• Tidak ada hasil yang ditemukan

STRATEGI PENGEMBANGAN AGRIBISNIS KOPI KABUPATEN HUMBANG HASUNDUTAN

6.1 Faktor Internal

Faktor-faktor internal terdiri dari faktor kekuatan dan kelemahan dari strategi pengembangan agribisnis kopi di Kabupaten Humbang Hasundutan. Berdasarkan hasil wawancara dan kuisioner serta masukan dari Kepala Bidang Perkebunan Dinas Pertanian, Kepala Bappeda (Badan Perencana Pembangunan Daerah), Ketua Asosiasi Petani Kopi Lintong Organik, Ketua Kelompok Tani Kopi ditiap kecamatan yang terpilih, serta Pedagang pengumpul dan Pengusaha industri kopi yang ada di Kabupaten Humbang Hasundutan, diperoleh faktor- faktor strategis internal yang menjadi kekuatan dan kelemahan dalam pengembangan agribisnis kopi Humbang Hasundutan yaitu sebagai berikut:

6.1.1 Kekuatan

Faktor kekuatan merupakan bagian dari faktor strategis internal, faktor tresebut dianggap sebagai kekuatan yang akan mempengaruhi pengembangan agribisnis kopi di Humbang Hasundutan. Faktor-faktor yang menjadi kekuatan harus digunakan semaksimal mungkin dalam upaya untuk mencapai tujuan pengembangan agribisnis kopi, faktor-faktor itu terdiri dari :

a. Keadaan Sumberdaya Alam

Keadaan sumber daya alam yang menjadi faktor kekuatan antara lain iklim (memiliki suhu berkisar 170C-290C), kesuburan tanah, topografi, ketinggian bervariasi antara 330-2.075 m di atas permukaan laut. Faktor-faktor itulah yang diharapkan dapat membantu memperlancar pengembangan agribisnis kopi secara alamiah. Dengan kondisi sumberdaya alam yang subur dan ditunjang dengan iklim dan ketinggian yang cocok untuk budidaya kopi dan tanaman dataran tinggi lainnya.

b. Ketersediaan Lahan

Luas wilayah Humbang Hasundutan adalah 251.765,93 Km2, lahan yang digunakan untuk tanamaman perkebunan mencapai 36.599,35 Ha dan tersebar diseluruh Kecamatan. Lahan yang paling luas diperuntukkan untuk perkebunan

47 kopi, yakni seluas 22.707 Ha. Menurut Kepala Dinas Pertanian, Kabupaten Humbang Hasundutan memiliki ± 44.000 Ha lahan yang belum produktif yang dapat dimanfaatkan untuk pengembangan pertanian, perkebunan rakyat, peternakan dan perikanan darat.

c. Keamanan Berusaha

Masyarakat Humbang Hasundutan merasa nyaman untuk menjalankan usaha budidaya kopi. Hampir tidak pernah terjadi kehilangan akan hasil panen. Petani memiliki lahan kopi sendiri, dan mengusahakan kopi sendiri untuk kebutuhan keluarga, sehingga tidak pernah berpikir untuk mencuri hasil kopi dari lahan kopi masyarakat lainnya.

d. Akses Transportasi

Secara umum, jalur transportasi dalam Kabupaten Humbang Hasundutan dapat digunakan dengan baik. Hal ini dapat mempermudah kegiatan mobilitas penduduk dan hasil produksi kopi. Demikian juga jalur transportasi antar Kabupaten Humbang Hasundutan dengan Kabupaten lainnnya telah memadai dan dapat digunakan dengan baik.

e. Keadaan Sumberdaya Manusia

Jumlah penduduk Kabupaten Humbang Hasundutan sampai dengan tahun 2007 mencapai 158.095 jiwa yang tersebar di sepuluh kecamatan. Dari jumlah tersebut hampir 83,2 persen penduduk bekerja sebagai petani dari total angkatan kerja di Kabupaten Humbang Hasundutan. Jumlah penduduk yang produktif sekitar 89.392 jiwa. Penduduk lainnya bekerja sebagai pegawai sekitar 7,3 persen, wiraswasta 8,35 persen dan jumlah penduduk pencari kerja sekitar 1.013 jiwa atau 1,13 persen.

