• Tidak ada hasil yang ditemukan

1. Pengaruh Suhu

Suhu yang tinggi dan kontak langsung panas selama distilasi akan berdampak pada hidrolisis, oksidasi thermal, polimerisasi dan isomerisasi. Degradasi asam lemak rantai panjang dengan banyak ikatan rangkap kemungkinan membentuk asam lemak siklik, dan polimer dengan bobot molekul tinggi (Shahidi dan Wanasundara, 1998b). Oleh karena itu, omega-3 yang cenderung labil membutuhkan suhu dan kondisi pH yang sesuai (Haraldson et al., 1997).

Termostabilitas enzim merupakan faktor utama pada aplikasi industri, dikarenakan thermal degradation enzim pada suhu tinggi. Suhu dihubungkan dengan keterbatasan transfer massa. Suhu yang tinggi akan menurunkan viskositas campuran minyak dan akan meningkatkan transfer subsrat-produk pada permukaan atau di dalam partikel enzim. Suhu akan berpengaruh pada stabilitas enzim dan affinitas enzim terhadap substrat dan kompetisi reaksi dalam jumlah yang besar. Semakin tinggi suhu, akan

berakibat pada penurunan densitas dan viskositas media reaksi. Pada penurunan densitas media, akan meningkatkan difusitas dan berakibat pada peningkatan transfer massa substrat dan produk (Kim et al., 2004).

Suhu dapat berpengaruh positif terhadap reaksi hidrolisis maupun sebaliknya. Kenaikan suhu akan meningkatkan laju reaksi. Namun, pada reaksi menggunakan suhu tinggi struktur tersier enzim terganggu akibat terjadi denaturasi. Pada suhu 50oC nilai tingkat konversinya berubah menjadi cukup rendah. Sedangkan suhu 45oC merupakan suhu optimum reaksi hidrolisis sebab pada suhu diatas 45oC tingkat konversinya turun secara tiba-tiba dikarenakan enzim mengalami denaturasi (Kamarudin et al., 2008).

Suhu berpengaruh terhadap aktivitas dan stabilitas enzim lipase, suhu yang sesuai untuk penggunaan enzim lipase sebagai katalis adalah dibawah 70oC karena pada suhu tinggi menyebabkan terjadinya migrasi alkil secara non-enzimatic, terjadi oksidasi, isomerisasi dan denaturasi enzim (Shahidi et al., 1998).

Stabilitas panas enzim dipengaruhi oleh dua faktor yaitu struktur primer enzim dan komponen lain pada enzim. Tingginya kadar protein hidrofobik pada molekul enzim akan membuat struktur enzim rapat dan padat, dimana pada sistem ini enzim tidak mudah terdenaturasi karena perubahan lingkungan eksternal enzim. Komponen spesifik pada enzim seperti polisakarida dan kation divalen akan menstabilkan molekul enzim (Oztrurk, 2001)

2. Pengaruh pH

Enzim sangat sensitif terhadap perlakuan medium pH, karena memungkinkan perubahan status ionisasi enzim, yang akan mempengaruhi aktivitas dan selektifitas. Studi yang telah dilakukan menunjukan pH optimum untuk reaksi hidrolisis minyak sawit pada heksana adalah pH 7,5 dengan asam lemak yang dihasilkan 97,4% menggunakan enzim lipase dari Candida rugosa. Enzim optimum pada medium alkali namun mendekati netral (Kamarudin et al., 2008)

Berdasarkan studi Microbial Lipase Potential Biocatalist for the future industry yang dilakukan oleh Saxena et al. (2009), titik isoelektrik lipase adalah 4,3. Stabilitas lipase pada kondisi asam berada pada pH diatas 4. Stabilitas lipase pada kondisi basa berada pada pH diatas 8.

Katalisis enzim lipase aktif pada pH tertentu tergantung dari asal enzim tersebut dan status ionisasi asam amino penyusunnya. Asam amino asam, basa, dan netral hanya aktif pada satu bagian status ionisasi (Ozturk, 2001).

Berdasarkan Staufer (1989), ketertarikan studi mengenai tingkat enzim sebagai fungsi pH dikarenakan karena beberapa faktor yaitu :

a. Status protonasi sisi rantai asam amino pada sisi aktif kompleks enzim substrat (ES) mungkin akan berubah. Hasilnya perubahan kemampuan enzim substrat untuk menjadi produk.

b. Perubahan ionik molekul substrat atau perubahan ionik sisi aktif yaitu kecenderungan dua molekul tersebut untuk menjadi kompleks ES.

c. Perubahan pH dari netral yang memungkinkan melemahkan kekuatan stabilitas bentuk protein, yang berakibat peningkatan denaturasi enzim (kehilangan aktivitas).

