Beragama Pada Anak Anak dilahirkan dalam keadaan suci. Ia membuka kedua matanya pada kehidupan dunia ini untuk melihat ibu dan ayahnya yang menjaganya dalam segala urusannya. Pada waktu lahir anak belum beragama. Isi, warna dan corak perkembangan kesadaran beragama pada anak sangat dipengaruhi oleh keimanan, sikap dan tingkah laku keagamaan orang tuanya.34 Sehingga seorang anak yang dilahirkan dalam keluarga yang religius, maka ia akan cenderung tumbuh menjadi pribadi yang taat beragama dana sebaliknya, seorang anak yang dilahirkan dalam keluarga yang acuh tak acuh atau bahkan tidak mengenal agama, maka ia akan tumbuh pula menjadi pribadi yang tidak mengenal agama, sering melanggar aturan agama tanpa merasa bersalah karena potensi untuk mengenal Tuhan dan mengikuti ajaran-Nya dikalahkan oleh potensi buruknya serta tertutup oleh kebiasaan-kebiasaannya melanggar aturan agama.

34

(45)

Karena pembinaan dan pendidikan anak dalam keluarga ini adalah merupakan awal dari suatu usaha untuk mendidik anak agar menjadi manusia yang bertaqwa, cerdas dan terampil. Maka hal ini menempati posisi kunci yang sangat penting dan mendasar yang akan menjadi fondasi penyangga bagi pendidikan anak berikutnya.35

Dalam ajaran Islam, masalah keluarga mendapat banyak perhatian dengan berbagai macam peraturan untuk menuju kebaikan dan kebahagiaan. Dari soal memilih jodoh, kriteria, dan idealnya, prosedur pemilihan, kewajiban dan hak suami istri dan anak, kewajiban yang harus dipenuhi dan larangan-larangan yang harus dijauhi. Bahkan hubungan antara yang satu dengan lainnya, baik hubungan yang paling suci dan asasi maupun hubungan yang tampak sederhana dan ringan dalam kehidupan sehari-hari, diberikan petunjuknya dengan berbagai macam peraturan yang harus ditaati.

Keluarga yang ideal adalah keluarga yang mampu mengembangkan fungsi-fungsi dalam mencapai tujuan keluarga yang sakinah, mawaddah, warahmah. Adapun fungsi keluarga menurut Hasbullah adalah sebagai berikut:

1) Pengalaman pertama masa anak-anak

Dalam keluarga anak memperoleh pengalaman pertama yang merupakan faktor penting dalam perkembangan pribadi anak. Suasana ini sangat penting diperhatikan, sebab dari sinilah keseimbangan jiwa di dalam perkembangan individu selanjutnya ditentukan.

35

(46)

2) Menjamin kehidupan emosional anak

Melalui pendidikan keluarga kehidupan emosional atau kebutuhan akan rasa kasih sayang dapat dipenuhi dan berkembangan dengan baik.

3) Menanamkan dasar pendidikan moral

Pendidikan moral dalam keluarga biasanya tercermin dalam sikap dan perilaku orang tua sebagai teladan yang dapat di contoh oleh anak-anak. Sikap keteladanan ini melahirkan identifikasi positif dan sangat penting dalam rangka pembentukan kepribadian.

4) Memberikan dasar pendidikan sosial

Kehidupan keluaraga merupakan basis yang sangat penting dalam peletakan-peletakan dasar-dasar pedidikan sosial anak yang ditumbuhkan melalui kehidupan yang penuh roda gotong royong.

5) Peletak dasar-dasar keagamaan

Keluarga sebagai pendidikan pertama dan utama berperan besar dalam proses internalisasi dan transformasi nilai-nilai keagamaaan dalam pribadi anak.36

36

(47)

Sedangkan menurut Abdurahhman An-Nahlawi menjelaskan bahwa berdasarkan Al-Qur’an dan As-Sunnah, kita dapat mengatakan bahwa tujuan terpenting dari pembentukan keluarga;37

a) Mendirikan Syariat Allah dalam segala permasalahan rumah tangga. Artinya, tujuan keluarga adalah mendirikan rumah tangga muslim yang mendasarkan kehidupannya pada perwujudan penghambaan kepada Allah. Demikianlah, anak-anak akan tumbuh dan dibesarkan di dalam rumah yang di bangun dengan dasar ketakwaan kepada Allah, ketaatan pada syariat Allah dan keinginan menegakkan syariat Allah. Dengan sangat mudah anak-anak akan meniru kebiasaan orang tua dan akhirnya terbiasa untuk hidup Islami. Dan ketika di sudah dewasa pun, di akan merasakan kepuasan pada akidah yang dianut dirinya dan orang tuanya.