6.1.2 Kelemahan

Faktor kelemahan adalah bagian dari faktor internal. Faktor-faktor yang dianggap sebagai kelemahan akan menjadi kendala dalam upaya pengembangan agribisnis kopi di Humbang Hasundutan. Faktor-faktor tersebut antara lain sebagai berikut :

48 a. Penggunaan Teknologi Tradisional

Penggunaan teknologi tepat guna dalam pengembangan agribisnis kopi di Humbang Hasundutan mempunyai peranan yang cukup penting. Akan tetapi hal ini masih menjadi kendala, karena masih rendahnya minat petani untuk menggunakan teknologi dibidang pertanian dalam kegiatan budidaya kopi. Sebagian besar petani masih mempertahankan cara-cara tradisional dalam melakukan usahataninya. Sehingga hasil yang diperoleh belum maksimal dan kualitas yang dihasilkan relatif masih rendah. Petani menganggap bahwa dalam penggunaan teknologi tersebut membutuhkan dana yang lebih besar dari pada cara-cara bertani yang dilakukan selama ini. Hal ini terlihat dari budidaya petani yang tidak menggunakan mulsa saat penanaman kopi, bibit yang dipilih dari hasil panen sendiri dan disemai di lahan tanpa menggunakan polibag. Disamping itu sebagian besar petani tidak menggunakan pemberantas hama buah, petani berpikir bahwa hama tersebut akan musnah dengan sendirinya.

Pengolahan kopi juga membutuhkan inovasi teknologi yang dapat mempermudah proses pengolahan pasca panen. (Gambar 7 dan 8). Pasca panen, kopi diolah dengan mesin pulping manual yang hanya berkapasitas 50 liter/jam kopi dan mesin pulping tersebut dikayuh dengan tangan (manual). Inovasi mesin berkapasitas 1 ton-3 ton/jam, penggerak motor HONDA 5,5 PK/ diesel China 16 PK, type 2 (double) silinder, transmisi pulley dan sabuk karet V, dilengkapi dengan kopling dan pelindung, bahan pengupas kulit : plat tembaga, dilengkapi pipa saluran air.

49 Gambar 8. Petani menggunakan Pulping Penggerak

b. Ketersediaan Dana

Keterbatasan modal dalam berusahatani merupakan masalah klasik hampir di semua daerah pertanian, khususnya usahatani kopi. Kondisi inilah yang menyebabkan para petani tidak mempunyai kemampuan untuk meningkatkan skala produksinya. Dengan modal yang terbatas sangat sulit bagi petani untuk mengelola usahataninya, apalagi untuk menambah lahan pertaniannya. Petani sangat membutuhkan dana dalam menjalankan usahataninya. Petani sangat enggan meminjam modal ke bank, karena dibutuhkan prosedur yang rumit dan adanya agunan. Lembaga keuangan yang terdapat di Humbang Hasundutan yaitu BRI, BPR dan Bank Sumatera Utara serta CU yang masih baru dikembangkan. c. Lembaga Pembina, Penelitian, dan Pelatihan

Pemerintah daerah melalui dinasnya yaitu Dinas Pertanian yang berhubungan langsung dalam pembinaan melakukan penyuluhan kepada kelompok tani, namun hal ini tidak dilaksanakan secara berkelanjutan. Lembaga Pembina, penelitian dan pelatihan belum ada di Humbang Hasundutan, padahal petani sangat membutuhkannya. Petani juga sangat membutuhkan dukungan pemerintah khususnya dalam pembinaan dan pendampingan pemerintah langsung kepada petani agar dapat mengembangkan produktivitas kopi.

Menurut Surat Keputusan Mentan no: 205/Kpts/SR.120/4/2005, kopi arabika Sigarar Utang dengan produktivitas rata-rata 1500 kg/ha, untuk populasi 1600 pohon/ha. Pembuahan terus-menerus mengikuti pola sebaran hujan dengan biji berukuran besar, agak rentan terhadap serangan hama bubuk buah, agak

50 rentan serangan nematoda Radopholus similis, dan agak tahan tahan terhadap penyakit karat daun. Untuk memperoleh citarasa baik disarankan ditanam > 1000 m dpl, tipe iklim A – C dengan sebaran hujan merata sepanjang tahun. Informasi seperti ini sangat dibutuhkan oleh petani, karena dari segi budidaya Humbang Hasundutan hanya mampu memproduksi 880kg kopi per ha.