3. Pengaruh Penambahan Air

Air sangat diperlukan untuk aktivitas enzim. Air berpartisipasi dalam seluruh interaksi non kovalen untuk mempertahankan bentuk sisi aktifnya baik secara langsung maupun tidak langsung. Reaksi enzimatik yang dilakukan tanpa keberadaan air akan mengubah sisi aktifnya secara drastis sehingga menonaktifkan enzim (Zaks dan Klibanov, 1985).

Sejumlah air selalu diperlukan enzim lipase untuk mempertahankan aktivitasnya. Namun, banyaknya air yang digunakan berbeda-beda tergantung dari jenis enzim lipase. Banyaknya air juga tergantung pada media reaksi, polaritas pelarut organik, dan lain-lain. Suatu reaksi yang dilakukan dengan menggunakan enzim mengandung kurang dari 1% air dan biasanya pada konsidi tanpa air (Haraldson et al., 1997).

Laju reaksi hidrolisis membutuhkan sejumlah air. Namun, terlalu banyak air akan berakibat pada reaksi hidrolisis trigliserida yang berlebihan yang berakibat pada peningkatan asam lemak bebas dan gliserida parsial (monogliserida dan digliserida) (Dordick, 1989). Banyaknya air akan mempengaruhi fleksibilits enzim (Krieger et al.,2004). Pengaturan kadar air pada sistem ini menjadi sangat penting karena semua proses berdasarkan pada manipulasi kesetimbangan kimia secara termodinamik pada reaksi reversible dimana air berpartisipasi dalam reaksi. Selain itu, air diperlukan secara esensial untuk menjaga integritas dari struktur tiga dimensi molekul enzim. Aktivitas lipase merupakan fungsi dari kadar air. Enzim membutuhkan sedikit layer hidrasi yang bertindak sebagai komponen primer pada reaksi enzimatik pada suatu media organik. Layer ini akan bertindak sebagai buffer diantara permukaan enzim dengan medium reaksi (Dordick, 1989)

Sejumlah air dibutuhkan untuk memaksimalkan aktivitas enzim. Klibanov (1988) menyatakan bahwa sedikit air diperlukan untuk mencapai aktivitas maksimal pada pelarut hidrofobik daripada pelarut hidrofilik. Pada aktivitas kadar air yang rendah, semakin rendah polaritas suatu pelarut berakibat semakin tinggi aktivitas enzim. Ketika aktivitas katalitik diplotkan terhadap banyaknya air yang terikat dengan enzim, suatu pola muncul untuk beberapa pelarut yang berbeda.

Menurut (Salis et al., 2008), walaupun air tidak ikut serta dalam produk, namun kadar air dalam suatu reaksi sangat penting karena mengekspresikan aktivitas enzimatik secara penuh. Air digunakan sebagai pelumas pada rantai polipeptida. Hal ini akan mempengaruhi mobilitas. Mobilitas lipase menjelaskan aktivitas enzimatik. Efek aktivitas enzim dipelajari sebagai fungsi bobot sejumlah air pada reaksi trigliserida metanolisis. Terlihat pada lipase Pseudomonas fluorescens inaktif ketika media yang digunakan kering. Peningkatan aktivitas secara tajam terjadi ketika 0,5 mg air/mg katalis ditambahkan.

Menurut Medina et al. (2003), mekanisme pengikatan air dan media pelarut organik digambarkan oleh Gambar 6 sebagai berikut:

Gambar 6. Mekanisme pengikatan air dan media pelarut organik dalam suatu reaksi (Medina et al., 2003)

Pada percobaan yang dilakukan oleh Schneider dan Berger (1991) menyatakan bahwa kenaikan laju reaksi menyebabkan disebabkan oleh sejumlah air. Namun, total 1,2 dan 1,3 digliserida menurun. Pada media bi-fase, monogliserida dan digliserida relative lebih stabil terhadap migrasi asil pada pelarut organik dengan kadar air maksimum 2%.

Konsentrasi minyak dan air sebagai substrat dalam reaksi hidrolisis juga mempengaruhi aktivitas lipase. Berdasarkan studi yang dilakukan oleh Shimada et al. (1997), konsentrasi oil water ratio optimum pada reaksi selektif hidrolisis adalah 50% dan aktivitasnya semakin menurun dengan meningkatnya oil water ratio

III. METODOLOGI

Dokumen terkait