b) Mewujudkan ketentraman dan ketenangan psikologis. Jika suami istri bersatu di atas landasan kasih sayang dan ketentraman psikologis yang interaktif, anak-anak akan tumbuh dalam suasana bahagia, percaya diri, tentram, kasih sayang, serta jauh dari kekacauan, kesulitan dan penyakit batin yang melemahkan kepribadian anak. Disamping itu pangkal ketentraman dan kedamaian hidup terletak dalam keluarga. Karena keselamatan masyarakat para hakikatnya bertumpu pada keselamatan keluarga. Sebagaimana firman Allah dalam Al-Qur’an:

37

(48)

Artinya: “Dan berilah peringatan kepada kerabat-kerabatmu yang

terdekat.” (QS. Asy-Syuara: 214)38

c) Memenuhi kebutuhan cinta kasih anak-anak. Keluarga, terutama orang tua, bertanggungjawab untuk memberikan kasih sayang kepada anak-anaknya karena kasih sayang merupakan landasan terpenting dalam pertumbuhan dan perkembangan psikologis dan sosial anak. Jika seseorang anak mengalami ketidakseimbangan rasa cinta, kehidupan bermasyarakat akan dicemari penyimpangan-penyimpangan. Dia akan sulit berteman atau bekerja sama, apabila jika harus melayani atau mengorbankan miliknya demi orang loin. Dalam perkembangannya, terutama dalam perkembangan kepribadiannya, anak-anak membutuhkan curahan kasih sayang. Curahan kasih sayang itu lebih utama jika disalurkan melalui kehidupan keluarga sehingga jika dewasa nanti, anak-anak akan membiasakan kasih sayang yang dia peroleh kepada masyarakat sekitarnya, sehingga terbentuk rasa saling mengasihi antar umat Islam.

d) Menjaga fitrah anak agar anak tidak melakukan penyimpangan-penyimpangan. Dalam konsepsi Islam, keluarga adalah penanggungjawab utama terpeliharanya fitrah anak. Dengan

38

(49)

demikian, penyimpangan-penyimpangan yang dilakukan anak-anak lebih disebabkan ketidakwaspadaan orang tua atau pendidik terhadap perkembangan anak.

b. Faktor Sekolah Terhadap Perkembangan Beragama Pada Anak Sekolah merupakan tempat kedua di mana anak mendapatkan pendidikan agama yang membantu proses penyadaran seorang anak berarti suatu agama (Islam) sebagai pedoman hidup manusia. Berdasarkan pertimbangan heterogenitas sosiokultural peserta didik, maka pelaksananan pendidikan agama diletakkan sebagai usaha untuk menumbuhkembangkan kesadaran moral etika sebagai bentuk

kesadaran iman dan Islam melalui proses belajar mengajar dan pengendalian lingkungan sebagai pendukungnya. Kesadaran demikian merupakan daya penggerak bagi seseorang sehingga ia selalu merindukan melakukan ibadah dalam arti yang luas dan ia selalu berhasrat memperkaya pengetahuan dan pengalaman dalam beribadah tersebut.

(50)

mengarahkan kearah positif sehingga mampu mengenal makna kehidupan hakiki yang sedang dihadapinya.39

Oleh sebab itu jika lembaga sekolah dijadikan media untuk mendidik anak (generasi muda), kita dituntut unutk memahami pertumbuhan, fungsi dan metode yang dapat meninggikan kualitas dan manfaat media pendidikan tersebut, melalui konsep-konsep pendidikan Islam.

Dalam konsepsi Islam fungsi utama sekolah adalah sebagai media relasi pendidikan berdasarkan tujuan pemikiran, akidah dan syariat demi terwujudnya penghambaan diri kepada Allah, serta sikap meng-Esakan Allah dan mengembangkan segala bakti dan potensi manusia sesuai fitrahnya sehingga manusia terhindar dari berbagai penyimpangan,40 yang menjurus pada suatu kerusakan akidah, moral dan pergaulan sosialnya, tetapi justru mampu meningkatakan kualitas kemanusiaannya yang mengantarkannya pada kebahagiaan hidup.