d. Pemasaran Kopi

Saluran pemasaran kopi yang terjadi dimulai dari petani kopi menjual kopi kepada pengumpul di Desa atau menjual langsung kepada pengumpul di Pasar. Pengumpul di Desa menjual kopi ke pedagang pengumpul di Pasar kemudian di angkut ke Medan untuk dijual kepada Eksportir. Saluran pemasaran ini membuat harga di petani tidak layak, karena harga sering kali dikuasai oleh pedagang pengumpul di Pasar. Petani yang termasuk anggota APKLO selalu memperoleh harga yang lebih tinggi dari petani yang tidak termasuk anggota APKLO. Harga yang diperoleh petani dari pengumpul sekitar Rp 9.000,00 per liter sedangkan harga yang diberlakukan APKLO adalah Rp 11.000,00 hingga 13.000,00 per liter. e. Dukungan Kebijakan Pemerintah Daerah dan Pelaksanaanya

Pemerintah telah memberi dukungan bagi pengembangan agribisnis kopi di Humbang Hasundutan, khususnya pembentukan kelompok tani. Pembentukan kelompok tani ini bertujuan agar mempermudah pembagian pupuk subsidi dan pembinaan. Hal ini tidak berkelanjutan, sehingga petani sulit mengembangkan usahanya. Kelompok tani di Kecamatan Dolok Sanggul berjumlah 158 kelompok, di Kecamatan Lintong Nihuta berjumlah 115 kelompok dan di Kecamatan Paranginan sebanyak 35 kelompok.

Dukungan pemerintah dalam pengolahan kopi belum sepenuhnya terlaksana. Berdasarkan hasil wawancara dengan pihak pemerintah, pemerintah sudah pernah memberikan mesin untuk pengolahan, tetapi tidak digunakan oleh masyarakat karena tidak mengetahui bagaimana cara menggunakannya. Dalam hal ini masyarakat membutuhkan pembinaan dari pemerintah.

f. Industri Pengolahan Kopi

Industri pengolahan kopi di Humbang Hasundutan sulit berkembang, hal ini disebabkan rendahnya tingkat pengetahuan dan modal yang dimiliki oleh masyarakat. Beberapa tahun yang lalu ada sebuah industri yang mengolah kopi

51 untuk siap seduh yang menjadi oleh-oleh khas Humbang Hasundutan dari Kecamatan Lintong Nihuta. Industri tersebut tutup karena kekurangan modal dan promosi. Industri pengolahan kopi yang ada di Humbang Hasundutan adalah pengolahan kopi sampai pengeringan Osas, dan usaha ini dikembangkan oleh investor karena membutuhkan modal yang cukup besar.

g. Kemitraan Usaha

Pada umumnya budidaya kopi dilakukan sendiri oleh petani dengan lahan yang telah diwariskan oleh orangtua turun temurun, diolah sendiri dan hanya mengandalkan kesuburan tanah. Kemitraan usaha hanya dilakukan oleh pengumpul di Pasar dengan pihak Eksportir Medan. Akibatnya petani hanya bisa menerima harga yang telah ditentukan oleh pengumpul.

h. Bibit Kopi Bermutu

Lembaga penelitian bibit bermutu belum ada di Humbang Hasundutan, padahal petani sangat membutuhkan lembaga ini untuk dapat mengembangkan produksi kopi. Petani menggunakan bibit dari hasil produksi kopi mereka. Menurut petani syarat bibit kopi baik adalah induk harus berumur paling sedikit 7 tahun, induk harus sehat, bebas penyakit. Induk harus dari varietas hybrid (berbuah banyak, cepat berbuah), bibit harus dari buah cerry yang sudah benar- benar masak/matang/biji merah. Bantuan penyediaan bibit bermutu ini sangat dibutuhkan oleh petani.

i. Pengendalian Hama Penyakit dan Pemeliharaan

Penyakit kopi yang sering dihadapi adalah pembusukkan buah kopi, setengah dari buah kopi membusuk, sehingga hasil produksi kopi menurun. Banyak petani yang tidak peduli untuk memberantas hama penyakit ini, petani hanya menunggu alam saja yang akan menghentikannya. Petani APKLO memberantas dengan hypotan, tetapi karena harganya mahal dan petani yang lain tidak peduli, maka kopi yang dimiliki juga masih terserang hama. Hypotan juga sulit dibeli, pihak APKLO membeli dari Jember dengan harga Rp 10.000,00 per bungkus sudah termasuk dengan uang kirim. Petani sulit untuk membeli pupuk dan pemberantas hama penyakit karena tingginya harga beli. Harga pupuk yang paling mahal adalah TSP sebesar Rp 15.000 per kg. Pemupukan dilakukan 2 kali

52 selama setahun. Hal inilah yang mengakibatkan sulitnya perkembangan agribisnis kopi di Humbang Hasundutan.

Dokumen terkait