Usaha-usaha pendidikan yang banyak berpengaruh dalam menanamkan keimanan dalam rangka membentuk kesadaran beragama pada anak antara lain: memberikan contoh atau teladan, membiasakan, menegakkan disiplin, memberikan hadiah terutama psikologis, menghukum bila perlu serta menciptakan suasana yang berpengaruh bagi pertumbuhan positif. Disamping itu yang lebih penting adalah seorang pendidik yang secara tidak langsung terlihat oleh anak didik dari segi kepribadiannya, sikap perilaku dan tata cara hidup akan mampu mendorong timbulnya sikap

39

Kamrani Busseri, Pendidikan Keluarga Dalam Islam, (Yokyakarta: Bina Usaha, 1990), hlm. 49.

40

(51)

beragama pada anak, karena salah satu sifat beragama pada anak adalah imitatif (meniru).

Jadi yang tanggung jawab pendidik dalam hal ini tidak kurang dari tanggungjawab orang tua. anak didik adalah amanat bagi mereka. Orang tua dan juga masyarakat telah memberikan mereka posisi kunci dalam mendidik generasi muda (anak-anak) untuk melatih mereka, mengarahkan, mengajar serta membimbing mereka kepada kebaikan dan kemuliaan.

c. Faktor Masyarakat Terhadap Perkembangan Beragama Pada Anak Masyarakat merupakan salah satu dari tri pusat pendidikan sesudah keluarga dan sekolah. Ketiganya mempunyai hubungan kemitraan yang tidak dapat terpisahkan dalam hal pembentukan kepribadian anak. Sebagai pendukung dalam kelurga dan sekolah, peranan masyarakat sangatlah penting dalam tanggungjawab pendidikan.

(52)

merupakan bagian mutlak dari keberhasilan dalam pembinaan kehidupan beragama pada anak-anak.41 Firman Allah dalam Al-Qur’an:

Artinya: “Hanyalah yang memakmurkan mesjid-mesjid Allah ialah orang-orang yang beriman kepada Allah dan hari kemudian, serta tetap mendirikan salat, menunaikan zakat dan tidak takut (kepada siapa pun) selain kepada Allah, maka merekalah orang-orang yang diharapkan termasuk golongan orang-orang yang mendapat

petunjuk.” (QS. At-Taubah: 18)42

Dari ayat tersebut menunjukkan bahwa dalam proses sosialisasi anak, lembaga yang ada di masyarakat ikut langsung melaksanakan pola-pola pembinaan yang membantu pendidikan dalam usaha membentuk sikap, kesusilaan solidaritas sosial dan menambah ilmu pengethauan di luar sekolah dan keluraga, juga dapat menumbuhkan dorongan beragama serta ,menghindarkan anak dari pergaulan yang salah dan kerusakan moral.

Dalam hal ini kita tidak cukup mengandalkan kondisi masyarakat mukmin untuk mendidik anak-anak kita, bagaimana mengingatkan untuk memilih teman yang baik bagi permainan dan pergaulan sehari-hari, sehingga mereka waspada terhadap hal-hal yang dapat mengotori rohaninya atau menjerumuskan mereka pada penyia-nyiaan waktu.

41

Bakir Yusuf Barmawi, op. cit., hlm. 30.

42

(53)

Usaha mendidik anak untuk menumbuhkan motivasi beragama pada anak yang teraktualisasi dalam perilaku keseharian anak menjelma dalam cara dan perkara yang dipandang merupakan metode pendidikan masyarakat yang utama. Cara yang terpenting adalah:43

Pertama, Allah menjadikan masyarakat sebagai penyuruh kebaikan dan pelarang kemunkaran sebagaimana diisyaratkan oleh Allah dalam firman-Nya ini:

Artinya: “Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang makruf dan mencegah dari yang munkar; merekalah orang-orang yang beruntung.(QS. Ali Imron: 104)44

Kedua, Dalam masyarakat Islam, seluruh anak-anak dianggap anak-anak sendiri atau anak saudaranya. Dari sinilah muncul tanggungjawab bersama seluruh anggota masyarakat untuk mendidik anak-anak menjadi anak yang sadar beragama.

Ketiga, Untuk menghadapi orang-orang yang membiasakan dirinya berbuat buruk, Islam membina melalui kekerasan atau kemarahan. Namun dalam hal ini dilakukan hanya untuk kondisi tertentu yang sangat darurat.

43

Abdurrahman An-Nahlawi, op. cit., hlm. 176-185.

44

(54)

Keempat, Masyarakat dapat melakukan pembinaaan melalui pengisolasian, pemboikotan atau pemutusan hubungan kemasyarakatan, hal ini dilakukan agar anak kembali kepada keimanan, bertobat dan menyesali perbuatannya. Kelima, pendidikan kemasyarakatan dapat juga dilakukan melalui kerjasama yang utuh karena bagaimanapun, masyarkat muslim adalah masyarakat yang padu.

Keenam, Pendidikan kemasyarakatan bertumpu pada landasan afeksi masyarakat, khususnya rasa saling mencintai. Dalam diri anak-anak rasa cinta tumbuh seiring dengan kasih sayang yang diberikan kepada mereka sehingga mereka memiliki kesiapan untuk mencintai orang lain.

Ketujuh, Pendidikan masyarakat harus mampu mengajak generasi muda (anak-anak) untuk memiliki teman dengan baik dan berdasarkan ketaqwaan kepada Allah.

Akhirnya dalam mendidik anak, masyarakat mempunyai pengaruh yang besar, menyangkut hal-hal sebagai konsekuensi interaksi sebagai berikut:45

1) Anak akan mendapatkan pangalaman langsung setelah memperhatikan (mengamati) apa yang terjadi di masyarakat.

2) Membina anak-anak itu berasal dari masyarakat dan akan kembali kepada masyarakat (setelah dididik oleh masyarkat)

3) Masyarakat (dapat menjadi sumber) pengetahuan.

4) Masyarakat membutuhkan orang-orang terdidik dan anak pun juga membutuhkan masyarakat (untuk mengembangkan dirinya).

45

(55)

Dari berbagai faktor eksternal di atas, satu sama lain saling berhubungan. Karena anak tidak hidup dalam satu lingkungan saja, melainkan anak berinteraksi dengan lingkungan sekitarnya untuk membentuk kepribadian dirinya.

C. TINJAUAN TENTANG MOTIVASI 1. Pengertian Motivasi

Sarlito Wirawan mengemukakan bahwa motivasi merupakan istilah yang lebih umum, yang menunjuk pada seluruh proses gerakan itu termasuk situasi yang mendorong, dorongan yang timbul dalam diri individu, tingkah laku, yang ditimbulkan oleh situasi tersebut dan tujuan atau akhir dari gerakan atau perbuatan.46 Sedangkan menurut Mc. Donald yang dikutip oleh Sardiman A. M, motivasi adalah perubahan energi dalam diri seseorang yang ditandai dengan munculnya feeling dan didahului dengan tanggapan terhadap adanya tujuan. Dari pengertian yang dikemukakan Mc. Donald ini mengandung tiga elemen penting;

a. Bahwa motivasi itu mengawali terjadinya perubahan energi pada diri setiap individu manusia. Perkembangan motivasi akan membawa beberapa perubahan energi di dalam sistem “Neuropshysilogical” yang ada pada organisme manusia. Karena menyangkut perubahan energi manusia (walaupun motivasi itu muncul dari dalam diri manusia), penampakannya akan menyangkut kegiatan fisik manusia.

46

(56)

b. Motivasi ditandai dengan munculnya rasa/ feeling, afeksi seseorang. Dalam hal ini motivasi relevan dengan persoalan-persoaln kejiwaan, afeksi dan emosi yang dapat menentukan tingkah laku manusia.

c. Motivasi akan dirangsang karena adanya tujuan. Jadi motivasi dalam hal ini sebenarnya merupakan respon dari suatu aksi, yakni tujuan. Motivasi memang muncul dari dalam diri manusia, tetapi kemunculannya karena terangsang/terdorong oleh adanya unsur lain, dalam hal ini adalah tujuan. Tujuan ini akan menyangkut soal kebutuhan.

Dalam istilah Islam kata motivasi lebih dikenal dengan istilah niat yaitu dorongan yang tumbuh dalam hati manusia yang menggerakkkan untuk melakukan suatu aktifitas tertentu. Dalam niat ada ketergantungan antara niat dengan perbuatan dalam arti jika niat baik maka balasannya juga baik dan sebaliknya.

Perbedaan yang mendasar antara niat dengan motivasi hanya terletak pada terealisasinya perbuatan itu atau tidak. Tingkah laku yang didasari atau didorong dan dilatarbelakangi oleh adanya kebutuhan atau keinginan dan diarahkan pada usaha pencapaian tujuan atau pemenuhan kebutuhan disebut tingkah laku bermotivasi.47

2. Bentuk-Bentuk Motivasi

Berdasarkan sebab-musababnya motivasi di bagi menjadi dua macam:

47

(57)

a. Motivasi instrinsik, adalah motivasi yang tercakup dalm situasi belajar yang bersumber dari kebutuhan dan tujuan-tujuan siswa sendiri.

Motivasi ini sering disebut ”motivasi murni” atau motivasi yang

sebenarnya. Motivasi ini timbul tanpa adanya pengaruh dari luar, sebagaimana dikemukakan Emerson yang dikutip oleh Oemar Hamalik,

bahwa…the reward of athing well done is to have done it. Ini berarti,

bahwa motivasi instrinsik adalah sifat nyata atau motivasi sesungguhnya disebut Sound Motivation.48

b. Motivasi ekstrinsik adalah hal atau keadaan yang datang dari luar individu peserta didik yang juga mendorongnya untuk melakukan kegiatan belajar, seperti pujian atau hadiah, peraturan, suri tauladan dari orang tua, guru dan sebagainya.49

Antara motivasi instrinsik dan motivasi ekstrinsik sulit untuk menentukan mana yang lebih baik, yang dikehendaki adalah timbulnya motivasi instrinsik, tetapi motivasi ini tidak mudah dan tidak selalu dapat timbul.

3. Peranan Motivasi

Pada kehidupan manusia, apabila setiap sisinya diamati secara cermat maka akan tampak bahwa manusia senantiasa mempunyai kebutuhan yang kompleks, baik kebutuhan fisik seperti: makan minum, maupun kebutuhan yang bersifat psikis seperti kebutuhan rasa aman, kasih sayang, pendidikan

48

Oemar Hamalik, Kurikulum dan Pembelajaran, (Jakarta: Bumi Aksara, 1995), hlm. 112.

49

(58)

dan sebagainya. Untuk memenuhi kebutuhan tersebut, agar terwujud dalam realitas tingkah laku, maka manusia memerlukan dorongan atau dalam dunia pendidikan dikenal istilah motivasi yang setiap saat muncul dalam diri manusia.

Menurut Ngalim Purwanto, secara garis besarnya motivasi mempunyai peranan;50

a. Menggerakkan berarti menimbulkan kekuatan pada individu; memimpin seseorang untuk bertindak dengan cara tertentu. Misalnya kekuatan dalam hal ingatan, respons-respons efektif, dan kecenderungan mendapat kesenangan.

b. Motivasi juga mengarahkan atau menyalurkan tingkah laku. Dengan demikian ia menyediakan suatu orientasi tujuan. Tingkah laku individu diarahkan terhadap sesuatu.

c. Untuk menjaga dan menopang tingkah laku, lingkungan sekitar harus menguatkan (reinforce) intensitas dan arah dorongan-dorongan dan kekuatan-kekuatan individu.

d. Dengan kata lain motivasi merupakan mobilisator (penggerak) yang vital dalam kehidupan seseorang. Tanpa motivasi, seseorang tidak akan bergerak ataupun beraktifitas. Dianalogikan, seseorang yang mempunyai kecerdasan sedang, akan tetapi mempunyai motivasi akan lebih cepat sukses daripada orang yang mempunyai kecerdasan tinggi tetapi tidak mempunyai motivasi.

50

Referensi

Dokumen terkait

(20 minit ) 1) Membina model kapal selam menggunakan konsep ketumpatan 2) Pembahagian kumpulan di lakukan Mencipta Bahan :- botol air mineral dan straw Langkah 2. (30 minit )

Gambar 4.10 Hasil Uji Mutu Hedonik terhadap Penerimaan Keseluruhan Produk Minuman

membawa tanda pengenal serta berkas asli perusahaan, bagi yang tidak menghadiri Klarifikasi hasil evaluasi ini di anggap menerima seluruh hasil keputusan Pokja

• Dalam siklus penjualan dan piutang yang terkomputerisasi segala kegiatan yang biasa dikerjakan dengan manual akan lebih efisisen dan efektif dengan adanya system yang

Sistem jaringan saraf tiruan menggunakan metode backpropagation yang diterapkan dalam penelitian ini untuk memprediksi prestasi mahasiswa, dan diharapkan dapat membantu

Konflik yang akan lebih sering terjadi adalah pada kelompok 2 karena kelompok ayah 2 memiliki pandangan bah- wa kriteria seperti independence, interdependence,

 Dari definisi yang telah dibuat siswa yang berkaitan dengan sifat – sifat bangun ruang dan hubungan antar bangun siswa dapat menyelesaikan permasalahana.  Dari

Pada proses selanjutnya,dilakukan pengocokkan untuk mencapai kesetimbangan distribusi, maka fasa atas yang lebih ringan dari pada fasa bawah dipindahan ke tabung